HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2015 TENTANG

1 BAB I PENDAHULUAN. memerlukan transportasi untuk menghubungkan masyarakat disuatu

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

- Andrian Hidayat Nasution -

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

Sri Menda Sinulingga, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013) Copyright 2013

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

BAB II ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. Trans Nusa Terhadap Penumpang. Prinsip tanggung jawab mutlak atau( strict liability) :

Hardiyana STTKD Yogyakarta

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN KEDATANGAN DAN PEMBERANGKATAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS PADA BANDARA HANG NADIM BATAM)

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

GALAU KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN KEWENANGANNYA Sulistyowati

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

BAB V PENUTUP. melihat pengaruh pengaruh dari airlines service quality dan service recovery

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

Oleh : Ari Agung Satrianingsih I Gusti Ayu Puspawati Dewa Gde Rudy Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2015, No Republik Indonesia Nomor 4956); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 112 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lalu Fahmi Yasin 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan. Abstrak

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI V DPR RI KE BANDARA SOEKARNO-HATTA, PROVINSI BANTEN DALAM RANGKA PENINJAUAN TERBAKARNYA TERMINAL 2E

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat dengan banyaknya permintaan penumpang untuk melakukan. suatu perjalanan dengan tujuan bisnis maupun berlibur.

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sekaligus sebagai pendorong pertumbuhan pariwisata. Untuk

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) E-1

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Pengaruh Fasilitas Bandar Udara Terhadap Kinerja Ketepatan Waktu Maskapai Penerbangan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP. 572 TAHUN 2011 TENTANG

Daftar Kecelakaan Pesawat di Indonesia

1. Mendarat di Batam EE GAK ADA MATINYEE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MODEL SISTEM ANTRIAN PESAWAT TERBANG DI BANDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 319 TAHUN 2017 TENTANG TIM PENGAWASAN PENANGANAN BAGASI PENUMPANG DI BANDAR UDARA

2018, No Kerja Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 273/KMK.05/2017 tanggal 13 Maret

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG

KANTOR OTORITAS BANDARA WILAYAH IV BALI, AGUSTUS 2017 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

BAB III SLOT TIME DAN IDSC (INDONESIA SLOT COORDINATOR) tersibuk nomor tiga setelah Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta

2 Menetapkan : 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Peratura

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PENGATURAN SLOT PENERBANGAN DI BANDARA SENTANI JAYAPURA

Evaluasi Kinerja Gate Assignment pada Terminal 1 Keberangkatan Domestik Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun Meteorologi Nabire

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Plan Asuransi Penerbangan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

Transkripsi:

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY www.m.tempo.com Maskapai penerbangan Lion Air kembali dilanda masalah keterlambatan alias delay. Setelah mengalami keterlambatan hingga 25 jam di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng Tangerang. Maskapai yang berlogo singa tersebut juga mengalami keterlambatan di Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta, Senin, 1 Agustus 2016. Tercatat ada empat pesawat yang datang dan empat pesawat yang berangkat mengalami keterlambatan dari jadwal. "Yang delay ada yang datang maupun yang akan berangkat," kata Edwin Wibowo, General Affair & Communication Section Head PT Angkasa Pura I Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta. Dari catatannya, empat pesawat Lion Air yang mengalami delay saat kedatangan adalah pesawat Lion Air JT 521 Banjarmasin-Yogyakarta. Peswat itu seharusnya tiba pukul 06.45 WIB, tetapi baru mendarat pukul 11.00 WIB. Sehingga waktu delay selama 4 jam 15 menit. Pesawat Lion Air JT 569 dari Denpasar - Yogyakarta yang seharusnya tiba pukul 10.40 WIB baru tiba pukul 11.25 WIB. Lion Air JT 276 dari Batam ke Yogyakarta yang seharusnya tiba pukul 11.45, baru mendarat pada pukul 12.40 WIB. Heru Prastowo, salah satu penumpang Lion Air Cengkareng-Yogyakarta, mengalami delay selama tiga jam tadi malam. Seharusnya ia terbang pukul 19.00, namun baru berangkat pukul 22.00 WIB. "Alasannya ada masalah internal manajemen, saya beruntung hanya tiga jam delay, lainnya ada yang nginap" kata dia. Meskipun ada penundaan kedatangan dan keberangkatan, tidak ada penumpukan penumpang di bandara Adisutjipto. Pihak bandara juga mengingatkan hak-hak penumpang harus Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali Halaman 1

dipenuhi sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan pada Badan Usaha Angkutan Udara. Dalam peraturan tersebut, pemerintah mengatur kompensasi atau ganti rugi yang harus diberikan oleh maskapai penerbangan apabila terjadi keterlambatan penerbangan. Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Perhubungan, JA Barata mengatakan, peraturan ini hanya berlaku untuk keterlambatan yang disebabkan oleh faktor manajemen maskapai seperti keterlambatan kru pesawat (pilot, copilot, dan awak kabin), keterlambatan jasa boga (catering), keterlambatan penanganan di darat, menunggu penumpang, atau ketidaksiapan pesawat. Sementara keterlambatan yang disebabkan oleh faktor teknis operasional, baik di bandara asal maupun tujuan (penutupan bandara, terjadi antrean lepas landas atau kepadatan lalu lintas penerbangan, dan sebagainya), faktor cuaca (hujan lebat, badai, asap, dan sebagainya), serta faktor-faktor lain di luar faktor manajemen maskapai, tidak menjadi bagian dari tanggung jawab maskapai. Sumber Berita: 1. www.m.tempo.com, Tak Hanya di Jakarta, Lion Air Juga Delay di Adisutjipto, 1 Agustus 2016; 2. www.merdeka.com, Ini Aturan Baru Menhub Jonan Soal Hak Penumpang Jika Pesawat Delay, 7 Februari 2016. Catatan Berita: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan), dalam Pasal 1 angka 8 menyatakan bahwa Pesawat Udara Sipil adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 13 menyatakan bahwa Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Selanjutnya dalam Pasal 1 angaka 20 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran. Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali Halaman 2

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan), dalam Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa keterlambatan Penerbangan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan. atau kedatangan. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa pembatalan penerbangan (cancelation of flight) adalah tidak beroperasinya suatu penerbangan sesuai rencana penerbangan yang telah ditentukan. Dalam Pasal 2 Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan menyatakan bahwa keterlambatan penerbangan pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal terdiri dari: a. keterlambatan penerbangan (flight delayed); b. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger); dan c. pembatalan penerbangan (cancelation offlight). Mengenai kategori keterlambatan penerbangan dalam Pasal 3 Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan yang menyatakan bahwa Keterlambatan penerbangan dikelompokkan dalam 6 (enam) kategori keterlambatan, yaitu: a. kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit; b. kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit; c. kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit; d. kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit; e. kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit; dan f. kategori 6, pembatalan penerbangan. Selanjutnya dalam Pasal 4 Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan menyatakan bahwa Keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung berdasarkan perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) atau pada saat pesawat block on dan parkir di apron bandara tujuan. Faktor Penyebab Keterlambatan Penerbangan Sipil diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan yang menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan keterlambat penerbangan meliputi: a. faktor manajemen airline; b. faktor teknis Operasional; Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali Halaman 3

c. faktor cuaca; dan d. faktor Lain-lain. Lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (2) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan Faktor manajemen airline sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a adalah faktor yang disebabkan oleh maskapai penerbangan, meliputi: a. keterlambatan pilot, copilot, dan awak kabin; b. keterlambatan jasa boga (catering); c. keterlambatan penanganan di darat; d. menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight); dan e. ketidaksiapan pesawat udara. Mengenai keterlambatan dikarenakan faktor teknis operasional diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan yang menyatakan bahwa faktor teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b adalah faktor yang disebabkan oleh kondisi bandar udara pada saat keberangkatan atau kedatangan, meliputi: a. bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara; b. lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran; c. terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara; atau d. keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling). Untuk keterlambatan penerbangan dikarenakan faktor cuaca diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan yang menyatakan bahwa faktor cuaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf c, meliputi: a. hujan lebat; b. banjir; c. petir; d. badai; e. kabut; f. asap; g. jarak pandang di bawah standar minimal; atau Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali Halaman 4

h. kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan. Mengenai faktor lain-lain diatur dalam Pasal 5 ayat (5) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan yang menyatakan bahwa faktor lain-lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf d adalah faktor yang disebabkan diluar faktor manajemen airlines, teknis operasional dan cuaca, antara lain kerusuhan dan/ atau demonstrasi di wilayah bandar udara. Dalam Pasal 5 ayat (6) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan menyatakan bahwa dalam hal terjadi keterlambatan yang diakibatkan oleh faktor teknis operasional dan faktor cuaca sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) badan usaha angkutan udara wajib menginformasikan dengan bukti surat keterangan resmi dari instansi terkait. Dalam Pasal 5 ayat (7) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan menyatakan bahwa Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah otoritas Bandar udara dan unit penyelenggara bandar udara apabila keterlambatan disebabkan factor teknis operasional dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) apabila keterlambatan disebabkan faktor cuaca. Pasal 6 ayat (1) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan menyatakan bahwa Badan Usaha Angkutan Udara bertanggungjawab atas keterlambatan yang disebabkan faktor manajemen airlines sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). Selanjutnya dalam ayat (2) menyatakan bahwa Badan Usaha Angkutan Udara dibebaskan dari tanggungjawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), (4) dan (5). Mengenai kompensasi keterlambatan diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan yang menyatakan bahwa Badan Usaha Angkutan Udara wajib memberikan kompensasi sesuai dengan kategori keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berupa: a. keterlambatan kategori 1, kompensasi berupa minuman ringan; b. keterlambatan kategori 2, kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box); c. keterlambatan kategori 3, kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meal); d. keterlambatan kategori 4, kompensasi berupa minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal); e. keterlambatan kategori 5, kompensasi berupa gant rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah); Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali Halaman 5

f. keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket) dan g. keterlambatan pada kategori 2 penumpang dapat dialihkan berikutnya atau mengembalikan (refund ticket).sampai dengan. 5 ke penerbangan seluruh biaya tiket. Lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (2) Permenhub No PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan menyatakan bahwa Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dilakukan secara aktif oleh petugas setingkat General Manager, Station Manager, staf lainnya atau pihak yang ditunjuk yang bertindak untuk dan atas nama badan usaha angkutan udara niaga berjadwal. Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali Halaman 6