KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 311/MPP/Kep/10/2001 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 67/MPP/Kep/3/2000 TENTANG

Pgs. DIREKTUR JENDERAL

Kop Surat Ditjen PLN. Kanada dan Turki Tahun Kuota 2. DIRUT PT. (P) KBN Kepala POPDI Pulau Batam 4. Kepala IPSKET Pulau Bintan di TEMPAT

4. Sdr. Kepala IPSKET Pulau Bintan di Tempat EDARAN

PETUNJUK PELAKSANAAN NO.1

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 298/DJPLN/X/2001 Tanggal 4 Oktober 2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 751/MPP/Kep/11/2002 TENTANG KETENTUAN IMPOR BESI ATAU BAJA CANAI LANTAIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 732/MPP/Kep/10/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR TEKSTIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 141/MPP/Kep/3/2002 TENTANG NOMOR PENGENAL IMPORTIR KHUSUS (NPIK)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. MESIN. Pelinting. Sigaret. Pengawasan. Penggunaan.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32/MPP/KEP/1/2003 TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 711/MPP/Kep/12/2003

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 364/MPP/Kep/8/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 12/M-DAG/PER/6/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 9/MPP/Kep/1/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR BERAS

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 36/M-DAG/PER/8/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 418/MPP/Kep/6/2003 TENTANG KETENTUAN IMPOR NITRO CELLULOSE (NC)

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA : 04/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG KETENTUAN EKSPOR TIMAH BATANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU

ALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/M-DAG/PER/9/2005

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 107/MPP/Kep/2/1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 417/MPP/Kep/6/2003 TANGGAL 17 JUNI 2003 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 10/M-DAG/PER/6/2005 TANGGAL 10 JUNI 2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR INTAN KASAR

TATA NIAGA IMPOR GULA KASAR (RAW SUGAR) (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KOPI MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M-DAG/PER/6/2005 TANGGAL 30 JUNI 2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 360/MPP/Kep/5/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111/MPP/Kep/2/2002 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL ("CERTIFICATE OF ORIGIN")

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 550/MPP/Kep/10/1999 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 58/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG MODAL BUKAN BARU

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. NOMOR : 643/MPP/Kep/9/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR GULA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 327/MPP/Kep/7/1999

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 41/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KOPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir.

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan T

P E R A T U R A N MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA JASA SURVEY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 372/MPP/Kep/12/2001 TENTANG

2018, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2.

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

2017, No menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 199

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN R.I. NOMOR 662/MPP/Kep/10/2003, TANGGAL 23 OKTOBER 2003

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 27/M-DAG/PER/7/2008

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302MPP/Kep/10/2001 TENTANG

M E M U T U S K A N : : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PERGUDANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.137/MPP/Kep/6/1996 Tentang : Prosedur Impor Limbah

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI NOMOR : 05/DAGLU/PER/6/2008 TENTANG

2 diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

Menteri Perdagangan Republik Indonesia NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/ /M-DAG/PER/9/2007

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 458/MPP/Kep/7/2003 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI. b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN TENTANG TANDA DAFTAR GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/9/2005 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. 590/MPP/Kep/10/1999 T E N T A N G

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2015, No Perdagangan Antarpulau Gula Kristal Rafinasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran

-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Or

2017, No Importir (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1516); 3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tenta

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 324/Kpts/TN.120/4/94 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA T E N T A N G KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /11/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

Mengingat : Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kep/2/2004 tentang Perdagangan Gula Antar Pulau.

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35/M-DAG/PER/8/2009 TENTANG

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 311/MPP/Kep/10/2001 TENTANG KETENTUAN KUOTA EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN R.I. Menimbang : a. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan dan mengembangkan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil khususnya ke Negara-negara Kuota, perlu ditetapkan langkah-langkah penyempurnaan sistem manajemen kuota yang transparan sehingga pemanfaatan kuota lebih optimal dan lebih menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha; b. bahwa penyempurnaan sistem manajemen kuota harus menghasilkan nilai tambah bagi kegiatan ekonomi dan kemudahan dalam menerbitkan Surat Keterangan Ekspor Tekstil (SKET); c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada butir a. dan b. di atas, maka perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Mengingat : 1. Bedrijfsreglementerings ordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86); 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen; 6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 444/MPP/Kep/II/1998 jo. Nomor 24/MPP/Kep/1/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan;

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/Kep/1999; 8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 53/MPP/Kep/2/2000 tentang Pengambil-alihan Kuota Tekstil dan Produk Tekstil. M E M U T U S K A N Mencabut : Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 02/MPP/Kep/1/2001 tentang Ketentuan Kuota Ekspor Tekstil dan produk Tekstil. Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANG- AN TENTANG KETENTUAN KUOTA EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : Pasal 1 PENGERTIAN 1. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah serat, benang, tekstil lembaran, pakaian jadi dan barang jadi lainnya terbuat dari tekstil yang termasuk dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dengan Pos tarif HS Ex-42.02, 50.01 s/d 63.10, Ex-64.05, Ex-65.01, Ex-65.02, Ex- 65.03, Ex-65.04, Ex-65.05, Ex-70.19, Ex-94.04, Ex-96.12. 2. Eksportir Terdaftar Tekstil dan Produk Tekstil (ETTPT) adalah perusahaan yang diizinkan mengekspor TPT Kuota oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 3. TPT Kuota adalah Kategori atau Group TPT yang dikenakan kuota. 4. TPT Non Kuota adalah Kategori atau Group yang tidak dikenakan kuota. 5. ETTPT Produsen adalah perusahaan pemegang ETTPT yang memiliki fasilitas produksi yang menghasilkan TPT sebagaimana dimaksud pada nomor 1. 6. ETTPT Non Produsen adalah perusahaan pemegang ETTPT yang tidak memiliki fasilitas produksi yang menghasilkan TPT sebagaimana dimaksud pada nomor 1. 7. Kuota adalah batas volume maksimum Kategori atau Group TPT yang diizinkan diekspor ke Negara Kuota. 8. Negara Kuota adalah negara pengimpor yang berdasarkan suatu Perjanjian Bilateral yang memberlakukan Kuota.

9. Negara Non Kuota adalah negara pengimpor TPT yang tidak memberlakukan Kuota. 10. Kategori atau Group TPT adalah kelompok TPT tertentu yang tercantum dalam kesepakatan antara negara pengimpor dan pengekspor. 11. Tahun Kuota adalah dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. 12. Kuota Dasar (Base Level Quota) adalah jumlah Kuota awal pada Tahun Kuota berjalan untuk suatu Kategori atau Group TPT tertentu.. 13. Kuota Pertumbuhan (KPt) adalah Kuota Tambahan yang diberikan oleh Negara Kuota pada Tahun Kuota yang besarnya sesuai dengan Perjanjian Bilateral. 14. Kuota Kerja (Working Level) adalah Kuota pada Tahun Kuota berjalan yang diperoleh setelah dilakukan penyesuaian berdasarkan Perjanjian Bilateral.. 15. Kuota Tidak Terealisasi (Carry Over) adalah sisa Kuota pada tahun sebelumnya yang dapat digunakan pada Tahun Kuota berjalan sesuai dengan Perjanjian Bilateral. 16. Pergeseran (Swing) adalah Kuota yang dapat dipindahkan dari satu Kategori atau Group TPT ke Kategori atau Group TPT lainnya. 17. Pertukaran (Swap) adalah Kuota yang dipindahkan atau dipertukarkan dengan Kuota dari negara lain pada Tahun Kuota berjalan. 18. Alokasi adalah pembagian kuota Kategori atau Group TPT oleh Pemerintah kepada ETTPT. 19. Kuota Tetap (KT) adalah jenis Kuota yang dialokasikan setiap tahun yang bersumber dari Kuota Dasar. 20. Penitipan KT adalah Kuota Tetap yang diserahkan kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan karena tidak dapat direalisasikan pada Tahun Kuota berjalan. 21. Pengalihan Kuota Tetap adalah pemindahan kepemilikan KT dari satu ETTPT kepada ETTPT lainnya. 22. Kuota Sementara Murni (KSM) adalah selisih antara Kuota Dasar dengan alokasi KT Nasional. 23. Kuota Fleksibilitas (KF) adalah Kuota yang berasal dari Kuota Tidak Terealisasi, Pergeseran, Pertukaran, Penitipan KT dan Kuota Handicraft. 24. Kuota Pergeseran Khusus (Kuota Spesial Shift/KSS) adalah jenis Kuota yang berasal dari perpindahan antar Kategori TPT tertentu sesuai dengan Perjanjian Bilateral. 25. Kategori Donor adalah Ketegori TPT tertentu yang berdasarkan Perjanjian Bilateral dijadikan sebagai sumber perpindahan untuk Kategori TPT tertentu lainnya. 26. Kategori Penerima adalah Kategori tertentu yang berdasarkan Perjanjian Bilateral dijadikan sebagai penerima perpindahan dari Kategori Donor tertentu lainnya.

27. Kuota Pinjaman (KP) adalah Kuota yang dipinjam dari Kuota Dasar Tahun Kuota berikutnya yang digunakan pada Tahun Kuota berjalan sesuai dengan Perjanjian Bilateral. 28. Kewajiban Ekspor (KE) adalah keharusan untuk merealisasikan kuota yang telah dialokasikan. 29. Prestasi Realisasi (PR) adalah realisasi ekspor suatu ETTPT dibandingkan dengan Kewajiban Ekspornya dalam satu Tahun Kuota. 30. Prestasi Realisasi Nasional (PRN) adalah realisasi ekspor nasional dibandingkan dengan Kuota Dasar dalam satu Tahun Kuota. 31. Surat Keterangan Ekspor TPT (SKET) adalah Dokumen Penyerta TPT Kuota yang membuktikan bahwa TPT Kuota tersebut berasal dari Indonesia yang telah memenuhi Perjanjian Bilateral. 32. Instansi Penerbit Surat Keterangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (IPSKET) adalah Instansi atau lembaga yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk menerbitkan SKE. 33. Kuota Global adalah Kuota yang dialokasikan kepada IPSKET pada waktu tertentu untuk dibagikan kepada ETTPT di wilayahnya. 34. Kuota Non Global adalah Kuota yang dibagikan setiap saat sepanjang Kuota dimohon masih tersedia. 35. Kemitraan adalah bentuk kerjasama antara sesama ETTPT-PKK atau antara ETTPT-PKK dengan ETTPT-PMB dalam merealisasikan Kuota yang telah dialokasikan. 36. Atas Nama (Under Name) adalah bentuk kerjasama antara ETTPT-PMB dengan ETTPT- PMB lainnya dalam merealisasikan Kuota yang telah dialokasikan. Pasal 2 EKSPORTIR TERDAFTAR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (1) Pengakuan ETTPT Perusahaan Kecil dan Koperasi (ETTPT-PKK) dilakukan oleh Pejabat IPSKET setempat, yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. memiliki unit produksi 15-150 unit mesin jahit industri (high speed) atau mesin rajut datar dalam keadaan operasional b. merupakan badan usaha sendiri yaitu bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau besar c. lokasi pabrik sesuai alamat perizinan yang dimiliki dan tidak melebihi dari satu perusahaan ETTPT Produsen dalam satu alamat. (2) Pengakuan ETTPT Perusahaan Menengah Besar (ETTPT-PMB) dilakukan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

(3) Penomoran kode komputer untuk ETTPT-PKK dan ETTPT-PMB diatur oleh Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (4) Permohonan penerbitan ETTPT harus dilengkapi dengan dokumen : a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); b. Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI); c. Realisasi ekspor sendiri TPT Non Kuota; d. Tanda Daftar Perusahaan (TDP); e. Berita Acara Pemeriksaan fisik kantor dan unit produksi serta kapasitas produksi perusahaan yang ditanda-sahkan oleh pejabat IPSKET dimana perusahaan berdomisili. (5) Perusahaan yang telah memperoleh pengakuan sebagai ETTPT, wajib melaporkan kepada Instansi Penerbit ETTPT untuk setiap perubahan isi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) ETTPT Non Produsen yang telah ada sebelum Keputusan ini dikeluarkan dinyatakan tetap berlaku dan hanya memperoleh alokasi KT yang dimiliki. Pasal 3 INSTANSI PENERBIT SURAT KETERANGAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (1) Menteri Perindustrian dan Perdagangan menunjuk IPSKET sebagai berikut : a. PT (Persero) Kawasan Berikat Nusantara; b. Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam; c. Instansi atau Dinas pada daerah Propinsi dan atau DATI II yang membidangi perindustrian dan perdagangan; d. Instans i atau Lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. (2) IPSKET berwenang menerbitkan SKET sesuai dengan perjanjian bilateral yaitu berupa : a. Visaed Commercial Invoice untuk Amerika Serikat; b. Export Licence untuk Eropa dan Turki; c. SKA Form K untuk Kanada (3) ETTPT yang akan mengekspor Kategori atau Group TPT ke Negara Kuota wajib mengajukan permohonan SKET yang memenuhi ketentuan asal barang Negara Kuota dimaksud. Pasal 4 PENGAJUAN ALOKASI KUOTA (1) ETTPT-PKK Produsen yang telah memiliki KT dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh alokasi KPt, KSM, KP, KF, dan KSS. (2) ETTPT-PKK Produsen yang belum memiliki KT hanya dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh alokasi KPt, KSM dan KF.

(3) ETTPT-PMB Produsen yang telah memiliki KT dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh alokasi KF, KSS dan KP. (4) ETTPT-PMB Produsen yang belum memiliki KT hanya dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh alokasi KSM, KP, KF dan KSS. (5) ETTPT-Non Produsen hanya memperoleh alokasi sebesar maksimum realisasi KT Tahun Kuota sebelumnya. Pasal 5 KUOTA TETAP (1) Alokasi KT dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam 2 (dua)tahap dan diumumkan melalui IPSKET setempat, sebagai berikut : a. Tahap I (sementara) diumumkan selambat-lambatnya pada Minggu Keempat bulan Desember Tahun Kuota berjalan. b. Tahap II (definitif) diumumkan selambat-lambatnya pada Minggu Ketiga bulan Januari Tahun Kuota berikutnya. (2) ETTPT yang memiliki KT dan merealisasikan ekspornya pada Tahun Kuota berjalan dapat memperoleh alokasi KT sebesar KT yang direalisasikan untuk Tahun Kuota berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b. (3) Dalam hal KT yang dialokasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak sesuai dengan perhitungan yang dilakukan ETTPT, maka ETTPT yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan peninjauan ulang perhitungan KT. (4) KT yang tidak direalisasikan ekspornya akan dikurangkan dari alokasi KT Tahun berikutnya sebesar KT yang tidak direalisasikan. (5) ETTPT dapat mengalihkan KT miliknya kepada ETTPT lain secara langsung dan melaporkan kepada IPSKET setempat untuk mendapat pengesahan. Pasal 6 KUOTA PERTUMBUHAN (1) ETTPT-PKK dapat mengajukan permohonan KPt Tahun Kuota berikutnya kepada IPSKET setempat. (2) Sumber KPt untuk ETTPT-PKK berasal dari Pertumbuhan Kuota Dasar sebesar 6% kecuali kategori yang pertumbuhannya dibawah 6%. (3) Jumlah ETTPT yang berhak mendapat alokasi KPt ditentukan setelah melalui seleksi oleh Tim Pengkajian Kelayakan ETTPT. (4) Jumlah dan Kategori atau Group TPT KPt diberikan kepada masing-masing IPSKET secara Global oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

(5) Kriteria untuk memperoleh KPt diatur sebagai berikut : a. tidak pernah mengalihkan KPt yang diperoleh b. orang atau badan usaha yang memiliki lebih dari satu ETTPT, hanya dapat memperoleh KPt untuk salah satu ETTPT. c. ETTPT yang pernah mendapatkan KPt tiga kali atau lebih, tidak memperoleh KPt pada Tahun berikutnya. d. ETTPT yang dapat mengajukan KPt, memiliki Izin Usaha Industri/TDI yang telah berlaku 1 (satu) tahun ke atas. (5) Permohonan KPt ditanda-tangani oleh pemilik ETTPT dan jika bermitra dengan ETTPT lainnya harus dilengkapi dengan surat perjanjian kerjasama. Pasal 7 KUOTA SEMENTARA MURNI (1) ETTPT yang memiliki unit produksi baik yang memiliki KT ataupun yang tidak memiliki KT dapat mengajukan permohonan memperoleh KSM kepada Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (2) ETTPT produsen yang memiliki KT atau tidak memiliki KT yang melaksanakan ekspor TPT ke negara non kuota dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh KSM pada kategori yang sama kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri. (3) Sumber KSM Nasional yang tersedia dihitung berdasarkan selisih antara kuota dasar dengan alokasi Kuota Tetap (KT) nasional. (4) KSM dialokasikan secara proporsional kepada ETTPT berdasarkan Prestasi Realisasi (PR) masing-masing ETTPT. (5) Penetapan alokasi KSM untuk masing-masing ETTPT, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri melalui IPSKET setempat. (6) ETTPT yang mempunyai Prestasi Realisasi (PR) 90% atau lebih dari Kewajiban Ekspor (KE) pada tahun kuota sebelumnya, maka pada tahun kuota berikutnya jumlah KSM yang direalisasikan dapat menjadi KT. Pasal 8 KUOTA FLEKSIBILITAS (1) ETTPT Produsen dapat memperoleh KF, dengan cara : a. mengajukan permohonan kepada IPSKET setempat bagi ETTPT-PKK b. mengajukan permohonan kepada Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri bagi ETTPT-PMB.

(2) KF Global dialokasikan pada bulan Maret dan Juli sedangkan KF Non Global dialokasikan setiap saat mulai bulan Pebruari selama Kuota masih tersedia. (3) Sumber KF yang tersedia dialokasikan kepada ETTPT-PKK sebesar 60% dan kepada ETTPT-PMB sebesar 40%. (4) ETTPT yang mengalihkan 10% atau lebih dari KT yang dimiliki, tidak berhak memperoleh KF untuk kategori tersebut pada Tahun Kuota berjalan. (5) Jumlah dan Kategori atau Group TPT yang dapat dialokasikan sebagai KF untuk ETTPT- PKK, diberitahukan kepada masing-masing IPSKET oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (6) Jumlah dan Jenis Kuota untuk masing-masing wilayah IPSKET, dialokasikan secara Global dan proporsional sesuai dengan jumlah ETTPT-PKK oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (7) Penetapan alokasi KF untuk ETTPT-PKK, dilaksanakan oleh IPSKET setempat. (8) Penetapan alokasi KF Global untuk ETTPT-PMB, dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dengan ketentuan : a. dalam hal KF yang dimohon lebih kecil dari KF yang tersedia, maka KF dialokasikan kepada masing-masing perusahaan maksimal sesuai dengan yang dimohon. b. dalam hal KF yang dimohon lebih besar dari KF yang tersedia, maka KF dialokasikan kepada masing-masing perusahaan secara proporsional berdasarkan kapasitas produksi terpasang yang tercantum dalam izin industri yang bersangkutan. (9) Masa berlaku KF Global adalah 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkan surat alokasi dan tidak dapat diperpanjang, sedangkan masa berlaku KF Non Global adalah 4 (empat) bulan. Pasal 9 KUOTA PINJAMAN (1) ETTPT Produsen dapat memperoleh Kuota Pinjaman, dengan cara : a. mengajukan permohonan kepada IPSKET setempat bagi ETTPT-PKK b. mengajukan permohonan kepada Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri bagi ETTPT-PMB. (2) Kuota Pinjaman dapat dialokasikan kepada ETTPT produsen yang telah merealisasikan KT pada Tahun Kuota berjalan dan tidak mengalihkan 10% atau lebih KT dari Kategori atau Group TPT dimaksud, dengan cara : a. mulai bulan Januari Tahun Kuota berjalan, ETTPT Produsen pemilik KT dapat mengajukan KP maksimal sesuai dengan Perjanjian Bilateral dan tidak melebihi dari KT yang telah direalisasikan.

b. mulai bulan Juni Tahun Kuota berjalan, ETTPT Produsen pemilik KT yang telah merealisasikan kuota TPT sebesar 50% atau lebih, dapat mengajukan KP lebih besar dari Perjanjian Bilateral dan maksimum sebesar realisasi ekspor KT-nya. c. permohonan KP berikutnya akan diproses, apabila alokasi KP sebelumnya telah direalisasikan ekspornya minimal sebesar 80%. (3) ETTPT Produsen yang memiliki KT dan tidak memanfaatkan sebagian atau seluruh hak KP dalam Tahun Kuota berjalan, hak KP tersebut dapat dimanfaatkan oleh ETTPT yang tidak memiliki KT dengan menggunakan jaminan ETTPT yang memiliki KT dimaksud dan bersedia dipotong pada Tahun Kuota berikutnya. (4) Alokasi Kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas, diberikan dalam bentuk KF dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Masa berlaku KP adalah maksimum 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkan surat alokasi dan tidak dapat diperpanjang. (6) KP untuk ETTPT-PKK di wilayah IPSKET dialokasikan secara Global oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri berdasarkan proporsi KT yang dimiliki ETTPT-PKK di masing-masing IPSKET. (7) Penetapan alokasi KP untuk ETTPT-PKK, dilaksanakan oleh IPSKET setempat berdasarkan persentase tertentu sesuai dengan Perjanjian Bilateral dan tidak melebihi dari KT yang telah direalisasikan oleh masing-masing ETTPT-PKK. (8) Penetapan alokasi KP untuk ETTPT-PMB, ditetapkan oleh Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (9) KP yang direalisasikan akan diperhitungkan pada Tahun Kuota berikutnya, kecuali jika tidak terjadi pengurangan Kuota Dasar secara Nasional oleh Negara Kuota atau realisasi ekspor nasional berada di bawah atau sama dengan Kuota Dasar. (10)Apabila Negara Kuota mengurangi Kuota Dasar, yang diperhitungkan dari realisasi KP Tahun Kuota sebelumnya, maka perhitungan KP bagi masing-masing ETTPT dilakukan secara proporsional sesuai dengan realisasi KP masing-masing ETTPT tersebut. Pasal 10 KUOTA PERGESERAN KHUSUS (KUOTA SPECIAL SHIFT/KSS) (1) ETTPT produsen yang memiliki KT Kategori Donor dan KT Kategori Penerima dapat memperoleh KSS, dengan cara : a. mengajukan permohonan kepada IPSKET setempat bagi ETTPT-PKK. b. mengajukan permohonan kepada Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri bagi ETTPT-PMB.

(2) KSS dialokasikan kepada ETTPT Produsen yang memiliki KT kedua Kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 2 (dua) tahap pada Tahun Kuota berjalan. (3) Tahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sebagai berikut : a. Tahap I dimulai pada minggu pertama bulan Maret b. Tahap II dimulai pada minggu pertama bulan Juli. (4) Jumlah dan Kategori TPT KSS untuk ETTPT-PKK masing-masing wilayah IPSKET, dialokasikan secara Global oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri berdasarkan persentase tertentu sesuai dengan Perjanjian Bilateral. (5) Penetapan alokasi KSS untuk ETTPT-PKK dilaksanakan oleh IPSKET setempat. (6) Penetapan alokasi KSS untuk ETTPT-PMB dilaksanakan oleh Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (7) KT Kategori Penerima dan Kategori Donor yang dapat dipertukarkan untuk KSS adalah KT yang bukan berasal dari pengalihan atau KPt. (8) KSS yang direalisasikan diperhitungkan sebagai KT Kategori asalnya pada Tahun Kuota berikutnya. (9) ETTPT yang mengalihkan 10% atau lebih dari KT Kategori Penerima, tidak berhak memperoleh KSS pada Tahun Kuota berjalan. Pasal 11 KEMITRAAN (1) ETTPT Produsen yang tidak dapat merealisasikan sendiri kuota ekspornya, dapat mengajukan permohonan Kemitraan dengan ETTPT Produsen lainnya kepada IPSKET setempat. (2) Jenis kuota TPT yang dapat dimitrakan meliputi KT, KPt, KSM, KF dan KSS. (3) Masa berlaku Kuota Kemitraan untuk semua jenis kuota pada butir (2) pasal ini maksimal 4 (empat) bulan dari tanggal alokasi kuota tersebut dan tidak dapat diperpanjang. (4) SKET dikeluarkan atas nama penerima Kuota (5) Prestasi Realisasi ekspor Kemitraan diberikan kepada pemilik Kuota (6) Kuota hasil Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan atau dimitrakan kembali kepada ETTPT Produsen lainnya. Pasal 12 ATAS NAMA (UNDER NAME)

(1) Kuota yang tidak dapat direalisasikan sendiri ekspornya, dapat digunakan oleh ETTPT lain untuk mengekspor Kategori atau Group TPT yang (Atas Nama/Under Name) (2) ETTPT lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan pelaksanaan Atas Nama kepada IPSKET setempat dengan tembusan kepada Direktur Ekspor Produk Industri. (3) Atas Nama (under name) yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah yang direalisasikan sejak diberlakukannya Keputusan ini. (4) Jenis kuota yang dapat di-atas Nama-kan adalah KT, KPt, KSM, KP, KF dan KSS yang bukan berasal dari kemitraan. (5) SKET dikeluarkan atas nama ETTPT pemilik Kuota. (6) Prestasi Realisasi ekspor Atas Nama, diberikan kepada ETTPT pemilik barang dalam bentuk KSM pada Tahun Kuota berikutnya. Pasal 13 PENITIPAN KUOTA TETAP (1) ETTPT dapat mengajukan penitipan KT kepada Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri setelah permohonan tersebut ditanda-sahkan oleh IPSKET setempat paling lambat 31 Oktober tahun kuota berjalan. (2) Selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja sejak tanggal diterimanya penitipan KT dari ETTPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IPSKET setempat harus sudah mengurangkan dan mengembalikan Kategori tersebut sejumlah yang dititipkan kepada Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (3) ETTPT yang telah menitipkan KT selama 2 (dua) tahun berturut-turut, KT tersebut akan dikurangkan sebesar rata-rata yang dititipkan selama 2 (dua) tahun. (4) Pengurangan KT dilakukan pada awal Tahun Kuota berikutnya. (5) Jenis kuota yang dapat dititipkan kepada Direktur Ekspor Produk Industri, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri adalah KT yang bukan berasal dari pengalihan dan kemitraan. Pasal 14 PEMANTAUAN KUOTA TPT (1) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan dan mendorong peningkatan ekspor TPT, dilakukan pemantauan realisasi ekspor TPT Kuota oleh PT Sucofindo. (2) Pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja antara PT Sucofindo dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

(3) Pemantauan Kuota tersebut, dilakukan dengan Sistim Monitoring Kuota Ekspor TPT yang dapat diakses oleh para Pengusaha TPT/Asosiasi melalui Web Site Depperindag dan Web Site PT Sucofindo. Pasal 15 SANKSI (1) ETTPT diberi peringatan tertulis apabila : a. tidak melaporkan kepada Instansi penerbit ETTPT atas perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (6) c. tidak melaporkan atas realisasi ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3). (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri. (3) ETTPT dibekukan apabila tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Selama ETTPT yang bersangkutan dibekukan, maka ETTPT tersebut dilarang melakukan ekspor ke Negara Kuota. (5) Jangka waktu pembekuan ETTPT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 6 (enam) bulan. (6) ETTPT yang telah dibekukan dapat diberlakukan kembali apabila ETTPT yang bersangkutan telah mengindahkan peringatan dengan melakukan perbaikan dan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan ini. (7) ETTPT dicabut apabila : a. perolehan ETTPT didasarkan pada keterangan/data yang tidak benar atau palsu dari perusahaan yang bersangkutan. b. ETTPT yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan setelah melampaui batas waktu pembekuan. (8) Pembekuan dan pencabutan ETTPT dilakukan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan ETTPT. Pasal 16 Pelaksanaan dari Keputusan ini, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Pasal 17 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di JAKARTA Pada tanggal 30 Oktober 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA RINI M.S. SOEWANDI