BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian La Tike, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Violeta Inayah Pama, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB III METODE PENELITIAN. Bab III ini mencakup lokasi penelitian, langkah-langkah atau cara-cara

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

NILAI-NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN TALE KERINCI: KAJIAN STRUKTURAL DAN SEMIOTIK NAZURTY RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DI SEKOLAH. Pada bagian ini membahas tentang upaya pelestarian kau kaudara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu Propinsi yang kebudayaannya

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Setiap suku bangsa memiliki adat dan tradisinya yang berbeda-beda sesuai

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tidaklah dilihat sebagai barang antik yang harus diawetkan, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS JAMBI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Miftahul Malik, 2015

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2)

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya yang hidup di negeri ini. Masing-masing kelompok masyarakat

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

BAB V MODEL PELESTARIAN NYANYIAN MBUE-BUE PADA MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Nilai-nilai sosial yang diusung lewat pancasila sebagai ideologi Negara rasanya sudah tidak dipahami lagi oleh sebagian kelompok masyarakat. Ini dibuktikan dengan pola tingkah laku yang sudah tidak sesuai tatanan nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Saling menuding antara satu dengan yang lain sebagai dalang merosotnya nilai ini pun tidak lagi terhindarkan. Melihat kondisi demikian, pemerintah terus berusaha untuk menemukan langkah solutif yang salah satunya mendorong pendidikan ke arah pembangunan karakter dengan harapan menemukan kembali jati diri bangsa yang telah diombang-ambing oleh gelombang global. Pertanyaan kemudian muncul adalah apa yang dilakukan oleh masyarakat zaman dahulu untuk membangun tatanan nilai dalam kehidupan bermasyarakat sebelum mengenal panacasila sebagai ideologi negara dan program pendidikan karakter seperti sekarang ini? Secara akal sehat, kita dapat menerima manakala ada yang memberikan jawaban bahwasanya masyarakat zaman dahulu memiliki konsep kebudayaan yang dipegang bersama oleh anggota masyarakat untuk menata nilai-nilai sosial sebagai landasan hidup. Hal demikian sejalan pendapat Marvin Harris (Spradley, 2007: 5) yang mengemukakan bahwa konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti adat atau cara hidup masyarakat. Spradley menggunakan istilah kebudayaan yang merujuk pada pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. Sebagai bangsa besar dan dihuni oleh berbagai komunitas, Indonesia memberikan warna kebudayaan tersendiri yang dilahirkan oleh keragaman komunitas yang mendiaminya. Keanekan ragaman inilah yang merupakan salah satu ciri khas pembeda bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Koentjaraningrat (2004:31) mengatakan bahwa:

2 untuk masa sekarang ini, gejala aneka warna kebudayaan itu masih merupakan suatu realitet yang tak dapat kita ingkari. Maka daripada menipu diri sendiri dan menutup-nutup realitet suku-suku bangsa itu, sebaiknya kita terimanya dengan akal yang sehat dan memupuk kesatuan bangsa kita dengan lebih dahulu mengakui dan menghormati semua variasi kebudayaan yang ada di negara kita itu, dan dengan kemudian mencoba mencapai pengertian tentang sebanyak mungkin aneka warna manusia dan kebudayaan di Indonesia. Salah satunya aneka warna kebudayaan yang dimiliki oleh suku bangsa di Indonesia adalah tradisi lisan. Tradisi lisan atau biasa disebut dengan sastra lisan oleh sebagian orang merupakan bagian kebudayaan yang pola pewarisannya menggunakan lisan. Melalui tradisi lisan masyarakat Indonesia masa silam menanamkan berbagai nilai dan norma kehidupan sebagai landasan hidup yang harus dipatuhi. Tradisi-tradisi itu dapat berupa pola hidup, karya sastranya, sistem kepercayaan (religi), upacara adat (ritual), sistem pengetahuan, dan sebagainya. Peursen (1988: 11) mengungkapkan bahwa tradisi dapat diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat-istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Pewarisan dan penerusan itu dilakukan dengan lisan tanpa menggunakan media tulis. Selanjutnya Hoed (dalam Pudentia, 2008: 184) mengemukakan hal serupa, bahwa yang dimaksud dengan tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun temurun disampaikan secara lisan. Pengertian ini merujuk pada hal-hal yang menjadi kebiasaan masyarakat dari masa ke masa yang pewarisannya secara lisan. Hutomo (1991:32) mengatakan bahwa sebelum Indonesia merdeka tepatnya pada pertengahan abad 19 (1850-1900) penelitian tentang sastra lisan sudah mulai dilakukan oleh para peneliti yang datang dari kalangan asing terutama penyiar agama Nasrani, ahli bahasa dan sastra Indonesia, serta para pegawai pemerintah penjajah dari Eropa dengan tujuan untuk kepentingan penjajahan dan penyebaran agama Nasrani. Mereka meneliti cerita rakyat, puisi rakyat dan teka-teki rakyat. Pada awal abad 20 (1900-1950) muncul beberapa ahli antropologi dan folklor mengolah lebih lanjut bahan-bahan yang telah dikumpulkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Fenomena ini sudah sepatutnya dijadikan pengalaman, bahwa sastra lisan memiliki peranan besar dan bahkan

3 pada situasi tertentu dapat dijadikan sebagai alat penyampaian sebuah misi, baik yang sifatnya intelektual, pendidikan rohani, serta hal-hal yang sifatnya personal maupun sosial. Budaya Indonesia bukan hanya diperkaya dengan tradisi lisan. Akan tetapi, tradisi tulis ikut memberikan warna dalam khasanah budaya kita. Seiring dengan perkembangan zaman, mulai memunculkan kekhawatiran di kalangan pecinta tradisi lisan. Hal ini disebabkan pelestarian tradisi lisan hampir tidak berimbang dibanding perkembangan tradisi tulis sehingga ruang untuk mempertahankan keberadaanya semakin terancam. Pudentia (2007: 28) mengatakan bahwa berdasarkan hasil Seminar Internasional Tradisi Lisan Nusantara yang pertama, pada tahun 1993 telah terungkap bahwa modernisasi termasuk di dalamnya juga media tulisan secara berangsur-angsur menyempitkan wilayah kelisanan dan mengubah banyak hal dari tradisi lisan. Padahal jika memberikan deskripsi tentang kelisanan dengan memakai ukuran dari hal-hal yang berasal dari dunia keberaksaraan, masih ada hal-hal tertentu yang khas dari kelisanan yang belum terungkap. Hal ini bukan berarti kelisanan terlepas dari dunia keberaksaraan atau sebaliknya, keberaksaraan terlepas dari kelisanan. Dengan demikian, pelestarian tradisi lisan harusnya diberi ruang yang sama dengan perkembangan tradisi tulis, karena dua kebudayaan ini hadir dengan keunikan tersendiri yang bisa saling melengkapi. Selain masalah penyebaran yang tidak berimbang dengan tradisi tulis, tradisi lisan juga ikut diperhadapkan dengan budaya modern. Hal ini mulai nampak dengan melihat kecenderungan sebagian besar generasi muda yang lebih mencintai budaya luar dibanding dengan budaya daerah sendiri. Lebih parahnya lagi, budaya daerah dianggap primitif dan tertinggal serta menganggap budaya asing sebagai budaya yang perlu dilestarikan. Bahkan ada sebagian orang yang beranggapan bahwa kalau Indonesia mau maju maka ia harus mengikuti budaya asing. Ini tentunya merupakan ancaman serius bagi kelangsungan budaya daerah tidak terkecuali tradisi lisan. Perlu adanya pemahaman bersama bahwa mempelajari suatu kebudayaan bukan berarti kembali hidup seperti masyarakat zaman dahulu. Akan tetapi,

4 menjadikan kebudayaan itu sebagai ruang untuk melihat peradaban yang terjadi di masa itu, sebagai cikal bakal mengarungi perdaban masa kini maupun masa yang akan datang. Salah satu contoh misalnya, jenis tradisi lisan berupa nyanyian rakyat Nabhalamo Namandemo Inano Nambebasimo yang terdapat pada masyarakat Muna. Melalui nyayian tersebut, kita dapat melihat cara seorang ibu di zama dulu ketika menidurkan seorang anak disertai dengan nyayian yang mengandung pesan, agar si anak ketika besar dapat membantu dan meringankan pekerjaan orang tua atau dengan kata lain menjadi anak yang berbakti. Contoh di atas, hanya sebagian kecil dari jenis kebudayaan kita. Oleh karena itu, usaha sadar dan terencana perlu digalakan untuk melakukan pengiventarisan, pencatatan, perekaman, dan pendokumentasian. terhadap tradisitradisi di nusantara sebagai upaya mempertahankan keberadaannya. Sebab pada tradisi tersebut, baik yang tersurat maupun tersirat memiliki kandungan makna lebih berharga dan masih relevan untuk diterapkan dalam kehidupan masa kini. Begitu pula dengan tradisi lisan yang berupa ritual kaghotino buku, tentu saja ada nilai-nilai yang terkandung baik dari segi bahasanya maupun pada bendabenda yang digunakan saat berlangsungnya proses ritual. Seperti makanan yang disajikan, pakaian yang dikenakan, bahasa yang diucapkan, gerak tubuh pada saat pelaksanaan, maupun cara berinteraksi antara satu dengan yang lain. Semua itu tidak diciptakan begitu saja akan tetapi ada nilai kehidupan yang mesti dipatuhi dan dijalangkan oleh masyarakat pendukungnya. Menurut Sibarani (2012: 243) untuk mengkaji kebudayaan jenis tradisi lisan, hendaknya dapat mengungkap kebenaran bentuk dan isinya, sehingga dapat memberikan manfaat bagi generasi berikutnya untuk pembangunan karakter dan identitas dalam rangka tercapainya kedamaian serta peningkatan kesejahteraan bangsa. Kajian ini lanjut Sibarani dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang, tergantung pada disiplin ilmu penelitinya termasuk yang berlatar belakang linguistik atau bahasa, antropologi, seni, sastra, dan sebagainya. Maka dengan demikian, semakin jelas bahwa tradisi lisan bukan hanya bisa dikaji oleh kaum antropolog akan tetapi orang yang bergelut di bidang bahasa dan sastra pun bisa

5 mengkajinya dan bahkan hasil kajian itu dapat dimanfaatkan sebagai materi ajar di sekolah. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang terdapat dalam wilayah Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI) yang juga masih mengakui Pancasila sebagai ideologi Negara serta Undang-Undang sebagai aturan hidup. Daerah tersebut terdiri atas 12 Kabupaten/Kota yang dihuni oleh beragam suku bangsa. Sehingga dengan keragaman itu melahirkan berbagai ragam tradisi yang masing-masing hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pendukungnya tanpa dijadikan sebagai perbedaan antara satu dengan yang lain, sehingga kehidupan harmonis dalam bernegara tetap terjaga. Adapun etnis mayoritasnya yakni Wuna, Buton, Tolaki, dan Moronene serta beberapa etnis minoritas lainnya. Tanpa bermaksud menonjolkan sifat kedaerahan, pada penelitian ini akan terfokus pada salah satu tradisi lisan yakni tradisi ritual Kaghotino Buku yang secara kebetulan terdapat pada masyarakat Muna Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai salah satu upaya penyelamatan tradisi yang juga merupakan aset kebudayaan nasional. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk ucapan rasa syukur dan permohonan pada Allah Swt., maupun mahluk gaib agar selalu diberi kekuatan, kesehatan, keimanan, kehidupan yang lebih baik, umur panjang, kelancaran rezki, serta dijauhkan dari segala gangguan hidup. Dalam proses pelaksanaannya, ritual ini disertai dengan pembacaan mantra yang dibawakan oleh seorang pawang atau mereka kenal dengan istilah pande. Berdasarkan latar belakang di atas, pada penelitian ini akan mengajukan judul dengan formula: Ritual Kaghotino Buku pada Masyarakat Muna Sulawesi Tenggara (Kajian Bentuk, dan Isi, serta Pemanfaatannya dalam Rancangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah Menengah Atas) Penelitian tentang ritual Kaghotino Buku pernah dilakukan oleh La Tike dengan judul sikripsi: Analisis Makna, Fungsi, dan Tujuan Penggunaan Mantra dalam Ritual Kaghotino Buku Pada Masyarakat Muna (2011). Bila dilihat dari judul penelitian, terdapat persamaan objek yang akan diteliti yakni tentang Penggunaan Mantra dalam Ritual Kaghotino Buku. Perbedaan mendasar antara

6 keduanya adalah terletak pada penggunaan pendekatan. Pada penelitian ini, tidak hanya melihat makna dan nilainya. Akan tetapi, mengkaji pula bentuk teksnya (morfologi, struktur sintaksis, formula bunyi, dan gaya bahasanya), ko-teks (unsur material), konteks (konteks budaya, konteks sosial, konteks situasi, dan konteks ideologi), serta memberikan rumusan agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah Menengah Atas. B. Batasan Masalah Penelitian Agar tidak bias dengan apa yang hendak diketahui oleh peneliti, maka dalam peneltian ini membatasi masalah yaitu hanya terfokus pada Ritual Kaghotino Buku pada Masyarakat Muna Sulawesi Tenggara (Kajian Bentuk, dan Isi, serta Pemanfaatannya dalam Rancangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah Menengah Atas) yang dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Bagaimanakah proses pelaksanaan ritual kaghotino buku? 2. Apakah yang menjadi tujuan pelaksanaan ritual kaghotino buku bagi masyarakat pendukungnya? 3. Bagaimanakah bentuk (struktur teks, ko-teks, dan konteks) ritual kaghotino buku? 4. Bagaimanakah isi (makna, fungsi, dan sistem nilai) yang terkandung dalam ritual kaghotino buku? 5. Bagaimanakah pemanfaatan mantra ritual kaghotino buku dalam rancangan pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan sebagaimana yang dikemukakan di atas. Adapun tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut. a. Mendeskripsikan proses pelaksanaan ritual kaghotino buku. b. Mendeskripsikan tujuan pelaksanaan upacara ritual kaghotino buku bagi masyarakat pendukungnya. c. Mendeskripsikan bentuk (teks, ko-teks, dan konteks) dalam mantra ritual kaghotino buku.

7 d. Mendeskripsikan isi (makna, fungsi, dan sistem nilai) dalam mantra ritual kaghotino buku. e. Mendeskripsikan pemanfaatan mantra ritual kaghotino buku dalam rancangan pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA). D. Manfaat Penelitian Manfaat berkaiatan dengan kegunaan hasil penelitian yang telah dilakukan. Adapun kegunaan yang dimaksud di antaranya adalah sebagai berikut. a. Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu budaya khususnya tradisi lisan di nusantara. b. Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan sebagai bahan ajar baik di SMP maupun SMA pada pembelajaran Bahasa dan Sastra. c. Salah satu sumber referensi bagi yang ingin menambah pengetahuan tentang khazanah satra daerah Muna terutama yang berkaitan dengan ritual kaghotino buku. d. Salah satu upaya pelestarian budaya tradisi lisan dalam rangka memperkaya khasana kebudayaan nasional, e. Sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya terutama yang menyangkut sastra daerah Muna. f. Dapat memberikan pengetahuan baru, tentang manfaat penyelenggaraan ritual kaghotino buku bagi masyarakat pendukungnya. g. Memberikan dorongan bagi peneliti selanjutnya, agar senangtiasa meneliti kebudayaan daerah yang kini terancam punah. E. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang tradisi lisan pernah dilakukan oleh Ahmad Badrun (2003) untuk penyusunan disertasi di Universitas Indondonesia dengan judul: Patu Mbojo: Struktur, Konteks Pertunjukkan, Proses Penciptaan dan Fungsi. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh La Ode Wahidin (2010) sebagai tugas akhir pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di Universitas Haluoleo, dengan judul sikripsi: Mantra Kaasi Masyarakat Muna

8 Kajian Makna, Tujuan, dan Fungsinya. Pada penelitiannya, ia memaparkan bahwa mantra kaasi memiliki fungsi untuk memikat hati seseorang/kelompok orang. Mantra ini biasanya dipakai oleh pejabat, pemuda maupun para orang tua. Munandar (2010) melakukan penelitian sebagai tugas akhir pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di Universitas Haluoleo, dengan judul skripsi: Mantra Mendirikan Rumah Masyarakat Muna dengan fokus kajian pada bidang makna, tujuan dan fungsinya. Nazriani (2012) dengan judul Tesis: Mantra dalam Upacara Pesondo: Tradis Lisan Masyarakat Kulisusu Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara (Kajian Struktur Teks, Konteks, Proses Penciptaan dan Fungsi) serta Kemungkinan Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar Sastra di Sekolah sebagai tugas akhir pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia. Maliudin (2011) melakukan penelitian dengan judul Nyanyian Rakyat Kau- Kaudara Kajian Struktur Teks, Konteks, dan Fungsi serta Upaya Pelestariannya sebagai tugas akhir pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia. Sehubungan dengan itu, pada penelitian ini akan mengkaji ritual kaghotino buku pada masyarakat Muna yang dijadikan sebagai salah satu bentuk ekspresi rasa syukur dan permohonan pada Allah Swt., maupun mahluk gaib agar selalu diberi kekuatan, kesehatan, keimanan, kehidupan yang lebih baik, umur panjang, kelancaran rezki, serta dijauhkan dari segala gangguan hidup. Pentingnya mengkaji tradisi ini, tidak hanya untuk mempertahankan keberadaannya sebagai warisan leluhur bangsa, akan tetapi perlu mengungkap nilai yang dikandungnya dan kemungkinan masih relevan dengan kehidupan masa kini. F. Definisi Operasional Untuk mencegah kesalahan penafsiran berkaitan dengan beberapa istilah yang ada dalam penelitian ini. Maka peneliti memberikan definisi operasional sebagai berikut. 1. Ritual kaghotino buku adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Muna untuk memohon pada Allah Swt., agar diberi kekuatan dan kemudahan

9 dalam menjalangkan kehidupan serta menjauhkannya dari gangguan rohroh jahat. 2. Proses pelaksanaan ritual kaghotino buku adalah langkah-langkah yang dilakasanakan saat berlangsungnya ritual. Langkah-langkah ini meliputi tiga tahap yakni, tahap persiapan, pelaksanaan, dan penutup. 3. Kajian bentuk ritual kaghotino buku adalah kajian yang akan mengarah pada analisis struktur teks, ko-teks, dan konteks. a) Struktur teks ritual kaghotino buku berhubungan dengan teks mantra atau tuturan yang digunakan dalam ritual kaghotino buku yang meliputi; analisis sintaksis (jenis kalimat berdasarkan respon yang diharapkan), morfologi (morfem bebas dan morfem terikat), formula bunyi (asonansi, aliterasi, rima, dan irama), dan gaya bahasa (majas, diksi, dan paralelisme). b) Ko-teks ritual kaghotino buku merupakan kajian yang berhubungan dengan unsur-unsur yang menyertai teks atau tuturan mantra saat berlangsungnya proses ritual kaghotino buku. Analisis ko-teks tersebut berupa; paralinguistik (intonasi), kinetik (gerak dan mimik), proksemik (penjagaan jarak), dan unsur material (peralatan yang digunakan). c) Konteks ritual kaghotino buku adalah kondisi atau situasi di tempat berlangsungnya ritual yang dimaksud. Hal ini meliputi; konteks budaya, konteks sosial, konteks situasi, dan konteks ideologi. 4. Kajian isi ritual kaghotino buku adalah kajian yang akan mengarah pada analisis makna (semantik dan pragmatik), fungsi (kegunaan mantra dan peralatan), dan sistem nilai (nilai sosial, pedagogis, religius, dan nilai intelektual) yang terkandung dalam ritual kaghotino buku. 5. Rancangan pembelajaran adalah cara pemanfaatan mantra ritual kaghotino buku sebagai materi ajar bahasa dan sastra di tingkat SMA.