KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL Tekad Sitepu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak Ketersediaan energi konvensional semakin menipis di bumi, mendorong manusia untuk mengelola dan memanfaatkan energi secara efektif mungkin. Salah satunya adalah seperti yang akan dipaparkan dalam tulisan ini, yaitu mengenai gambaran emesi gas buang yang dihasilkan mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar solar murni dan yang dicampur dengan bahan aditif octane boster cair maupun octane boster pill. Penambahan bahan aditif terhadap bahan bakar solar sudah banyak dimanfaatkan untuk perbaikan kinerja sebuah mesin diesel. Pencampuran bahan bakar solar dengan zat aditif octane boster dapat memperbesar nilai kalor, peningkatan kinerja mesin diesel, dan mengurangi emisi gas buang. Kata kunci: Emisi Gas Buang, Mesin Diesel, Bahan Aditif Octane Boster I. PENDAHULUAN Polusi udara yang dihasilkan oleh gas buang motor bakar diesel merupakan gangguan yang membahayakan terhadap lingkungan. Komponen-komponen gas buang yang membahayakan itu antara lain adalah asap hitam, hidrokarbon yang tidak terbakar (UHC), karbon monoksida (CO), dan oksida nitrogen (NO dan NO 2 ). Hal yang disebut terakhir, NO dan NO 2 biasa dinyatakan dengan NO x. Namun jika dibandingkan dengan motor bensin, gas buang motor diesel mengandung CO dan UHC yang lebih sedikit demikian juga kadar NO 2 yang dihasilkan sangat sedikit jika dibandingkan dengan NO. Jadi komponen utama gas buang mesin diesel yang membahayakan adalah NO dan asap hitam. Selain komponen-komponen diatas, beberapa hal yang juga merupakan bahaya atau gangguan meskipun bersifat sementara antara lain, asap putih yang terdiri atas kabut bahan bakar atau minyak pelumas yang terbentuk pada waktu start dingin, asap biru yang terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak terbakar atau tak terbakar sempurna terutama pada periode pemanasan mesin atau pada beban rendah, serta bau yang kurang sedap. Disamping itu, pemakaian bahan bakar yang mengandung sulfur yang tinggi akan menyebabkan kandungan SO 2 di dalam gas buang. Asap hitam timbul jika pada proses pembakaran, butir-butir bahan bakar yang disemprotkan terlalu besar kemudian beberapa butir berkumpul menjadi satu sehingga terjadi dekomposisi. Dekomposisi ini akan menyebabkan terbentuknya karbonkarbon padat (angus) karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi sementara pengkabutan dan pencampuran dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung dengan sempurna. Pada saat dimana terlalu banyak bahan bakar yang disemprotkan, yaitu pada waktu daya mesin akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, terjadinya angus tidak dapat dihinari. Jika angus yang terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan mengotori udara. Asap hitam membahayakan tidak hanya karena mengeruhkan udara sehingga mengganggu pandangan, tetapi juga karena ada kemungkinan mengandung karsinogen. Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk mengukur tinggi rendahnya kadar 64
asap yang dihasilkan oleh suatu mesin diesel, antara lain metode Bosch, Metode UTAC dan metode Hartridge. Metode Bosch merupakan metode pengukuran asap dengan menggunakan kertas saringan, dimana sampel gas buang dialirkan melalui kertas saringan tertentu. Warna yang terjadi pada kertas saringan itu kemudian dibandingkan dengan beberapa standar warna yang tersedia. Metode pengukuran UTAC dan Hartridge menggunakan sinar yang dipancarkan melalui gas buang, sinar yang ditransmisikan kemudian diukur secara foto listrik. Metode UTAC memeriksa seluruh gas buang, sedangkan pada metode Hartridge hanya dilakukan terhadap sebagian gas buang. Undang-undang lingkungan hidup di Indonesia menyebutkan bahwa emisi yang diperbolehkan untuk SO2 sebesar 800 mg per meter kubik, NOx 100 mg per meter kubik, H2S dan NH3 0,5 mg per meter kubik. Seperti halnya dengan mesin-mesin bakar umumnya, mesin diesel dengan bahan bakar solar memberikan emisi yang cukup besar terutama karbon dan sulfur. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carbon Monokside (CO) Gas CO terjadi karena pembakaran bahan bakar kurang sempurna. Carbon sebagai zat padat lebih sulit dibakar dibandingkan hidrogen dan sulphur. Dibutuhkan jumlah oksigen yang berlebih untuk dapat membakar carbon menjadi carbon diaksida. 2C + O2 2CO 2.2 Oksida Nitrogen (NO x ) Gas NO terjadi karena adanya reaksi antara N 2 dan O 2 pada temperatur tinggi. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : O 2 2O N 2 + O NO + N N + O 2 NO + O NO merupakan gas yang berbahaya kerena mengganggu saraf pusat. Disamping itu, dengan adanya O 2, NO akan bereaksi membentuk NO 2. Gas NO 2 mengeluarkan bau yang merangsang dan menyebabkan edema paru-paru dan bronchitis. Selanjutnya, udara yang mengandung NO akan menyebabkan terbentuknya kabut asap foto kimia (Photochemical Smog) yang merupakan masalah polusi udara yang serius terutama di kota-kota besar. 2.3 Sulfur Diaksida (SO x ) Salah satu emisi berbahaya, yang timbul akibat pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur adalah gas SO 2. Sulfur dioksida (SO 2 ) merupakan gas yang tidak dapat terbakar, tidak berwarna dan dapat berada dalam udara maupun terlarut dalam tetesan-tetesan air. Sulfur dioksida (SO 2 ) dapat teroksidasi didalam udara dan membentuk sulfur trioksida (SO 3 ) yang bila bertemu dengan uap air akan membentuk asam sulfur (H 2 SO 4 ). Hal inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya hujan asam. III. PENGUJIAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL Pengujian untuk mengetahui komposisi emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar CO, NOx, dan SOx yang terdapat pada produk pembakaran tiga jenis bahan bakar yaitu solar murni, solar yang dicampur octane booster cair dan solar yang dicampur octane booster pill pada putaran mesin 1 rpm, 2000 rpm, 2 rpm dan 3 rpm serta variasi beban 1,5 kg, 2 kg dan 3 kg. Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan pengujian unjuk kerja motor diesel dimana gas buang yang dihasilkan oleh mesin uji pada saat pengujian dimanfaatkan langsung sebagai sampel uji untuk penguji kadar emisi dalam gas buang. 65
CO (ppm) CO (ppm) IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar CO dalam Gas Buang Kadar CO dalam Gas Buang pada pemakaian masing-masing bahan bakar untuk tiap variasi beban dan putaran dari hasil pembacaan langsung alat uji emisi dapat di lihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.1 Kadar CO dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 1,5 kg Pada Pembebanan 1,5 kg + OB Cair Pill 1 > 2000 > 3000 > 465,1 3 > Grafik VS CO Pada pembebanan 1,5 kg 510 490 480 470 Cair Pill 460 Gambar 4.1 Grafik putaran VS CO pada pembebanan 1,5 kg buang (CO) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti di bawah ini : Tabel 4.2 Kadar CO dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 2 kg Pada Pembebanan 2 kg Putara n Sol ar Mur + ni Cair 1 2000 3000 479,1 3 buang (CO) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti di bawah ini Grafik VS CO Pada pembebanan 2 kg 510 490 480 Cair Pill 470 Gambar 4.2 Grafik putaran VS CO pada pembebanan 2 kg 66
CO (ppm) Tabel 4.3 Kadar CO dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 3 kg Pada Pembebanan 3 kg Cair Pill 1 2000 3000 485,5 3 buang (CO) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti gambar di bawah ini : Grafik VS CO Pada pembebanan 3 kg 510 490 Cair Pill 480 Gambar 4.3 Grafik putaran VS CO pada pembebanan 3 kg 4.2. Kadar NO x dalam Gas Buang Kadar NOx dalam Gas Buang pada pemakaian masing-masing bahan bakar untuk tiap variasi beban dan putaran dari hasil pembacaan langsung alat uji emisi dapat di lihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.4 Kadar NO x dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 1,5 kg Pada Pembebanan 1,5 kg Cair Pill 1 415 440 380 2000 418 357 353 3000 316 203 242 3 210 114 118 buang (NO X ) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti gambar di bawah ini : 67
NOx (ppm) NOx (ppm) Grafik VS NOx Pada pembebanan 1,5 kg 400 300 200 Cair Pill 100 Gambar 4.4 Grafik putaran VS NO X pada pembebanan 1,5 kg Tabel 4.5 Kadar NO x dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 2 kg Pada Pembebanan 2 kg + OB Cair 1 410 438 360 2000 438 381 336 + 3000 312 210 247 3 208 120 123 buang (NO X ) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti gambar di bawah ini : Grafik VS NOx Pada pembebanan 2 kg 400 300 200 Cair Pill 100 Gambar 4.5 Grafik putaran VS NO X pada pembebanan 2 kg Tabel 4.6 Kadar NO x dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 3 kg Pada Pembebanan 3 kg + Cair 1 413 430 370 2000 438 376 320 3000 312 199 243 3 175 123 123 buang (NO X ) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti di bawah ini : 68
SO2 (ppm) NOx (ppm) Grafik VS NOx Pada pembebanan 3 kg 400 300 200 Cair Pill 100 Gambar 4.6 Grafik putaran VS NO X pada pembebanan 3 kg 4.3. Kadar SO 2 dalam Gas Buang Kadar SO 2 dalam Gas Buang pada pemakaian masing-masing bahan bakar untuk tiap variasi beban dan putaran dari hasil pembacaan langsung alat uji emisi dapat di lihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.7. Kadar SO 2 dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 1,5 kg Pada Pembebanan 1,5 kg + OB Cair + 1 2,1 3 3,8 2000 2 2,6 2,1 3000 1,8 1,8 2 3 2,2 2,1 1,8 Hasil pengujian emisi gas buang (SO 2 ) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti gambar di bawah ini : Grafik VS SO2 Pada pembebanan 1,5 kg 4.5 3.5 2.5 Cair Pill 1.5 Gambar 4.7 Grafik putaran VS SO 2 pada pembebanan 1,5 kg Tabel 4.8 Kadar SO 2 dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 2 kg Pada Pembebanan 2 kg + OB Cair 1 2,5 2,8 3,9 Pill 2000 2,4 2,6 3,6 3000 2 2,2 2,1 3 3,6 2,7 2,3 buang (SO 2 ) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti gambar di bawah ini : 69
SO2 (ppm) SO2 (ppm) Grafik VS SO2 Pada pembebanan 2 kg 4.5 3.5 2.5 Cair Pill 1.5 Gambar 4.8 Grafik putaran VS SO 2 pada pembebanan 2 kg Tabel 4.9 Kadar SO 2 dalam gas buang [ppm] pada pembebanan 3 kg Pada Pembebanan 3 kg + OB Cair 1 2,8 3 5 2000 2,4 2,9 4,5 + 3000 2 2,4 4,4 3 3,2 3,4 2,6 buang (SO 2 ) di atas dapat di lihat dalam bentuk grafik seperti gambar di bawah ini : Grafik VS SO2 Pada pembebanan 3 kg 5.5 4.5 3.5 2.5 Cair Pill 1.5 Gambar 4.9 Grafik putaran VS SO 2 pada pembebanan 3 kg V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian emisi gas buang mesin diesel maka apabila parameter-parameter dibawah ini dibandingkan dengan solar murni dapat diketahui : 1. Kadar CO Untuk Penggunaan + Octane Boster Cair Pada tiap-tiap pembebanan sama dengan yang terjadi pada solar + (sama dengan solar murni) hanya saja terjadi perbedaan pada saat pembebanan 1,5 kg dan putaran 3000 rpm yaitu turun sebesar 6,98 %, pada saat pembebanan 2 kg dan putaran 3000 rpm yaitu turun sebesar 4,18 % serta pada saat pembebanan 3 kg dan putaran 3000 rpm yaitu turun sebesar 2,9 %. 2. Kadar NO X Untuk Penggunaan + Octane Boster Cair 70
a. Pembebanan 1,5 kg serta pada sekitar 6,02 %, putaran 2000 rpm turun sekitar 14,6 %, putaran 3000 rpm turun sekitar 35,8 %, putaran 3 rpm turun sekitar 45,7 %. b. Pembebanan 2 kg serta pada sekitar 6,83 %, putaran 2000 rpm turun sekitar 13 %, putaran 3000 rpm turun sekitar 32,7 %, putaran 3 rpm turun sekitar 42,3 %. c. Pembebanan 3 kg serta saat putaran 1 rpm naik sekitar 4,12 %, putaran 2000 rpm turun sekitar 14,2 %, putaran 3000 rpm turun sekitar 36,2 %, putaran 3 rpm turun sekitar 29,7 %. 3. Kadar NO X Untuk Penggunaan + Octane Boster Pill a. Pembebanan 1,5 kg serta saat putaran 1 rpm turun sekitar 8,43 %, putaran 2000 rpm turun sekitar 15,6 %, putaran 3000 rpm turun sekitar 23,4 %, putaran 3 rpm turun sekitar 43,8 %. b. Pembebanan 2 kg serta pada saat putaran 1 rpm turun sekitar 12,2 %, putaran 2000 rpm turun sekitar 23,3 %, putaran 3000 rpm turun sekitar 20,8 %, putaran 3 rpm turun sekitar 40,9 %. c. Pembebanan 3 kg serta pada saat putaran 1 rpm turun sekitar 10,4 %, putaran 2000 rpm turun sekitar 26,9 %, putaran 3000 rpm turun sekitar 22,1 %, putaran 3 rpm turun sekitar 29,7 %. 4. Kadar SO X Untuk Penggunaan + Octane Boster Cair a. Pembebanan 1,5 kg serta pada sekitar 42,9 %, putaran 2000 rpm naik sekitar 30 %, putaran 3000 rpm sama dengan solar murni, putaran 3 rpm turun sekitar 4,55 %. b. Pembebanan 2 kg serta pada sekitar 12 %, putaran 2000 rpm naik sekitar 8,33 %, putaran 3000 rpm naik sekitar 10 %, putaran 3 rpm turun sekitar 25 %. c. Pembebanan 3 kg serta saat putaran 1 rpm naik sekitar 7,14 %, putaran 2000 rpm naik sekitar 20,8 %, putaran 3000 rpm naik sekitar 20 %, putaran 3 rpm naik sekitar 6,25 %. 5. Kadar SO X Untuk Penggunaan + Octane Boster Pill a. Pembebanan 1,5 kg serta saat putaran 1 rpm naik sekitar 80,95 %, putaran 2000 rpm naik sekitar 5 %, putaran 3000 rpm naik sekitar 11,11 %, putaran 3 rpm turun sekitar 18,2 %. b. Pembebanan 2 kg serta pada sekitar 56 %, putaran 2000 rpm naik sekitar 50 %, putaran 3000 rpm naik sekitar 5 %, putaran 3 rpm turun sekitar 36,1 %. c. Pembebanan 3 kg serta pada sekitar 78,57 %, putaran 2000 rpm naik sekitar 87,5 %, putaran 3000 rpm naik sekitar 120 %, putaran 3 rpm naik sekitar 18,5 %. DAFTAR PUSTAKA 1. Eugene A. Avallone., Marks Standartd Handbook for Mechanical Engineers, Mc. Graw Hill, 1987 2. Heywood, John B., Internal Combustion Engines Fundamentals, McGraw-Hill Book Company, Pennsylvania, 1988. 3. Obert, Edward F., Internal Combustion Engines third edition, International Textbook Company, Pennsylvania, 1968. 4. Arismunandar, Wiranto dan Koichi Tsuda, Motor Diesel Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979. 5. Culp, Archie W., Jr., Ph.D., alih bahasa: Ir. Darwin Sitompul., 71
M.eng., Prinsip-prinsip konversi energi, Erlangga, 1989. 6. Maleev, V.L., M.E., DR. A.M, alih bahasa: Ir. Bambang Priambodo, Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel, Erlangga, 1991. 7. Manual Book of TD110 TD115 Test Bed and Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Training Ltd Products Division, 2000. 8. User Manual of Portable Gas Analyzer PG-250, HORIBA Ltd Kyoto, 1998 9. PERTAMINA-online, Karakteristik minyak solar, www.pertamina.com 10. MKI-online, Undang-undang lingkungan hidup, www.geocities.com 72