BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. 2. Kewenangan ( authority, gezag) itu sendiri adalah kekuasaan yang diformalkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak, definisi pajak menurut para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam setiap tahun pajak. merupakan sumber penghasilan yang besar bagi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahwa masyarakat dituntut untuk sadar akan kewajibannya kepada negara yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB II BAHAN RUJUKAN. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa teori pajak yang dikemukanan oleh Siti Resmi (2009:6)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Antara lain

BAB II TINJAUAN UMUM PAJAK DAERAH ATAS SUMBER DAYA AIR. pembangunan dalam suatu Negara. Hal ini dapat dilihat dari Anggaran

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewenangan Pemerintah 2.1.1. Pengertian Kewenangan Pengertian kewenangan adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. 2 Kewenangan ( authority, gezag) itu sendiri adalah kekuasaan yang diformalkan untuk orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari pemerintah. 3 Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pen gaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. 2.1.2. Sumber-sumber Kewenangan 1) Sumber Atribusi Sumber Atribusi yaitu pemberian kewenangan pada badan atau lembaga 2 Diolah dari kbbi.web.id, diakses pada 17 November 2015 pukul 19.50 3 Sadjijono. Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi Negara. 2008. Laks Bang Pressindo.Jogyakarta.

9 pejabat Negara tertentu baik oleh pembentuk Undang-Undang Dasar maupun pembentuk Undang-Undang. Berdasarkan uraian tersebut, apabila wewenang yang diperoleh organ pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan, yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan. 4 2) Sumber Delegasi Sumber Delegasi yaitu penyerahan atau pelimpahan kewenanangan dari badan / lembaga pejabat tata usaha Negara lain dengan konsekuensi tanggung jawab beralaih pada penerima delegasi. 5 Dalam hal delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas contrarius actus. Artinya, setiap perubahan, pencabutan suatu peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi. 6 4 Philipus M. Hadjon, et al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. 2014. Gajah Mada University Press.Yogyakarta. 5 Ibid 6 Ibid

10 3) Sumber Mandat Sumber Mandat yaitu pelempahan kewenangan dan tanggung jawab masih dipegang oleh sipemberi mandat. 7 Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu 8 2.1.3. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Mengenai kewenangan Pemerintah Daerah, pada pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : 1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. 2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. 3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. 4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. 7 Ibid 8 Ibid

11 5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Selanjutnya dalam pasal 10 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan mengenai urusan pemerintahan absolut, yaitu : 1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: a) politik luar negeri; b) pertahanan; c) keamanan; d) yustisi; e) moneter dan fiskal nasional; dan f) agama. 2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat: a) melaksanakan sendiri; atau b) melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Kemudian dijelaskan dalam Pasal 11 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengenai urusan pemerintahan konkuren, yaitu :

12 1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. 2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. 3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar. Dalam Pasal 12 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa : 1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a) pendidikan; b) kesehatan; c) pekerjaan umum dan penataan ruang; d) perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e) ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f) sosial. 2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a) tenaga kerja; b) pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c) pangan;

13 d) pertanahan; e) lingkungan hidup; f) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g) pemberdayaan masyarakat dan Desa; h) pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i) perhubungan; j) komunikasi dan informatika; k) koperasi, usaha kecil, dan menengah; l) penanaman modal; m) kepemudaan dan olah raga; n) statistik; o) persandian; p) kebudayaan; q) perpustakaan; dan r) kearsipan. 3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a) kelautan dan perikanan; b) pariwisata; c) pertanian; d) kehutanan; e) energi dan sumber daya mineral; f) perdagangan; g) perindustrian dan transmigrasi

14 2.2. Pajak Daerah 2.2.1. Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah merupakan iuran wajib yang di lakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat di laksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang di gunakan untuk membayari penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. 9 Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 memberi pengertian pajak daerah adalah, pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Setelah dikeluarkan undang-undang yang baru yaitu Undang-Undang No.28 Tahun 2009, pengaturan pajak dan retribusi daerah lebih limitatif. Dilakukan perluasan basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah 10. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah selain dari retribusi daerah. Sebagian pembanding antara pengertian retribusi dan pajak, di bawah ini adalah pengertian-pengertian pajak menurut beberapa sarjana sebagai berikut : 9 Suandy,Erly.2005.Hukum Pajak.Selemba Empat.Hlm.22 10 Dr.H. Imam Soebechi., JUDICIAL REVIEW Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Jakata: Sinar Grafika,2012.Hlm.85

15 Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH mengemukakan pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat sector pemerintah berdasarkan undang-undang) dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 11 Menurut Waluyo Wirawan B. Ilyas (2001 : 4) mengemukan bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Berdasarkan kedua pendapat dari sarjana-sarjana di atas, maka dapat diketahui cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu, sebagai berikut 12 : a) Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan. b) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah. c) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d) Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 11 Edy supriyanto, Perpajakan di Indonesia. 2010.Graha ilmu. Jogjakarta.Hlm.2 12 Sutedi, S.H., M.H., Andrian. Hukum Pajak. 2011. Sinar Grafika. Jakarta

16 e) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan konsep antara pajak secara umum dengan Pajak Daerah.Terlihat berbeda menurut, aparat pemungut, dasar pemungutan, dan penggunaan pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pajak juga dapat ditemukan pada pajak daerah. 2.2.2. Jenis-Jenis Pajak Daerah Sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenisjenis Pajak Daerah dibagi menjadi 13 : 1) Pajak Provinsi terdiri atas: a) Pajak Kendaraan Bermotor b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d) Pajak Air Permukaan; dan e) Pajak Rokok. 2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a) Pajak Hotel; b) Pajak Restoran; c) Pajak Hiburan; d) Pajak Reklame; 13 Yuswanto, hukum pajak daerah.2010.program pasca sarjana unila.lampung.hlm.12

17 e) Pajak Penerangan Jalan; f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g) Pajak Parkir; h) Pajak Air Tanah; i) Pajak Sarang Burung Walet; j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 2.3. Pemungutan Pajak Daerah 2.3.1. Asas-Asas Pemungutan Pajak Menurut Adam Smith dalam bukunya the four maxim s mengemukakan asas-asas yang harus diperhatikan dalam pengenaan pajak adalah sebagai berikut : 14 a) Asas Equality, dalam suatu Negara tidak diperbolehkan mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak. Pengenaan pajak terhadap subjek hendaknya dilakukan seimbang sesuai dengan kemapuannya; b) Asas Certainly, pajak yang harus dibayar wajib pajak harus pasti untuk menjamin adanya kepastian hukum, baik mengenai subjek, objek, besarnya pajak dan saat pembayarannya; c) Asas Convenience, pajak hendaknya dipungut pada saat paling tepat /baik bagi para wajib pajak; d) Asas Efficience, biaya pemungutan pajak hendaknya seminimal mungkin, artinya biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari pemasukan pajaknya; 14 Ibid, hlm 29

18 e) Asas Ekonomi, sebagai fungsi budgetere, pajak juga digunakan sebagai alat penentu politik perekonomian, tidak mungkin suatu Negara menghedaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh Negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang sering digunakan oleh Negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah 15 : a) Asas sumber, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang tergantung pada adanya sumber penghasilan di suatuu negara. Jika di suatu negara terdapat suatu sumber penghasilan, maka negara tersebut berhak memungut pajak, tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal; b) Asas Domisili, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang bergantung pada tempat tinggal (domisili) wajib pajak di suatu negara. Negara di mana wajib pajak itu bertempat tinggal berhak mengenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh dari manapun; c) Asas Nasional, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu Negara; d) Asas Yuridis, adalah asas yang mengemukakan supaya pemungutan pajak didasarkan pada undang-undang; e) Asas Ekonomis, adalah asas yang menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalangi produksi dan perekonomian rakyat; 15 Saidi S.H,Prof. Dr. M. Djafar. Pembaruan Hukum Pajak. 2011. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta

19 f) Asas Finansial, adalah asas yang menekankan supaya pengeluaranpengeluaran untuk memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut. 2.3.2 Sistem Pemungutan Pajak Dalam merealisasikan penerimaan pajak yang optimal dan menggali objek pajak yang potensial, secara garis besar ada tiga (3) sistem pemungutan pajak yang d i terapkan oleh pemerintah indonesia yaitu : 1) Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b) Wajib Pajak bersifat pasif. c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Contohnya: Pajak Bumi dan Bangunan menganut sistem ini, karena besarnya pajak yang terutang dihitung dan ditetapkan oleh fiskus melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). 2) Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya Pajak yang terutang. Ciri-cirinya :

20 a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri. b) Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPn. BM) menggunakan sistem ini.dengan diterapkannya sistem pemungutan yang seperti ini, diharapkan akan mengatasi kelemahan dari stelsel campuran. 2) With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan pul a Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh si Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak. Contohnya: Pihak perusahaan atau pemberi kerja berkewajiban untuk menghitung berapa PPh yang harus dipotong atas penghasilan yang diterima pegawainya. Kemudian perusahaan atau pemberi kerja tersebut harus menyetorkan, dan melaporkan PPh pegawainya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.

21 2.4. Pajak Restoran 2.4.1. Pengertian Pajak Restoran Berdasarkan Undang-Undang Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Objek dan Subjek Pajak Restoran diatur berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Pasal 11 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa : 1) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yg disediakan oleh Restoran 2) Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat jasa boga/catering. Pasal 11 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa : 1) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan minuman dari Restoran. 2) Wajib Pajak Restoran adalah orang atau pribadi atau badan yang mempunyai Restoran

22 2.4.2. Tarif Pajak Restoran Tarif pajak restoran Kota Bandar Lampung diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah pasal 14 dan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 116 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Restoran Pasal 5, yang menyebutkan bahwa: a. Tarif Pajak Restoran dengan omzet Rp 250.000,- sampai dengan Rp 350.000,- per hari, atau Rp 7.500.000,- sampai dengan Rp 10.500.000,- per bulan ditetapkan 5% (lima persen); b. Tarif Pajak Restoran dengan omzet Rp 350.000,- sampai dengan Rp 600.000,- per hari, atau di atas Rp 10.500.000,- sampai dengan Rp 18.000.000,- per bulan ditetapkan sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen); c. Tarif Pajak Restoran dengan omzet diatas Rp 600.000 per hari atau di atas Rp 18.000.000,- ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). 2.5. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran Dalam Undang-Undang Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menyebutkan bahwa Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Dasar hukum pemungutan pajak restoran di Kota Bandar Lampung adalah pada Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Pasal 1 Butir 14 dan I5, Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 116

23 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Restoran Pasal 1 Butir 12 dan 13 yang menyebutkan bahwa: 1) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. 2) Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya, termasuk jasa boga/katering. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Walikota Bandar Lampung No.116 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Restoran, adalah sebagai berikut : 1) Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. 2) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran. 3) Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain, termasuk pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman oleh usaha jasa boga dan katering. 4) Dalam memberikan pelayanan Restoran sebagaimana dimaksud ayat (3) pengusaha restoran atau wajib pajak wajib menggunakan Nota Kontan (Nota Pembayaran) yang telah diperforasi Dinas Pendapatan Daerah. 5) Tidak termasuk Objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksed pada ayat (1) adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu

24 rupiah) per-hari atau Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) per-bulan.