PROFIL KESULITAN BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN KELISTRIKAN SISWA SMA DI KOTA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
Diagnosis Kesulitan Belajar Fisika Siswa SD, SMP, Dan SMA Dengan Teknik General Diagnostic Dan Analytic Diagnostic

Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke Volume 6 Nomor ISSN :

Unnes Physics Education Journal

ANALISIS MULTIMODAL REPRESENTASI MAHASISWA CALON GURU PADA PEMAHAMAN KONSEP LISTRIK DINAMIS

Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Gerak Lurus

PENGEMBANGAN BUKU FISIKA MULTI REPRESENTASI PADA MATERI GELOMBANG DENGAN PENDEKATAN BERBASIS MASALAH

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 2. RANGKAIAN LISTRIK DAN SUMBER ENERGI LISTRIKLatihan Soal A; 1,5 A; 3 A

Peran Pendidik dan Ilmuwan dalam Menghadapi MEA. Analisis Kesulitan Belajar Ipa Materi Gerak Pada Siswa Kelas VII MTs Sunan Ampel

PENGEMBANGAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK THREE-TIER UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI LISTRIK DINAMIS SISWA KELAS X SMA

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA ANIMASI KOMPUTER TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI Sunariyo, 2012 Efektivitas Penggunaan Pendidikan Teknologi Dasar Pada Pembelajaran Listrik Dinamis Melalui Modeling Instruction

Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014

FP-39: PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN LISTRIK DINAMIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS SISWA

IDENTIFIKASI PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS XII PADA MATERI POKOK GELOMBANG CAHAYA DI SMA. Nur Fitriah Andriyani

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA FLUIDA STATIS UNTUK MEREMEDIASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK DI SMA

IDENTIFIKASI PEMAHAMAN KONSEP RANGKAIAN ARUS SEARAH PADA SISWA MAN 1 JEMBER KELAS XII. Rahmawati

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DISERTAI TEKNIK PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. matematika di sekolah mendapat jatah waktu yang banyak. Selain itu pentingnya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan kajian-kajian teoritis dan hasil penelitian serta pembahasan

Jurnal Ikatan Alumni Fisika Universitas Negeri Medan Vol.2 No.2 April 2016 ISSN :

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

DESKRIPSI KONSEPSI SISWA SMA TENTANG RANGKAIAN LISTRIK ARUS SEARAH

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 2. RANGKAIAN LISTRIK DAN SUMBER ENERGI LISTRIKLatihan Soal coulomb. 50 coulomb. 180 coulomb.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik dan Percaya Diri Siswa Kelas X Melalui Model Discovery Learning

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kunci jawaban Posttest

PROSIDING ISBN :

ANALISIS KESULITAN SISWA MEMECAHKAN MASALAH FISIKA BERBENTUK GRAFIK DENGAN TES DIAGNOSTIK

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 2. RANGKAIAN LISTRIK DAN SUMBER ENERGI LISTRIKLatihan Soal 2.4

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui observasi, eksperimen,

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SILABUS MATA PELAJARAN: FISIKA

ANALISIS KOHERENSI KONSEP HUKUM NEWTON PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PALU

LEMBAR VALIDASI SOAL

Unnes Physics Education Journal

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Model PBL Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Materi SPLDV pada Siswa Kelas X SMKN 6 Semarang

Syamsinar Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta KM. 9

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 4 No. 3 ISSN Kata Kunci: Berpikir Kritis; Kelistrikan

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VIII LISTRIK DINAMIS

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No. 4 ISSN : Model, SETS, Listrik Statis, Hasil Belajar

Unnes Journal of Mathematics Education

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL URAIAN TERSTRUKTUR POKOK BAHASAN TEORI KINETIK GAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015

LISTRIK DINAMIS Listrik mengalir

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL PADA MATERI HUKUM KIRCHOFF DI SMAN 1 MERANTI

MUSLIKA 49. Kata Kunci : REACT, Hasil Belajar. 49 Muslika, S.Pd adalah Guru di SMP Negeri 1 Mumbusari Jember

PRISMA 1 (2018)

PROFIL KESALAHAN SISWA SMA DALAM PENGERJAAN SOAL PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS

ANALISIS TINGKAT KOGNITIF MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMED DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATA KULIAH FISIKA DASAR II

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan mengacu kepada salah satu tujuan umum pendidikan, yaitu untuk

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS

Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP dalam Belajar Garis dan Sudut dengan GeoGebra

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Eksperimentasi Model Pembelajaran RME, NHT, dan MPL Terhadap Hasil Belajar Siswa SMPN 3 Balikpapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kanti Sariati Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo. Abstrak

KEEFEKTIFAN METODE GUIDEDDISCOVERY LEARNING BERNUANSA MULTIPLE INTELLIGENCES UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB VI PENUTUP. 1. Langkah-langkah mendiagnosis kesulitan siswa ialah sebagai berikut: a. Observasi untuk mengetahui subyek yang akan diteliti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN...

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ARITMATIKA SOSIAL DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 1 SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB II KAJIAN TEORETIS

PENERAPAN TEORI MOTIVASI KOMPETENSI MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT PADA MATERI LISTRIK DINAMIS

Prosiding ISSN :

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS

LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1

2015 ID ENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PAD A MATERI TEKANAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 yang dikutip oleh Suparno (2009) sebagai berikut:

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai

Jumadi, Supardi, Denny Darmawan, dan Restu Widiatmono FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta


Analisis Kesulitan Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Mekanika

RANGKUMAN MATERI LISTRIK DINAMIS

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

PROSIDING ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

A n a l i s i s K e s u l i t a n S i s w a S M A d a l a m Menyelesaikan Soal Cerita Matematika pada Pokok Bahasan Peluang

Transkripsi:

PROFIL KESULITAN BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN KELISTRIKAN SISWA SMA DI KOTA SEMARANG Ani Rusilowati Jurusan Fisika FMIPA UNNES Jl. Raya Sekaran, Gunungpati Semarang Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menentukan profil kesulitan belajar Fisika, khususnya pokok bahasan Kelistrikan yang dialami oleh siswa SMA di kota Semarang. Sampel penelitian adalah siswa SMA kelas X di kota Semarang, diambil secara cluster, dari SMA negeri dan swasta peringkat I, II, dan III, sebanyak 214 siswa. Kesulitan belajar didiagnosis dengan lima pendekatan, yaitu tujuan pembelajaran, pengetahuan prasyarat, profil materi, miskonsepsi, dan pengetahuan terstruktur. Kesulitan belajar Kelistrikan antara lain disebabkan oleh rendahnya penguasaan konsep, lemahnya kemampuan matematis, dan kekurangmampuan mengkonversi satuan. Penyebab kesulitan belajar dalam pengetahuan terstruktur adalah rendahnya kemampuan: verbal, menggunakan skema, membuat strategi pemecahan masalah, dan membuat algoritma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan belajar Kelistrikan rata-rata terjadi pada sub pokok bahasan: Arus Listrik, Hukum Ohm, Hambatan Penghantar, Hukum Kirchof II, Energi & Daya Listrik, dan Transformator. Sebagian siswa masih mengalami miskonsepsi terhadap konsep Hukum Ohm dan Hambatan Penghantar. Bagi siswa sekolah peringkat III mengalami kesulitan belajar di semua aspek dan materi Kelistrikan Kata kunci : profil, kesulitan belajar, kelistrikan PENDAHULUAN Pada tingkat SMA, hasil belajar Fisika masih tergolong pada peringkat rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil UAN dari tahun ke tahun. Meskipun pada tahun-tahun terakhir Fisika tidak termasuk dalam matapelajaran yang di ujikan secara nasional, tetapi hasil rata-rata nilai Fisika tetap tidak menggembirakan. Wacana mata pelajaran Fisika akan diujikan secara nasional mendorong peneliti untuk menentukan profil kesulitan siswa ketika mempelajari Fisika. Dengan diketahuinya letak kelemahan dan kekuatan siswa, guru akan terbantu dalam menentukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswanya. Hasil penelitian terhadap penguasaan konsep Fisika siswa SMA di kota Semarang, tahun 2004, menunjukkan bahwa materi Kelistrikan merupakan salah satu pokok bahasan yang belum dikuasai oleh siswa (Murni Tuk Nugroho, 2004). Pokok bahasan lain yang berpotensi menimbulkan kesulitan adalah Kemagnetan, Getaran- Gelombang, dan Optik (Ani Rusilowati, 2007). Pada penelitian ini, diagnosis kesulitan belajar Fisika difokuskan pada materi Kelistrikan. Kesulitan belajar didiagnosis dengan lima pendekatan, yaitu tujuan pembelajaran, pengetahuan prasyarat, profil materi, miskonsepsi, dan pengetahuan terstruktur. Penyebab kesulitan belajar Kelistrikan ditinjau dari penguasaan konsep, kemampuan matematis, dan kemampuan mengkonversi satuan. Penyebab kesulitan belajar dalam pengetahuan terstruktur ditinjau dari kemampuan: verbal, menggunakan skema, membuat strategi pemecahan masalah, dan membuat algoritma. Permasalahan yang timbul berdasarkan latar belakang di atas adalah: Bagaimana profil kesulitan belajar siswa SMA di kota Semarang dalam materi Kelistrikan? Kesulitan Belajar Mata pelajaran Fisika menuntut intelektualitas yang relatif tinggi. Keterampilan berpikir sangat diperlukan ketika mempelajari Fisika, di samping keterampilan berhitung, memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis (Mundilarto, 2002: 3-5). Sifat mata pelajaran Fisika salah satunya adalah bersyarat, artinya setiap konsep baru ada kalanya menuntut prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Oleh karena itu bila terjadi kesulitan belajar pada salah satu pokok bahasan akan terbawa ke pokok bahasan berikutnya, atau bila terjadi miskonsepsi akan terbawa sampai jenjang pendidikan berikutnya. Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, tetapi juga oleh faktor psikologi lain. Mengatasi kesulitan belajar bukanlah sesuatu yang sederhana, tidak cukup hanya dengan mengetahui taraf kecerdasan dan kemandirian siswa saja, tetapi perlu menyediakan prasarana yang memadai untuk penanganan remediasi. Penyelidikan-penyelidikan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa, adalah dengan mengadakan observasi, 100

interview, tes diagnostik, dan memanfaatkan dokumentasi. Pada penelitian ini penyelidikan terhadap kesulitan belajar dilakukan dengan menggunakan tes diagnostik yang telah dikembangkan sebelumnya. Kesulitan dalam belajar Fisika dapat diindikasi dari kemampuan siswa dalam memahami konsep dan kemampuan berpikir memecahkan masalah/soal. Kesalahan memahami konsep timbul akibat kesalahan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya. Moushivits & Zaslavsky (1987: 3-14) mengemukakan bahwa kesulitan belajar antara lain disebabkan oleh: kesulitan bahasa, kesulitan memperoleh informasi tentang keruangan, kesulitan penguasaan keterampilan, fakta, dan konsep prasyarat, kesulitan dalam asosiasi, dan kesulitan menerapkan aturan atau strategi yang relevan. Depdiknas (2002) menyatakan bahwa kesulitan belajar dapat disebabkan oleh kelemahan siswa dalam: menguasai pengetahuan prasyarat, memahami konsep, mengoperasikan matematika, menerjemahkan soal, merencanakan strategi penyele-saian masalah dan menggunakan algoritma untuk menyelesaikan soal. Teknik diagnosis yang digunakan adalah Analytic diagnosic. Teknik ini mendiagnosis letak kelemahan dan kekuatan yang dimiliki siswa ketika mempelajari materi Kelistrikan. Pendekatan yang digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar mengikuti pendekatan yang ditetapkan oleh Depdiknas (2002). Ada lima pendekatan yang digunakan untuk menentukan kesulitan belajar, yaitu pendekatan berdasarkan: tujuan pembelajaran, profil materi, prasyarat pengetahuan, miskonsepsi, dan pengetahuan terstruktur. Pendekatan tujuan pembelajaran digunakan untuk mendiagnosis kegagalan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Pendekatan profil materi bertujuan untuk mengetahui materi yang sudah dan belum dikuasai oleh siswa. Pendekatan prasyarat pengetahuan digunakan untuk mendeteksi kegagalan siswa dalam hal pengetahuan prasyarat untuk satu materi pokok tertentu. Sebelum siswa memahami materi pengetahuan baru, mereka harus memahami lebih dahulu materi prasyarat, baik berhubungan dengan materi secara vertikal maupun horisontal. Pendekatan miskonsepsi digunakan untuk mendiagnosis kegagalan siswa dalam hal kesalahan konsep yang dimiliki siswa (misconception). Pendekatan pengetahuan terstruktur digunakan untuk mendiagnosis ketidakmampuan siswa dalam memecahkan permasalahan yang berstruktur. Analisis mendalam terhadap kesulitan dalam pengetahuan terstruktur dilakukan berdasarkan ketetapan Depdiknas (2002: 33). Kesulitan pengetahuan terstruktur dapat ditinjau dari kemampuan: bahasa (verbal), menggunakan skema, membuat strategi, dan membuat algoritma. Kemampuan bahasa dapat diartikan sebagai kemampuan menterjemahkan soal. Pada kemampuan ini siswa dituntut untuk memberi makna pertanyaan yang diajukan dalam soal. Setiap siswa harus mampu memahami setiap pertanyaan dari kata kunci yang terdapat pada soal. Kemampuan menggunakan skema diartikan sebagai kemampuan memahami konsep atau prinsip yang dapat digunakan untuk menyelesaian soal. Siswa dituntut untuk menggunakan skema pengetahuan dalam mengidentifikasi permasalahan. Siswa harus mengetahui prinsip atau aturan yang diperlukan untuk menyelesaikan soal. Kemampuan membuat strategi dapat diartikan sebagai kemampuan merencanakan pemecahan masalah. Siswa harus membuat cara atau langkah-langkah yang harus digunakan untuk menyelesaikan soal. Kemampuan membuat algoritma menekankan pada penyelesaian atau pengerjaan soal. Siswa harus menggunakan kemampuan matematik (berhitung) yang tepat untuk dapat membuat kesimpulan. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di kota Semarang. Sampel penelitian adalah siswa SMA kelas X di kota Semarang. Sampel ditentukan secara cluster sampling menurut peringkat sekolah. SMA dan jumlah sampel yang terpilih sebagai sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Metode pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes kepada subjek penelitian. Alat pengumpul data berupa tes diagnostik Fisika tentang Kelistrikan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif, dibantu dengan paparan kuantitatif berupa persentase. Tabel 1. Sampel PenelitianberdasarkanPeringkatSekolah Nama Sekolah SMAN 3 Semarang SMAN 2 Semarang SMAN 6 Semarang SMA K SMA P SMA T U Jumlah Sampel 28 26 Jumlah 214 Ani Rusilowati, Profil Kesulitan Belajar Fisika 101

HASIL DAN PEMBAHASAN Letak Kesulitan Belajar Analisis profil kesulitan belajar dapat dilihat dari dua sisi, yaitu berdasarkan kekuatan siswa dan kelemahan siswa. Rata-rata skor dihitung menurut pendekatan diagnostik yang digunakan. Profil kekuatan dan kelemahan siswa dilihat dari persentase pencapaian batas skor dari setiap pendekatan diagnostik. Siswa dikatakan kuat apabila rata-rata persentase skor untuk setiap pendekatan diagnostik sebesar 65% atau lebih. Bila perolehan skor kurang dari 65%, maka siswa dikatakan lemah. Hasil analisis terhadap kekuatan dan kelemahan siswa pada materi Kelistrikan berdasarkan pendekatan diagnostik, tujuan pembelajaran, dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis berdasarkan pendekatan tes diagnostik yang lain dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil-hasil ini merupakan analisis secara umum, untuk siswa SMA di kota Semarang. Hasil analisis terhadap persentase pencapaian indikator pada materi Kelistrikan berdasarkan peringkat sekolah dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dirinci lebih lanjut letak kekuatan dan kelemahan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran Kelistrikan. Hasil analisis secara umum diperoleh bahwa, hanya tiga dari 17 tujuan yang dapat dicapai secara tuntas oleh siswa SMA di kota Semarang. Tiga tujuan tersebut adalah membaca dan memasang alat ukur listrik; menentukan kuat arus pada rangkaian bercabang, dan menggunakan konsep susunan hambatan untuk menghitung besaran pada rangkaian listrik. Empat belas tujuan yang lain belum tuntas dicapai oleh siswa. Jadi pencapaian tujuan secara umum hanya 18%. Bila ditinjau per peringkat sekolah, tujuan pembelajaran yang dicapai oleh siswa dari sekolah peringkat I adalah 83%. Sekolah peringkat II dapat mencapai 68% tujuan pembelajaran dengan tuntas. Sekolah peringkat III tidak dapat mencapai satu tujuan pembelajaranpun. Kelemahan sekolah peringkat I terletak pada pencapaian tujuan pembelajaran: menggunakan Voltmeter dan Amperemeter dalam rangkaian; dan memahami Hukum Kirchoff II, untuk 2 loop. Sekolah peringkat II lemah pada pencapaian tujuan pembelajaran: Membaca dan Tabel 2. Hasil Analisis Secara Umum Kekuatan dan Kelemahan Siswa Terhadap Meteri Kelistrikan Berdasarkan Pendekatan Tujuan Pembelajaran Pendekatan Diagnostik Tinjauan Pembelajaran Persentase Pencapaian Kategori Tujuan Pembelajaran 1. Membaca dan memasang alat ukur listrik 2. Menggunakan Voltmeter dan Amperemeter dalam rangkaian 3. Merancang penggunaan alat ukur dalam rangkaian, ditunjukkan dengan gambar 4. Memahami kuat arus listrik 5. Menjelaskan tentang hukum Ohm 6. Menjelaskan kesebandingan perubahan kuat arus terhadap hambatan dan beda potensial 7. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan 8. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hambat jenis suatu penghantar 9. Menghitung besarnya hambatan penghatar 10. Menentukan kuat arus pada rangkaian bercabang 11. Menghitung hambatan pengganti susunan hambatan 12. Menggunakan konsep susunan hambatan untuk menghitung besaran pada rangkaian listrik 13. Memahami Hukum Kirchof II, untuk 1 loop 14. Memahami Hukum Kirchof II, untuk 2 loop 15. Menjelaskan tentang energi dan daya listrik 16. Menyelesaikan soal-soal aplikasi energi dan daya listrik 17. Memahami Transformator 70% 16% 46% 43% 26% 6% 37% 18% 56% 69% 71% 41% 35% 39% 28% 102

Tabel 3. Hasil Analisis Secara Umum Kekuatan dan Kelemahan Siswa Terhadap Pendekatan Diagnostik Profil Materi Prasyarat Pengetahuan Miskonsepsi Pengetahuan Terstruktur Materi Alat Ukur Listrik Arus Listrik Hukum Ohm Hambatan Penghantar Hukum Kirchoff I Susunan Hambatan Hukum Kirchoff II Energi & Daya Listrik Transformator Hukum Kirchoff I Susunan Hambatan Hukum Ohm Hukum Kirchoff II Hukum Ohm Hambatan Penghantar Alat Ukur Listrik Hambatan Penghantar Susunan Hambatan Hukum Kirchoff II Energi & Daya Listrik Persentase Pencapaian 65% 37% 57% 25% 68% 71% 50% 42% 37% 68% 75% 58% 50% 67% 38% 46% 18% 39% Kategori lemah Tabel 4. Persentase Pencapaian indikator Berdasarkan Pendekatan diagnostik Menurut Peringkat Sekolah Pendekatan Diagnostik Persenatase Pencapaian dari Peringkat: I II III Tujuan Pembelajaran 83% 68% 0% Profil Materi 100% 56% 0% Prasyarat Pengetahuan 50% 25% 0% Miskonsepsi 100% 70% Pengetahuan Terstruktur 100% 60% 0% memasang alat ukur listrik; menggunakan Voltmeter dan Amperemeter dalam rangkaian; merancang penggunaan alat ukur dalam rangkaian, ditunjukkan dengan gambar; memahami Hukum Kirchof II, untuk 2 loop; dan menyelesaikan soalsoal aplikasi energi dan daya listrik. Sekolah peringkat III lemah di semua tujuan pembelajaran. Hasil analisis berdasarkan profil materi secara umum diperoleh bahwa tiga dari 9 sub pokok bahasan telah dikuasai oleh siswa SMA di kota Semarang. Sub pokok bahasan tersebut adalah Alat Ukur Listrik, Hukum Kirchoff I, dan Susunan Hambatan. Jadi sub pokok bahasan yang telah dikuasai siswa sebanyak 33 %. Bila ditinjau berdasarkan peringkat sekolah, peringkai I telah menguasai semua (100%) materi Kelistrikan. Untuk sekolah peringat II baru menguasai 56% dari materi Kelistrikan yang ada. Materi yang belum dikuasai adalah: Arus Listrik, Hukum Kirchoff II, Energi & Daya Listrik, dan Transformator. Untuk sekolah peringkat III seluruh materi Kelistrikan belum dikuasai. Hasil analisis berdasarkan pengetahuan prasyarat, secara umum siswa SMA di kota Semarang telah menguasai 2 dari 4 materi pengetahuan prasyarat. Dua materi tersebut adalah Hukum Kirchoff I dan Susunan Hambatan. Penguasaan pengetahuan prasyarat rata-rata baru 25%. Bila ditinjau berdasarkan peringkat sekolah, peringkat I telah menguasai pengetahuan prasyarat sebayak 50%. Pengetahuan prasyarat yang belum dikuasai adalah Susunan Hambatan, dan Hukum Kirchof II. Untuk sekolah peringkat II baru menguasai pengetahuan prasyarat 25%, materi yang belum dikuasai adalah Hukum Kirchoff I, Susunan Hambatan, dan Hukum Kirchof II. Untuk sekolah peringkat III, semua pengetahuan prasyarat belum dikuasai. Ani Rusilowati, Profil Kesulitan Belajar Fisika 103

Hasil analisis berdasarkan pendekatan miskonsepsi, secara umum miskonsepsi siswa terjadi pada sebagaian dari sub pokok bahasan Hukum Ohm sebesar 30%, dan Hambatan penghantar sebesar 50%. Bila ditinjau per peringkat sekolah, peringkat I tidak mengalami miskonsepsi. Siswa SMA peringkat II mengalami miskonsepsi sebanyak 30% dari materi, dan peringkat III mengalami miskonsepsi sebanyak 60% dari materi yang ada. Miskonsepsi terjadi pada penentuan grafik hubungan antara hambat jenis penghantar dengan panjang kawat atau dengan luas penampang. Siswa juga menganggap bahwa besar hambat jenis penghantar akan berubah jika panjang dan luas penampangnya berubah. Hasil analisis secara umum menunjukkan bahwa rata-rata siswa SMA di kota Semarang belum tuntas dalam menyelesaikan masalah dengan pengetahuan terstruktur. Bila ditinjau per peringkat sekolah, ketuntasan 100% dimiliki oleh siswa dari sekolah peringkat I. Sekolah peringkat II ketuntasannya hanya 60%, dan peringkat III tidak ada yang tuntas. Kelemahan yang dialami oleh siswa dari sekolah peringkat II pada sub pokok bahasan Hukum Kirchof II, dan Energi & Daya Listrik. Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahawa kesulitan belajar dapat diungkap dengan lima pendekatan diagnostik yaitu tujuan pembelajaran, profil materi, pengetahuan prasyarat, miskonsepsi, dan pengetahuan terstruktur. Hasil analisis terhadap kesulitan belajar dapat disimpulkan bahwa siswa SMA di kota Semarang masih mengalami kesulitan belajar Fisika materi kelistrikan, terlebih untuk SMA peringkat III. Bagi siswa dari sekolah peringkat I sebenarnya sudah tidak mengalami kesulitan belajar Fisika materi Kelistrikan. Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil ketuntasan di setiap pendekatan diagnostik yang digunakan. SMA peringkat II masih mengalami sedikit kesulitan. Sebagian materi kelistrikan belum dikuasai dengan baik, yaitu sub pokok bahasan: Susunan hambatan, Hukum Kirchof II, Energi & Daya Listrik, dan Tranformator. Di samping itu, siswa masih mengalami miskonsepsi pada sebagian materi Hukum Ohm dan Susunan Hambatan. Penguasaan pengetahuan prasyarat juga masih lemah. Pengetahuan terstruktur masih lemah di sub pokok bahasan Hukum Kirchof II dan Energi & Daya Listrik. SMA peringkat III sangat mengalami kesulitan belajar Fisika. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis di setiap pendekatan diagnostik. Hampir semua pendekatan menunjukkan bahwa ketercapaian tujuan pembelajaran tidak ada yang tuntas, kesulitan di seluruh profil materi, pengetahuan prasyaratnya rendah, masih mengalami miskonsepsi, dan tidak ada pengetahuan terstruktur yang dikuasai. Penyebab Kesulitan Belajar Fisika Di samping ditinjau dari pendekatan diagnostik, kesulitan belajar Fisika dapat dianalisis dari pola jawaban salah yang dilakukan oleh siswa, dan analisis mendalam terhadap pengetahuan terstruktur yang dimiliki siswa. Pada soal pilihan ganda dari tes diagnostik Fisika, penentuan option jawaban salah sudah dirancang sedemikian sehingga dapat digunakan untuk mengungkap kesalahan siswa. Kesalahan yang dapat diungkap adalah pemahaman konsep, kemampuan matematis, dan kemampuan mengkonversi satuan. Pada Tabel 5 dipaparkan persentase jawaban untuk mengungkap penyebab kesulitan belajar Fisika siswa SMA di kota Semarang. Tabel 5. Penyebab Kesuliatan Belajar Fisika Berdasarkan analisis jawaban Siswa SMA di Kota Semarang Penyebab Kesulitan Persentase jawaban Belajar Salah Benar Pemahaman Konsep.63% 59.37% Penghitungan Matematis.50% 59.50% Mengkonversi satuan 46.88% 53.12% Persentase jawaban untuk mengungkap penyebab kesulitan belajar menurut peringkat Sekolah dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum siswa SMA di kota Semarang lemah dalam penguasaan konsep, kemampuan matematis, dan mengkonversi satuan. Siswa yang lemah dalam penguasaan konsep sebanyak 49,63%. Siswa yang lemah dalam kemampuan matematis sebanyak,5% dan yang bermasalah dengan konversi satuan sebanyak 46,8%. Bila ditinjau per peringkat sekolah, maka hasil analisis dapat diuraikan sebagai berikut: peringkat I, siswa yang mengalami kesulitan dalam penguasaan konsep dan mengkonversi satuan masing-masing sebanyak 12,5%, sedangkan yang mengalami kesulitan dalam kemampuan matematis hanya 4,8%. Bagi peringkat II, yang mengalami kesulitan dalam penguasaan konsep sebanyak 32,5%; kemampuan matematis sebanyak 38,1%; dan kemampuan mengkonversi satuan sebanyak 50%. Bagi peringkat III, lebih dari 75% siswa mengalami kesulitan baik dalam penguasaan konsep, kemampuan matematis, maupun mengkonversi satuan. 104

Tabel 6. Penyebab Kesulitan Belajar Fisika Berdasarkan Analisis Jawaban Menurut Peringkat Sekolah Peringkat Sekolah Penyebab Kesulitan Belajar Persentase Jawaban Salah Benar Pemahaman Konsep 12.5% 87.5% Penghitungan Matematis 4.8% 95.2% I Mengkonversi satuan 12.5% 87.5% Pemahaman Konsep 32.5% 67.5% II Penghitungan Matematis 38.1% 61.9% Mengkonversi satuan 50.0% 50.0% Pemahaman Konsep 77.5% 22.5% III Penghitungan Matematis 76.2% 23.8% Mengkonversi satuan 87.5% 12.5% Kesulitan belajar berdasarkan analisis mendalam terhadap pengetahuan terstruktur dapat diungkap dari kemampuan: verbal (bahasa), menggunakan skema, membuat strategi, dan membuat algoritma. Rata-rata perolehan skor pengetahuan terstruktur adalah 36,74% yang artinya lemah dalam kemampuan membuat strategi dan algoritme. Rata-rata persentase penguasaan per kemampuan dalam pengetahuan terstruktur dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Persentase Pencapaian Kemampuan dalam Pengathuan Terstruktur Secara Umum Kode Kemampuan Persentase Pencapaian A 18.96% B 11.70% C 18.21% D 21.51% E 29.62% Persentase penguasaan per kemampuan dalam pengetahuan terstruktur menurut peringkat sekolah dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa hanya 18,96% siswa yang tidak mengalami kesulitan di setiap kemampuan yang ada dalam pengetahuan terstruktur. Sebelas koma tujuh persen masih mengalami kesulitan dalam membuat algoritma. Delapan belas koma dua puluh satu persen mengalami kesulitan dalam membuat strategi dan algoritma. Dua puluh satu koma lima puluh satu persen mengalami kesulitan dalam kemampuan membuat skema, strategi dan algoritma, sedang 29,61% lainnya lemah di semua kemampuan. Bagi siswa SMA peringkat I, 41% telah menguasai seluruh kemampuan yang ada dalam pengetahuan terstruktur dan 10% belum menguasai satu kemampuanpun. Peringkat II, siswa yang menguasai seluruh kemampuan dalam pengetahuan terstruktur sebanyak 13% dan 37% belum menguasai satu kemampuanpun. Peringkat III, siswa yang menguasai seluruh kemampuan dalam pengetahuan terstruktur sebanyak 1% dan 57% tidak menguasai satu kemampuanpun. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat dibuat berdasarkan hasil penelitian ini adalah: Kesulitan belajar Fisika dapat diungkap dari ketercapaian pendekatan diagnostik. Ada lima penedekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan: tujuan pembelajaran, profil materi, pengetahuan prasyarat, miskonsepsi dan pengetahuan terstruktur. Secara umum siswa SMA di kota Semarang masih mengalami kesulitan belajar Fisika khususnya materi Kelistrikan. Bila ditinjau per peringkat sekolah, maka siswa dari Tabel 8. Persentase Pencapaian Kemampuan dalam Pengetahuan Terstruktur Menurut Peringkat Sekolah Peringkat Sekolah Persentase Pencapaian Berdasarkan Kode Kemampuan E D C B A I 10,0% 19,0% 19,0% 11,0% 41,0% II 37,0% 21,0% 10,0% 19,0% 13,0% III 57,0% 22,0% 17,0% 3,0% 1,0% Ani Rusilowati, Profil Kesulitan Belajar Fisika 105

sekolah peringkat III sangat kesulitan, sedangkan siswa peringkat II sedikit kesulitan dan siswa peringkat I sudah tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari Fisika materi Kelistrikan. Kesulitan belajar Kelistrikan disebabkan oleh rendahnya penguasaan konsep, lemahnya kemampuan matematis, dan kekurangmampuan siswa dalam mengkonversi satuan. Di samping itu, rendahnya kemampuan-kemampuan seperti: verbal (menterjemahkan bahasa soal ke bahasa matematis), menggunakan skema, membuat strategi, dan membuat algoritma juga menjadi faktor penyebab kesulitan belajar Fisika, khususnya Kelistrikan. DAFTAR PUSTAKA Ani Rusilowati. (2007). Diagnosis Kesulitan Belajar Fisika Siswa SD, SMP dan SMA dengan teknik general diagnostic dan analytic diagnostik. Prosiding Seminar Nasional 25 Agustus 2007. ISBN: 978-979-99314-2-9. Yogyakarta: UNY. Depdiknas. (2002). Pedoman pengembangan tes diagnostik matematika SLTP. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Movshovits, N. & Zastavsky, D. (1989). An empirical classification model for error in hight school mathematics. Journal for Research in Mathematics Education 18, 3-14. Mundilarto. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Murni Tuk Nugroho. (2004). Pembuatan Tes Diagnostik Fisika Pokok Bahasan Listrik Statis. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yeany, R.H. & Miller, P.A. (1993). Effect of diagnostic/remidial instruction on science learning: A meta analysis. Journal for Research in Science Teaching 20, 19-26. 106