BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

REPRESENTASI PENYELESAIAN MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN ARITMATIKA SOSIAL OLEH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Menara Kudus), Jilid II, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, (Kudus:

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Handayani Eka Putri, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS ANAK USIA DINI

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB V PEMBAHASAN. analisis deskriptif. Berikut pembahasan hasil tes tulis tentang Kemampuan. VII B MTs Sultan Agung Berdasarkan Kemampuan Matematika:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373)

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN. A. Bruner Dan Teorinya

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

(universal) sehingga dapat dipahami oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

Representasi Matematis Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat Ditinjau dari Perbedaan Gender

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3.

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki alat-alat potensial yang harus dikembangkan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Representasi Mahasiswa Berkemampuan Matematika Tinggi Dalam Memecahkan Masalah Program Linier

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN INTERAKTIF Purnama Ramellan 1), Edwin Musdi 2), dan Armiati 3)

BAB II KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAMMATERI BARISAN DAN DERET ARITMATIKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

Pertemuan Ke-4. Oleh: M. Jainuri, S.Pd., M.Pd. Pendidikan Matematika. STKIP YPM Bangko. Teori Belajar Kognitif_M. Jainuri, S.Pd., M.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 1. Representasi a. Pengertian Representasi A. Kajian Pustaka Representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengomunikasikan) hasil kerjanya dengan cara tertentu (cara konvensional atau tidak konvensional) sebagai hasil interpretasi dari pikirannya (Kartini 2009). Adapun standar representasi yang ditetapkan National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) untuk program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 adalah bahwa harus memungkinkan siswa untuk: 1. membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika, 2. memilih, menerapkan, dan menterjemahkan antar representasi matematika untuk memecahkan masalah, 3. menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan matematika. Hudojo (dalam Soedjoko, 2009 : 8) mengungkapkan representasi sebagai gambaran mental yang merupakan proses belajar yang dapat dimengerti dari perkembangan mental yang sudah dimiliki seseorang yang tercermin sebagaimana yang terungkap seperti yang divisualisasikan dalam wujud verbal, gambar, dan benda konkrit. Wahyudin (2008) juga menambahkan bahwa representasi bisa membantu para siswa untuk mengatur pemikirannya. Selain itu, dalam Smith (2003) NCTM menyebutkan The representation students develop help teachers understand student ways of interpreting and thinking about mathematics. Artinya, representasi yang dikembangkan oleh siswa membantu guru dalam memahami cara siswa menafsirkan dan pemikirannya tentang matematika. 7

Wiryanto (2012b : 164) mengungkapkan bahwa representasi terjadi melalui dua tahapan, yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Ide matematika yang memungkinkan seseorang bekerja berdasarkan ide tersebut merupakan representasi internal. Gagasan yang dituangkan melalui gambar, peragaan benda konkrit, dan kalimat tertulis (verbal) merupakan wujud representasi eksternal. Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental pikirannya (minds-on). Namun, representasi internal seseorang itu dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya dalam berbagai kondisi, misalnya dari pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hand-on). Dalam standar representasi NCTM yang dijabarkan di atas, secara eksplisit, standar representasi yang dibahas fokus pada penggunaan representasi eksternal dan hanya secara implisit fokus pada representasi internal. Hal ini disebabkan tidak ada seseorang yang secara langsung dapat mengamati representasi internal orang lain, representasi internal hanya dapat diduga dengan membuat pendekatan berdasarkan representasi eksternal atau interaksi keduanya. Chandra (2009 : 1) mengungkapkan bahwa ada empat ide mengenai konsep representasi, yaitu: (1) Dalam domain matematika, representasi dapat diartikan sebagai internal-abstraction of mathematical ideas or cognitive schemata that are developed by the learner through experience. Hal ini berarti representasi merupakan proses mencari kesamaan-kesamaan dengan mereduksi perbedaan-perbedaan (abstraksi) terhadap ide-ide matematika atau skemata kognitif yang terjadi dalam pikiran (internal) pembelajar yang dikembangkannya melalui pengalaman. (2) Representasi didefinisikan sebagai mental reproduction of a former mental state. Ini berarti representasi merupakan pembuatan kembali (reproduksi) gambar-gambar secara internal berdasarkan pada pemaknaan mental sebelumnya. (3) Representasi diartikan sebagai a structurally equivalent presentation through pictures, symbols and signs. Jadi, representasi berarti penghadiran konsep-konsep melalui gambar-gambar, simbol-simbol, dan tanda-tanda abstrak yang ekuivalen secara struktural. 8

(4) Representasi dikenal juga sebagai something in place of something, yang berarti sesuatu sebagai wakil dari sesuatu. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa reperesentasi adalah ungkapan gagasan seseorang sebagai akibat aktivitas pikirannya yang dapat disalurkan melalui alat peraga, gambar, bahasa tulisan, atau simbol-simbol baku. 9 b. Peranan dan Fungsi Representasi dalam Pembelajaran Matematika sebagai berikut. (Luitel, 2009 : 7) mengungkapkan tujuh peranan representasi (1) Representasi sebagai alat komunikasi. Untuk dapat mengkomunikasikan gagasan atau ide matematika, siswa perlu merepresentasikannya dalam beberapa bentuk seperti tabel (tables), gambar (drawing), grafik (graph), ekspresi atau notasi matematis (mathematical expressions), serta menulis dengan bahasa sendiri, baik formal maupun informal (written text). (2) Representasi sebagai Indikator Sikap siswa terhadap Matematika. Representasi internal suatu konsep merupakan wakil konsep tersebut dalam pikiran siswa. Wakil ini dibutuhkan terutama ketika siswa ingin membicarakan atau mempelajari suatu konsep matematika. Siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar, jika tidak memiliki wakil konsep. Sebagai contoh, siswa akan kesulitan untuk mencari suku ke-n dari barisan bilangan 1, 5, 9,, jika tak dapat mengidentifikasi pola bilangan yang terbentuk. Dengan demikian, ada tidaknya wakil suatu konsep dalam pikiran siswa menjadi salah satu indikator apakah siswa paham konsep tersebut atau tidak? Apakah siswa dapat menyelesaikan masalahmasalah yang berkaitan dengan konsep tersebut atau tidak? Siswa yang merasa tidak paham atau tidak bisa lambat laun akan mempunyai sikap tidak menyukai matematika. Sebaliknya, siswa yang bisa akan termotivasi untuk terus belajar matematika. Ada tidaknya representasi internal (wakil konsep) menjadi indikator sikap siswa terhadap matematika.

(3) Representasi Sebagai Bukti Pemahaman Matematika Siswa. Representasi eksternal mengambarkan apa yang ada dalam pikiran seseorang (representasi internal). Misalkan seorang siswa merepresentasikan barisan aritmetika dengan wakil yang tidak sesuai. Ini berarti siswa belum paham mengenai definisi barisan aritmetika. Sebaliknya, siswa yang mampu merepresentasikan dengan baik menunjukkan pemahaman terhadap suatu konsep tersebut. Dengan demikian, representasi menjadi bukti dari pemahaman matematika siswa. (4) Representasi sebagai Penghubung antar Konsep-konsep. Representasi bukanlah entitas sesuatu, tetapi merupakan ide-ide beragam dari pernyataan-pernyataan hubungan-hubungan, konsepkonsep dan prinsip-prinsip. Lebih lanjut, representasi membantu memvisualisasi hubungan-hubungan antara konsep-konsep. Representasi dari barisan aritmetika membutuhkan hubungan antara suku satu dengan suku selanjutnya. Untuk menentukan suku selanjutnya membutuhkan pemahaman yang jelas tentang beda antar suku dan suku awal. Jadi, terjadi hubungan-hubungan antara konsepkonsep ketika siswa mau merepresentasikan sebuah barisan aritmetika. (5) Reperesentasi Merupakan Proses Pengembangan yang Berada Dalam Kontinum Prosedural Konseptual. Menurut Karmiloff Smith, informasi implisit yang tersimpan dalam otak berbentuk representasi internal. Informasi tersebut disimpan melalui suatu proses berulang (iteratif) yang disebut proses redeskripsi. Berikut tabel yang menggambarkan proses Representasi Redeskripsi (RR) Tabel 2.1 Model RR 3 phase (Luitel 2000) Fase Menyatakan Berhubungan dengan Tujuan Prosedural Kinerja Algoritma mnemonic, Orientasi sukses fakta-fakta, dan rumus Meta Prosedural Pengetahuan Internal Konseptual Pengaturan pengetahuan dengan jaringan mental internal Jaringan fakta-fakta, rumus, dan pengalaman sebelumnya Pengetahuan relasional dan konseptual Orientasi perilaku organisasi 10 Membuat kontrol pada kontinum eksternalinternal Menurut model RR, pada fase prosedural, siswa lebih berorientasi pada hasil dan menunjukkan kinerja algoritma mereka. Pada fase meta prosedural, sifat representasi berbeda dengan fase sebelumnya. Siswa menunjukkan konstruksi meta prosedural, sebagai contoh interpretasi dari algoritma dan rasionalisasi dari prosedur tersebut. Pada tingkat 3, mereka menunjukkan kontrol atas kontinum eksternal-internal dimana

representasi diatur dalam jaringan mental siswa. Sebagai contoh, siswa dapat menyatakan situasi masalah dalam bentuk-bentuk apa yang ditanyakan, proses apa yang digunakan, dan apa kemungkinan solusi yang melibatkan konsep-konsep dalam masalah. 11 (6) Sistem Representasi dapat Mengatasi Penghalang-penghalang Kognitif. Penghalang kognitif adalah suatu potongan pengetahuan dari siswa yang telah memuaskan pada waktu menyelesaikan masalahmasalah tertentu, dan telah tersimpan dalam pikirannya tetapi menjadi tidak kemudian ketika menghadapi masalah-masalah baru, pengetahuan siswa tersebut tidak cukup dan kesulitan untuk beradaptasi. Penghalang-penghalang tersebut dapat diatasi melalui meningkatkan kekuatan system representasional. Pada umumnya, penghalang dapat diatasi karena sistem-sistem representasional dihubungkan satu sama lain. Sebagai contoh, representasi aturan perkalian akan mudah dipahami jika dihubungkan dengan konsep penjumlahan. Demikian juga, jika representasi dikembangkan melalui perspektif yang lebih luas maka akan membantu dalam pembelajaran selanjutnya. (7) Representasi bukanlah metode tetapi bagian dari proses mengkonstruksi ide-ide matematika. Representasi bukanlah metode atau teori pembelajaran. Dengan representasi, siswa mengkonsolidasi ide-ide mereka dalam suatu cara yang simetrik. Pada umumnya, representasi membantu dalam penyederhanaan struktur paradigmatik dari belajar pengetahuan matematika. Kalathil & Sherin (Kartini,2009 : 367) melaporkan bahwa ada tiga fungsi representasi eksternal yang dihasilkan siswa dalam belajar matematika. Representasi digunakan untuk memberikan informasi kepada guru mengenai bagaimana siswa berpikir mengenai suatu konteks atau ide matematika. Representasi digunakan untuk memberikan informasi tentang pola dan kecenderungan (trend) diantara siswa. Representasi digunakan oleh guru dan siswa sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.

c. Representasi menurut Pandangan Bruner Bruner (dalam Wiryanto : 2012a) membedakan tiga jenis model mental representasi, yaitu: (1) Representasi Enaktif (enactive) adalah representasi sensorimotor yang dibentuk melalui aksi atau gerakan. Pada tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak yang terlibat dalam memanipulasi objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan dengan menggunakan benda-benda konkret. (2) Representasi Ikonik (iconic) berkaitan dengan image atau persepsi, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan/diwujudkan dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram. (3) Representasi Simbolik (symbolic) berkaitan dengan bahasa matematika dan simbol-simbol. Anak sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols) baik simbol-simbol verbal (misalnya hurufhuruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Dalam pandangan Bruner, representasi (enaktif, ikonik, dan simbolik) berhubungan dengan perkembangan mental seseorang dan setiap perkembangan representasi yang lebih tinggi dipengaruhi oleh representasi lainnya. Sebagai contoh, pemahaman pola bilangan untuk siswa SMP dapat diperoleh melalui beberapa pengalaman terkait, misalnya diawali dengan memanipulasi benda konkret seperti pion-pion yang mewakili bentuk representasi enaktif. Kemudian aktivitas tersebut diingatnya dan dipahami sehingga menghasilkan keinginan untuk memperkaya idenya melalui macam-macam gambar yang mewakili pola bilangan yang dalam pikiran anak yang dikenal sebagai representasi iconic. Dengan mengembangkan berbagai persepsinya, simbol yang dikenalnya dimanipulasi untuk menyelesaikan suatu masalah sebagai perwujudan representasi symbolic. 12

13 Selain itu, Bruner dan Kenney (1993) juga mengemukakan empat dalil yang berkaitan dengan pengajaran matematika, yakni : (a) Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorema) Di dalam teorema konstruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. (b) Dalil Notasi (Notation Theorema) Dalam teorema notasi, representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. (c) Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorema) Di dalam teori kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep tersebut dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. (d) Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorema) Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lain. 2. Konsep a. Pengertian Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa yang konkrit, gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (2007 : 588). Menurut Soedjadi (2000 : 14) konsep adalah ide abstrak yang dapat

14 digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Robert E. Slavin (2008 : 299) konsep adalah suatu abstrak yang digeneralisasi dari contoh-contoh spesifik. Abdurrahman menyatakan bahwa konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu, misalnya antara konsep segitiga dan nonsegitiga (2009 : 254). Dari pendapat di atas, disimpulkan bahwa konsep adalah ide yang dapat digunakan untuk mewakili suatu objek. b. Konsep Barisan Bilangan Konsep adalah ide yang dapat digunakan untuk mewakili suatu objek. Barisan bilangan adalah bilangan-bilangan yang diurutkan dengan pola (aturan) tertentu. Konsep barisan bilangan berarti ide yang mewakili urutan bilangan dengan aturan tertentu. 3. Representasi Konsep Barisan Bilangan Representasi konsep adalah ungkapan gagasan seseorang untuk mewakili suatu objek yang dapat disalurkan melalui alat peraga, gambar, bahasa tulisan atau simbol-simbol baku. Merepresentasikan konsep berarti mengungkapkan ide untuk mewakili suatu objek yang dimaksud melalui beragam cara. Dalam penelitian ini, konsep yang akan dibahas adalah konsep barisan bilangan. Representasi konsep yang digunakan adalah representasi Bruner, yakni enaktif, ikonik, dan simbolik. Jadi, merepresentasikan konsep barisan bilangan maksudnya mengungkapkan ide yang mewakili urutan bilangan dengan suatu aturan, dalam hal ini pengungkapan ide bisa dilakukan dengan menggunakan benda konkret (enaktif), gambar atau diagram (ikonik), dan simbol atau angka-angka (simbolik).

15 4. Abstraksi a. Pengertian Abstraksi Abstraksi merupakan proses pembentukan konsep dalam struktur kognitif siswa. Menurut Dreyfus (Tall, 2002) merepresentasikan dan mengabstraksikan adalah dua proses berlawanan yang saling melengkapi. Pada satu sisi sebuah konsep seringkali diabstrasikan dari beberapa bentuk representasinya, dan di sisi lain bentuk representasi selalu merupakan representasi dari beberapa konsep yang lebih abstrak. Sebuah konsep abstrak yang baru dapat terbentuk secara intuitif atau empiris dari beberapa bentuk representasinya melalui sebuah proses pembentukan konsep. Abstraksi berperan dalam proses pembentukan konsep tersebut. Di lain pihak bentuk representasi pada dasarnya merupakan perwujudan dari konsep-konsep yang lebih abstrak. Piaget (dalam Mulyono, 2010 :129) berpendapat bahwa pengetahuan seseorang merupakan abstraksi atas suatu objek atau hal. Secara garis besar, abstraksi dapat dibedakan menjadi abstraksi empiris dan abstraksi teoretis (Mithelmore & White, 2007). Alur proses abstraksi empiris dan abstraksi teoritis berbeda. Pada abstraksi empiris individu membentuk konsep baru berdasar pada pengamatan dan pengalaman sedangkan pada abstraksi teoritis, konsep baru dibentuk dengan melakukan pencocokkan konsep jadi dengan pengalaman-pengalaman yang sudah terbentuk dan tersimpan lebih dulu dalam pemikiran individu. b. Indikator Aktivitas Abstraksi Menurut definisi yang telah disimpulkan, abstraksi adalah proses pembentukan konsep. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, proses berarti rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk (2002 : 899). Oleh karena itu, abtraksi dalam penelitian ini dapat dilihat dari tindakan atau aktivitas yang dilakukan siswa dalam membentuk konsep dalam struktur kognitif mereka yang kemudian disebut sebagai aktivitas abstraksi. Nurhasanah (Suryana, 2010 :

16 42) menjelaskan bahwa indikasi terjadinya proses abstraksi dalam belajar dapat dicermati dari beberapa aktivitas berikut: a) Mengidentifikasi karakteristik objek melalui pengamatan langsung b) Mengidentifikasi karakteristik objek yang dimanipulasikan atau diimajinasikan. c) Membuat generalisasi d) Merepresentasikan gagasan matematika dalam simbol-simbol matematika e) Melepaskan sifat-sifat kebendaan dari sebuah objek atau melakukan idealisasi. f) Membuat hubungan antar proses atau konsep untuk membentuk suatu pengertian baru. g) Mengaplikasikan konsep pada konteks yang sesuai h) Melakukan manipulasi objek matematis yang abstrak. 5. Abstraksi Siswa dalam Merepresentasikan Konsep Abstraksi siswa dalam merepresentasikan konsep berarti proses pembentukan konsep dalam struktur kognitif siswa ketika mereka mengungkapkan gagasan untuk mewakili suatu objek melalui aktivitas yang mereka lakukan. Abstraksi siswa dalam merepresentasikan konsep dapat diamati dari berbagai indikator aktivitas abstraksi yang disebutkan di atas. Setiap indikator aktivitas abstraksi berlaku tidak saling tergantung, tetapi antar indikator dapat dikombinasikan. 6. Abstraksi Siswa dalam Merepresentasikan Konsep Barisan Bilangan Abstraksi siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan artinya proses pembentukan konsep dalam pikiran siswa ketika mengungkapkan gagasan yang mewakili urutan bilangan dengan suatu aturan tertentu. Adapun penjelasan tiap indikator adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik objek melalui pengamatan langsung Contoh : Siswa menyajikan situasi permasalahan yang sesuai dengan bantuan alat peraga. Siswa memahami peragaan yang dia lakukan.

17 2. Mengekstraksi sifat-sifat umum objek dan mengantarkan pada generalisasi lanjutan. Contoh : Siswa dapat menemukan pola bilangan yang terbentuk dengan memanipulasi benda konkret yang disajikan. 3. Mengidentifikasi karakteristik objek yang dimanipulasikan atau diimajinasikan. Contoh : Siswa menggambarkan permasalahan yang disajikan dan memahami maksud dari gambar atau yang dibuatnya. 4. Menemukan sifat-sifat objek melalui proses membayangkan suatu tindakan yang dikenakan pada objek tersebut. Contoh : Siswa dapat menemukan pola bilangan melalui visualisasi yang dia ciptakan sendiri. 5. Mewujudkan pengetahuan dengan gambar atau diagram. Contoh : Siswa membuat visualisasi masalahnya sendiri dan menjelaskan maksud dari gambar / diagram yang dibuatnya. 6. Membuat konfigurasi pada objek dalam ruang serta mencari hubungan-hubungan yang mungkin terjadi. Contoh : Siswa mencoba menemukan hubungan yang terjadi dengan mengaitkan hal-hal yang diketahui. 7. Merepresentasikan gagasan matematika dalam bahasa dan simbolsimbol matematika. Contoh : Siswa mulai membuat barisan bilangan dengan suatu aturan tertentu. 8. Mengaplikasikan konsep pada konteks yang sesuai Contoh : Siswa menggunakan pola bilangan untuk menjawab pertanyaan. 9. Melakukan manipulasi objek matematis yang abstrak. Contoh : Siswa melakukan perhitungan. 10. Membuat hubungan antar proses atau konsep untuk membentuk suatu pengertian baru Contoh : Siswa menyebutkan aturan pola bilangan yang terjadi.

18 11. Melepaskan sifat-sifat kebendaan dari sebuah objek atau melakukan idealisasi. Contoh : Siswa menyebutkan pola bilangan yang mempunyai aturan yang mirip dengan pola bilangan pada kasus tersebut. 12. Membuat generalisasi Contoh : Siswa menyebutkan aturan umum dari pola bilangan yang diberikan. 7. Kemampuan Awal Kemampuan berasal dari kata mampu yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) berarti bisa atau sanggup. Chaplin (1997) menyatakan Ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan.. Kemampuan awal adalah pengetahuan yang dimiliki siswa yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan baru yang lebih tinggi tingkatannya. Retnawati (2009) juga mengatakan bahwa kemampuan awal yang dimiliki peserta didik akan memberikan sumbangan yang besar dalam memprediksi keberhasilan belajar siswa pada masa selanjutnya, baik dalam mempelajari matematika sendiri ataupun mempelajari ilmu lain secara luas. Dengan kata lain, siswa yang mempunyai kemampuan awal yang tinggi diprediksikan lebih mudah memahami konsep yang sedang dipelajari dari pada siswa dengan kemampuan awal sedang dan rendah. Begitu juga dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang diprediksikan akan lebih mudah memahami suatu konsep dari pada siswa dengan kemampuan awal rendah. Dalam penelitian ini, kemampuan awal yang digunakan adalah hasil ulangan tengah semester gasal. 8. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan terhadap penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wiryanto dengan judul Abstraksi Siswa dalam Merepresentasikan Konsep Pecahan ditinjau berdasarkan Teori

19 Bruner. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendiskripsikan pemahaman siswa (melalui proses abstraksi siswa) dalam merepresentasikan konsep pecahan bila ditinjau berdasarkan teori Bruner. Hasil penelitian menunjukkan dalam setiap tahapan representasi Bruner, subjek telah melakukan berbagai aktivitas abstraksi. Siswa perempuan lebih banyak memberikan ide dibanding siswa laki-laki dalam mengabstraksi makna pecahan, misalnya dalam mengkonstruk setengah dari sesuatu. Dalam hal keterampilan, siswa perempuan cenderung lebih unggul tentang keterampilan motorik, mampu menggerakkan jari-jari dengan cepat dalam kesatuan. Namun, bila ditinjau dari segi pengalaman empiris, anak perempuan cenderung memiliki pengalaman yang kurang dibandingkan anak laki-laki dalam menangani benda konkret. Transisi dari setiap level representasi Bruner berjalan dengan baik, sehingga pemahaman pecahan pada tingkat level abstrak (level simbolik) dapat dengan mudah mereka pahami. B. Kerangka Berpikir Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji objek abstrak. Dalam proses pembelajaran, pemahaman terhadap objek yang dipelajari merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Kemampuan pemahaman konsep siswa ini berkaitan erat dengan kemampuan representasi mereka. Representasi adalah ungkapan gagasan seseorang sebagai akibat aktivitas pikirannya yang dapat disalurkan melalui alat peraga, gambar, bahasa tulisan atau simbol-simbol baku. Representasi siswa dalam memahami suatu konsep dapat membantu guru untuk mengerti jalan pemikirannya. Dalam peranan representasi menurut Bal Chandra Luitel disebutkan salah satunya adalah representasi sebagai indikator sikap siswa terhadap matematika. Ada tidaknya wakil suatu konsep dalam pikiran siswa menjadi salah satu indikator apakah siswa paham konsep tersebut atau tidak. Namun, ketika siswa mampu merepresentasikan suatu konsep, ini belum berarti siswa telah memahami konsep tersebut. Dari berbagai macam representasi siswa, mereka harus mengidentifikasi, membuat hubungan antar representasi,

20 melepaskan sifat kebendaan, dan membuat generalisasi untuk dapat benar-benar memahami konsep tersebut. Inilah yang dimaksud dengan aktivitas abstraksi. Abstraksi merupakan proses pembentukan konsep dalam struktur kognitif siswa. Hasil abstraksi adalah konsep-konsep yang ada dalam kognitif siswa. Untuk itu guru diharapkan dapat membuat situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan abstraksi. Bruner berpendapat, agar tujuan pembelajaran tercapai dengan optimal, hendaknya penyajian materi dalam memperhatikan tahap perkembangan kognitif siswa. Namun, pembelajaran di sekolah menuntut guru untuk dapat seoptimal mungkin mencapai tujuan pembelajaran dengan waktu yang terbatas. Hal ini menyebabkan sebagian dari mereka langsung membelajarkan matematika dengan representasi simbolik. Hal ini mungkin akan berdampak pada aktivitas abstraksi yang dilakukan siswa sehingga mempengaruhi pemahaman konsep yang dimilikinya. Kemampuan awal siswa akan mempengaruhi aktivitas abstraksi yang dilakukannya. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas abstraksi yang dilakukan siswa pada tiap tahapan representasinya. Semakin tinggi kemampuan awal siswa, maka semakin banyak aktivitas abstraksi yang dilakukan. Semakin banyak aktivitas abstraksi yang dilakukan, maka siswa semakin memahami konsep tersebut. Penelitian ini mengkaji tentang representasi yang digunakan siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan berdasarkan representasi Bruner dan aktivitas abstraksi siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan menurut indikator yang dikemukakan oleh Wiryanto dalam jurnalnya. Pemilihan subjek didasarkan pada kemampuan awal siswa yang dibedakan menjadi tiga kategori, yakni kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Selain melihat kemampuan awal siswa, subjek juga dipilih berdasarkan kemampuan komunikasi siswa agar memudahkan peneliti dalam melakukan penggalian data.

Tabel 2.1 Kaitan Aktivitas Abstraksi Siswa dengan Tahapan Representasi Bruner (Wiryanto, 2012b) 21 Tahapan Representasi Bruner Enaktif Ikonik Simbolik Deskripsi Pada tahap ini, anak belajar pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi nyata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu Pada tahap ini, anak belajar pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan/diwujudkan dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi konkrit yang terdapat pada tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. Pada tahap ini, anak tidak lagi terkait dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstrac symbols), Indikator Aktivitas Abstraksi 1. Mengidentifikasi karakteristik objek 2. Mengekstraksi sifat-sifat umum objek dan mengantarkan pada generalisasi lanjutan. 1. Mengidentifikasi karakteristik objek yang dimanipulasi atau diimajinasikan. 2. Menemukan sifat-sifat objek melalui proses membayangkan suatu tindakan yang dikenakan pada objek tersebut. 3. Membuat konfigurasi pada objek dalam ruang serta mencari hubungan-hubungan yang mungkin terjadi. 4. Melepaskan sifat-sifat kebendaan (sesuatu yang terlihat berdasar penampakan objek) dari sebuah objek 5. Mewujudkan pengetahuan dengan gambar, atau diagram 1. Merepresentasikan gagasan matematika dalam bahasa dan simbol-simbol matematika. 2. Mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan konteks. 3. Melakukan manipulasi objek matematis yang abstrak. 4. Membuat generalisasi. 5. Membuat hubungan antar proses atau konsep untuk membentuk suatu pengertian baru.

22