RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak I. PEMOHON Yayasan Satu Keadilan yang diwakili oleh Sugeng Teguh Santoso, S. H., dan Syamsul Alam Agus, S.H.,.. selanjutnya disebut Pemohon KUASA HUKUM Heri Perdana Tarigan, S.H., Sahputra Tarigan, S.H., Prasetyo Utomo, Roy Valiant Sembiring, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 9 Juli 2016. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak selanjutnya disebut UU 11/2016. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat(2) UUD 1945: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ; 2. Pasal 24C ayat(1) UUD 1945: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; 3. Pasal 10 ayat(1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah Organisasi Non Pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang didirikan atas dasar kepedulian untuk dapat memberikan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia yang merasa dirugikan, dengan ketentuan pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penghapusan Pajak.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Pasal 1 angka 1 dan angka 7 UU 11/2016 1. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. 7. Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak. Pasal 3 ayat (1) UU 11/2016 Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. Pasal 4 UU 11/2016 (1) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar: a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku; b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. (2) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar: a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang- Undang ini mulai berlaku; b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang- Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
(3) Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar: a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan, untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. Pasal 5 UU 11/2016 1. Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan. 2. Dasar pengenaan Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dihitung berdasarkan nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. 3. Nilai Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat(2) merupakan selisih antara nilai Harta dikurangi nilai Utang. Pasal 22 UU 11/2016 Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Pasal 23A UUD 1945 Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pasal 27 ayat(1) UUD 1945 Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Menurut Pemohon frasa Penghapusan Pajak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (1) bertentangan dengan ketentuan Pasal 23A UUD 1945 karena menurut Pasal 23A pelaksanaan perpajakan bersifat memaksa bukan mengampuni; 2. Pemohon menyatakan implikasi atas perbedaan makna antara Pasal 23A UUD 1945 dengan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (1) UU 11/2016 dimana bergesernya sistem perpajakan yang semula secara filosofis memiliki sifat memaksa menjadi sistem perpajakan yang kompromis melalui sistem pengampunan sehingga menghilangkan potensi pemasukan negara secara pasti dalam penerimaan pajak Negara; 3. Menurut Pemohon ketentuan mengenai uang tebusan dalam UU 11/2016 menempatkan pemerintah telah melakukan diskriminasi, dengan memposisikan wajib pajak yang taat dengan yang tidak taat secara berbeda serta lebih cenderung kepada memberikan perlakuan khusus kepada wajib pajak yang tidak taat dalam melakukan pembayaran pajak; 4. Bahwa Frasa Uang Tebusan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 7 yang direalisasikan dengan adanya ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 UU 11/2016 bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 5. Pemaknaan kalimat tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas memiliki makna imunitas bagi Menteri Keuangan, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak; 6. Kekhawatiran yang timbul atas makna imunitas tersebut adalah kewenangan absolut tanpa pengawasan serta evaluasi dari masyarakat sehingga dalam menjalankan kewenanganya Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan tidak dapat diawasi, dimana cenderung akan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, dan tidak tertutup kemungkinan tumbuh budaya koruptif, mengingat objek dibalik kewenangan dan informasi yang tidak dapat diakses oleh masyarakat tersebut adalah sesuatu yang memiliki nilai. 7. Sehingga frasa tidak dapat dalam ketentuan Pasal 22 UU 11/2016, bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;
VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; 2. Menyatakan Frasa Penghapusan Pajak dalam Pasal 1 angka 1 serta Pasal 3 ayat (1), 1 angka 7, Pasal 6, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945, sepanjang dimaknai pengahapusan pajak ialah Penghapusan Pajak yang seharunya terutang tidak dikenai Sanksi Administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar Uang Tebusan; 3. Menyatakan Frasa Uang tebusan dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 5, dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak; 4. Menyatakan Frasa Pengampunan Pajak dalam Pasal 1 angka 1 serta Pasal 3 ayat (1), 1 angka 7, Pasal 6, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penghapusan Pajak bertentangan dengan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai penghapusan pajak ialah Penghapusan Pajak yang seharunya terutang tidak dikenai Sanksi Administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar Uang Tebusan; 5. Menyatakan Frasa tidak dapat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang dimaknai Menteri Keuangan, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak memiliki kekebalan hukum yang tidak dapat dituntut atau dimintai pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun secara perdata; 6. Menyatakan Frasa tidak dapat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai Menteri Keuangan, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan Pengampunan Pajak memiliki kekebalan hukum yang tidak dapat dituntut atau dimintai pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun secara perdata; 7. Memerintahkan amar Putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 ayat (1) tentang Penghapusan Pajak; Jika Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)