BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial, dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki yaitu keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal. Untuk dapat berkomunikasi, manusia dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Ketika berkomunikasi, seseorang perlu memperhatikan banyak hal, salah satunya yaitu kata sapaan. Seperti yang dikemukakan Tarigan (2009:31-33) untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain maka ada empat hal dalam kompetensi komunikatif yang harus dikuasai, salah satunya yaitu:...(b) pengetahuan mengenai kaidah-kaidah berbicara (yaitu mengetahui bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan-percakapan, mengetahui topik-topik apa yang mungkin dibicarakan dalam berbagai tipe peristiwa bicara, mengetahui bentuk-bentuk sapaan yang seharusnya dipakai kepada orang-orang teman kita berbicara dan dalam berbagai situasi);... Kata sapaan menurut Nababan (Purwa et al, 2003:15) adalah alat seorang pembicara untuk mengatakan sesuatu kepada orang lain. Selain itu Kridalaksana (Rusbiyantoro, 2011:61), menjelaskan bahwa sapaan adalah morfem, kata atau frase yang dipergunakan dalam situasi pembicaraan dan berbeda-beda menurut sifat hubungan antar pembicara. Dari kedua pengertian kata sapaan di atas dapat disimpulkan bahwa, kata sapaan adalah kata yang digunakan oleh seseorang sebagai alat untuk mengatakan sesuatu kepada orang lain, dalam suatu situasi pembicaraan dan berbeda-beda menurut sifat hubungan antar pembicara. Penggunaan kata sapaan akan menentukan berlanjut tidaknya suatu pembicaraan. Penggunaan kata sapaan juga berguna untuk mendapatkan perhatian lawan tutur agar tertuju pada pembicara. Oleh karena itu, kata sapaan yang juga bagian dari bahasa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam berkomunikasi dan
2 berguna bagi siswa tunarungu untuk bekal bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Kata sapaan memiliki beragam bentuk yang berbeda-beda, karena harus memperhatikan lawan tutur, situasi dan sifat hubungan antar penutur. Seperti yang diungkapkan oleh Sumampouw (Rahmania, 2009: 1) sistem sapaan Bahasa Indonesia memiliki terlalu banyak pilihan kata yang dapat digunakan untuk menyapa orang. Ragam bentuk kata sapaan ada delanpan yaitu: Kata ganti (kamu, engkau, kita dan sebagainya); nama diri (nama orang yang terlihat dalam suatu percakapan); kata kekerabatan (bapak, ibu, kakak, dan sebagainya); bentuk nominal + ku (Tuhanku, kekasihku, dan lain-lain); kata deiksis (situ, sini); bentuk pe-verbal (pembaca, penonton, pendengar, dan sebagainya); nomina lain (tuan, nyonya, nona, dan sebagainya) dan tanpa kata sapaan yang disebut zero ( ) (Kridalaksana 1982:14-15). Maka, seseorang harus memiliki perbendaharaan kata sapaan terlebih dahulu untuk menunjang kemampuan penggunaan kata sapaan, termasuk pada siswa tunarungu. Pemilihan bentuk-bentuk kata sapaan yang tepat sangatlah penting. Bentuk kata sapaan yang dipilih dan digunakan dalam peristiwa tutur mengandung nilai simbol tertentu. Nilai simbol tersebut dipengaruhi oleh keberagaman budaya dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Fishman (Purwa, 2003:13) nilai simbol dalam penggunaan kata sapaan adalah nilai yang dilambangkan dengan penggunaan bentuk-bentuk kebahasaan-- termasuk pula bentuk sapaan--antara lain, sikap dan perasaan hormat terhadap pihak yang disapa. Jika seseorang tidak memperhatikan nilai simbol dan norma yang berlaku dalam penggunaan kata sapaan, maka akan berdampak negatif pada pencitraan orang tersebut. Siswa tunarungu merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus. Ketunarunguan yang dialami siswa merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh ketidak berfungsian sebagian atau seluruh organ pendengaran. Kondisi tersebut akan menghambat pada pemerolehan bahasa sehingga sulit untuk
3 berinteraksi dan berkomunikasi. Kemiskinan bahasa dan sulitnya memahami bahasa sering menyebabkan anak tunarungu salah penafsiran terhadap sesuatu yang dilihatnya. Siswa tunarungu juga merupakan makhluk sosial dan pelaku bahasa, yang memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut siswa tunarungu memerlukan keterampilan berkomunikasi. Siswa tunarungu juga dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Untuk dapat berkomunikasi, siswa tunarungu dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Ketika berkomunikasi, siswa tunarungu juga perlu memperhatikan banyak hal, salah satunya yaitu kata sapaan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Cicendo Kota Bandung, peneliti menemukan permasalahan dibidang komunikasi, khususnya penggunaan kata sapaan. Penggunaan kata sapaan sendiri terdapat dalam kurikulum Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) kelas I, pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu nomor 2.2, yang menyatakan bahwa siswa dituntut untuk mampu menyapa orang lain dengan menggunakan kalimat sapaan yang tepat dan bahasa yang santun dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar secara lisan dan/atau isyarat. Berdasarkan pengamatan peneliti dan data di lapangan, menunjukkan siswa tunarungu telah memiliki beberapa kata sapaan, seperti bapak, ibu, dan nama diri. Hal ini terlihat ketika siswa menanyakan seorang guru kepada temannya, siswa menggunakan kata bapak/ibu diikuti dengan nama diri. Siswa tunarungu juga sering menggunakan isyarat-isyarat tertentu yang menunjukkan nama diri temannya ketika menanyakan siswa lain. Namun, penggunaan kata sapaan bapak/ibu kepada guru dan nama diri kepada temannya saat melakukan peristiwa tutur sapa, diindikasi masih keliru atau tidak tepat. Hal ini diperkuat oleh rekan-rekan peneliti yang menemukan hal serupa saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Dari kurikulum yang telah ditempuh oleh siswa
4 tunarungu, seharusnya siswa SMPLB telah menguasi penggunaan kata sapaan dan mampu mengaplikasikan dalam bertutur sapa dengan lawan tutur. Pada hakikatnya setiap anak memiliki potensi untuk dapat menggunakan kata sapaan yang tepat, tidak terkecuali siswa tunarungu. Dengan penyajian materi penggunaan kata sapaan yang mudah dipahami dan didukung oleh lingkungan keluarga pula yang memperhatikan perkembangan penggunaan kata sapaan siswa, tentu siswa akan mampu menggunakan kata sapaan yang tepat dalam berkomunikasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, keterampilan penggunaan kata sapaan marupakan salah satu keterampilan yang perlu dimiliki setiap orang, begitupun bagi siswa tunarungu. Keterampilan penggunaan kata sapaan merupakan modal untuk mengawali suatu pembicaraan atau peristiwa tutur, baik di lingkungan tunarungu maupun di lingkungan masyarakat yang mendengar. Kondisi yang dialami oleh siswa tunarungu sering menjadi faktor penghambat ketika berkomunikasi dengan menggunakan kata sapaan, sehingga siswa tunarungu kurang memperhatikan aturan-aturan dalam memilih bentuk kata sapaan yang akan digunakan. Jika keterampilan penggunaan kata sapaan tidak diperhatikan oleh siswa tunarungu SMPLB, yang seharusnya sudah mampu membangun pengetahuan yang telah didapat dan diterapkan dalam kehidupannya sekarang, maka akan berdampak pada pencitraan yang negatif bagi dirinya. Peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan kata sapaan pada siswa tunarungu, didasarkan dari hasil studi pendahuluan yang telah dipaparkan. Penelitian penggunaan kata sapaan dikhususkan pada penggunaan kata sapaan kata ganti persona kedua, nama diri, kata kekerabatan dan tanpa kata sapaan. Hal ini karena penggunaan kata sapaan harus memperhatikan lawan tutur, situasi, dan tempat peristiwa tutur. Tempat penelitian ini berlangsung di lingkungan SLB Negeri Cicendo Kota Bandung yang beralamat di Jalan Cicendo no 27 dan di lingkungan rumah siswa. Dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai penggunaan kata sapaan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bagaiman kemampuan penggunaan kata sapaan pada siswa tunarungu
5 yang sebenarnya. Maka disusunlah suatu judul penelitian sebagai berikut: Penggunaan Kata Sapaan oleh Siswa Tunarungu dalam Peristiwa Tutur. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, fokus penelitian ini adalah bagaimana penggunaan kata sapaan oleh siswa tunarungu dalam peristiwa tutur?, yang selanjutnya disusun ke dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perbendaharaan kosa kata sapaan siswa tunarungu? 2. Bagaimana kemampuan penggunaan kata sapaan siswa tunarungu? 3. Bagaimana dukungan lingkungan keluarga dan sekolah terhadap penggunaan kata sapaan siswa tunarungu? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu ingin mengetahui bagaiman penggunaan kata sapaan oleh siswa tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk memperoleh gambaran mengenai perbendaharaan kosa kata sapaan siswa tunarungu. b. Untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan penggunaan kata sapaan siswa tunarungu. c. Untuk memperoleh gambaran mengenai dukungan lingkungan keluarga dan sekolah terhadap penggunaan kata sapaan siswa tunarungu. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan maksud dan tujuan penelitian yang akan dicapai, hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik bagi pengembangan ilmu yang bersifat teoretis maupun praktis. Manfaat yang dimaksud, sebagai berikut:
6 a. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa masukan data empirik mengenai perbendaharaan kata sapaan siswa tunarungu, penggunaan kata sapaannya, serta dukungan dari lingkungan keluarga dan sekolah terhadap penggunaan kata sapaan siswa tunarungu. Hasil dari data empirik ini dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak tunarungu khususnya penggunaan kata sapaan. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan peneliti, para pendidik serta orang tua agar mengetahui mengenai permasalahan kaidah bahasa lebih mendalam yang dialami anak tunarungu. Selain itu dapat memberi masukan dalam menyusun materi ajar bahasa, mengenai kata sapaan bagi para siswa yang dianggap saat ini diindikasi masih keliru dalam penggunaan kata sapaan, agar lebih paham dan tepat saat menggunakan kata sapaan dalam peristiwa tutur. E. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi ini berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi. Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan bagian awal dari skripsi, yang berisi lima bagian yaitu latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Bab II menjelaskan kajian pustaka yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Bagian bab II terdiri dari delapan subbab yaitu konsep dasar kata sapaan, bentuk kata sapaan, penggunaan kata sapaan dalam peristiwa tutur, konsep dasar tunarungu, klasifikasi tunarungu, penyebab ketunarunguan, dampak ketunarunguan dan penggunaan kata sapaan bagi siswa tunarungu dalam peristiwa tutur. Bab III berisi penjabaran mengenai metode penelitian dan komponenkomponen lainnya seperti subjek penelitian, tempat penelitian, penjelasan istilah, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, pengujian keabsahan data, dan teknik analisis data. Bab IV merupakan bab yang memaparkan hasil penelitian
7 dan pembahasan. Bab IV terdiri dari dua hal utama, yakni hasil penelitian dan pembahasan. Bab V merupakan bab terakhir yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Bab V terdiri dari dua bagian yaitu kesimpulan dan saran.