EKSPLORASI STRUKTUR SERAT TANAMAN KENAF (HIBISCUS CANNABINUS L.) PADA TEKNIK TENUN ATBM SEBAGAI BAHAN BAKU TEKSTIL

dokumen-dokumen yang mirip
EKSPLORASI SERAT KAPUK SEBAGAI BAHAN BAKU TEKSTIL

BATUAN AGATE SEBAGAI INSPIRASI PADA PERHIASAN KERAMIK MENGGUNAKAN KOMBINASI MATERIAL LOGAM DENGAN TEKNIK AGATEWARE

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara agraris yang berpotensi menghasilkan Sumber

BAB V DESKRIPSI KARYA AKHIR. Konsep dalam perancangan karya akhir dibuat setelah eksperimen dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Eksplorasi Serat Nanas dengan Aplikasi. Sulam Sashiko

EKSPLORASI ORGANDI UNTUK PRODUK FASHION

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. eksplorasi estetis atas kain seser, diperoleh kesimpulan bahwa: sebagai jaring nelayan untuk menangkap ikan.

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan/Penciptaan

I. PENDAHULUAN. yang tergolong dalam tanaman serat batang (bast fibre crops). Seratnya diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EKSPLORASI RAGAM HIAS NAVAJO DENGAN TEKNIK OLAH REKA LATAR PADA PRODUK FASHION

TEKNIK MAKRAME MENGGUNAKAN BENANG KATUN UNTUK BUSANA PESTA

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan busana yang terus meningkat pesat membuat para desainer. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pendukung karya ( Van De Ven, 1995:102 ) seperti figure manusia, tokoh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci koleksi Line Burn : Minimalis, feminin, modern, komtemporer dan ready to wear. Universitas Kristen Maranatha

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Batik Kreasi Baru. Permasalahan : 1. Bagaimana merancang motif batik dengan sumber ide makanan

1.2 Asumsi Dasar 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

EKSPLORASI TEKNIK ECOPRINT DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BESI DAN PEWARNA ALAMI UNTUK PRODUK FASHION

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSPLORASI SIMPUL PADA TALI KATUN UNTUK PELENGKAP BUSANA

PERANAN POLIMER SELULOSA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PENGEMBANGAN PRODUK MANUFAKTUR MENUJU ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG

A. Bagan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendukung kegiatannya sehari-hari. Berbagai macam cara dilakukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) meningkat dari 365 ribu ton menjadi. 99% dan hanya 1% dipenuhi dari kapas domestik.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : Peony, bunga, sulam, Cina, feminin. Universitas Kristen Maranatha

EKSPLORASI MULTILAYER PADA KULIT KAYU DENGAN PEWARNA ALAM NILA (INDIGOFERA TINCTORIA) DAN SECANG (CAESALPINIA SAPPAN) UNTUK PRODUK FASHION

BAB II. Metodologi Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMANFAATAN LIMBAH KACA SEBAGAI BAHAN BAKU PENGEMBANGAN PRODUK

EKSPLORASI TEKNIK SUMINAGASHI PADA PRODUK FASHION

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONSEP DAN PENERAPAN PADA PRODUK TEKSTIL

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai angka yang sangat tinggi. Ada beberapa jenis kertas antara lain

BAB III SURVEY LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

APLIKASI TEKNIK ARASHI SHIBORI PADA JENIS-JENIS KAIN SUTRA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI MATERIAL TEKSTIL DENGAN PEWARNA ALAM UNTUK PRODUK KRIYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco

EKSPLORASI SERAT RAMIE DENGAN EFEK ANIMAL FUR PADA PRODUK FASHION

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang pemilihan judul: Eksplorasi Material Kulit untuk Produk

BAB III DATA DAN ANALISIS PERANCANGAN A. KELOMPOK DATA BERKAITAN DENGAN ASPEK FUNGSI PRODUK

EKSPLORASI BOJAGI PADA PRODUK FASHION


PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM DAN KULIT JAGUNG SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN KERTAS SENI DENGAN PENAMBAHAN NaOH DAN PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI


LAPORAN PENGANTAR TUGAS AKHIR KRIA TEKSTIL (KR40ZJ) SEMESTER I /2008 EKSPLORASI MATERIAL KULIT UNTUK PRODUK FASHION

I. PENDAHULUAN. Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat baik

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. 1. Denim/Jeans mempunyai ketebalan bahan yang kuat. 2. Bahan Denim/Jeans mampu menahan beban barang yang cukup kuat.

BAB I PENDAHULUAN. material logam mendominasi dalam bidang industri (Basuki, 2008). Namun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

EKSPLORASI MOTIF BUNGA EMPAT MUSIM CHINA DENGAN TEKNIK QUILTING PADA PRODUK FASHION

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

BAB 1 LATAR BELAKANG

ABSTRAK. UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA - i

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Kata Kunci: Pakaian siap pakai, rotan, Suku Dayak Iban, Obnasel, Bordir

BAB 1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha. Gambar 1.1

Fashion and Fashion Education Journal

Keywords: perkotaan, aktif, fungsional, geometris, teknologi.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. Setelah mengikuti serangkaian kegiatan, peserta didik diharapkan mampu:

BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMANFAATAN HASIL PENGOLAHAN LIMBAH KERTAS PADA PRODUK TAS DENGAN TEKNIK PAPER FOLDING

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 2.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

Tabel 3.3 Proses Pewarnaan Serat Kapuk. Proses Pewarnaan Serat Kapuk/3L air. Pewarna Bahan Durasi Hasil Wanteks Wadah 120 " 1.

Transkripsi:

Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain EKSPLORASI STRUKTUR SERAT TANAMAN KENAF (HIBISCUS CANNABINUS L.) PADA TEKNIK TENUN ATBM SEBAGAI BAHAN BAKU TEKSTIL Innamia Indriani Dian Widiawati S.Sn., M.Sn. Program Studi Sarjana Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: innamia.indriani@gmail.com Kata Kunci : ATBM, kenaf, produk, serat, struktur, tenun, tekstil Abstrak Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.) adalah tanaman yang berkembang di Indonesia sejak tahun 1979/1980 sebagai karung goni. Namun, pada abad ke-21, tanaman ini kembali dikembangkan sebagai fiberboard untuk mobil oleh industri otomotif. Berkembangnya isu keberlanjutan membuat material alam dilirik oleh berbagai macam industri, salah satunya industri fashion, terutama di bidang tekstil. Serat tanaman kenaf memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil, karena karakter seratnya yang berbentuk filamen serta tidak menggunakan bahan kimia dalam jumlah banyak pada saat pengolahan. Melalui eksperimen dan eksplorasi pada pengolahan serat tanaman kenaf, terutama pada teknik reka struktur tekstil dengan menggunakan teknik tenun ATBM, membuka potensi bagi serat tanaman kenaf tersebut untuk dijadikan bahan baku tekstil. Penelitian ini tidak hanya membuka potensi sebagai bahan baku tekstil, namun juga sebagai produk pakai, khususnya pada produk aksesoris fashion, yaitu tas. Abstract Kenaf plant (Hibiscus cannabinus L.) is a plant that is grown in Indonesia since the year 1979/1980 as a gunny sack. However, in the 21st century, this plant was developed as fiberboard for the car by the automotive industry. The growing issue of 'sustainability' made of natural materials considered by a wide range of industries, one of them is fashion industry, especially in textiles. Kenaf plant fiber has potential as a textile raw material, since the characters in the shape of filaments and the fibers are not using chemicals in large quantities at the time of processing. By doing experiments and exploration on kenaf plant fiber, particularly on technique of textile structures maker using ATBM, opening up the potential of kenaf plant fibers for textile raw materials. This study not only opens up the potential as textile raw materials, but also as a disposable product, especially on products of fashion accessories, such as bag. 1. Pendahuluan Sangat penting bagi desainer dan tim pengembang produk di industri tekstil untuk memilih pilihan kain berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh, tidak hanya berdasarkan keindahan dan sentuhan dari kain tersebut, namun juga asalnya bahan baku tersebut dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya (Hallet, 2010:167). Berbagai macam jenis tanaman yang ramah lingkungan sekarang telah dikomersialkan, dan telah memberikan dorongan yang besar bagi para desainer dan konsumen untuk memakainya. Beberapa jenis serat yang telah digunakan lebih dari seribu tahun yang lalu digunakan lagi hingga sekarang, sedangkan beberapa jenis serat yang baru, baru ditemukan (Hallet, 2010:167). Sekarang, fashion menjadi jiwa dari kehidupan dan ekologi, serta keberlanjutan menjadi kunci dari isu yang ada di masyarakat (Hallet, 2010:168). Di dalam jurnal penelitian Profesor Sundjindro (2011), seorang peneliti di Balittas, Malang, dijelaskan bahwa, serat alam merupakan bahan baku yang ramah lingkungan, karena mudah terdegradasi dan tanaman serat alam memiliki kemampuan menyerap CO 2 cukup besar, terutama pada tanaman kenaf. Saat ini serat alam banyak digunakan sebagai bahan baku untuk produk komposit seperti fiberboard untuk interior mobil, dan setiap serat alam memiliki ciri dan kegunaan yang spesifik, misalnya serat abaka, rami, dan kenaf dapat digunakan untuk kertas mata uang. Pada akhirakhir ini komoditas serat alam banyak mendapat perhatian dari beberapa kalangan industri, terutama dari industri otomotif, elektronik, pulp, dan kertas. Tanaman kenaf sendiri sudah diteliti oleh USDA Amerika Serikat tahun 1940, dan tahun 1960 USDA sudah menemukan bahwa kenaf dapat dibuat kertas.

Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.), rosela (Hibiscus sabdariffa L.), dan yute (Corchorus capsularis L.), di Indonesia sudah dikembangkan sejak tahun 1979/1980 yang terkenal dengan program ISKARA (Intensifikasi Serat Karung Rakyat). Pada waktu itu serat kenaf, rosela, dan yute hanya digunakan sebagai bahan baku untuk industri karung goni. Arah pengembangan kenaf selanjutnya adalah pada lahan marjinal, namun pengembangan tanaman ini tidak akan menggeser keberadaan tanaman pangan utama seperti padi dan jagung. Disamping itu selain untuk memberdayakan lahan marjinal, tanaman kenaf juga meningkatkan pendapatan petani di daerah marjinal (Sudjindro, 2011). Saat ini tinggal kenaf yang berkembang di Indonesia dan pemanfaatannya untuk bahan baku industri (fiberboard untuk interior mobil). Tanaman kenaf memiliki daya adaptasi luas sehingga dapat dikembangkan pada berbagai lahan/tanah seperti lahan banjir (Sudjindro, 2001b), lahan gambut (Sudjindro, 1999; 2001a), lahan tadah hujan/lahan kering (Setyo- Budi, 1998), dan tanah podsolik merah kuning (Marjani, 2009). Umur tanaman kenaf berkisar 70 150 hari tergantung macam varietas dan kondisi lingkungan tumbuhnya. Produktivitas kenaf dapat mencapai 2,0 4,0 ton serat kering/ha tergantung varietas dan lingkungan tumbuhnya (Sudjindro, 2011). Namun, terdapat pendapat lain yang dijelaskan oleh Supandi (2009), peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Di dalam bukunya yang berjudul Mata Kuliah Pengetahuan Tekstil, pohon kenaf Hibiscus canabbinus L. hanya digunakan untuk kemasan, karung, tali temali dengan mutu dibawah serat jute meskipun nampaknya sama berwarna coklat muda dan berkilau. Serat kenaf tidak dapat digunakan untuk busana, tapi dapat dijadikan bahan kertas setelah diputihkan dalam bentuk pulp. Batang kenaf menghasilkan dua jenis serat, yaitu bagian luar batang seratnya lebih kasar dibandingkan bagian dalam batang. Profesor dari Mississippi State University Amerika Serikat, Gita N. Ramaswamy, menjelaskan di jurnalnya yang berjudul Kenaf as Textile Fiber bahwa terdapat kemungkinan untuk serat kenaf digunakan sebagai bahan baku tekstil seperti yute, rami dan linen. Hambatan utamanya hanya pada saat proses pelembutan serat tersebut dan dana untuk proses. Hingga saat ini, percobaan untuk bahan baku tekstil hanya sebatas mencampur serat tersebut dengan katun untuk proses tenun dan polypropylene untuk proses non-tenun (Ramaswamy, 1997). Berkaitan dengan deklarasi FAO bahwa tahun 2009 merupakan International Year of Natural Fiber 2009 (IYNF), maka sudah sewajarnya bila Indonesia dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya genetik untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai langkah awal dalam rangka memanfaatkan serat alam kenaf, sudah ada PT. ABA di Jawa Timur yang memproduksi fiberboard dari serat kenaf untuk industri otomotif (Sudjindro, 2007). Dari penjelasan tersebut, maka diperoleh permasalahan sebagai berikut : a. Apakah tanaman kenaf memiliki kelebihan / potensi, terutama dari serat tanaman tersebut sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku tekstil, tidak hanya sebatas pada kemasan karung, tali temali dan bahan baku kertas? b. Mengapa serat kenaf berpotensi sebagai bahan baku tekstil dan dapatkah serat tersebut digunakan sebagai bahan baku tekstil tanpa harus mencampur serat tersebut dengan material lain? c. Bagaimana mengolah serat tanaman kenaf menjadi bahan tekstil yang siap produksi, siap pakai dan khususnya, yang dapat diaplikasikan ke dalam ruang lingkup produksi yang lebih luas, antara lain untuk produk fashion? Dengan tujuan penelitian, yaitu : a. Diketahui potensi tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.) sebagai bahan baku tekstil. b. Diketahui sejauh mana potensi tanaman kenaf sebagai bahan baku tekstil serta kemungkinannya digunakan tanpa menggunakan campuran material lain. c. Diketahui teknik pengolahan serat kenaf yang sesuai dengan syarat bahan tekstil, sehingga dapat menghasilkan produk berbahan dasar kenaf, yang kemudian dapat diaplikasikan khususnya pada produk fashion. 2. Proses Studi Kreatif Dalam perancangan konsep karya yang akan diproduksi, dilakukan beberapa analisa dengan maksud untuk membentuk karya yang akan diproduksi. Analisa-analisa tersebut didapat dari studi literatur, studi lapangan, eksperimen serta eksplorasi yang telah dilakukan. Maka kerangka berpikir yang dihasilkan sebagai berikut : Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 2

Innamia Indriani STUDI MATERIAL, STUDI LITERATUR & SURVEY EKSPLORASI MATERIAL PEMILIHAN TEMA (IMAGE BOARD) PROSES ANALISA PEMILIHAN HASIL EKSPLORASI DISESUAIKAN DENGAN TEMA ATAU KONSEP SKETSA KAIN DAN PRODUK PRODUKSI HASIL AKHIR Grafik 1. Tahap perancangan karya (Indriani, 2013) Studi material serta literatur dilakukan untuk menemukan, mengetahui serta memahami potensi dari material yang digunakan untuk merancang karya baik dari bahan baku, teknik yang akan digunakan serta zat pewarna alam yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi material untuk mengetahui potensi material-material tersebut secara fisik. Setelah melalui studi serta eksplorasi, maka dilanjutkan dengan analisa suntuk mendapatkan pemikiran dasar atau acuan untuk penentuan konsep atau tema yang akan digunakan. Tema ini juga digunakan sebagai acuan atau dasar inspirasi dalam merancang produk akhir. Tema karya yang digunakan pada perancangan mengacu pada trend forecast SPINEXPO FALL-WINTER 2013-2014 yang bertemakan Writing The Next Chapter, dengan mengambil sub tema Genre. Karya dari hasil perancangan berjudul Ophelia, dengan produk akhir berupa kain dengan beberapa produk pakai, yaitu aksesoris fashion, tas. 3. Hasil Studi dan Pembahasan Proses eksperimen diawali dengan pengolahan awal serat tersebut, yaitu pada saat proses scouring, bleaching dan softening serta proses pemintalan. Dari hasil eksperimen tersebut, dapat dilihat bahwa, serat yang dipintal memiliki bentuk serta ukuran yang teratur walau masih terdapat serat-serat halus dari serat tersebut. Berbeda dengan yang tidak dipintal sama sekali. Pada serat yang tidak dipintal, ukuran tidak teratur karena semakin kebawah ukuran serta jumlah serat menjadi pendek dan sedikit (menjadi pipih) namun siap untuk digunakan sebagai benang. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 3

Gambar 1. Hasil eksperimen dan eksplorasi proses awal serat kenaf (Indriani, 2013) Eksperimen dan eksplorasi pada proses pemintalan tersebut dilakukan dengan serat yang melalui proses scouring dan bleaching dan serat yang tidak melalui serat tersebut. Serat yang melalui scouring dan bleaching cukup sulit untuk dipintal menjadi benang ukuran kecil dibandingkan dengan yang tidak melalui proses tersebut. Namun, benang dari serat yang tidak melalui proses scouring, bleaching dan softening, menghasilkan benang lebih kaku dan cukup sulit untuk dipintal akibat dari sampah yang masih ada di serat tersebut, dibandingkan benang dari serat yang melalui proses tersebut. Untuk serat yang melalui proses tambahan yaitu, softening, serat lebih mudah untuk dipintal karena benang sudah menjadi lembut, serta sampah dari serat pun lebih sedikit. Eksperimen serta eksplorasi selanjutnya dilakukan dari segi teknik, dengan memakai dua teknik reka struktur tekstil, yaitu teknik tenun dengan teknik kempa. Dari dua teknik yang digunakan, teknik tenun lebih memungkinkan untuk diproduksi lebih lanjut menjadi produk. Walaupun dengan teknik kempa juga terdapat kemungkinan karena dapat dilipat, namun hasil yang didapat kurang memuaskan. Serat menjadi kaku ketika menggunakan teknik kempa apabila dibandingkan dengan menggunakan teknik tenun, walaupun dengan teknik tenun kain yang dihasilkan juga cukup kaku karena tidak jatuh seperti kain biasa. Selain itu, dari teknik kempa tersebut lebih terlihat seperti kertas, karena dicampur dengan pulp. Walaupun pada salah satu eksplorasi kadar pulp yang digunakan dikurangi bahkan ada yang tidak memakai pulp sama sekali, hasil yang didapat pun tidak terlalu bagus karena serat tetap kaku dan tidak menyatu secara menyeluruh sehingga ketika proses pembuatan, serat harus ditekan terus menerus dan ditaruh ditempat yang terkena cahaya matahari. Dengan menggunakan teknik tenun, walaupun kondisi serta ukuran serat kenaf yang digunakan sebagai benang pakan berbeda-beda, hasil tenunan yang dihasilkan masih memungkinkan untuk diproduksi menjadi produk karena tenun yang dihasilkan masih dapat dilipat dan itu merupakan salah satu syarat material tekstil. Disamping itu, untuk mengolah serat kenaf dengan menggunakan kedua teknik ini, masih memerlukan peran material pendukung. Pada teknik tenun, benang pakan tidak menggunakan material pendukung, namun material pendukung yang digunakan adalah benang lusi, yaitu memakai benang katun ukuran kecil. Sedangkan pada teknik kempa, memerlukan pulp sebagai material pendukung. Pada eksplorasi proses pewarnaan serat kenaf dilakukan dengan menggunakan ekstrak pewarna kubis merah dan secang. Kubis merah menghasilkan palet warna dari merah menuju ke ungu dan biru. Walaupun terdapat warna kuning pucat apabila menggunakan mordant basa. Secang menghasilkan warna merah, orange, merah muda dan ungu gelap hingga ke coklat. Dari dua pewarna alam tersebut, jelas terlihat mordant yang bersifat basa tidak dapat bertahan lama karena warnanya yang memudar. Walaupun pada saat menggunakan pewarna secang, menghasilkan warna merah muda, setelah berhari-hari warna tersebut akan memudar. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 4

Innamia Indriani Gambar 2. Beberapa hasil eksplorasi dengan teknik tenun (Indriani, 2013) Dari eksperimen serta eksplorasi yang telah dilakukan, maka baik antara serat tanaman kenaf yang tidak dipintal dan pintal memiliki potensi untuk diproduksi menjadi suatu produk tekstil. Sedangkan, untuk teknik yang digunakan diputuskan menggunakan teknik tenun dengan ATBM karena dengan menggunakan teknik tenun, walaupun kondisi serta ukuran serat kenaf yang digunakan sebagai benang pakan berbeda-beda, hasil tenunan yang dihasilkan masih memungkinkan untuk diproduksi menjadi produk karena, tenun yang dihasilkan masih dapat dilipat dan itu merupakan salah satu syarat material tekstil. Disamping itu, dengan pertimbangan material yang cukup kaku, berkilau dan sedikit berbulu serta teknik yang digunakan yaitu tenun, maka untuk produk yang akan dirancang dan diproduksi adalah kain serta aksesoris fashion berupa tas, sebagai produk pendukung. Tas yang akan diproduksi adalah tas khusus wanita yang terdiri dari clutch, shoulder bag, dan tote bag. Produk utama hanya sebatas kain, dengan pertimbangan untuk memperoleh hasil dengan kualitas yang baik. Dibatasinya produk dengan hanya berupa kain, sebagai bentuk bukti bahwa material serat tanaman kenaf yang digunakan memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil serta dapat menghasilkan struktur yang bermacam-macam. Kain yang dihasilkan pun tidak hanya sekedar kain dengan berbagai macam struktur, namun juga kain yang sudah siap untuk diproduksi menjadi produk pakai. Gambar 3. Hasil eksplorasi dengan teknik kempa (Indriani, 2013) Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 5

Gambar 4. Colour pallete dari zat pewarna alam kubis merah dan secang (Indriani, 2013) Gambar 5. Hasil akhir produk berupa kain (Indriani, 2013) Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 6

Innamia Indriani Gambar 6. Hasil akhir berupa produk pakai tas (Indriani, 2013) Produk pendukung yaitu berupa aksesoris fashion, khususnya tas diproduksi sebagai bukti nyata produk yang berasal dari kain dengan material serat tanaman kenaf. Selain itu, produk tas adalah produk yang memungkinkan untuk diproduksi dengan material serat tanaman kenaf, karena tidak secara langsung bersentuhan dengan kulit manusia. Namun, untuk dapat memproduksi produk dengan material serat tanaman alam, masih memerlukan material pendukung. Material pendukung yang digunakan adalah kulit suede, karena memiliki sifat material yang tebal dan kuat serta memberikan kesan casual apabila digabungkan dengan material yang akan digunakan. 4. Penutup / Kesimpulan Berdasarkan dari hasil eksplorasi, data-data serta produk akhir dari penelitian ini, maka didapatkan kesimpulan dari permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut : a. Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.), memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil. Karena, bagian serat batang tanaman tersebut yang berbentuk filament, ringan dan memiliki ukuran yang kecil. b. Serat tanaman kenaf memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil karena, dapat dijadikan benang melalui proses pemintalan. Selain itu, karena serat kenaf memiliki bentuk serat berupa filament, tanpa dipintal terlebih dahulu serat tanaman tersebut dapat langsung digunakan sebagai benang. Selama proses pengolahan serat tanaman kenaf menggunakan bahan kimia dalam jumlah yang sedikit. Tanpa mencampur serat tersebut dengan material lain, serat tanaman kenaf dapat digunakan langsung sebagai bahan baku tekstil sebagai benang pakan untuk tenun. Baik serat yang dipintal maupun yang tidak, serta baik serat yang melalui proses scouring,bleaching dan softening maupun serat yang tidak melalui proses tersebut dapat digunakan sebagai benang pakan.walaupun tidak lepas dari peran material pendukung yaitu pada bagian benang lusi, menggunakan benang katun yang berukuran kecil. c. Teknik tenun adalah teknik yang sesuai untuk mengolah dan menghasilkan bahan tekstil berbahan baku serat tanaman kenaf apabila dibandingkan dengan dua teknik yang digunakan selama penelitian, dikarenakan karakter dari serat tanaman tersebut yang berkilau dan berupa filament, sehingga mudah dijadikan benang. Dengan menggunakan teknik tenun pula, struktur yang dihasilkan lebih beragam. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 7

Dengan menggunakan teknik tenun, serat tanaman kenaf dapat diproduksi ke produk pakai, khususnya produk aksesoris fashion dengan produk berupa tas. Produk baru sebatas tas karena, walaupun serat tersebut sudah melalui proses scouring, bleaching, softening dan pemintalan serta penenunan, pada kain tersebut masih terdapat serat-serat halus dan masih cukup kaku. Dari ketiga kesimpulan tersebut, terdapat beberapa saran serta evaluasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu : a. Perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk lebih mengoptimalkan penggunaan serat tanaman kenaf sebagai bahan baku tekstil. Terutama pada proses pengolahan serat serta pemintalan sehingga dapat menghasilkan benang yang lebih tipis dan halus. b. Teknik yang digunakan untuk mengolah serat tanaman kenaf tidak hanya sebatas pada tenun, namun perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut untuk mengoptimalisasikan serat tanaman kenaf tersebut. Dengan melakukan eksplorasi lebih lanjut dapat menghasilkan produk tekstil yang lebih baik dan tidak hanya sebatas pada satu teknik. c. Merujuk pada hasil penelitian yaitu berupa eksperimen dan eksplorasi yang telah dilakukan selama penelitian, tidak menutup kemungkinan tekstil berbahan baku serat kenaf digunakan sebagai material untuk membuat produk yang berupa busana, tidak hanya sebatas pada aksesoris fashion, tas. Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Kriya FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dian Widiawati S.Sn., M.Sn.. Daftar Pustaka Hallet, Clive, Amanda Johnston. 2010.Fabric for Fashion. London: Laurence King Publishing Ltd. Ramaswamy Gita N, Catherine R boyd. 1997. Kenaf As Textile Fiber, Processing, Fiber Quality and Product Development. http://msucares.com/pubs/variety/kenaf/kenaf18.htm. [08 Sepetember 2012] Sudjindro.2011.Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang. Perspektif 10 (2) :92-104 Sudjindro. 2007. Kenaf (Hibiscus cannabinus) Sebagai Alternatif Bahan Baku Pulp.http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/180/pdf/Kenaf%20(Hibicus%20cannabinus)Sebagai%20Alternatif%20 Bahan%20Baku%20Pulp.pdf.[07 September 2012] Supandi.2009. Mata Kuliah Pengetahuan Tekstil. [e-book].. Direktori File Universitas Pendidikan Indonesia. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 8