BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul

dokumen-dokumen yang mirip
AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KALIANYAR VERTICAL KAMPONG WITH BEHAVIOR ARCHITECTURE IN JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pada dasarnya hunian tidak dapat dilihat sebagai tempat hidup saja

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. Judul : Apartemen dengan Pendekatan Desain Biophilik Di Jakarta Selatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai

Penduduk. Baciro ,62. Demangan ,16. Klitren ,75. Kota Baru ,74. Terban 80 9.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAGIAN 1 PENDAHULUAN

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RUMAH SUSUN SEDERHANA DI SEMARANG

APARTEMEN DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

Perkembangan Pasar Modern dan Pasar Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

lib.archiplan.ugm.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Oktober 2013 pukul WIB. pukul WIB

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A)

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan Prasarana Transportasi di Indonesia

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N

PERUMAHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KECAMATAN JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN DENGAN PENEKANAN DESAIN EKO-ARSITEKTUR

LP3A Tugas Akhir 135: Apartemen Tanjung Barat BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 4. Kepadatan Populasi Hubungannya dengan LingkunganLatihan Soal 4.1

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

BAB III METODE PERANCANGAN. ingin dibuat sebelum kita membuatnya, berkali-kali sehingga memungkinkan kita

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Balai Kota Denpasar di Lumintang 1

TA 91. golf side town house. di Semarang. s a n t y l u s i a n i l2b BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TOWNHOUSE DI SEMARANG

DESAIN ULANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Tropis)

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Ide dan gagasan gagasan perancangan integrasi pasar tradisional

BAB III METODE PERANCANGAN. ide yang mendasari dilakukannya perancangan tersebut, hingga konsep rancangan

PENGARUH LINGKUNGAN BUATAN PADA PERILAKU MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. mendasar yang harus diwujudkan untuk melangsungkan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bontang terletak 150 km di utara Samarinda. Dengan wilayah yang relatif kecil dibandingkan kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI ANAK-ANAK PUTUS SEKOLAH di Sidoarjo BAB III. Metodelogi Perancangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Kampung Vertikal Kalianyar dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku 1.2 Pengertian Judul Kampung vertikal merupakan konsep hunian yang bertransformasi dari menjadi kampung yang dibentuk bersusun tegak lurus ke atas dengan tujuan meminimalisir penggunaan lahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kampung memiliki pengertian yaitu kelompok rumah yg merupakan bagian kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah). Menurut pakar perkotaan Prof. Ir. Eko Budiharjo, M.Sc., kampung merupakan kawasan hunian masyarakat berpenghasilan rendah dengan kondisi fisik yang kurang baik. Saat ini kampung seakan menjadi sebuah sisi lain tersendiri bagi sebuah kota terlebih kota-kota besar di Indonesia. Menurut Turner (1972), kampung merupakan kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan sarana umum buruk atau tidak ada sama sekali, kerap kawasan ini disebut slum atau squater. Keberadaannya seakan menjadi sesuatu yang salah dikarenakan perbedaan secara bentuk dan juga kehidupan sosial yang ada di perkotaan modern saat ini. Sehingga sering kali keberadaannya dianggap mengganggu, karena dianggap tidak sesuai dengan struktur tata ruang kota yang direncanakan dan berpotensi menimbulkan permasalahan seperti kebakaran. Keberadaan kampung sebagai sebuah hunian merupakan sebuah kebutuhan primer yang diprediksi akan terus berkembang seiring dengan terus berkembangnya kepadatan penduduk di sebuah kota khususnya Kota Jakarta. Sebagai contoh adalah Kampung Kalianyar yang berada di Kelurahan Kalianyar. Kampung Kalianyar dapat dikatakan sebagai lokasi kumuh di Jakarta dan cukup buruk secara tata ruang kota, sehingga dibutuhkan sebuah solusi dalam penataan kampung untuk mencapai sebuah struktur tata ruang yang lebih baik, baik dalam kampung itu sendiri maupun struktur tata ruang kota secara keseluruhan yang mampu menjadikan kota lebih sehat secara tata guna lahannya. I - 1

Konsep baru yang ditawarkan adalah konsep kampung sebagai sebuah hunian vertikal yang mampu meminimalisir penggunaan lahan secara mendatar atau horisontal. Konsep baru ini diharapkan mampu menjadi landasan desain untuk hunian vertikal yang direncanakan mampu mewadahi seluruh kampung dengan kondisi kurang baik di Kota Jakarta, sekaligus menjadi solusi terhadap perkembangan kepadatan penduduk yang terus meningkat dan masa depan kesahatan Kota Jakarta. 1.3 Latar Belakang Kepadatan Penduduk Kota Jakarta Tinggi Kepadatan penduduk di Indonesia dapat dikatakan tidak merata dalam hal persebarannya, baik secara makro maupun persebaran secara mikro. Secara makro, Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan menumpuknya jumlah penduduk di Pulau Jawa yang mencapai 35% dari jumlah kesuluruhan penduduk, sedangkan luas pulau jawa itu sendiri tidak mencapai 7% dari luas keseluruhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. URBANISASI TRANSMIGRASI RURALISASI IMIGRASI REMIGRASI EMIGRASI Gambar I.1 Skema Dinamika Pertumbuhan Penduduk (Sumber: Suminar, 2014) I - 2

Secara mikro, kota-kota besar di pulau jawa yang menjadi pusat penumpukan penduduk, tak terkecuali Kota Jakarta. Beberapa faktor yang menjadi penyebab kepadatan penduduk di Jakarta menjadi tinggi (Gambar I.1) adalah tingginya angka kelahiran dan fenomena perpindahan penduduk seperti urbanisasi, transmigrasi, ruralisasi, imigrasi, remigrasi, dan emigrasi. Urbanisasi menjadi penyebab terbesar ledakan jumlah penduduk Kota Jakarta dimana angka pertumbuhan arus urbanisasi ke Jakarta mencapai 100% setiap tahunnya atau sekitar 200.000 sampai 250.000 jiwa datang ke Jakarta. Menurut Kata Data (Gambar I.2), pada tahun 2050 hampir 85% penduduk di Indonesia tinggal di perkotaan, tak terkecuali Kota Jakarta. Lokasi Kumuh Sebagai Dampak Keterbatasan Lahan Angka kependudukan dan urbanisasi yang terus meningkat mengankibatkan makin lebarnya kesenjangan antara permintaan dan penyediaan di segala aspek kehidupan terutama permukiman (Darrundono, 2007). Namun Jakarta memiliki lahan yang sangat terbatas, terlihat dari Gambar I.3 bagaimana tata guna lahan di Jakarta yang semakin penuh. Hal ini menimbulkan lokasi kumuh (Slum Area) di Jakarta dengan jumlah yang tidak sedikit. Hal ini terjadi akibat kurangnya lahan legal yang dapat dijadikan sebagai hunian. Berdasarkan data menurut Darrundono (2007) dalam buku Kata Fakta Jakarta, terdapat 416 RW atau I.493,27 Ha wilayah kumuh di Jakarta. Jumlah ini makin meningkat, karena imigrasi merupakan fenomena global yang tak bisa dicegah negara manapun. Gambar I.2 Perkiraan Persebaran Penduduk Indonesia tahun 2050 (Sumber : www.katadata.co.id) I - 3

Gambar I.3 Peta Perubahan Guna Lahan DKI Jakarta Tahun 1970 dan 2000 (Sumber : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) Jakarta sepertinya memang akan semakin sesak dan kepenuhan lahan guna. Kepadatan penduduk yang terus meningkat menandakan Jakarta telah, masih, dan akan terus menjadi magnet bagi penduduk di Indonesia setidaknya untuk beberapa tahun ke depan. Sehingga keruwetan ini diprediksi akan terus berlanjut dan akan menyebabkan desain tata ruang kota seakan tak berdaya mengahadapi ledakan pertumbuhan penduduk. Di sisi lain kesehatan Kota Jakarta pun semakin memburuk dengan hilangnya ruang terbuka hijau (RTH). Sebuah kebijakan yang direncanakan untuk kembali digerakkan oleh Wakil Presiden terpilih, Jusuf Kalla, merupakan sebuah gambaran terkait pembangunan yang berpotensi hanyalah bangunan vertikal mengingat tata guna lahan yang semakin sempit. Hal ini tidak lepas dari tujuan pemerintah untuk membuka ruang terbuka baru (RTH) bagi kota untuk lebih menyehatkan Kota Jakarta. Kebijakan ini (Rumah Vertikal) harus dong dilanjutkan karena orang harus hidup vertikal. Baru Jakarta ini aman kalau ada pembauran orang kalau perumahan itu vertikal. Kalau semuanya horizontal atau land used itu akan menimbulkan kepenuhan lahan," Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI (sumber: www.skalanews.com ) RTH di Kota Jakarta sangat jauh dari batas minimal yang telah diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007, yang berbunyi, RTH minimum dari sebuah kota adalah 30%. Kenyataannya Jakarta hanya memiliki 9,8% RTH dimana hanya terjadi peningkatan tidak sampai 1% dalam 10 tahun. I - 4

Bangunan Vertikal Belum Mewadahi Karakter Perilaku Kampung Masalah tata guna lahan telah menjadi masalah di Jakarta dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah Provinsi Kota Jakarta pun telah melakukan solusi seperti halnya pembangunan hunian vertikal yang saat ini lebih dikenal dengan program rumah susun sampai dengan program penataan permukiman yang telah dilakukan pada era Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dengan melakukan perbaikan kampung yang lebih dikenal Program Kampung Deret, namun kedua solusi ini dianggap belum mampu menyelesaikan masalah Kota Jakarta seutuhnya. Pada konsep rumah susun, pembangunan secara konsep vertikal jelas sangat membantu mengurangi masalah keterbatasan lahan, namun secara konsep kampung yang diwadahi, dinilai kurang mewadahi karena dalam rumah susun yang diakomodir hanyalah kuantitas hunian, sedangkan kampung bukanlah sekedar hunian, terdapat sosial-budaya di dalamnya. Pada konsep kampung deret, masalah perkampungan seperti sosial-budaya tetap terjaga bahkan menjadi lebih baik dengan adanya pembenahan kampung mereka, namun masalah kepadatan penduduk yang terus naik dan konsep vertikal tidak diangkat, sehingga keterbatasan lahan tetap menjadi masalah di Jakarta. "Yang terpenting bukan pada fisiknya, vertikal atau horizontal hanya pilihan, tapi bangunan tersebut dibangun untuk siapa. Kita harus menyediakan tempat yang sesuai dengan kebutuhan penghuni, karena tidak sekadar memindahkan orang, tapi jugga memindahkan kehidupan yang sarat nilai, dan persepsi," Eko Prawoto pada acara Jakarta Vertikal Kampung' di Erasmus Huis, Kedutaan Besar Belanda, Jakarta. Kampung seakan menjadi ciri dari sebuah permukiman padat penduduk yang rata-rata penduduknya memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah. Persamaan strata sosial, mungkin menjadi salah satu aspek yang menimbulkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang erat di sebuah kampung. Aktivitas sosial budaya yang erat ini tidak dapat kesampingkan dan dipisahkan, sehingga dapat dikatakan kampung dan penduduknya seakan menjadi sebuah satu kesatuan. Hal ini yang kemudian menjadi titik masalah dalam sebuah pembangunan rumah susun, kebutuhan akan nilai kekhasan dari sebuah kampung tidak hadir bersamaan dengan perpindahan warganya. Lokasi kumuh masih memiliki prosentase yang cukup tinggi walaupun prosentasenya dapat dikatakan turun dari beberapa tahun terakhir. Hal ini menunjukan bagaimana rumah susun yang saat ini menjadi solusi dianggap belum maksimal dan belum mampu menjadi rumah baru bagi warga kampung. I - 5

Ketimpangan kebijakan perumahan akhir-akhir ini merebak di media masa, terutama tentang model pembangunan rumah susun. Ribuan unit Rusun yang dibangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terdapati kosong (hanya 20% yang terhuni) dan tak terpelihara, dan sebagian malah dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah (KOMPAS, 28 Februari 2011). Kegagalan rusun, terutama di Jakarta, diakibatkan oleh kurangnya studi. Selama ini pandangan memindahkan masyarakat berpanghasilan rendah dari permukiman kumuh ke rusun dinilai sudah pasti akan menyejahterakan. Penghuni rusun juga menyatakan keakraban bertetangga tidak seperti di permukiman kampung karena minim fasilitas sosial, dan mereka merasa hidup di perumahan budaya impor. (Darrundono, 2007) Kejadian ini tidak dipungkiri akan menjadi trauma bagi sebagian penduduk Jakarta akan buruknya kinerja rumah susun sebagai rumah baru mereka. Tampilan bangunan yang seragam atau tipikal pada rumah susun membuat warga semakin mengerti mereka bukan dipindahkan ke rumah baru, melainkan dipindahkan ke tempat penampungan. Pada dasarnya hunian di rumah susun dapat dikatakan tidak memiliki masalah, karena secara luas hunian dikatakan sudah cukup bahkan melebihi dari rumah warga kampung sebelumnya. Namun keberadaan fasilitas seperti ruang komunal, ruang sosial atau fasilitas kebersamaan lainnya tidak dijumpai. Hal yang paling sederhana adalah keberadaan ruang komunal di depan rumah mereka, seperti kondisi di kampung mereka terdahulu. Area depan rumah merupakan area untuk berinteraksi sosial dengan warga lainnya, namun hal ini tidak ditemukan di rumah susun yang notabene menjadi rumah baru bagi warga. Kampung pada dasarnya merupakan sebuah permukiman padat penduduk yang memiliki ciri khas berupa kekentalan sosial budaya seperti kebersamaan dan kekeluargaan. Permasalahan yang terjadi di rumah susun menggambarkan bahwa lingkungan di rumah susun tidak menampung aktivitas warga tersebut kendati secara fasilitas fisik segala kebutuhan warga dapat dikatakan terpenuhi. Dalam pandangan lain warga memilih hidup di lingkungan kumuh dimana kebutuhan sosial budaya seperti kebersamaan dan kekeluargaan dapat terpenuhi dan berjalan sebagaimana biasanya. Hal ini yang sebenarnya menjadi keunikan tersendiri dari sebuah keberadaan kampung yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan warga kampung itu sendiri. I - 6

Aspirasi warga dan kebutuhan sosal budaya secara non fisik yang dapat dikatakan menjadi faktor penting dalam sebuah penataan kampung, terlebih ke dalam wadah yang baru. Karakter perilaku sebuah kampung dapat menjadi sebuah nyawa tersendiri yang membuatnya tidak dapat dipisahkan dengan penduduk kampung itu sendiri. Perilaku ini yang menjadi modal sebagai bahan pertimbangan desain guna dianalisis dan ditransformasikan ke dalam wadah bernama kampung vertikal. Faktor tersebut yang membuat pendekatan arsitektur perilaku dianggap mampu mewadahi kebutuhan warga secara nonfisik dan diharapakan mampu menjembatani antara aspirasi atau kebutuhan warga terhadap perencanaan dan perancangan arsitektur kampung baru mereka. 1.4 Permasalahan dan Persoalan 1.4.1 Permasalahan Pertumbuhan penduduk terus menjadi masalah di Kota Jakarta, begitu juga dengan pertumbuhan kebutuhan akan unit hunian. Permasalahannya adalah kebutuhan hunian terus tumbuh di tengah keterbatasan lahan di Jakarta yang sudah semakin sempit. Kampung merupakan unit hunian yang memiliki karakteristik perilaku yang berbeda, lebih spesifik berupa keberagaman aktivitas perilaku bermukim dengan berbagai kegiatan di sektor informal yang terdapat di dalamnya. Oleh sebab itu, permasalahan dalam desain ini adalah bagaimana mendesain (proses perancangan dan perencanaan) kampung sebagai unit bermukim dengan karakter kampung yang diwadahi secara vertikal. 1.4.2 Persoalan Dari rumusan permasalahan tersebut, ditemui beberapa persoalan terkait dengan perencanaan dan perancangan kampung vertikal di Kota Jakarta secara arsitektural, antara lain : 1.4.2.1 Bagaimana konsep pemilihan site yang menjadi pertimbangan sebagai lokasi kampung yang akan dijadikan kampung vertikal? 1.4.2.2 Bagaimana konsep hunian vertikal yang mampu mewadahi karakter kampung? 1.4.2.3 Bagaimana konsep peruangan yang mampu menghadirkan suasana kampung secara horisontal dengan mewadahi aktivitas sosial warga? I - 7

1.4.2.4 Bagaimana konsep modul massa yang mampu meminimalisir pengaruh psikologi warga kampung terhadap bangunan vertikal? 1.4.2.5 Bagaimana konsep ruang sosial yang mampu menjadi wadah interaksi sosial? 1.4.2.6 Bagaimana konsep tatanan massa yang dapat meminimalisir penggunaan lahan untuk menghasilkan ruang terbuka atau lahan serapan air? 1.5 Tujuan dan Sasaran 1.5.1 Tujuan Hunian vertikal yang direncanakan mampu mewadahi pertumbuhan penduduk yang diprediksi akan terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Unit hunian pada kampung vertikal direncanakan memiliki karakteristik perilaku kampung berupa keberagaman aktivitas, seperti perilaku bermukim dengan berbagai kegiatan di sektor informal yang terdapat di dalamnya untuk kemudian diwadahi secara vertikal. 1.5.2 Sasaran Langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah menentukan sasaran secara arsitektural guna mendapatkan konsep kampung vertikal. Adapun sasaran untuk mencapai tujuan adalah: 1.5.2.1 Tercapainya konsep pemilihan site yang menjadi pertimbangan sebagai lokasi kampung yang akan dijadikan kampung vertikal. 1.5.2.2 Tercapainya konsep hunian vertikal yang mampu mewadahi karakter kampung. 1.5.2.3 Tercapainya konsep peruangan yang mampu menghadirkan suasana kampung secara horisontal dengan mewadahi aktivitas sosial warga kampung. 1.5.2.4 Tercapainya konsep modul massa yang mampu meminimalisir pengaruh psikologi warga kampung. 1.5.2.5 Tercapainya konsep ruang sosial yang mampu menjadi wadah interaksi sosial. 1.5.2.6 Tercapainya konsep tatanan massa yang dapat meminimalisir pengaruh psikologi warga kampung. I - 8

1.6 Batasan dan Lingkup Pembahasan 1.6.1 Batasan Batasan pembahasan pada konsep perencanaan dan perancangan ini ditekankan pada penyelesaian permasalahan dan persoalan sebuah kompleks kampung vertikal di Jakarta dengan pendekatan arsitektur perilaku sebagai metoda desain yang mampu mencapai tujuan dan sasaran. 1.6.2 Lingkup Pembahasan Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembahasan maka lingkup pembahasan akan dibatasi sebagai berikut: 1.6.2.1 Pembahasan konsep perencanaan dan perancangan ini akan mencakup pada permasalahan arsitektural, seperti : fungsi bangunan, hubungan antar fungsi bangunan seperti hunian dengan fasilitas lainnya, sedangkan hal lain di luar disiplin ilmu arsitektur akan dibatasi dan disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul. Pembahasan di luar lingkup tersebut bersifat menunjang atau memberi kejelasan tentang hal-hal yang behubungan dengan permasalahan yang ada. 1.6.2.2 Pembahasan mengacu pada tujuan dan sasaran melalui kajian (analisa, hipotesa dan disintesiskan) guna mendapat konsep bangunan yang sesuai dengan konsep kampung. 1.6.2.3 Pembahasan dilakukan berdasarkan data yang telah ada yaitu data hasil survey berupa pemetaan kampung eksisting, data literatur yang berkaitan dengan konsep kampung dan hunian vertikal, serta aturan pemerintah setempat yang tercantum dalam RTRW atau RDTR dengan tujuan mampu menyelesaikan permasalahan dan persoalan. 1.7 Metoda Perencanaan Pada proses pembuatan konsep perencanaan dan perancangan ini terdapat beberapa metode yang dilakukan guna mendapatkan data serta metode mengolah data yang akan digunakan untuk proses dasar penyusunan sebuah konsep kampung vertikal. Metode pengumpulan data terdiri dari metode pengumpulan data primer dan sekunder. I - 9

1.7.1 Metoda Pengumpulan Data Primer Pengumpulan Data Primer dilakukan melalui survey terhadap kampung yang dipertimbangkan menjadi kampung vertikal. Survey yang dilakukan guna mendapatkan data pendukung berupa data statistik fakta-fakta kependudukan, seperti jumlah penduduk dan juga aktivitas warga kampung dalam kehidupan sehari-hari, serta data terkait fasilitas sarana dan prasaran yang terdapat di kampung eksisting. Hal ini akan berguna dalam menentukan desain perencanaan dan perancangan kampung vertikal. 1.7.2 Metoda Pengumpulan Data Sekunder 1.7.2.1 Studi Literatur, meliputi : A. Referensi buku yang berkaitan dan representative dengan konsep kampung vertikal yang direncanakan, berupa buku yang terkait dengan rencana perkotaan, fakta-fakta Kota Jakarta khususnya, dan buku tentang arsitektur perilaku. B. Artikel, tulisan, atau jurnal yang dapat dipercaya yang terkait dengan konsep kampung vertikal yang direncanakan, berupa artikel tentang kampung kota, atau tentang arsitektur perilaku. C. Referensi melalui kasus sejenis yang berkaitan dengan konsep perancangan kampung vertikal yang sudah ada sebelumnya, berupa konsep desain objek sejenis yang memiliki nilai yang selaras dengan kampung vertikal. D. Referensi melalui hasil sayembara desain terkait dengan konsep kampung vertikal atau sejenis yang sesuai dengan konsep yang direncanakan. E. Referensi mengenai kampung vertikal melalui pencarian situs/ebook di internet yang dapat dipertanggungjawabkan. 1.7.2.2 Studi Preseden atau studi banding yang dilakukan terhadap kampung vertikal atau hunian vertikal yang sesuai dengan konsep kampung vertikal yang direncanakan. Seperti halnya rumah susun yang memiliki nilai selayaknya kampung, dan juga gagasan ide sayembara yang mengarah kepada desain kampung vertikal. I - 10

1.7.3 Metoda Pengolahan Data Terdapat beberapa langkah dalam mengolah data yang didapat baik data primer maupun data sekunder, antara lain : 1.7.3.1 Penyortiran Data Menyortir data-data yang diperlukan, penyortiran dilakukan sesuai dengan aspek keterkaitan dengan kampung vertikal yang direncanakan. 1.7.3.2 Korelasi antar Data Mengkorelasikan/menghubungkan antara data yang satu dengan data yang lainnya, termasuk data primer dan data sekunder. 1.7.3.3 Pemaparan Data Memaparkan hasil data yang didapat dan disajikan ke dalam beberapa bentuk, diantaranya: A. Deskripsi data B. Gambar C. Dokumentasi D. Tabel E. Grafik 1.7.3.4 Analisis Data Menganalisa data yang didapat di lapangan (data primer) dengan data yang didapat melalui referensi (data sekunder) A. Menganalisa data, guna mendapatkan aspek-aspek yang sesuai dengan dasar-dasar konsep kampung vertikal B. Membagi tiap-tiap data yang didapat kedalam pokok-pokok pembahasan dan dijadikan sebagai data pendukung 1.7.3.5 Penarikan Kesimpulan Penyimpulan terkait data-data yang telah dianalisis sebelumnya dalam sebuah hasil berupa konsep perencanaan dan perancangan kampung vertikal. I - 11

Tabel I.1 Metode Pengumpulan Data JENIS DATA SUB DATA METODE SUMBER Primer - Lokasi - Potensi Lokasi - Studi Dokumen - RTRW Kota Jakarta - Peta kepadatan tahun 2010 penduduk - Studi Dokumen - RTRW Kota Jakarta - Peta daerah kumuh tahun 2030 - Peta peruntukan hunian - RTDR Kota Jakarta tahun 2014 - Peta Hijau Jakarta - Peta peuntukan RTH - Jumlah KK - Kependudukan - Jumlah menurut - Observasi - Dokumen kelurahan usia lapangan - Website dari - Kondisi kampung - Studi Dokumen kelurahan - Observasi lapangan - Kondisi fisik - Observasi - Suminar, 2015 lapangan - Studi dokumen via - Budaya kampung website - Observasi lapangan - Kondisi sosial - Studi Dokumen - Wawancara - Wawancara - Studi dokumen via website Sekunder - Teori arsitektural - Teori kampung - Studi Literatur - Buku-buku dan non arsitektural - Teori hunian vertikal (Kampung, Kota Jakarta, Persyaratan Permukiman) - Artikel - Sayembara desain (Kampung, Hunian Vertikal) - Jurnal (Kampung, Klasifikasi Kampung, Tipologi Kampung) - Data pendukung - Studi Literatur - Tugas Akhir lain - Website (Sumber : Suminar, 2014) I - 12

1.8 Sistematika Pembahasan 1.8.1 BAB I Pendahuluan Bagian ini meliputi gambaran umum mengenai latar belakang yang didapatkan dari fakta, data, serta isu yang sedang berkembang di Jakarta yang kemudian menjadi dasar pemilihan judul. Kemudian latar belakang diolah lebih dalam berkaitan dengan data dan fakta untuk mendapatkan permasalahan dan persoalan yang menghasilkan tujuan dan sasaran. Batasan dan lingkup pembahasan, metode pembahasan, serta sistematika penulisan melengkapi Bab I. Keseluruhan proses pemikiran di Bab I didasari oleh pola pikir. 1.8.2 BAB II Tinjauan Pustaka Bagian ini meliputi tinjauan data informasi secara teoritik seperti pengertian kampung, dan pemahaman terkait kampung, serta pengertian dan prinsip arsitektur perilaku sebagai pendekatan desain. Preseden menjadi bagian untuk mengamati objek sejenis baik dari objek terbangun, maupun konseptual desain dari sayembara. 1.8.3 BAB III Tinjauan Kota Bagian ini meliputi tentang data fisik dan non fisik, baik secara makro yaitu Kota Jakarta melalui RTRW dan RDTR dan juga secara mikro yaitu Kampung Kalianyar melalui data kantor kelurahan setempat. 1.8.4 BAB IV Pendekatan Konsep Perencanaan Bagian ini bertujuan untuk menganalisis konsep perencanaan pemilihan site berdasarkan lingkup makro yaitu skala Kota Jakarta, mezo yaitu skala Kelurahan Kalianyar, dan mikro yaitu skala RW 01. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan konsep perencanaan yang memiliki substansi terkait pemilihan dan analisis site yang direncanakan. 1.8.5 BAB V Pendekatan Konsep Perancangan Bagian ini merupakan proses analisis untuk mendapatkan konsep yang juga melibatkan konsep makro, mezo, dan mikro. Analisis pada konsep perancangan bertujuan untuk mentransformasikan lingkungan eksisting RW 01 Kelurahan Kalianyar ke dalam bentuk baru yaitu vertikal. Transformasi nilainilai dan karakter kampung bersinergis dengan analisis perancangan terkait kondisi mikro. I - 13

1.9 Pola Pikir Gambar I.4 Pola Pikir Perencanaan dan Perancangan Kampung vertikal (sumber : Suminar, 2015) I - 14