Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

LAMPIRAN I : PRAKTEK YANG DITERAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN YANG TIDAK DISEBUTKAN DALAM INSAG 4.

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN PENJELASAN BENTUK-BENTUK YANG DIGUNAKAN DALAM DOKUMEN

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

Keselamatan Instalasi Nuklir

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya yang lemah akan menghambat dan bertentangan dengan tujuan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUDAYA KESELAMATAN DI BIDANG PEMELIHARAAN PLTN

Persyaratan Keselamatan Untuk Keselamatan Reaktor Riset

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

Paparan radiasi dari pekerja radiasi sejak tahun berdasarkan kriteria dan lama kerja

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DASAR ANALISIS KESELAMATAN

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Kotak Pos : 4390, Jakarta Telepon : (021) ; Faksimili

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif - BATAN

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

DAFTAR ACUAN. 1 World Nuclear Association (WNA) ( Juni 2007). Nuclear Power in the World Today. Nuclear Engineering International, including Handbook.

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

TINJAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL TERHADAP PEKERJA DALAM PERBAIKAN DETEKTOR NEUTRON JKT03 CX 821 DI RSG-GAS

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI KEADAAN DARURAT PADA SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN ABSTRAK

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2012

PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING. Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

KAJIAN BAKU TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI LINGKUNGAN UNTUK CALON PLTN AP1000

EVALUASI DESAIN TERAS REAKTOR DAYA TIPE PWR PERTAMA INDONESIA

TANTANGAN PENGAWASAN SISTEM KONTROL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

Budaya Keselamatan (Terjemahan dokumen IAEA Safety Report 75-INSAG-4: Safety Culture)

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT TERAPI 60 Co atau 137 Cs

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

Diterima editor 27 Agustus 2014 Disetujui untuk publikasi 30 September 2014

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

Transkripsi:

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan pendorong utama untuk perkembangan ini. Beberapa aspek dari perhatian umum misalnya adalah kemajuan teknis pada daerah-daerah yang bekaitan dengan teknologi reaktor (seperti teknologi informasi) dan pengurangan yang signifikan dalam kerumitan sistem yang berarti perbaikan dalam operabilitas, termasuk kemampuan untuk memantau dan menanggapi degradasi sistem. 117. Berbagai desain reaktor maju sangat berbeda dalam hal prinsip-prinsip teknis, ukuran instalasi dan skala-waktu yang diperhitungkan untuk penerapan dalam industri. Secara umum, ada dua pendekatan yang berbeda: Pendekatan yang pertama ditujukan untuk perbaikan melalui evolusi reaktorreaktor yang beroperasi saat ini dengan memperhitungkan hasil-hasil dari penelitian keselamatan dan operasi reaktor. Pendekatan ini menerapkan teknologi yang telah terbukti dan pengalaman operasi secara maksimum tetapi juga dapat memasukkan aspek-aspek keselamatan yang baru, beberapa di antaranya adalah sifat-sifat pasif. Di dalam desain ini terdapat reaktor-reaktor dengan perubahan yang besar, khususnya reaktor berpendingin air, yang biasanya dianggap tidak membutuhkan prototipe untuk membuktikan unjuk kerjanya dan diharapkan tersedia untuk penerapan industri yang luas sekitar akhir abad ini; kategori ini juga meliputi desain reaktor air ringan ukuran sedang yang terutama didasarkan pada teknologi yang telah terbukti tetapi menyertakan lebih banyak sifat-sifat keselamatan pasif yang baru yang dapat diuji secara terpisah. Pendekatan yang kedua melibatkan perubahan-perubahan yang lebih mendasar dibandingkna dengan desain saat ini, seringkali dengan penekanan yang kuat pada sifat-sifat pasif yang khusus untuk menjaga intgritas bahan bakar. Karena sifat dan kemampuan sifat-sifat pasif ini, "desain-desain yang inovatif" ini terutama ditujukan untuk reaktor dengan ouput daya yang lebih kecil. Di

antaranya adalah rektor logam cair berukuran kecil dan reaktor suhu tinggi berpendingin gas, dan reaktor-reaktor air ringan maju tertentu yang akan memerlukan prototipe sebelum penggunaannya di industri dan akan tersedia lebih akhir dibandingkan dengan jenis-jenis dengan desain evolusioner. 118. Dalam hubungannya dengan output daya, penggunaan konsep reaktor maju tidak akan mengurangi besarnya bahan radioaktif di dalam teras reaktor. Oleh karena itu pertahanan berlapis harus terus dijadikan dasar untuk keselamatan reaktor-reaktor masa depan dan diperkirakan perbaikannya akan tetap sebagai dasar yang penting untuk kemajuan lebih lanjut dalam keselamatan. Dalam hal ini, dua cara pelengkap dapat dikaji dan diterapkan: pengurangan probabilitas kerusakan teras yang parah lebih jauh; penekanan pada fungsi pengungkungan hasil-hasil radioaktif apabila terjadi kecelakaan. 119. Pencegahan kecelakaan tetap merupakan prioritas tertinggi di antara ketentuanketentuan keselamatan untuk reaktor masa depan. Seperti telah dinyatakan dalam 28 INSAG-3 [1], mengenai perkiraan probabilitas kerusakan teras parah, angka di bawah 10-5 per reaktor per tahun harus tercapai. Akan tetapi, harga-harga yang jauh lebih kecil dari pada harga ini akan, biasanya dianggap, susah untuk memvalidasinya dengan menggunakan metode-metode dan pengalaman operasi yang tersedia saat ini. Oleh karena itu mitigasi yang lebih baik merupakan cara pelengkap yang penting untuk menjamin keselamatan masyarakat. 120. Penyelesaian teknis yang optimum untuk tujuan-tujuan yang demikian biasanya bergantung pada desainnya. Untuk reaktor daya generasi mendatang, skenarioskenario kecelakaan parah akan diperitimbangkan secara eksplisit dan sistematis di dalam desainnya. Bagian 5 ini memusatkan pembahasan pada reaktor-reaktor generasi yang akan datang, yakni pada desain tipe evolusioner yang diharapkan tersedia untuk penerapan dalam skala penuh dan luas sekitar pergantian abad ini. Meskipun demikian, banyak pendekatan dapat dipakai pada tingkat konsep yang lebih luas untuk reaktor-reaktor masa depan.

5.1. PERBAIKAN DALAM PERTAHANAN BERLAPIS 121. Pendekatan untuk perbaikan pertahanan berlapis lebih lanjut adalah sama untuk reaktor yang ada saat ini maupun reaktor-reaktor masa depan. Akan tetapi, untuk reaktor-reaktor masa depan perbaikan yang demikian dapat dicapai dengan cara yang lebih sistematis dan lengkap. Hal ini mencakup: perbaikan pencegahan kecelakaan, khususnya dengan mengoptimalkan keseimbangan antara tindakan-tindakan yang diambil pada berbagai lapisan pertahanan berlapis dan peningkatkan independensinya; perbaikan fungsi pengungkung. 122. Salah satu dasar yang penting untuk memperkuat pencegahan kecelakaan dan fungsi pengungkung adalah konsensus umum terhadap sasaran keselamatan seperti tercantum pada INSAG-3 [1] untuk reaktor-reaktor masa depan, yakni probabilitas kerusakan teras parah di bawah 10-5 per reaktor tahun operasi digabungkan dengan pengurangan lebih jauh dengan faktor paling tidak sepuluh dalam probabilitas pelepasan yang besar yang membutuhkan penanggulangan luar-tapak jangka pendek. 123. Cara-cara yang mungkin untuk memperkuat pencegahan kecelakaan adalah: meningkatkan inersia panas; mengoptimalkan antar-muka manusia-mesin; memperluas pengunaan teknologi informasi; mengurangi kerumitan; meningkatkan keperawatan (maintainability); memperluas penggunaan sifat pasif; pertimbangan yang lebih sistematik terhadap kemungkinan kegagalan ganda pada desain asli reaktornya. 124. Fungsi pengungkung untuk reaktor-reaktor maju akan diperkuat dengan pendekatan dan inisiatif yang konsisten dengan konsep-konsep berikut: Untuk desain maju, harus ditunjukkan, dengan cara-cara deterministik dan probabilistik, bahwa rangkaian kejadian parah hipotetis yang dapat 29 menyebabkan pelepasan radioaktif dalam jumlah yang besar karena kegagalan

sungkup pada dasarnya dapat dihilangkan dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Kecelakaan-kecelakaan parah yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan sungkup dapat dipertimbangkan secara eksplisit dalam proses desain untuk reaktor maju. Ini berlaku baik untuk pencegahan kecelakaan yang demikian maupun mitigasi konsekuensinya, dan meliputi suatu reviu (estimasi terbaik) fungsi pengungkung secara hati-hati dan realistis dan kesempatan untuk perbaikan dalam skenario yang demikian. Untuk situasi kecelakaan tanpa pelelehan teras, desain maju perlu menunjukkan bahwa tidak dibutuhkan tindakan-tindakan pencegahan (pengungsian atau penampungan) untuk orang-orang yang tinggal di sekitar instalasi. Untuk kecelakaan-kecelakaan parah yang dipertimbangkan secara eksplisit di dalam desain, harus ditunjukkan dengan analisis estimasi terbaik bahwa hanya tindakan-tindakan protektif yang sangat terbatas cakupannya dalam kaitannya dengan baik daerah maupun waktu yang dibutuhkan (termasuk pembatasanpembatasan dalam konsumsi makanan). 5.2. LAPISAN-LAPISAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REKTOR GENERASI MENDATANG 125. Memenuhi tujuan-tujuan keselamatan yang disusun untuk reaktor daya generasi mendatang akan memerlukan perbaikan pada kekuatan dan independensi berbagai lapisan pertahanan. Tujuannya adalah untuk memperkuat aspek preventif dan untuk mempertimbangkan secara eksplisit mitigasi akibat kecelakaan parah konsisten dengan inisiatif-inisiatif yang dinyatakan di dalam Bagian 5.1 di atas. Perkembangan ini akan meliputi kecenderungan-kecenderungan berikut: Lapisan 1, untuk pencegahan operasi abnormal dan kegagalan, diperluas dengan mempertimbangkan cakupan yang lebih luas pada kondisi operasi yang didasarkan pada pengalaman operasi umum dan hasil-hasil studi keselamatan di dalam desain dasarnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi frekuensi kegagalan awal yang diperkirakan dan untuk menghadapi semua kondisi

operasi, termasuk daya penuh, daya rendah dan semua kondisi shutdown yang relevan. Lapisan 2, untuk kendali operasi abnormal dan deteksi kegagalan, akan diperkuat (sebagai contoh dengan penggunaan sistem pembatasan yang lebih sistematis, independen dari sistem kendali) dengan umpan balik pengalaman operasi, antar-muka manusia-mesin yang ditingkatkan dan sistem diagnose yang diperluas. Hal ini mencakup instrumentasi dan kemampuan kendali pada jangkauan yang diperlukan dan penggunaan teknologi digital dengan keandalan yang telah terbukti. Lapisan 3, untuk kendali kecelakaan dalam dasar desain, adalah untuk mempertimbangkan serangkaian kondisi insiden dan kecelakaan yang lebih luas termasuk, beberapa kondisi yang disebabkan oleh kegagalan ganda, untuk mana asumsi-asumsi estimasi dan data terbaik digunakan. Studi probabilistik dan cara-cara analitis yang lain akan memberikan kontribusi pada definisi insiden dan kecelakaan yang akan dihadapi; perhatian khusus perlu diberikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya rentetan bypass sungkup. Lapisan 4, untuk pencegahan penjalaran kecelakaan, adalah dengan mempertimbangkan jangkauan strategi preventif untuk manajemen kecelakaan 30 yang luas secara sistematis dan memasukkan cara-cara untuk mengendalikan kecelakaan akibat kerusakan teras yang parah. Hal ini akan meliputi peralatan yang sesuai untuk melindungi fungsi sungkup seperti kemampuan bangunan sungkup untuk bertahan terhadap pembakaran hidrogen, atau proteksi yang ditingkatkan terhadap lapisan dasar (basemat) untuk mencegah penjalaran pelelehan. Lapisan 5, untuk mitigasi akibat radiologis dari pelepasan yang cukup besar, dapat dikurangi karena perbaikan pada lapisan-lapisan sebelumnya, dan khususnya karena pengurangan faktor sumber. Meski kurang digunakan, Lapisan 5 juga harus dijaga. 31 DAFTAR PUSTAKA [1] INTERNATIONAL NUCLEAR SAFETY ADVISORY GROUP, Basic Safety

Principles for Nuclear Power Plants, Safety Series No. 75-INSAG-3, IAEA, Vienna (1998). [2] INTERNATIONAL NUCLEAR SAFETY ADVISORY GROUP, A Common Basis for Judging the Safety of Nuclear Power Plants Built to Earlier Standards, INSAG Series No. 8, IAEA, Vienna (1995). [3] INTERNATIONAL NUCLEAR SAFETY ADVISORY GROUP, Safety Culture, Safety Series No. 75-INSAG-4, IAEA, Vienna (1991). [4] INTERNATIONAL NUCLEAR SAFETY ADVISORY GROUP, Probabilistic Safety Assessment, Safety Series No. 75-INSAG-6, IAEA, Vienna (1992). [5] INTERNATIONAL COMMISSION ON RADIOLOGICAL PROTECTION, Principles for Intervention for Protection of the Public in a Radiological Emergency, ICRP Publication No. 63, Ann. ICRP 22 4, Pergamon Press, Oxford and New York (1991). [6] INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, International Basic Safety Standards for Protection against ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources, Interim Edition, Safety Series No. 115-I, IAEA, Vienna (1994).