Semua Karena Ahok. Foto: Dikhy Sasra

dokumen-dokumen yang mirip
Press Release HASIL SURVEI

AHOK KEMBALI KE JALUR PARTAI KAH?

INI KATA PUBLIK JAKARTA TENTANG CALON GUBERNUR MEREKA

LAPORAN TELESURVEI PERSEPSI PUBLIK TERHADAP PILKADA DKI JAKARTA JULI 2016

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. Metro TV dalam pengantar buku Mata Najwa: Mantra Layar Kaca, Dalam

Mengapa Pilkada Jakarta Kali Ini Penting?

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis :

ISU AGAMA KALAHKAN AHOK?

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. NOMOR : 57 /Kpts/KPU-Prov-010/TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

SURVEI PILGUB DKI 2017 MEMAHAMI PETA KOMPETISI PUTARAN KE-2 PILGUB DKI. Media Survei Nasional

Draft Peraturan KPU tentang Pencalonan Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESI

BAB I PENDAHULUAN. tidak dilakukan secara berlebihan sebagaimana beberapa kandidat kepala daerah

RILIS SURVEI NASIONAL 24 MARET 6 APRIL 2018

RILIS HASIL SURVEI PERSEPSI ATAS KASUS HUKUM TERHADAP BASUKI TJAHAJA PURNAMA SERTA EFEKNYA THDP DUKUNGAN PILGUB & PILPRES DI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

Siapa Wagub Ahok?

RILIS SURVEI PILGUB DKI JAKARTA 2017

RILIS HASIL SURVEI PILKADA DKI JAKARTA 2017

LAPORAN SURVEI DKI JAKARTA AHOK POTENSIAL KALAH? Agus Harimurti Yudhoyono Kuda Hitam? Lingkaran Survei Indonesia, Oktober 2016

PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

MEDIA SURVEI NASIONAL

LAPORAN SURVEI DKI JAKARTA Persepsi Publik Terhadap Pilkada DKI Jakarta OKTOBER 2016

RILIS HASIL SURVEI PILKADA DKI JAKARTA APRIL HARI JELANG PILGUB, SUARA AHOK-DJAROT NAIK TAJAM MUNGKINKAH ANIES-SANDI DISALIP?

PKB 4,5%, PPP 3,4%, PAN 3,3%, NASDEM 3,3%, PERINDO

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu

HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK

PETA ELEKTORAL PILKADA DKI JAKARTA PUTARAN KEDUA. Temuan Survei: April 2017

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik. Rilis dan Konferensi Pers Survei Nasional CSIS 2017 Jakarta, 2 November 2017

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. A. Hasil Temuan Berita Pemilihan Gubernur DKI 2017 di Metro TV

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

TANTANGAN DAN STRATEGI PARPOL DALAM PILKADA SERENTAK

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Dari semua interaksi Pemohon 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

Tjhai Chui Mie, Perempuan Tionghoa, Calon Walikota Singkawang Pilihan PDIP

RENCANA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2017 NO JUDUL RANCANGAN PERATURAN UNIT KERJA

2014 : PEMERINTAHAN GOLKAR ATAU PEMERINTAHAN PDIP? Lingkaran Survei Indonesia Februari 2014

BAB III PROSES PENCALONAN DALAM PILKADA GUBERNUR JAKARTA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. DPR atau MPR. Karena pergantian sistem pemerintahan, banyak wajah wajah

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

Jokowi Pasca Naiknya BBM. LSI DENNY JA November 2014

BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB

Legacy SBY Di Bidang Politik dan Demokrasi. LSI DENNY JA Oktober 2014

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

INDEKS CAPRES PEMILU 2014 : CAPRES RIIL VERSUS CAPRES WACANA. Lingkaran Survei Indonesia Oktober 2013

LAPORAN SURVEI DKI JAKARTA Persepsi Masyarakat Terhadap Program Kerja Cagub-Cawagub DKI Jakarta TEMUAN SURVEI 14 Desember 2016

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan informasi pada setiap detiknya. masyarakat untuk mendapatkan gambaran dari realitas sosial. 1

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

PASKA MUNASLUB: Golkar Perlu Branding Baru? LSI DENNY JA Analis Survei Nasional, Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi Cossensus politik Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB VI PENUTUP. sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa : Faktor Kemenangan koalisi Suharsono-Halim dalam

ENAM REVISI PILKADA USULAN PUBLIK LSI DENNY JA FEBRUARI 2015

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XIV/2016 Syarat Dukungan dan Ketentuan Verifikasi Faktual bagi Calon Perseorangan

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta?

BAB I PENDAHULUAN. daerah (pemilukada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penentuan strategi komunikasi, jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek

Reaksi dan Komentar Pertama Megawati

LAMPIRAN. Daftar Informan. Waktu. Tanggal 1 Novemvber 2016 pukul WIB. Tanggal 1 November WIB

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Aburizal Bakrie merupakan salah satu tokoh politik nasional di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah

GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM. LSI DENNY JA Desember 2014

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

Jenderal Aktif TNI AD dan Polri di Pilkada 2018

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014

Transkripsi:

Semua Karena Ahok Kamis 11 Aug 2016, 07:04 WIB https://news.detik.com/kolom/3272849/semua-karena-ahok Kolom Refly Harun Refly Harun - detiknews Foto: Dikhy Sasra Jakarta - Sadar atau tidak, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah menjadi magnet dalam perpolitikan Indonesia, terutama di Jakarta. Banyak yang suka, tetapi tidak sedikit yang menyanggah. Karena Ahok regulasi dibuat. Karena Ahok pula kepala-kepala daerah bagus di tempat lain mau ditarik ke Jakarta untuk menantang mantan Bupati Belitung Timur itu. Semuanya itu karena Ahok terlihat 'perkasa'. Tanpa dukungan partai pun, 'Teman Ahok' sudah mampu mengumpulkan lebih dari satu juta tanda tangan, hampir dua kali lipat dari yang dibutuhkan untuk maju dalam jalur perseorangan. Meski Ahok akhirnya memilih jalur partai, jalur yang lebih rasional dan berkepastian, fenomena sejuta tanda tangan tersebut telah mampu menggetarkan partai-partai di Senayan. Melalui regulasi perubahan undang-undang, yang kemudian menjelma menjadi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, partai-partai di Senayan memperberat syarat calon perseorangan. Semua dukungan harus diverifikasi dengan cara sensus, mencacah satu demi satu jiwa. Bila verifikator tidak menemukan si pendukung, kewajiban calon untuk menghadirkan orang tersebut ke Panitia Pemungutan Suara (PPS). Bisa dibayangkan betapa rumitnya maju dalam jalur perseorangan. Rumit bagi sang calon, 1

rumit pula bagi penyelenggara. Bila satu juta dukungan diserahkan, satu juta pendukung tersebut diverifikasi satu demi satu. Berapa banyak tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan verifikasi tersebut. Hal ini berbeda dengan pilkada sebelumnya yang cukup dilakukan verifikasi dengan sistem sampling. Alhasil, hingga batas akhir pengajuan calon perseorangan, hanya tiga dari 101 daerah yang bergeliat dengan calon perseorangan. Di Banten empat calon perseorangan sedang diverifikasi, Aceh tiga calon, dan Gorontalo satu. Belum ada jaminan mereka bakal lolos. Sementara DKI sendiri nihil calon perseorangan. Ada delapan pasangan yang menyambangi KPU DKI hingga batas waktu pendaftaran 7 Agustus lalu, tetapi tak satu pun lolos ke tahap verifikasi. Bahkan, hanya satu dari tujuh pasangan tersebut yang menyerahkan dukungan. Ahok sendiri akhirnya memilih digendong oleh tiga partai, Nasdem, Hanura, dan terakhir Golkar. Ketiga koalisi partai tersebut telah melewati kuota dukungan pengajuan calon. Partai-partai Senayan sudah mampu melumpuhkan hadirnya calon perseorangan. Padahal, berdasarkan data dari KPU, pada Pilkada serentak 2015, dari 269 calon kepala daerah, terdapat 156 calon perseorangan. Semua itu tidak berlebihan bila dikatakan karena Ahok. Geliat Teman Ahok yang telah menembus satu jatu tanda tangan mengkhawatirkan partai-partai dan dianggap bakal mendelegitimasi keberadaan parpol. Terlebih secara faktual Ahok memang tidak didukung satu partai pun di DPRD DKI. Menarik Risma Bisa dikatakan, dalam soal kengototan maju dalam jalur perseorangan, Ahok menyerah. Menyerah dari regulasi yang sengaja dibuat untuk mempersulit calon perseorangan. Hingga titik ini partai-partai Senayan berhasil. Namun, soal menjegal Ahok lebih lanjut, tidak semua partai bersepakat. Tiga partai bahkan menggendong Ahok sehingga sang petahana punya alternatif kendaraan untuk maju. Kepastian Ahok bakal menjadi calon di tengah gelombang survei yang tetap mengunggulkannya membuat partai-partai lain 'kelimpungan' mencari calon yang bisa menandangi. 2

PDIP, yang punya hak eksklusif mengajukan calon tanpa harus berkoalisi, maju-mundur terhadap Ahok. Internal PDIP terbelah antara yang mendukung dan tidak. Kendati safari politik ke Megawati sudah dilakukan berkali-kali oleh Ahok, tiket partai tersebut belum di tangan. Belakangan, beberapa kalangan, baik dari internal maupun eksternal PDIP, mewacanakan untuk membetot Tri Rismaharini, Walikota Surabaya yang kader PDIP, ke Jakarta. Risma dianggap sosok yang mampu menandingi elektabilitas Ahok. Tidak Yusril Ihza Mahendra, tidak Sandiaga Uno, tidak pula Ahmad Dhani, sebagian nama yang sudah beredar. PDIP, atau tepatnya Megawati, merasa gengsi bila harus mengajukan Ahok, yang notabene bukan kader PDIP kendati dekat dengan Presiden Jokowi. Sebagai partai pemenang di DKI, bahkan nasional, PDIP merasa harus memiliki calon sendiri. Sayangnya, stok kader yang ada seperti Boy Sadikin dan Djarot Saiful Hidayat, tidak cukup kuat untuk menghadang Ahok. Satu-satunya yang dianggap bisa menyaingi Ahok adalah Risma. Kader lain yang juga cukup kuat adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Namun, Ganjar tak mungkin maju untuk jabatan DKI 1 karena dia pun sekarang sudah gubernur. Terlebih regulasi mengharuskan Ganjar mundur bila menjadi calon. Risma menjadi satu-satunya alternatif. Calon Alternatif Risma sendiri sebenarnya menunjukan gelagat yang tidak bahagia atas desakan-desakan terhadap dirinya. Dalam banyak kesempatan Risma sudah mengindikasikan tetap ingin bertahan di Surabaya. Sebenarnya itu adalah pilihan yang paling rasional. Menjadi calon gubernur dengan meninggalkan kursi Surabaya satu sama artinya melangkah dari yang pasti ke ketidakpastian. Risma akan kehilangan jabatan sebagai Walikota Surabaya, sementara belum tentu ia memenangkan pertarungan dengan Ahok. Kalau boleh appeal kepada PDIP atau Megawati, Risma sebaiknya tetap di Surabaya. Negeri ini membutuhkan lebih banyak pemimpin-pemimpin baik yang bekerja. Risma sudah membuktikan hal tersebut di Surabaya pada periode pertama kepemimpinannya. Atas prestasinya itu, warga Surabaya kembali mentahbiskannya untuk memimpin kota terbesar kedua setelah Jakarta itu untuk lima tahun ke depan (2015-2020). 3

Andai tidak ada kader yang lebih kuat dari Risma untuk ditandingkan dengan Ahok, terutama kader yang tidak sedang menjabat sebagai kepala daerah, pilihan PDIP tinggal dua. Pertama, mem-pdip-kan Ahok dalam arti menjadi front liner pengusung Ahok. Kedua, mencari sosok nonkader yang kuat atau setidaknya diperkirakan bakal kuat. Pilihan pertama sudah hampir terlambat. PDIP sudah kalah cepat dengan Golkar, partai nomor dua setelah PDIP. Golkar telah merangkul Ahok dengan keputusan cepat pasca rekonsiliasi. Bahkan, Golkar juga sudah 'membajak' Jokowi sebagai calon presiden dalam pertarungan 2019 di tengah hubungan Jokowi-PDIP yang up and down. Karena itu, pilihan kedua menjadi satu-satunya yang tersisa. Pertanyaannya, siapa calon atau tokoh nonkader tersebut? Kalau merujuk hasil survei, tidak ada yang lebih kuat dari Ahok. Ahok unggul jauh. Di urutan kedua antara Walikota Bandung Ridwan Kamil dan Risma. Dua sosok itu saja yang dianggap bisa menyalib Ahok. Ridwan Kamil, yang bukan kader partai apa pun, sudah menyatakan penolakan menjadi calon. Risma juga sudah mengindikasikan hal yang sama. Bedanya, Risma terikat sebagai kader PDIP. Putusan bijakasana Megawati untuk membiarkan Risma tetap di Surabaya sangat ditunggu. Soalnya, nama-nama yang beredar seperti Yusril, Sandiaga Uno, hingga Ahmad Dhani belum menunjukkan prospek untuk mengalahkan Ahok. Namun, saya termasuk yang tidak sepakat misalnya membiarkan Ahok menjadi calon tunggal. Pemimpin yang baik harus ditantang dengan calon pemimpin yang baik pula. Terlepas dari kontroversi yang mengiringinya, karena nonpribumi, nonmuslim, dan non-jakarta, Ahok layak diapresiasi selama memimpin. Untuk memperbaiki 'kerusakan' Jakarta, macet, banjir, dan masalah-masalah lainnya, memang dibutuhkan waktu betahun-tahun. Namun, Ahok setidaknya sudah terlihat bekerja keras untuk itu semua. Masyarakat puas, setidaknya terlihat dari survei-survei yang diadakan. Penantang Ahok haruslah calon yang sama baiknya atau lebih baik dari Ahok. Selain itu, tentu saja, harus memiliki peluang untuk mengalahkannya. Siapa itu? Kalau harus menyebut nama, saya cenderung kepada sosok semacam Anies Baswedan, 4

mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nama Anies memang tidak pernah disebut sebagai calon gubernur DKI karena tak banyak yang menyangka ia bakal terjungkal dari singgasana Mendikbud. Padahal, seperti dilansir detikcom beberapa kali, Anies termasuk menteri yang disukai dengan tingkat kepuasaan masyarakat hanya di bawah Menteri Susi Pudjiastuti. Kendati demikian, Jokowi memilih untuk melengserkannya untuk memberi jalan kepada kader Muhammadiyah masuk kabinet dengan portofolio yang selalu diincar selama ini: menteri pendidikan. Namun, Anies sesungguhnya tokoh yang bisa terus membesar bila mendapatkan kesempatan. Ia bahkan bisa menantang Jokowi dalam perhelatan Pilpres 2019 bila ada parpol yang mau mengusungnya. Sama seperti Ahok, saya meyakini Anies pun sosok yang baik. Keduanya, mudah-mudahan, a few good men. Bagi saya pribadi, tidak jadi soal siapa yang menang di antara dua orang yang dipersepsi baik ini. Ahok atau Anies akan sama saja bila memiliki komitmen antikorupsi yang kuat dan mau bekerja untuk membereskan Jakarta. Bukan penikmat jabatan yang hartanya tidak habis tujuh turunan saat lengser dari kursi Gubernur DKI. Negeri ini membutuhkan lebih banyak pemimpin-pemimpin yang kuat, baik, dan berkomitmen. Jakarta, 11 Agustus 2016 *) Refly Harun, Akademisi dan Praktisi Hukum Tata Negara dan Pemilu (jor/jor) 5