Bab 2. Nilai Batas Dosis



dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Dasar Proteksi Radiasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

TEORI DASAR RADIOTERAPI

BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN.. 01 A. Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum. 02 Tujuan Instruksional Khusus 02

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL) NASIONAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ESTIMASI NILAI CTDI DAN DOSIS EFEKTIF PASIEN BAGIAN HEAD, THORAX DAN ABDOMEN HASIL PEMERIKSAAN CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PENELITIAN DAN NUKLIR ABSTRAK PEKERJA BKTPB 1,27. msv. BEM. merupakan. tahun. ABSTRACTT. for radiation. carried out. on radiation.

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

The Effect Radiation Exposure to Brachyterapy Officer at General Hospital Haji Adam Malik.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

TINJAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL TERHADAP PEKERJA DALAM PERBAIKAN DETEKTOR NEUTRON JKT03 CX 821 DI RSG-GAS

RADIASI PENGION DAN PENGARUHNYA TERHADAP RONGGA MULUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP UNTUK PEMERIKSAAN GONDOK

Proteksi Radiasi dalam Pekerjaan

PEMBUATAN KURVA ISODOSIS PAPARAN RADIASI DI RUANG PEMERIKSAAN INSTALASI RADIOLOGI RSUD KABUPATEN KOLAKA - SULAWESI TENGGARA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 01/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

SISTEM MANAJEMEN DOSIS PADA PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DENGAN KENDARAAN DARAT

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang : Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Radiasi 22/12/2014. Radiasi Sumengen Sutomo

Penulis koresponden. Alamat

KOMPARASI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI INTERNA PEKERJA PPTN SERPONG BERDASARKAN ICRP 30 TERHADAP ICRP 68

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

BAB III METODE PENELITIAN

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

ANALISIS DOSIS YANG DITERIMA PASIEN PADA PEMERIKSAAN RENOGRAF

SUB POKOK BAHASAN. I. Dosis Radiasi & Satuan Pengukur. Dosis Radiasi

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENGUKURAN DAN EVALUASI KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI EKSTERNA DI PTAPB-BATAN YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA

Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata dan Timus

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN

PENENTUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL PADA PEKERJA RADIASI DI RUANG PENYINARAN UNIT RADIOTERAPI RUMAH SAKIT DR.KARIADI SEMARANG

VIII. DOSIMETRI RADIASI, SAFETY, DAN REGULASI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional P2STPFRZR BAPETEN

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

DAMPAK TINGKAT RADIASI PADA TUBUH MANUSIA

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PEMANTAUAN DOSIS PERORANGAN DI PUSAT TEKNOLOGI NUKLIR BAHAN DAN RADIOMETRI - BATAN BANDUNG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN TEBAL PERISAI RADIASI PERANGKAT RADIOTERAPI EKSTERNAL Co-60 UNTUK POSISI PENYINARAN

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

UJI KESESUAIAN PESAWAT CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6 DENGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN NOMOR 9 TAHUN 2011

Transkripsi:

Bab 2 Nilai Batas Dosis Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu pemberian dosis. Karena tidak adanya dosis ambang ini, maka masalah utama dalam pengawasan keselamatan radiasi adalah dalam batas dosis tertentu sehingga efek yang akan ditimbulkannya masih dapat diterima baik oleh masyarakat. Oleh karena itu, setiap kemungkinan penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun anggota masyarakat bukan pekerja radiasi harus diusahakan serendah mungkin. 2 2.1 Sejarah Nilai Perkembangan Dosis Sejarah mengenai perkembangan nilai batas dosis tidak terlepas dari munculnya kesadaran akan pentingnya proteksi radiasi yang dimulai pada awal tahun 1920-an dimana The British X-ray and Radium Protection Commitee dan American Roentgen Ray Society mengeluarkan rekomendasi umum mengenai proteksi radiasi. Pada awal tahun 1925, dibentuk kongres internasional radiologi yang pertama yang membentuk Komisi Internasional untuk Satuan dan Pengukuran Radiologi (ICRU), saat itu diperkenalkan konsep dosis tenggang (tolerance dose) yang didefinisikan 3

4 sebagai: dosis yang mungkin dapat diterima oleh seseorang terus-menerus atau secara periodik dalam menjalankan tugasnya tanpa menyebabkan terjadinya perubahan dalam darah. Pada tahun yang sama, Mutscheller memperkirakan secara kuantitatif bahwa nilai dosis total yang diterima selama sebulan dengan nilai dosis haruslah kurang dari 1/100 dari nilai dosis yang dapat menyebabkan terjadinya erythema pada kulit sehingga tidak mungkin menyebabkan kelainan jangka panjang. Nilai penyinaran yang memungkinkan timbulnya erythema pada kulit diperkirakan 600 R, sehingga nilai dosis tenggang untuk pekerja radiasi diusulkan sebesar 6 R dalam jangka penerimaan 1 bulan. 2 Pada tahun 1928 diadakan kongres radiologi ke-2 yang menyetujui pembentukan Komisi Internasional untuk Perlindungan Sinar-X dan Radium dan secara resmi mengadopsi satuan roentgen (R) sebagai satuan untuk menyatakan paparan sinar-x dan gamma. Pada tahun 1934, komisi tersebut mengeluarkan rekomendasi untuk menurunkan dosis tenggang menjadi 0,2 R / hari atau 1 R / minggu. Pada tahun 1936, nilai dosis tenggang diturunkan lagi hingga 100 mr / hari dengan asumsi bahwa diperhitungkan adanya hamburan balik (energi sinar-x yang umumnya digunakan pada saat itu) dimana dosis 100 mr di udara dapat memberikan dosis 200 mr pada permukaan tubuh. 2 Pada tahun 1950, komisi tersebut berubah nama menjadi Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRF). Berbagai perkembangan penelitian radiobiologi dan dosimetri radiasi menyebabkan perubahan dalam teknik penetuan nilai batas dosis yang mana komisi tersebut memutuskan:

5 Menurunkan dosis tenggang menjadi 0,05 R (50 mr) per hari atau 0,3 R (300 mr) per minggu atau 15 R / tahun Menetapkan kulit sebagai organ kritis dengan dosis tenggangnya sebesar 0,6 R (600 mr) per minggu. Perkembangan dalam dosimetri radiasi membuktikan bahwa nilai paparan tidak tepat jika digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan dosis radiasi pada jaringan. Oleh karena itu, pada tahun 1953 ICRU memperkenalkan dosis serap dengan satuan rad (radiation absorbed dose). Pada tahun 1955 ICRP memperkenalkan konsep dosis ekuivalen dengan satuan rem (roentgen equivalent man) sebagai satuan untuk menyatakan dosis serap yang sudah dikalikan dengan faktor kualitas dari radiasi yang bersangkutan. ICRP selalu menggunakan besaran dosis ekuivalen dengan satuan rem untuk menyatakan dosis radiasi. 2 2.2 Nilai Batas Dosis yang Diberlakukan di Indonesia Setelah membahas lebih jauh tentang nilai batas dosis (NBD), pada bagian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai NBD yang diberlakukan di Indonesia. Penentuan NBD agak tinggi dimasa lalu semata-mata disebabkan oleh tingkat pemahaman efek biologi radiasi pada saat itu yang masih agak terbatas. Sifat dari rekomendasi ICRP ini juga tidak mengikat, dalam arti setiap negara diberikan kebebasan untuk memilih sistem proteksi radiasi yang paling sesuai dengan kondisi negara masing-masing. 2

6 Nilai batas dosis yang diberlakukan di Indonesia dicantumkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional Nomor: PN 03/160/DJ/89 menekankan bahwa pekerja yang berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan untuk bertugas sebagai pekerja radiasi ataupun diberi tugas yang memungkinkan pekerja tersebut mendapatkan penyinaran radiasi. Selain itu, pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan mendapat tugas yang mengandung resiko kontaminasi radioaktif yang tinggi, jika perlu terhadap wanita ini dilakukan pengecekan khusus terhadap kemungkinan kontaminasi. Untuk itu, tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua kategori pekerja radiasi yakni: 2 Kategori A, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 15 msv (1500 mrem) per tahun Kategori B, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih kecil dari 15 msv (1500 mrem) per tahun Adapun nilai batas dosis untuk seluruh tubuh yang bergantung pada pekerja radiasinya (dengan pengecualian wanita hamil dan wanita masa usia subur) adalah: 2 NBD untuk pekerja radiasi yang memperoleh penyinaran seluruh tubuh ditetapkan 50 msv (5000 mrem) per tahun Batas tertinggi penerimaan pada abdomen pada pekerja radiasi wanita dalam masa subur ditetapkan tidak lebih dari 13 msv (1300 mrem) dalam jangka waktu 13 minggu dan tidak melebihi NBD pekerja radiasi Pekerja wanita yang mengandung harus dilakukan pengaturan agar saat bekerja dosis yang diterima janin terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat

7 kelahiran diusahakan serendah rendahnya dan sama sekali tidak boleh melebihi 10 msv (1000 mrem) dimana umumnya kondisi ini biasanya bekerja pada kategori B Penyinaran yang bersifat lokal yaitu pada bagian tubuh tertentu ditetapkan sebagai berikut: 2 Batas dosis efektif yang dievaluasi adalah 50 msv (5.000 mrem) dalam setahun dengan dosis rata-rata pada setiap organ tidak melebihi 500 msv (50.000 mrem) dalam setahun Batas dosis untuk lensa mata adalah 150 msv (15.000 mrem) dalam setahun Batas dosis untuk kulit dalah 500 msv (50.000 mrem) dalam setahun. Apabila penyinaran berasal dari kontaminasi radioaktif pada kulit, batas ini berlaku untuk dosis yang rara-rata pada setiap permukaan 100 cm 2 Batas dosis untuk tangan, kaki dan tungkai adalah 500 msv (50.000 mrem) dalam setahun Menurut White pada tahun 1990 yang mempublikasi ICRP mereferensikan nilai batas dosis dalam bidang kedokteran gigi seperti terlihat dalam tabel berikut: 16 Tabel 1. Nilai dosis pada setiap jenis teknik radiografi. Teknik Sinar X Dosis Efektif (μsv) Dosis resiko terkena kanker fatal (per juta) Raiografi Intraoral 1 8,3 0,02 0,6

8 (Bitewing/periapikal) Oklusal Anterior Maksila 8 0,4 Panoramik 3.85 30 0,21 1,9 Radiograf lateral sefalometri 2 3 0,34 Cross Sectional 1 189 1 14 Tomography (per potong) CT Scan (Mandibula) 364 1202 18,2 88 CT Scan (Maksila) 100 3324 8 242