PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 15 TAHUN 2010

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2007

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

284 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 16/2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

Muchamad Ali Safa at

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 7 TAHUN 2008 PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk memudahkan penyusunan produk hukum daerah, perlu adanya keseragaman mengenai prosedur penyusunan produk hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003, tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4389); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4688); 5. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Produk Hukum Daerah; 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa;

2 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT dan BUPATI BANDUNG BARAT MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: Pasal 1 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung Barat. 2. Bupati adalah Bupati Bandung Barat. 3. Pemerintah daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung Barat. 7. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Barat. 8. Kepala Bagian Hukum adalah Kepala Bagian Hukum pada Sekretariat Daerah 9. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10. Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 12. Badan Permusyawaratan Desa, yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelengaraan pemerintahan desa. 13. Sekretaris Desa adalah unsur perangkat desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. 14. Prosedur penyusunan produk hukum daerah adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, penetapan, pengundangan, dan penyebarluasan. 15. Produk hukum daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh Bupati dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

3 16. Program legislasi daerah, yang selanjutnya disebut prolegda, adalah instrumen perencanaan pembentukan produk hukum daerah yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis. 17. Rancangan peraturan daerah, yang selanjutnya disebut raperda, adalah rancangan yang dibuat dan diusulkan oleh perangkat daerah dan atau DPRD untuk dibahas bersama-sama. 18. Peraturan daerah, yang selanjutnya disebut perda, adalah peraturan perundangundangan yang dibuat oleh DPRD dengan persetujuan bersama Bupati. 19. Peraturan Bupati adalah peraturan yang ditetapkan untuk melaksanakan Perda dan/atau yang dikuasakan peraturan perundang-undangan. 20. Peraturan Bupati bersama Kepala Daerah lain, yang selanjutnya disebut Peraturan Bersama, adalah keputusan Bupati yang mengatur kesepakatan bersama antara 2 (dua) Kepala daerah atau lebih dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. 21. Keputusan Bupati adalah penetapan pelaksanaan perda dan/atau kebijakan Bupati. 22. Peraturan Desa, yang selanjutnya disebut perdes, adalah peraturan perundangundangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. 23. Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 24. Rancangan peraturan desa, yang selanjutnya disebut raperdes, adalah rancangan yang dibuat dan diusulkan oleh Kepala Desa dan/atau BPD untuk dibahas bersamasama. 25. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa. 26. Lembaran daerah adalah penerbitan resmi pemerintah daerah yang digunakan untuk mengundangkan perda. 27. Berita daerah adalah penerbitan resmi pemerintah daerah yang digunakan untuk mengumumkan peraturan Bupati. 28. Naskah Akademik adalah pertanggungjawaban akademik yang disusun oleh Bupati dan/atau DPRD yang dalam pelaksanaannya dapat mengikutsertakan perguruan tinggi dan/atau pihak lain yang mempunyai keahlian dalam penyusunan peraturan perudang-undangan. Produk hukum daerah terdiri dari: BAB II PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 2 a. produk hukum daerah tingkat kabupaten; dan b. produk hukum daerah tingkat desa. Pasal 3 (1) Produk hukum daerah bersifat pengaturan dan penetapan. (2) Produk hukum daerah bersifat pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. Peraturan Daerah; b. Peraturan Bupati; c. Peraturan bersama Bupati dengan Kepala Daerah lainnya;

d. Peraturan Desa; dan e. Peraturan Kepala Desa. 4 (3) Produk hukum daerah bersifat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. Keputusan Bupati; b. Instruksi Bupati; dan c. Keputusan Kepala Desa. BAB III PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 4 Penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dilakukan berdasarkan prolegda. Pasal 5 (1) Prolegda perda disusun oleh DPRD melalui Panitia Legislasi dan Bupati, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Bagian Hukum. (2) Prolegda Peraturan Bupati, Peraturan Bupati bersama kepala daerah lain dan Keputusan Bupati, disusun oleh SKPD, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Bagian Hukum. (3) Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 6 (1) Prolegda Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, disusun oleh BPD dan Kepala Desa, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Sekretaris Desa. (2) Prolegda Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, disusun dan dilaksanakan oleh Sekretaris Desa. (3) Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Pasal 7 Petunjuk pelaksanaan dan teknis penyusunan prolegda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 8 (1) Penyusunan produk hukum daerah untuk jenis produk hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c, ayat (3) huruf a dan huruf b, ditetapkan oleh Bupati dengan mengacu pada peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. (2) Penyusunan produk hukum daerah untuk jenis produk hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dan huruf e, ayat (3) huruf c, ditetapkan oleh Kepala Desa dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

5 BAB IV ASAS PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 9 Produk hukum daerah disusun berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antar jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. BAB V FUNGSI PRODUK HUKUM DAERAH Fungsi produk hukum daerah, meliputi: Pasal 10 a. pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum; b. pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; c. pengaturan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan merupakan kewenangannya; d. pengaturan hal-hal yang menjadi urusan rumah tangga daerah. BAB VI MATERI PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 11 Materi muatan produk hukum daerah mengandung asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban kepastian hukum; dan atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

6 Pasal 12 (1) Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (2) Materi muatan Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati adalah materi muatan dalam rangka pelaksanaan Perda dan/atau kuasa peraturan perundang-undangan. (3) Materi muatan Instruksi Bupati adalah materi materi muatan yang mengatur perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. (4) Materi muatan Perdes adalah materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan desa serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (5) Materi muatan Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa adalah materi muatan dalam rangka pelaksanaan Perda dan/atau Perdes. Pasal 13 (1) Apabila suatu produk hukum daerah mengamanatkan pengaturan lebih lanjut suatu materi oleh produk hukum daerah yang lebih rendah tingkatannya, harus jelas dan tegas batas waktunya. (2) Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah produk hukum daerah diundangkan. Pasal 14 (1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Perda. (2) Pelanggaran ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran. (3) Sanksi pidana terdiri dari kurungan dan/atau denda. (4) Ancaman pidana kurungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selama-lamanya 6 (enam) bulan. (5) Ancaman pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). BAB VII PROSEDUR PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH (1) Proses penyusunan perda meliputi: a. penyusunan raperda; b. pembahasan di DPRD; Pasal 15 c. penetapan oleh Bupati dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah. (2) Proses penyusunan sebagaimana termaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu menyusun naskah raperda. Pasal 16 (1) Untuk perda-perda tertentu, sebelum menyusun naskah raperda, dapat disusun naskah akademik. (2) Naskah akademik disiapkan oleh pemrakarsa perda.

7 (3) Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya mengatur mengenai dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi raperda. (4) Petunjuk pelaksanaan dan teknis penyusunan naskah akademik raperda yang berasal dari DPRD, diatur dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. (5) Petunjuk pelaksanaan dan teknis penyusunan naskah akademik raperda yang berasal dari Bupati, diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 17 (1) Raperda dapat berasal dari DPRD dan/atau Bupati. (2) Petunjuk pelaksanaan dan teknis mempersiapkan raperda inisiatif DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Tata Tertib DPRD. (3) Petunjuk pelaksanaan dan teknis mempersiapkan raperda usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati. (4) Apabila dalam suatu masa sidang, Bupati dan DPRD menyampaikan raperda, mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah raperda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan raperda yang disampaikan oleh Bupati digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Pasal 18 (1) Raperda inisiatif DPRD, disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Bupati untuk dikaji dan diolah. (2) Petunjuk pelaksanaan dan teknis penyampaian raperda inisiatif DPRD diatur dengan Tata Tertib DPRD. Pasal 19 (1) Raperda yang telah dikaji dan diolah, disampaikan Bupati kepada DPRD dengan surat pengantar. (2) Penyebarluasan raperda yang berasal dari Bupati, dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah. (3) Penyebarluasan raperda yang berasal dari DPRD, dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. BAB VIII PEMBAHASAN DAN PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH Bagian Kesatu Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Pasal 20 (1) Pembahasan raperda dilakukan oleh DPRD bersama Bupati. (2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui tahapan pembahasan. (3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam rapat komisi/panitia/panitia legislasi DPRD dan rapat paripurna. (4) Petunjuk pelaksanaan dan teknis pembahasan raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.

8 Pasal 21 (1) Raperda dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dari Bupati. (2) Raperda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan DPRD bersama Bupati. (3) Petunjuk pelaksanaan dan teknis penarikan kembali raperda diatur dengan Peraturan Tata tertib DPRD. Bagian Kedua Penetapan Pasal 22 (1) Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi perda. (2) Penyampaian raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. (3) Raperda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh Bupati dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak raperda tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati. (4) Dalam hal raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Bupati, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh hari) sejak raperda tersebut disetujui bersama, maka raperda tersebut sah menjadi perda dan wajib diundangkan. (5) Dalam hal sahnya raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. (6) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir perda sebelum pengundangan naskah perda ke dalam lembaran daerah. Pasal 23 Perda disampaikan kepada Pemerintah melalui Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Bagian Ketiga Pembatalan Pasal 24 (1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bupati harus memberhentikan pelaksanaan perda dan selanjutnya DPRD bersama Bupati mencabut perda dimaksud. (2) Apabila pemerintah daerah dan DPRD tidak dapat menerima keputusan pembatalan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Bupati dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.

9 BAB IX PROSES PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH TINGKAT DESA Bagian Kesatu Persiapan dan Pembahasan Pasal 25 Raperdes diprakarsai oleh pemerintah desa dan dapat berasal dari usul inisiatif BPD. Pasal 26 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap raperdes. (2) Masukan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam proses penyusunan raperdes. (3) Masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala Desa dan/atau BPD. Pasal 27 Raperdes dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD. Pasal 28 Raperdes yang berasal dari pemerintah desa, dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama BPD. Pasal 29 (1) Raperdes tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD, sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh Bupati kepada Kepala Desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak raperdes tersebut diterima. (3) Apabila Bupati belum memberikan hasil evaluasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) menjadi Peraturan Desa. Pasal 30 (1) Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dapat didelegasikan kepada Camat. (2) Pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.

10 Bagian Kedua Penetapan Pasal 31 (1) Raperdes yang telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi perdes. (2) Penyampaian raperdes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 32 Raperdes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya raperdes tersebut. Pasal 33 Perdes wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan. Pasal 34 (1) Perdes sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam perdes tersebut. (2) Perdes sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh berlaku surut. Bagian Ketiga Penyampaian Peraturan Desa Pasal 35 Perdes disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. BAB X PENOMORAN AUTENTIFIKASI PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 36 (1) Penomoran produk hukum daerah tingkat kabupaten dilakukan oleh Kepala Bagian Hukum. (2) Penomoran produk hukum daerah tingkat desa dilakukan oleh Sekretaris desa. (3) Penomoran produk hukum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) yang bersifat pengaturan, menggunakan nomor bulat. (4) Penomoran produk hukum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) yang bersifat penetapan, menggunakan nomor kode klasifikasi dan nomor bulat.

11 BAB XI LEMBARAN DAERAH DAN TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH Pasal 37 (1) Lembaran daerah diterbitkan secara resmi oleh pemerintah daerah. (2) Untuk menjamin keabsahan dan keterkaitan antara materi perda dengan penjelasan dicatat dalam tambahan lembaran daerah. Pasal 38 (1) Perda yang mempunyai penjelasan dicantumkan nomor tambahan lembaran daerah. (2) Nomor tambahan lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kelengkapan dan penjelasan dari lembaran daerah. BAB XII BERITA DAERAH Pasal 39 (1) Berita daerah tingkat kabupaten diterbitkan secara resmi oleh pemerintah daerah. (2) Berita daerah tingkat desa diterbitkan secara resmi oleh pemerintah desa. BAB XIII PENGUNDANGAN DAN PENGUMUMAN Pasal 40 (1) Perda diundangkan dalam lembaran daerah. (2) Peraturan Bupati dan Peraturan Bupati bersama kepala daerah lain, diundangkan dalam berita daerah. (3) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa diumumkan dalam berita daerah. Pasal 41 (1) Pengundangan produk hukum daerah tingkat Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2), dilakukan oleh Sekretaris Daerah. (2) Pengundangan produk hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat didelegasikan kepada Kepala Bagian Hukum. (3) Pengumuman produk hukum daerah tingkat desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dilakukan oleh Sekretaris Daerah. (4) Pelaksanaan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat didelegasikan kepada Sekretaris Desa. Pasal 42 Petunjuk pelaksanaan dan teknis pengundangan dan pengumuman produk hukum daerah serta pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41, diatur dengan Peraturan Bupati.

12 BAB XIV PENGGANDAAN, PENDISTRIBUSIAN, PENDOKUMENTASIAN, DAN SOSIALISASI PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 43 (1) Penggandaan, pendistribusian, pendokumentasian, dan sosialisasi produk hukum daerah tingkat Kabupaten dilakukan oleh Sekretaris Daerah. (2) Penggandaan, pendistribusian, pendokumentasian, dan sosialisasi produk hukum daerah tingkat Desa dilakukan oleh Sekretaris Desa. BAB XV TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 44 (1) Penyusunan rancangan produk hukum daerah dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan produk hukum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknis penyusunan produk hukum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XVI PEMBIAYAAN Pasal 45 (1) Pembiayaan untuk penyusunan produk hukum daerah tingkat Kabupaten dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bandung Barat. (2) Pembiayaan untuk penyusunan produk hukum daerah tingkat desa dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. BAB XVII PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 46 (1) Masyarakat berhak berpartisipasi dengan memberikan masukan dalam rangka pembahasan raperda dan raperdes. (2) Dalam pembahasan raperda, partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara lisan dan/atau tulisan kepada Bupati dan/atau DPRD. (3) Dalam pembahasan raperdes, partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara lisan dan/atau tulisan kepada Kepala Desa dan/atau BPD.

13 BAB XVIII KETENTUAN PRODUK HUKUM DAERAH YANG LAIN Pasal 47 Teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, Peraturan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, Keputusan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, Keputusan Pengguna Anggaran, Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran, Peraturan BPD, Keputusan Pimpinan BPD atau produk hukum lainnya, harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Peraturan Bupati dan Tata Tertib DPRD yang diamanatkan dalam Peraturan Daerah ini, selambat-lambatnya ditetapkan 3 bulan setelah Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 49 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Barat. Ditetapkan di Padalarang pada tanggal 28 Juli 2008 BUPATI BANDUNG BARAT, Diundangkan di Padalarang pada tanggal 28 Juli 2008 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT, A B U B A K A R A B B A S LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2008 NOMOR 3

14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH I. UMUM Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, peraturan perundang-undangan bukan saja sebagai sumber utama hukum positif, namun juga menciptakan, mengatur dan mempertahankan ketertiban hukum dalam negara. Sebagai negara yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila yang terdapat di dalamnya, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, begitu juga dengan pemerintahan, harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Untuk mewujudkan negara hukum tersebut, diperlukan tatanan tertib diantaranya pembentukan peraturan perundang-undangan. Untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang benar dan baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, penetapan, pengundangan, dan penyebarluasannya. Kabupaten Bandung Barat, sebagai daerah otonom baru, sangat memerlukan berbagai produk hukum dalam rangka menciptakan suatu ketertiban. Untuk mewujudkan ketertiban tersebut, diperlukan adanya suatu peraturan khusus mengenai prosedur penyusunan produk hukum daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sampai saat ini, terdapat berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan di daerah, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat; 4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah; 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Produk Hukum Daerah; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; dan 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa. Dalam rangka memudahkan para penyusun produk hukum daerah di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat, maka ditetapkan Peraturan Daerah tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. Namun Peraturan Daerah ini hanya mengatur mengenai Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, Peraturan bersama Bupati dengan Kepala Daerah lainnya, Keputusan Bupati, Instruksi Bupati, Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Produk hukum lainnya seperti Keputusan DPRD,

15 Keputusan Pimpinan DPRD, Peraturan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, Keputusan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, Keputusan Pengguna Anggaran, Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran, Peraturan BPD, Keputusan Pimpinan BPD atau produk hukum lainnya, harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. Dalam Peraturan Daerah ini, diatur mengenai tata cara perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, penetapan, pengundangan, dan penyebarluasan suatu produk hukum. Untuk menunjang penyusunan produk hukum daerah, diperlukan adanya sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat menyiapkan, mengolah dan merumuskan rancangan produk hukum daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9

16 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Ayat (4) Ayat (5) Pasal 13 Batas waktu yang dimaksud ialah batas waktu produk hukum daerah yang diamanatkan. Maksudnya Produk hukum yang mengamanatkan kepada produk hukum yang lebih rendah. Misalnya Perda mengamanatkan Peraturan Bupati untuk mengatur petunjuk pelaksanaan Perda tersebut. Pasal 14 Ayat (4) Ayat (5) Pasal 15 Pasal 16 Ayat (4) Ayat (5) Perda tertentu yaitu perda yang memerlukan berbagai kajian, diantaranya kajian ilmiah, kajian teknis, kajian lingkungan, kajian sosiologis, dll. Pasal 17

Ayat (4) 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Ayat (4) Pasal 21 Pasal 22 Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26

18 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Ayat (4) Kode Klasifikasi berdasarkan Peraturan Bupati tentang Tata Kearsipan.

Pasal 37 19 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46

Pasal 47 20 Pasal 48 Pasal 49 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2