BAB I PENDAHULUAN. secara utuh dilindungi hak asasinya termasuk yang masih dalam kandungan. Setiap anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

JURNAL ILMIAH PENERAPAN KETENTUAN PIDANA PADA TINGKAT PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU EKSPLOITASI SEKSUAL YANG KORBANNYA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh dan

berlandaskan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang Indonesia harus taat dan patuh terhadap hukum yang ada di Indonesia dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2010 SERI : E NOMOR : 3

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada orangtua yang harus dijaga dan dilindungi, karena dalam diri anak juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia secara utuh dilindungi hak asasinya termasuk yang masih dalam kandungan. Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara optimal serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi dan dilindungi oleh Negara. Anak juga merupakan penerus masa depan dari suatu bangsa yang harus dilindungi. Anak merupakan aset besar bagi bangsa yang harus dijaga, medapatkan perhatian, dan dilindungi karena kelak masa depan suatu bangsa berada di tangan anak-anak, maka harus mendapat perhatian yang lebih dari Negara, masyarakat, dan khususnya orangtua demi tumbuh kembang dan perkembangan anak. Sebagai manusia lainya, setiap anak memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang memuat untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar 1. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan peraturan tertinggi dalam Negara dan merupakan dasar hukum yang tertulis dan mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Undang-Undang Dasar 1945 memuat tentang perlindungan terhadap hak-hak anak seperti dalam BAB 10A, Pasal 28B anak dilindungi dan diakui oleh Negara, anak juga berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Adanya keinginan dari Negara berperan serta melindungi hak- 1 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, ( Bandung : Nuansa Cendikia, 2012),hlm.38. 1

2 hak anak yang dianggap perlu, karena anak merupakan subyek yang lemah dan seringkali mendapat perlakuan yang melanggar hak-hak anak dan melanggar hak asasi manusia. Konvesi Hak Anak disepakati oleh Majelis Umum Perserikata Bangsa-Bangsa (PBB) pada 20 Noveber 1989, dan Indonesia melakukan ratifikasi konvensi ini melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Hak-hak Anak sebagai bukti keseriusan dari Negara untuk memberi perlindungan warga negara khususnya anak-anak indonesia. Negara berperan serta dalam perlindungan hak anak dan menjamin tumbuh kembang anak. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, juga memuat hal yang meberikan perlindungan terhadap hak-hak anak sebagai perwujudan dari Undang-Undang Dasar 1945. Negara menjamin akan perlindungan dari pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak, karena anak subyek yang lemah menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Bagian kesepuluh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bagi anak-anak mendapatkan perlindungan dari Negara, masyarakat, dan orangtua baik dari mengembangkan bakat anak dan tumbuh kembangnya, dan tindakan diskriminatif yang sering dialami oleh anak-anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan jaminan bahwa anak dilindungi sepenuhnya, karena seringkali terjadi kekerasan terhadap anak yang dilakukan baik dengan kekerasan secara fisik maupun sikis yang dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan tafsiran, apa saja yang menjadi bagian hukum anak di Indonesia yang dimulai dari hukum keperdataan anak di bidang pengasuhan, perwalian, dan pengangkatan anak, yang juga

3 mengatur masalah eksploitasi anak di bidang ekonomi, sosial, dan seksual 2. Unadang- Udang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan secara terperinci tentang hak-hak anak yang merupakan hak asasi manusia yang dilindungi oleh Negara. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga disempurnakan dengan adanya pemberian tindak pidana bagi setiap orang yang sengaja maupun tidak sengaja melakukan tindakan yang melanggar hak anak. Dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga dijelaskan bahwa semua anak mendapat perlakuan yang sama dan jaminan perlindungan yang sama, dalam hal ini tidak ada diskriminasi ras, etnis, agama, suku. Anak yang menderita cacat baik fisik maupun mental juga memiliki hak yang sama dan wajib dilindungi setiap hak-haknya, termasuk anak korban eksploitasi seksual 3. Seringkali anak menjadi korban dalam suatu tindak pidana eksploitasi seksual karena anak-anak dianggap lemah, berdasarkan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Tidak sedikit juga anak-anak yang menjadi pelaku tindak kejahatan eksploitasi seksual. Anak yang melakukan tindak kejahatan yang melawan hukum harus berhadapan dengan peradilan. Dalam beracara di persidangan berbeda pengadilan anak dan pengadilan bagi orang dewasa agar tidak memberikan tekanan sikis bagi sang anak yang berhadapan dengan hukum. 2 Ahmad Sofian, Perlindingan Anak di Indonesia : Dilema dan Solusinya, (Jakarta: PT.Sofmedia, 2012), hlm.2. 3 http://fannysitompul.blogspot.com/2011/04/makalah undang undang perlindungan anak.html

4 Anak-anak rentan mengalami trauma, sanksi sosial yang diberikan masyarakat membuat diri anak merasa dikucilkan didalam masyarakat, dan dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ini berbeda dengan sistem peradilan yang dilkukan oleh orang dewasa, yang lebih mengutamakan perlindungan bagi anak baik anak sebagai korban, saksi, ataupun anak yang melakukan tindak pidana. Bagi anak yang menjadi pelaku dalam tindak kejahatan eksploitasi seksual wajib mendapat perlindungan hukum, diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan anak, memperoleh bantuan hukum secara efektif, dan tidak dapat dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup. Anak yang menjadi saksi atau korban wajib mendapat perlindunga hukum dari lembaga yang menangani perlindungan saksi dan korban, mendapatkan rehabilitasi baik medis maupun sosial, jaminan akan keselamatan anak. Keputusan Presiden Nomor 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak, sebagai lembaga yang bersifat indipenden bertujuan untuk memberikan sosialisasi berkaitan dengan seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak. Komisi Perlindungan Anak juga menerima informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindngan anak, dan turut serta juga dapat mendampingi anak-anak yang sedang dihadapkan dalam suatu perkara tindak pidana. Eksploiatasi seksual ada yang melibatkan anak sebagai korban dan juga anak sebagai pelaku. Kebanyakan anak-anak tersebut menjadi korban untuk dijual sebagai penjaja seks komersial atau PSK oleh orang-orang untuk keuntungan pribadi. Eksploitasi seksual yang dilakukan kebanyakan dilakukan oleh orang dewasa, namun ada pula yang

5 dilakukan oleh anak dan korbannya sendiri merupakan anak-anak. Catatan di Komnas Perlindungan Anak, selama tahun 2013, sudah ada 17 kasus anak-anak yang menjadi germo. "Sebelum di Surabaya, juga pernah terjadi di Banyumas. ABG berumur 15 tahun juga menjual anak-anak berusia antara 13-15 tahun" 4. Pelaku yang melakukan perdagangan orang untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) sebelumnya merupakan korban dari eksploitasi seksual. Kasus yang terjadi di wilayah hukum Poltabes Surabaya yang dilakukan oleh Anak yang melakukan eksploitasi seksual harus mendapat perlindungan dari Komnas Perlindungan Anak, dan orangtua dalam mendampingi anak yang yang menjadi pelaku dalam eksploitasi seksual. Sanksi yang diberikan kepada pelaku eksploitasi yang dilakukan oleh anak tidak dapat disamakan dengan pelaku yang dilakukan oleh orang dewasa yang mempunyai kecakapan dalam bertindak. Pada tingkat penyidikan yang dapat melakukan proses penyidikan menurut Pasal 41 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam perkara anak penyidikan dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk Kepala Kepolisian Republik Indonesia, meskipun penyidik berasal dari kepolisian tetapi tidak semua penyidik kepolisian dapat melakukan penyidikan perkara anak. Untuk menjadi penyidik anak selain melalui penetapan dari Kepala Kepolisian republik Indonesia penyidik harus memenuhi syarat-syarat dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 41 Ayat (2), harus berpengalaman sebagai penyidik, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, memahami masalah anak, dan juga telah mengikuti pelatihan teknis 4 http://nasional.news.viva.co.id/news/read/420397 komnas pa yakin ada orang dewasa di balikmucikari cilik

6 tentang peradilan anak. Hal ini dilakukan sebagai wujud memberikan perlindungan anak demi tumbuh kembang anak, dan sebagai penerus bangsa yang harus mendapat perhatian serius dari Negara. Menilai pentingnya memberikan perlindungan anak demi tumbuh kembang anak, khususnya terhadap pelaku dan korban dari eksploitasi seksual yang dilakukan oleh anak, maka penulisan hukum dengan judul: " Penerapan Ketentuan Pidana Pada Tingkat Penyidikan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Eksploitasi Seksual Yang Korbannya Anak " B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah adalah bagaimana penerapan ketentuan pidana kepada anak sebagai pelaku eksploitasi seksual dengan korban anak dalam tingkat penyidikan? C. Tujuan Penelitian Penulisan ini mempunyai tujuan, untuk mengetahui penerapan ketentuan pidana kepada anak sebagai pelaku eksploitasi seksual dengan korkan anak pada tingkat penyidikan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang di harapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis a. untuk dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum pidana.

7 b. untuk dapat menerapkan ilmu yang bersifat teoritik, sehingga nantinya dari penelitian ini diharapkan hasilnya berguna untuk memperbanyak referensi tentang penyidikan terhadap anak sebagai pelaku eksploitasi seksual yang korbannya anak. 2. Manfaat praktis a. dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan penegakan hukum yang dilakukan penyidik dalam menerapkan ancaman pidana terhadap anak pelaku eksploitasi seksual dengan korban anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. b. dapat memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak yang berwenang dan terkait dalam penegakan hukum terhadap perlindungan anak yang pelaku dalam eksploitasi seksual anak dan juga sebagai korban eksploitasi adalah anak. E. Keaslian penelitian Sejauh pengamatan peneliti, belum ada penelitian yang secara khusus menganalisis tentang " Penerapan Ketentuan Pidana Pada Tingkat Penyidikan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Eksploitasi Seksual Yang Korbanya Anak " berdasarkan permasalahan dan cara penelitian yang terdapat dalam penelitian ini. Penulisan hukum ini merupakan hasil karya asli penulis dan bukan merupakan bahan duplikasi ataupun plagiat dari hasil karya penulis lain. Ada beberapa skripsi yang berkaitan dengan anak di antaranya : 1. Penelitian dilakukan oleh Anggita Permatasari dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Atama Jaya Yogyakarta nomor mahasiswa 03050891 pada tahun 2008 dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang

8 Melakukan Tindak Pidana Pada Tingkat Penyidikan. Tujuan dari penelitian hukum adalah untuk memperoleh data tentang bentuk perlindungan hukum yang diberikan polisi terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada tingkat penyidikan serta kendala yang dihadapi polisi dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana dalam proses penyidikan. Hasil penelitian adalah anak sebagai pelaku tindak pidana sesuai yang ditetapkan oleh Undang-undang baik dalam hal sarana dan prasarana maupun perlakuan, kendala dalam perlindungan untuk anak dapat diberikan dengan baik. 2. Penelitian dilakukan oleh Dian Rosita Murni dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta nomor mahasiswa 040508919 pada tahun 2011 dengan judul Proses Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui mengenai data kekhususan dalam proses penyidikan dan adanya hambatan yang dihadapi penyidik dalam penyidikan terhadap anak pelaku tindak pencabulan. Hasil penelitian langkahlangkah penyidik berbeda dengan penyidikan orang dewasa. Langkah itu di antaranya dengan diberitahukan terlebih dahulu tentang apa yang disangka kepadanya. Pemeriksaan dilakukan diruang yang khusus dan berbeda dengan ruang tempat pemeriksaan orang dewasa pada umumnya. Pada saat penyidikan penyidik dengan menggunakan seragam bebas, tidak menggunakan seragam polisi pada umumnya. Berdasarkan uraian tersebut tindakan yang dilakukan oleh pihak penyidik dalam menghadapi kendala-kendala dalam melakukan penyidikan sudah baik. 3. Penelitian dilakukan oleh Tarsisius Indra Adinar dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta nomor mahasiswa 080509894 pada tahun

9 2012 dengan judul Strategi Kepolisian Dalam Pencegahan Eksploitasi Anak (Studi Kasus di Polresta Yogyakarta). Tujuan dari penelitian adalah : a) Untuk mengetahui dan memperoleh data mengenai strategi yang telah dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mencegah eksploitasi anak b) Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Kepolisian dalam mencegah eksploitasi anak. Hasil penelitannya adalah strategi yang dilakukan oleh Kepolisian dalam pencegahan eksploitasi terhadap anak selain mengadakan penyuluhan yaitu dengan seminar tentang masalah yang menjadikan anak sebagai korbanya. Skripsi ini bertujuan agar seluruh masyarakat dapat mengetahui tentang bahaya eksploitasi yang menimpa anak. Kendala yang dihadapi Kepolisian di beberapa tempat kesadaran publik tentang perdagangan orang sangat rendah. Sulitnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang eksploitasi anak karena masih banyak masyarakat yang tidak peduli terhadap segala mecam bentuk eksploitasi yang terjadi pada anak. Masyarakat masih mempunyai anggapan bahwa mencampuri urusan keluarga orang lain sebagai suatu hal yang tabu. Sehingga anggapan tersebut membuat pihak Kepolisian kesulitan untuk mencari informasi tentang tindak pidana Eksploitasi terhadap anak. F. Batasan Konsep Batasan konsep yang berkaitan dengan penelitian sebagai berikut : 1. Penerapan adalah proses, cara, perbutan menerapkan. 5 5 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

10 2. Pidana adalah hukum publik yang mengancam perbuatan yang melanggar hukum dengan pidana atau hukuman. 6 3. Penyidikan menurut Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 4. Anak sebagai pelaku menurut menurut Pasal 1 ayat (2) a dan b Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak nakal yang melakukan tindak pidana; atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Anak yang berumur minimum 8 (delapan) tahun dan maksimum 18 (delapan belas) tahun. 5. Eksploitasi seksual adalah sebagai tindakan seksual terhadap orang lain secara tidak bertanggung jawab dengan tujuan untuk pemuasan diri dan kadang-kadang disertai dengan kekerasan fisik ataupun psikis 7. 6. Korban adalah mereka yang menderita baik fisik maupun sikis akibat dari suatu tindak kejahatan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian 6 Drs. M. Marwan, SH. & Jimmy P. SH, Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hlm.510. 7 http://eprints.unika.ac.id/3352/1/06.40.0084_maria_oktavina_n.pdf

11 Jenis penelitian dalam penulisan hukum adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengkaji norma hukum positif yang berlaku, yang berupa peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penerapan ketentuan pidana pada tingkat penyidikan terhadap anak pelaku eksploitasi seksual. Dalam jenis penelitian ini akan dilakukan abstraksi melalui deduksi. Tugas ilmu hukum dogmatig melalui proses deskripsi, sistematis, analisis, interprestasi, dan menilai hukum positif. 2. Sumber data Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder sebagai data utama terdiri dari : a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang terkait yaitu : 1) Undang-undang Dasar 1954 amandemen ke 4, Pasal 28b ayat (2), tentang hak anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2) Undang-Undang Nomor 73 tahun 1958 tentang Menyatakan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 Republik Inonesia Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Pasal 1 ayat (2) tentang Penyidikan, Pasal 1 ayat (20) tentang Penangkapan, Pasal 1 ayat (21) tentang Penahanan, Pasal 75 tengang Berita Acara.

12 4) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Pasal, Pasal 41 tentang Penyidikan Anak, Pasal 43 tentang Penangkapan Anak, Pasal 45 tentang Penahanan Anak. 5) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 165, Bagian Kesepeluh Hak Anak Pasal 52-66. 6) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 109, Pasal 1 ayat (1) tentang Pengertian Anak, Pasal 88 tentang sanksi eksploitasi ekonomi atau seksual. b. Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, majalah-majalah, website yang bertujuan untuk mengetahui penerapan ancaman pidana bagi anak sebagai pelaku eksploitasi seksual dengan korban anak. 3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara dengan nara sumber untuk memperoleh data yang diperlukan untuk penulisan hukum ini, yaitu dengan : Kanit idik V satreskrim Polresta Yogyakarta AKP Ana Rochayati NF. SH b. Studi kepustakaan

13 Melakukan penelitian melalui pengumpulan data dengan cara membaca bukubuku, tulisan-tulisan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan penelitian ini. 4. Metode Analisis Data Bahan hukum primer, dideskripsikan yang disusun secara sestematis, yang meliputi isi maupun struktur hukum positif. Secara vertikal antara Undang-Undang dasar 1945 Pasal 28b ayat (2) tentang hak anak tentang perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 Pasal 1 ayat (2), menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang. Pasal 2, Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak terjadi antinomi. Secara Horizontal Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 Pasal 1 ayat (1) Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat negeri sipil yang diberi wewenang kusus untuk melakukan penyidikan, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3 Pasal 41 ayat (1) dan (2) penyidik anak ditetapkan berdasarkan surat keputusan Kepala Kepolisan Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dengan syarat-syarat telah berpengalaman sebagai penydik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.

14 Dalam proses penahanan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor Pasal 24 paling lama 20 (dua puluh) hari, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3 Pasal 45 penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat karena menyangkut tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial anak. Tidak ada harmonisasi anatara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam hal ini asas hukum yang berlaku adalah lex spesialis derograt legi generalis, yaitu apa bila terjadi pertentangan anatara peraturan khusus dengan peraturan yang umum mengatur hal yang sama maka peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang sifatnya lebih umum. Dalam penelitian ini digunakan Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Penelitian ini menggunakan 3 macam interprestasi, yaitu : 1) Interprestasi grametikal yaitu mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. 2) Interprestasi sistematis yaitu menggunakan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum. 3) Interprestasi teologis yaitu bahwa setiap interprestasi dasarnya adalah teologis.

15 langkah selanjutnya dilakukan adalah melakukan perbandingan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan mencari persamaan, perbedaan, maupun pendapat dari narasumber. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diperbandingkan guna memperoleh sinkronisasi anatara hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah anak dalam penerapan ancaman pidana dalam tingkat penyidikan yang berkaitan dengan anak sebagai pelaku eksploitasi seksual yang korbanya anak. Proses berfikir deduktif yaitu cara berfikir dengan menarik kesimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum yang digunakan untuk menilai suatu kejadian yang bersifat khusus. Dalam hal ini pengetahuan yang bersifat umum adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan dan bersifat khusus adalah proses penerapan ancaman pidana pada tingkat penyidikan yang berkaitan dengan anak sebagai pelaku eksploitasi seksual yang korbannya anak. H. Sistematika Penulisan BAB I. PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian keaslian penelitian, metode penelitian. BAB II. PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan tentang penerapan ancaman pidana pada tingkat penyidikan, anak sebagai pelaku eksploitasi seksual yang korbannya anak dan hasil

16 dari penelitian tentang penerapan ancaman pidana pada tingkat penyidikan terhadap anak pelaku eksploitasi seksual yang korbannya anak. BAB III. PENUTUP Dalam penutup berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAK