Nasution 1 Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011 Pantang Menyerah Saya berjalan di tengah kota, cuaca begitu indah. Dagangan di kota tampaknya telah terjual semua. Oh, iya sekarang saya adalah salah satu anggota tentara di pasukan Batavia. Saya sangat senang menjadi seorang tentara. Selama ini banyak orang yang bercerita bahwa akan ada pasukan asing yang akan datang ke Batavia dan ke seluruh Indonesia. Tetapi saya tidak percaya. Keesokan harinya saya pergi ke tengah kota Batavia. Berjalan pagi di tengah kota itu menyenangkan. Cuaca cerah, burung-burung berkicau dan udara sangat nyaman. Ketika saya sampai di tepi dermaga tiba-tiba terdengar, BOOOOOOOOOOOOOOOOOM dari jauh dan BOOOOOOOOOOOOOOOOOM lagi di belakang. Saya juga mendegar suara angin yang kencang, kemudian terlihat ada sekitar 100 kapal datang. Mungkinkah itu pasukan asing yang kata orang akan datang ke Indonesia? Tiba-tiba terdengar orang berteriak,
Nasution 2 Mereka datang!, Mereka datang!, Pasukan asing itu datang!. kata mereka sambil berlari-lari. Mereka tampak sangat ketakutan. Saya juga ikut berlari sambil beberapa kali melihat ke belakang. Saya melihat rombongan pasukan asing itu turun dari kapalnya. Saya juga melihat pemimpin pasukan asing itu, seorang kapten. Saya makin takut langkah saya semakin cepat. Saya bisa mendengar suara salah satu dari mereka. Kita harus menyerang Indonesia. Kita di Belanda kekurangan rempah-rempah! Harus kita rebut rempah-rempah itu demi Negara kita! Saya mendengar mereka saling setuju. Jika, orang-orang Indonesia itu berani melawan kita hancurkan! kata mereka lagi. Saya tambah ketakutan. Saya pulang ke rumah dan begitu sampai cepat-cepat saya kunci semua pintu dan jendela. Aduh, mereka akan menyerang dan menghancurkan Indonesia fikir saya. Beberapa hari kemudian saya dan orang-orang di kampung saya menyusun rencana perlawanan. Kami menyiapkan senjata sederhana dari bambu yang kami asah menjadi bambu runcing. Kami tidak mempunyai senjata apalagi peluru. Orang-orang sudah banyak yang tertangkap. Kami terpaksa mengungsi. Setiap hari kami merasa ketakutan.
Nasution 3 Suatu hari, ketika saya sedang sendirian di tempat persembunyian saya tiba-tiba mendengar langkah orang. Langkah makin dekat. Saya menunduk ketakutan. Kedua tangan dan kaki saya gemetaran seperti kedinginan di Antartika. Saya tidak berani melihat ke belakang, apalagi bergerak. Angkat tangan! suara itu terdengar keras sekali. Pelan-pelan saya angkat tangan saya. Mata saya sempat melihat bambu runcing di dekat saya. Saya membalikkan badan saya, dan saya melihat tentara Belanda itu berdiri di depan saya. Saya tidak melihat dia membawa senjata. Dengan gerak cepat, saya ambil bambu runcing dan secepat kilat saya lemparkan ke badan tentara itu. Bambu itu tepat menancap di dadanya. Saya melihat darah mengucur dengan kencang. Dia tampak terkejut dan kesakitan. Dia tidak dapat melawan. Saya kasihan padanya. Dia sangat kesakitan. Tapi ini adalah tugas saya sebagai tentara. Tentara itu lemas dan akhirnya jatuh. Saya tahu dia tidak lagi berbahaya. Saya mendekat dan saya periksa badannya. Dari kantung bajunya saya temukan kertas. Disana tertulis: Orang Indonesia yang tidak patuh kami kurung di penjara bawah tanah di gedung VOC. Dijaga ketat oleh: Anastasya Silvian (Penjaga yang paling ketat di seluruh pasukan kami)
Nasution 4 Saya terkejut. Disitu rupanya teman-teman saya dikurung. Saya harus menyelamatkan mereka. Saya segera berlari menuju gedung VOC untuk menyelamatkan teman- teman dan orang- orang yang tertangkap di penjara bawah tanah. Di depan gedung saya melihat tentara berjaga-jaga. Saya langsung berputar mencari jalan lain dan masuk dari pintu belakang gedung, dimana tidak ada seorang penjagapun. Jalan menuju penjara gelap. Di ujung jalan terlihat cahaya. Saya bertemu seorang penjaga. Saya berhenti. Apakah kamu bernama Anastasya Silvian? saya bertanya. Iya, kamu mau apa ke sini! jawab Anastasya sambil menghampiri saya. Saya terkejut. Dia bisa berbahasa Indonesia! Saya mau menyelamatkan teman-teman saya yang di penjara jawab saya. Tidak mungkin. Pergi kamu! dia menjawab sambil mendorong saya. Saya terjatuh. Dengan cepat saya raih kakinya dan saya pukul dia. Anastasya menjerit kesakitan. Saya berdiri dan sebelum dia sempat bergerak, saya pukul lagi mukanya. Pukulan saya tepat mengenai sasaran. Saat dia pingsan, saya mengambil kunci di kantong celananya dan berlari ke penjara bawah tanah. Disana tidak ada siapa-siapa. Saya mendengar suara orang bercakap-cakap. Itu kawan-kawan saya!
Nasution 5 Saya menghampiri ruangan itu. Mereka berteriak-teriak menyambut saya. Saya langsung membuka pintu penjara. Ketika pintu terbuka saya segera masuk dan berkata kepada mereka Kita harus lawan tentara Belanda itu! Kita punya bambu runcing. Dengan senjata sederhana itu saya sudah mengalahkan salah seorang dari mereka! Sekarang saya dan beberapa orang dari kalian akan mengambil bambu runcing untuk menyerang balik mereka! Kami akan memanggil kalian nanti. Kalian bersiap-siaplah! Semua menyambut rencana saya dengan semangat. Kami siap untuk berperang. Dengan hati-hati kami berjalan keluar. Saya dan beberapa orang pergi ke tempat pengungsian. Mengambil bambu runcing untuk dibagikan kepada seluruh teman-teman. Segera setelah kembali, kami bagikan bambu runcing kepada seluruh teman. Saya memberi perintah. Pada hitungan ketiga kita bergerak ke depan dan langsung menyerang. Satu, dua, tiga. Kami segera keluar dan menerobos pintu depan. Kami menyerbu dengan bambu runcing. Kami tancapkan bambu runcing ke tubuh mereka dan segera berlari. Mereka melawan dengan menembaki kami dengan peluru. Kami berlari dan terpisah. Kami dapat melihat teman-teman kami berjatuhan, terkena peluru lawan. Beberapa orang dari kami mendadak tidak mau ikut. Mereka takut. Saya datangi mereka. Apa-apaan ini! Kita harus balas dendam melawan Belanda! Bukankah kalian mau bebas! Kita tidak boleh menyerah.
Nasution 6 Kalian harus pantang menyerah! Perjuangan belum selesai! saya berkata. Saya tarik mereka keluar dari pertempuran, untuk berbicara. Yaa..yaa betul mari kita menentukan strategi! mereka menjawab. Kita harus serang terus. Tidak boleh mundur! Kalau mereka mengejar kita, kita lari ke arah pelabuhan. Disana banyak tempat untuk bersembunyi kata salah seorang. Ya. Mari. Kita kesana bersembunyi dan menyerang mereka diam-diam. Kami berlari. Teriakan dan bunyi peluru terdengar dari kejauhan. Mereka ada di belakang kami. Tapi kami tidak menyerah. Kami berlari dan terus berlari. Di dekat pelabuhan kami langsung menuju tempat persembunyian. Beberapa dari kami berjalan ke arah laut untuk melihat pasukan Belanda yang datang menggunakan kapal. Siap-siap, mereka sudah dekat. Ketika saya berteriak Merdeka, kita semua lemparkan bambu runcing kita! kata saya. Semua setuju. Ketika langkah pasukan Belanda sudah terdengar sangat dekat, saya bersiap-siap.
Nasution 7 Merdekaa! Teriak saya sambil bangkit. Saya tancapkan bambu runcing saya. Tidak lama bambu runcing lain menghujani pasukan Belanda. Mereka tidak sempat melawan, dan berjatuhan. INDONESIA MERDEKA! teriak saya.
Nasution 8