HUBUNGAN ANTARA RETIKULOSIT DAN INDEKS RETIKULOSIT DENGAN KADAR HEPSIDIN PADA CARRIER TALASEMIA β ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN SERUM DENGAN KADAR HEPSIDIN PADA CARRIER TALASEMIA β ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Ilmu Patologi

HUBUNGAN ANTARA BESI SERUM DAN SATURASI TRANSFERIN DENGAN KADAR HEPSIDIN PADA CARRIER TALASEMIA-

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

ABSTRAK UJI VALIDITAS HASIL PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN METODE TALLQVIST TERHADAP METODE FLOW CYTOMETRY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

PERBEDAAN INDEX ERITROSIT PADA PASIEN ANEMIA GAGAL GINJAL KRONIK DAN THALASSEMIA MAYOR

RINGKASAN. commit to user

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional, rancangan

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA SERUM DAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA DENGAN PENUNDAAN PEMERIKSAAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENUNDAAN PEMERIKSAAN TERHADAP HASIL PEMERIKSAAN PARAMETER ERITROSIT MENGGUNAKAN HEMATOLOGY ANALYZER SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH LAPORAN AKHIR HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PASIEN MULTIPEL MIELOMA PADA BERBAGAI TAHAP PEMBERIAN KEMOTERAPI ( Studi Observasional di RSUP Dr. Kariadi Semarang )

Oleh: Esti Widiasari S

BAB IV METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu gizi. RSUP Dr. Kariadi Semarang

Pemeriksaan Jumlah Trombosit pada Penderita Thalasemia-β Mayor yang telah di Splenektomi Lebih Dari Tiga Bulan

HUBUNGAN ph SALIVA DENGAN KARIES PADA KEHAMILAN TRIMESTER PERTAMA DAN KEDUA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

PERBEDAAN KADAR ASAM URAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DAN TANPA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS DENGAN KADAR FERITIN PENYANDANG THALASSEMIA β DI RSUD ARIFIN ACHMAD

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ASUPAN MAGNESIUM DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI PENDERITA ANEMIA DI SUKOHARJO SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

Kata Kunci: Umur, Jenis Kelamin, IMT, Kadar Asam Urat

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

!"#!$%&"'$( )) Kata kunci: Differential counting, zona atas dan bawah

Comparison of Routine Hematology Results Based on Local Laboratory Reference Value and Sysmex KX-21 Reference Value in Hasan Sadikin Hospital Bandung

KATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat-nya penulis dapat

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN POLA ASUPAN MAKANAN PUASA RAMADHAN DENGAN KADAR KOLESTEROL PADA KARYAWAN DENGAN OBESITAS DI PT. TIGA SERANGKAI SKRIPSI

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PASIEN TERHADAP KEPUASAN PEMBERIAN INFORMED CONSENT DI BAGIAN BEDAH RSUP DR. KARIADI SEMARANG (MEI-JUNI 2011)

Hubungan antara Kadar Feritin dengan Kadar BUN-Kreatinin pada Pasien Talasemia Beta Mayor di RSD dr. Soebandi Jember

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan belah lintang (crosssectional)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi,

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

BAB IV METODE PENELITIAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

HUBUNGAN KONSUMSI KOPI DAN HIPERTENSI PADA LANJUT USIA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERATURAN PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Gizi.

HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III. Oleh: YURI SHABRINA SUSANI

BAB IV METODE PENELITIAN

Gambaran Status Gizi Anak Talasemia β Mayor di RSUP Dr. M. Djamil Padang

KORELASI KADAR HEMOGLOBIN BEBAS DAN F 2α -ISOPROSTAN PLASMA PACKED RED CELL SELAMA PENYIMPANAN DI BANK DARAH

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

HUBUNGAN KADAR TIMBAL DALAM DARAH DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEDAGANG BUKU DI PASAR BUSRI SRURAKARTA

PERBEDAAN PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA PENDERITA MIOPIA RINGAN, SEDANG, DAN BERAT LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA RETIKULOSIT DAN INDEKS RETIKULOSIT DENGAN KADAR HEPSIDIN PADA CARRIER TALASEMIA β ASSOCIATION BETWEEN RETICULOCYTE COUNT AND RETICULOCYTE INDEX WITH HEPCIDIN LEVEL IN β THALASSEMIA CARRIERS ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum LASNI TIURMAULI PARDOSI G2A 007 113 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2011 1

HUBUNGAN ANTARA RETIKULOSIT DAN INDEKS RETIKULOSIT DENGAN KADAR HEPSIDIN PADA CARRIER TALASEMIA β Lasni Tiurmauli Pardosi 1, Nyoman Suci Widyastiti 2 ABSTRAK Latar Belakang: Pada carrier talasemia β terjadi eritropoiesis inefektif. Hal ini menyebabkan carrier talasemia β berisiko mengalami iron overload bila mendapat intake besi berlebih. Hepsidin adalah hormon yang berperan penting pada homeostasis besi. Aktivitas eritropoiesis mempunyai peran dominan dalam regulasi hepsidin. Pemeriksaan retikulosit dan indeks retikulosit merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui tingkat eritropoiesis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan retikulosit dan indeks retikulosit dengan kadar hepsidin pada carrier talasemia β. Metode: Desain penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel sebanyak 25 responden dengan cara consecutive sampling dilakukan di Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi dan Palang Merah Indonesia Kota Semarang. Retikulosit dihitung menggunakan flow cytometry, indeks retikulosit dihitung menggunakan rumus % retikulosit Ht terukur / Ht normal dan kadar hepsidin diukur menggunakan ELISA kit. Analisis data menggunakan program komputer dengan uji taraf signifikansi diterima bila p<0,05. Hasil: Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara retikulosit dan kadar hepsidin ( p = 0,946 dan r = 0,014) dan tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks retikulosit dan kadar hepsidin (p = 0,867 dan r = -0,035). Simpulan: Tidak ada hubungan yang bermakna antara retikulosit dan indeks retikulosit dengan kadar hepsidin pada carrier talasemia β. Kata kunci: Carrier talasemia β, iron overload, eritropoiesis inefektif, retikulosit, indeks retikulosit, hepsidin. 1 Mahasiswa program pendidikan S-1 kedokteran umum FK Undip 2 Staf pengajar Bagian PK FK Undip, Jl. Dr.Sutomo No.18 Semarang 2

ASSOCIATION BETWEEN RETICULOCYTE COUNT AND RETICULOCYTE INDEX WITH HEPCIDIN LEVEL IN β THALASSEMIA CARRIERS ABSTRACT Background: In β thalassemia carriers occurs an ineffective erythropoiesis. Therefore, β thalassemia carriers have a risk of developing iron overload, if there is an excess of iron intake. Hepsidin is a hormone that plays an important role in iron homeostasis. Erythropoiesis activity has an dominant role in hepsidin regulation. Reticulocyte count and reticulocyte index is a simple examination to determine the levels of erythropoiesis. This study aims to determine the association between reticulocyte counts and reticulocyte index to levels hepsidin on β thalassemia carriers. Methods: The research design was observational with cross sectional approach. The minimum of sample were 25 respondents and consecutive sampling was conducted at the department of Clinical Pathology Dr. Kariadi and Red Cross Indonesia Semarang. Reticulocyte was count by flow cytometry, reticulocyte index was calculated using the formula% reticulocytes measured Ht / Ht normal and hepsidin levels were measured by ELISA kits. The data was analysed by a computer program with a test level of significance (p <0.05). Results: The results of Spearman's correlation test showed no significant correlation between reticulocyte counts and hepsidin levels (p = 0.946 and r = 0.014) and no significant correlation between reticulocyte index and hepsidin levels (p=0.867 and r=-0.035). Conclusions: There is no significant correlation between reticulocytes counts and reticulocyte index to hepsidin level in β thalassemia carriers. Key words: β thalassemia carriers, iron overload, ineffective erythropoiesis, reticulocyte counts, reticulocyte index, hepsidin. 3

PENDAHULUAN Talasemia β adalah kelompok kelainan darah herediter yang disebabkan oleh penurunan sintesis rantai globin β. Talasemia β banyak terdapat di daerah Laut Tengah, Afrika, Timur Tengah, dan negara-negara di Asia Tenggara. Total individu dengan gejala talasemia β diperkirakan 1 dalam 100.000 orang di seluruh dunia dan 1 dalam 10.000 orang di Eropa. Terdapat tiga bentuk talasemia β, yaitu talasemia β mayor, talasemia β intermedia, dan talasemia β minor (carrier talasemia β). Penderita talasemia β mayor menderita anemia berat dan membutuhkan transfusi darah secara rutin. Penderita talasemia β intermedia menderita anemia moderat, lebih ringan daripada talasemia β mayor, serta tidak membutuhkan transfusi darah secara rutin. Penderita carrier talasemia β tidak menunjukkan gejala, namun pada beberapa orang dapat terjadi anemia ringan. Angka kejadian carrier talasemia β di Indonesia sekitar 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%. 2500 bayi baru lahir diperkirakan akan mengidap talasemia setiap tahunnya 3. Pada talasemia β terjadi eritropoiesis inefektif, yaitu peningkatan apoptosis prekursor eritroid, yang diakibatkan oleh kelebihan sintesis rantai globin α 4,5. Eritropoiesis inefektif mengakibatkan peningkatan penyerapan besi. Peningkatan penyerapan besi yang terjadi terus menerus, baik melalui makanan maupun transfusi darah, dapat menyebabkan kelebihan simpanan besi di jaringan (iron overload) 6. Kelebihan besi ini bersifat toksik, dapat menyebabkan kerusakan, disfungsi sampai kegagalan organ 7. 4

Penemuan hepsidin pada tahun 2000 memperluas pemahaman para ilmuwan tentang gangguan homeostasis besi pada anemia iron-load, termasuk talasemia 8. Hepsidin adalah suatu hormon yang dihasilkan di hepar yang berperan penting pada homeostasis besi 9. Hepsidin mengontrol absorbsi asupan besi, konsentrasi besi plasma, dan distribusi besi di jaringan. Regulasi homeostasis hepsidin dipengaruhi oleh aktivitas eritropoiesis dan besi 10. Aktivitas eritropoiesis mempunyai peran yang dominan dalam regulasi hepsidin 11. Anemia, terutama yang berhubungan dengan eritropoiesis inefektif dan peningkatan eritropoiesis, mempunyai pengaruh yang besar dalam menekan produksi hepsidin 8. Defisiensi hepsidin ini menyebabkan peningkatan absorbsi besi di gastrointestinal 12. Kadar hepsidin pada talasemia β intermedia berkurang diakibatkan oleh eritropoiesis inefektif. Tetapi sebaliknya, kadar hepsidin pada talasemia β mayor meningkat karena transfusi darah yang rutin akan menekan aktivitas eritropoiesis dan menyebabkan akumulasi besi di jaringan. Hal ini menyebabkan terjadinya iron overload pada talasemia β mayor dan intermedia 5,12. Selama ini jarang yang meneliti pada carrier talasemia β. Tetapi penelitian Zimmermann pada tahun 2008 membuktikan bahwa pada carrier talasemia β terdapat peningkatan soluble transferrin receptor (stfr), yang mengindikasikan terjadinya eritropoiesis inefektif. Hal tersebut menyebabkan pada carrier talasemia β juga mempunyai risiko mengalami iron overload bila intake besi berlebih atau ditambah asupan tablet besi 6. 5

stfr merupakan parameter untuk mengukur eritropoiesis 9,11. Namun, pemeriksaan stfr memakan biaya yang cukup mahal dan bukan merupakan pemeriksaan rutin di laboratorium klinik sederhana. Parameter eritropoiesis lain yang lebih sederhana dan ekonomis yaitu pemeriksaan retikulosit dan indeks retikulosit yang dapat dilakukan di laboratorium sederhana. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara jumlah retikulosit dan indeks retikulosit dengan kadar hepsidin pada carrier talasemia β. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara jumlah retikulosit dan indeks retikulosit dengan hepsidin pada carrier talasemia β sehingga lebih cepat dalam penanganan penderita sebelum terjadi iron overload serta menjadi landasan bagi penelitian yang lebih lanjut. METODE Penelitian ini dilakukan di laboratorium patologi klinik salah satu rumah sakit swasta di Semarang dan di Laboratorium GAKI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada bulan Juli 2011 yang melingkupi Ilmu Patologi Klinik. Penelitian ini adalah penelitian penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Variabel yang diteliti terdiri dari variabel bebas yaitu retikulosit dan indeks retikulosit. Sedangkan variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar hepsidin. Populasi target penelitian ini adalah carrier talasemia β sedangkan populasi terjangkau adalah carrier talasemia β di Semarang. Pengambilan sampel secara 6

consecutive sampling berdasarkan kriteria penelitian. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu penderita carrier talasemia β, usia antara 18-50 tahun, tidak sedang mengalami dehidrasi, tidak mendapat transfusi darah dalam jangka waktu 3 bulan terakhir, suhu tubuh normal (36 o - 37 o C),serta bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani informed consent. Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus uji korelasi dan didapatkan sampel minimal sebanyak 34 orang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penghitung retikulosit yang digunakan di laboratorium patologi klinik salah satu rumah sakit swasta di Semarang yaitu flow cytometry, dan alat pengukur kadar hepsidin yang digunakan di Laboratorium GAKI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yaitu ELISA kit. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah whole blood carrier talasemia β, serum carrier talasemia β, reagen yang diperlukan untuk mengukur kadar hepsidin, serta reagen yang diperlukan untuk menghitung jumlah retikulosit. Data yang dikumpulkan berupa data primer yaitu nilai retikulosit kuantitatif hasil pemeriksaan laboratorium, indeks retikulosit dari hasil perhitungan % retikulosit Ht terukur / Ht normal, serta hasil pemeriksaan kadar hepsidin. Data yang terkumpul akan dikoding, ditabulasi, dan dimasukkan sebagai data komputer. Data dasar diolah dengan uji Shapiro-wilk untuk menguji homogenitas/sebaran data yang ada. Sebaran data dianggap normal apabila didapatkan nilai p>0,05. Bila sebaran data yang diambil tidak normal, maka dilakukan transformasi data terlebih dahulu sebelum dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis menggunakan uji Pearson (bila sebaran data 7

normal) atau uji Spearman (bila sebaran data tidak normal) dengan derajat kemaknaan p<0,05. HASIL Jumlah sampel keseluruhan yang didapat dengan cara consecutive sampling sebesar 25 responden. Jumlah sampel tersebut masih belum memenuhi syarat jumlah minimal sampel penelitian karena keterbatasan waktu penelitian dan banyak orangtua penderita talasemia β mayor yang tidak berkenan untuk menjadi responden penelitian. Karakteristik dasar dari responden yang dilihat meliputi jenis kelamin dan umur dalam tahun. Tabel 2. Karakteristik Subyek Penelitian Jenis kelamin N % Laki-laki 8 32 Perempuan 17 68 Umur Minimum 19 Maksimum 50 Median 35 Pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar carrier talasemia β yang diteliti adalah perempuan sebanyak 17 subyek (68%), sedangkan subyek laki-laki yang dijumpai sebanyak 8 orang (32%). Median umur subyek penelitian adalah 35 tahun, dengan umur minimum 19 tahun dan umur maksimum 50 tahun. 8

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, nilai retikulosit, indeks retikulosit dan kadar kadar hepsidin ditampilkan pada tabel 3. Tabel 3. Nilai retikulosit,indeks retikulosit dan kadar hepsidin dalam darah N % Median (Min-Maks) Retikulosit 25 100 1,20 (0,4 9,8) Indeks retikulosit 25 100 1,08 (0,43 7,36) Kadar hepsidin 25 100 9,99 (0,21 49,20) *nilai normal retikulosit : 0,5-2,5% *nilai normal indeks retikulosit : 1-2 *nilai normal kadar hepsidin : 13,3 54,4 ng/ml Dari tabel 3 didapat median retikulosit dalam batas normal, yaitu 1,20 %, dengan nilai minimum 0,4% dan nilai maksimum 9,8%. Median indeks retikulosit dalam batas normal yaitu 1,08 dengan nilai minimum 0,43 dan nilai maksimum 7,36. Sedangkan median kadar hepsidin lebih rendah dari kadar normal, yaitu 9,99 ng/ml, dengan kadar minimum 0,21 ng/ml, dan kadar maksimum 49,20 ng/ml. Uji normalitas dengan metode Shapiro-wilk (n<50) pada data retikulosit, data indeks retikulosit, dan data kadar hepsidin menghasilkan distribusi data nilai retikulosit tidak normal (p = 0,000), distribusi data indeks retikulosit tidak normal (p = 0,000), dan distribusi data kadar hepsidin tidak normal (p = 0,006). Sebaran data retikulosit, data indeks retikulosit, dan data kadar hepsidin ini diusahakan menjadi normal dengan cara transformasi data. Hasil transformasi data nilai retikulosit menunjukkan hasil sebaran data retikulosit tetap tidak normal (p = 0,002). Hasil transformasi data indeks retikulosit menunjukkan hasil sebaran data indeks retikulosit 9

tetap tidak normal (p = 0,008). Hasil transformasi data kadar hepsidin menunjukkan hasil sebaran data kadar hepsidin tetap tidak normal (p = 0,016). Oleh karena distribusi ketiga data berupa data tidak normal, maka uji analisis korelasi memakai uji nonparametrik yaitu uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman antara retikulosit dan kadar hepsidin didapat hasil p = 0,946 dan r = 0,014. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara retikulosit dan kadar hepsidin. Hasil uji korelasi Spearman antara indeks retikulosit dan kadar hepsidin didapat hasil p = 0,867 dan r = -0,035. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks retikulosit dan kadar hepsidin. PEMBAHASAN Talasemia β adalah jenis anemia hemolitik kongenital yang sering terjadi, yang disebabkan oleh kurangnya sintesis rantai globin β sehingga menyebabkan kelebihan sintesis rantai globin α 1,7. Kelebihan sintesis rantai globin α ini akan menyebabkan eritropoiesis inefektif, yaitu peningkatan apoptosis prekursor eritroid 16. Eritropoiesis inefektif ini mengakibatkan terjadinya peningkatan penyerapan besi di gastrointestinal yang dapat menyebabkan terjadinya kelebihan penyimpanan besi di dalam tubuh (iron overload) yang bersifat toksik 6,7. Iron overload merupakan komplikasi fatal dan penyebab utama morbiditas serta mortalitas dalam talasemia β 12. Homeostasis besi diatur oleh hepsidin. Hepsidin adalah hormon yang dihasilkan di hepar yang mengatur konsentrasi besi di dalam plasma dan di dalam 10

jaringan. Regulasi hepsidin dipengaruhi oleh besi, inflamasi, eritropoiesis dan hipoksia. Produksi hepsidin meningkat dengan adanya besi dan inflamasi, dan menurun bila terjadi peningkatan eritropoiesis dan hipoksia 9,10. Aktivitas eritropoiesis merupakan regulator hepsidin yang paling dominan 11. Defisiensi hepsidin menyebabkan terjadinya peningkatan absorpsi besi 12. Pada talasemia β intermedia, terjadi eritropoiesis inefektif sehingga menyebabkan defisiensi hepsidin. Sebaliknya pada talasemia β mayor, transfusi darah terus-menerus akan menekan eritropoiesis, sehingga kadar hepsidin menjadi tinggi 5,12. Carrier talasemia β tidak menunjukkan gejala, namun beberapa dapat mengalami anemia ringan dan ditandai dengan MCV dan MCH yang rendah 1,13. Penelitian Zimmermann pada tahun 2008 membuktikan bahwa pada carrier talasemia β juga terjadi eritropoiesis inefektif sebagaimana talasemia β intermedia, yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan stfr yang merupakan parameter eritropoiesis. Hal ini mengakibatkan pada carrier talasemia β juga dapat terjadi iron overload apabila mendapat asupan besi berlebihan 6. Penelitian tentang hubungan eritropoiesis dan hepsidin pada carrier talasemia β belum pernah diteliti. Eritropoiesis inefektif pada carrier talasemia β perlu diketahui agar dapat mencegah iron overload. Tingkat eritropoiesis dapat diketahui dengan menggunakan pemeriksaan sederhana yaitu retikulosit dan indeks retikulosit 14,15. Hasil penelitian mengenai hubungan antara jumlah retikulosit dan indeks retikulosit dengan kadar hepsidin pada carrier talasemia β menunjukkan bahwa tidak 11

ada hubungan yang bermakna antara retikulosit dan kadar hepsidin (p = 0,946 dan r = 0,014) serta tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks retikulosit dan kadar hepsidin (p = 0,867 dan r = -0,035). Berdasarkan nilai kemaknaan (p), dapat dilihat bahwa indeks retikulosit lebih bermakna dalam menggambarkan eritropoiesis dibandingkan dengan retikulosit. Penelitian yang dilakukan oleh Jong Weon Choi (2006) pada pasien myelodysplastic syndromes (MDS) menggunakan perbandingan retikulosit sumsum tulang dan retikulosit darah tepi untuk menilai eritropoiesis inefektif. Rumus yang digunakan untuk mengetahui derajat eritropoiesis tersebut adalah: [(retikulosit sumsum tulang retikulosit darah tepi)/retikulosit sumsum tulang]x100. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rasio jumlah retikulosit terkoreksi lebih akurat dalam menggambarkan eritropoiesis inefektif dibandingkan hitung retikulosit pada darah tepi 16. Penelitian yang tidak sesuai dengan hipotesis ini mungkin disebabkan oleh karena pada penelitian ini hanya mengukur nilai retikulosit pada darah tepi, tidak mengukur retikulosit sumsum tulang. Penelitian Zimmermann pada carrier talasemia β dijumpai peningkatan stfr, yang mengindikasikan terjadinya eritropoiesis inefektif 6. stfr merupakan parameter eritropoiesis yang akurat 13. Penelitian yang tidak sesuai hipotesis ini disebabkan oleh karena retikulosit darah tepi tidak dapat dijadikan sebagai parameter eritropoiesis inefektif 14. Pada eritropoiesis inefektif retikulosit sumsum tulang lebih baik untuk menggambarkan tingkat eritropoiesis, akan tetapi pemeriksaan tersebut bersifat 12

invasif. Selain itu, keterbatasan waktu penelitian dan kurangnya jumlah sampel penelitian mungkin berpengaruh terhadap hasil penelitian. SIMPULAN DAN SARAN Sesuai dengan uraian yang terdapat pada bagian hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara retikulosit dan indeks retikulosit dengan kadar hepsidin pada carrier talasemia β. Perlu penelitian lebih lanjut tentang eritropoiesis inefektif dan hubungannya dengan hepsidin pada carrier talasemia β dengan jangka waktu yang lebih lama dan jumlah sampel yang lebih besar dengan menggunakan parameter pemeriksaan eritropoiesis inefektif yang lebih akurat yaitu stfr atau pemeriksaan retikulosit pada sumsum tulang. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada dr. M.I. Tjahjati Djoko M., SpPK(K) dan dr.akhmad Ismail, Msi, Med selaku penguji laporan penelitian, dr.nyoman Suci Widyastiti, MKes, SpPK selaku dosen pembimbing, orangtua dan saudara kandung penderita talasemia β mayor yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini, serta keluarga dan teman-teman yang telah mendukung dalam pelaksanaan serta pembuatan karya tulis ilmiah ini. 13

DAFTAR PUSTAKA 1. Galanello R, Origa R. Beta-thalassemia.Orphanet Journal of Rare Diseases. [serial online]. 2010 [cited 2011 Feb 4]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc2893117/?tool=pmcentrez. 2. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. Kapita Selekta Hematologi. Ed ke4. Jakarta: EGC; 2005. 3. I Wahidiyat, PA Wahidiyat. Genetic problems at present and their challenges in the future: Thalassemia as a model. [serial online]. 2006 [cited 2010 Nov 26]. Available from: Paediatrica Indonesiana. 4. Lithanatudom P, Leecharoenkiat A, Wannatung T, Svasti S, Fucharoen S, Smith D.R. A mechanism of ineffective erythropoiesis in β-thalassemia/hb E disease. Haematologica [serial online]. 2010 [cited 2011 Feb 4]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc2864376/ 5. Li H, Ginzburg Y. Crosstalk between Iron Metabolism and Erythropoiesis. Advances in Hematology.[serial online]. 2010 [cited 2011 Feb 4]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc2902017/?tool=pubmed. 6. Zimmermann M.B, Fucharoen S, Winichagoon P, Sirankapracha P, Zeder C, Gowachirapant S, Judprasong K, Tanno T, Miller J.L, and Hurrell R.F. Iron metabolism in heterozygotes for hemoglobin E (HbE),alpha-thalassemia 1, or b- thalassemia and in compound heterozygotes for HbE/b-thalassemia. American Journal of Clinical Nutrition. [serial online]. 2008 [cited 2010 Nov 16]. Available from: http://www.ajcn.org/content/88/4/1026.full.pdf. 7. Rund D, Rachmilewitz E. β-thalassemia. New England Journal of Medicine. [serial online]. 2005 [cited 2010 Sep 23]. Available from:http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/nejmra050436. 14

8. Nemeth E, Ganz T. Hepcidin and iron-loading anemias. Haematologica/the Haematology Journal. [serial online]. 2006 [cited 2011 Feb 4]. Available from: http://www.haematologica.org/cgi/reprint/91/6/727.pdf. 9. Zhang A, Enns C.A. Iron Homeostasis: Recently Identified Proteins Provide Insight into Novel Control Mechanisms. Journal of Biological Chemistry. [serial online]. 2009 [cited 2010 Nov 16]. Available from:http://www.jbc.org/content/284/2/711.full.pdf. 10. Nemeth E. Hepcidin in β-thalassemia.. [serial online]. 2010 [cited 2010 Nov 16]. Available from: Annals of the New York Academy of Sciences. 11. Camberlein E, Zanninelli G, Détivaud L, Lizzi A.R, Sorrentino F, Vacquer S, Troadec M, Angelucci E, Abgueguen E, Loréal O,Cianciulli P, Lai M.E, Brissot P. Anemia in β-thalassemia patients targets hepatic hepcidin transcript levels independently of iron metabolism genes controlling hepcidin expression. Haematologica/the Hematology journal [serial online]. 2008 [cited 2010 Nov 16]. Available from: http://www.haematologica.org/cgi/content/full/93/1/111. 12. Origa R, Galanello R, Ganz T, Giagu N, Maccioni L, Faa G, Nemeth E. Liver iron concentrations and urinary hepcidin in beta-thalassemia. Haematologica [serial online]. 2007 [cited 2010 Sep 23]. Available from:http://www.haematologica.org/cgi/content/full/92/5/583. 13. Bain BJ. Haemoglobinopathy Diagnosis. 2 nd Ed. Blackwell Publishing; 2006. 14. Lewis S.M, Bain B.J, Bates I. Dacie and Lewis: Practical Haematology; 2006. 15. Judd S.J. Health Reference Series: Genetic Disorders Sourcebook. Omnigraphics, Inc; 2010. 16. Hoffbrand A.V, Catovsky D, Tuddenham E.G.D. Postgraduate Haematology. Blackwell Publishing; 2005. 15