Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

dokumen-dokumen yang mirip
Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pencahayaan di Meja Kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

Rumah Baca sebagai Representasi Pemikiran Arsitektur Achmad Tardiyana

Preferensi Pejalan Kaki terkait Kondisi Lingkungan untuk Menciptakan Kenyamanan Termal di Jalan Rajawali Surabaya

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

Pengaruh Penggunaan Skylight & Sidelight pada Shopping Mall terhadap Perilaku Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

Persepsi Penilaian dan Keinginan Pengunjung terhadap Pasar Dadakan Sunday Morning (Sunmor) di Kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada, D.

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Persepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi

Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pencahayaan Ideal Kantor

BAB I PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas, ada masalah-masalah terkait kenyamanan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Suatu Kota Menurut Tanggapan Masyarakat Studi Kasus : Kota Bandung, Jawa Barat

Ruang Hobi Ideal. Dimas Nurhariyadi. Abstrak

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

PENGARUH LUASAN BUKAAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SISWA PADA BANGUNAN SD NEGERI SUDIRMAN 1 KOTA MAKASSAR

BAB III ELABORASI TEMA

Pengaruh Adaptasi Arsitektur Tropis pada Bangunan Kolonial di Koridor Jalan Blang Mee Samudera Pase

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS

Rumah Impian Mahasiswa

Peran Panca Indra dalam Pengalaman Ruang

Matahari dan Kehidupan Kita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Borang Kota Palembang

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota

Kriteria Ruang Publik untuk Masyarakat Usia Dewasa Awal

Analisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

ANALISA KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH DI SURABAYA

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

BAB I PENDAHULUAN. Universitas merupakan sebuah tempat di mana berlangsungnya sebuah

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )

Analisis standar dan prosedur pengukuran intensitas cahaya pada gedung

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

BAB III KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang akan dilakukan pada pemahaman judul Desain Arsitektur. Tropis dalam Kaitannya dengan Kenyamanan Thermal pada Rumah

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan.

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

Korespondensi antara Kriteria Tempat Kerja Alternatif Impian terhadap Profesi Pekerja

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Perencanaan Fasilitas Permukiman di Kawasan Periferi Kasus : Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar

Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh

KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

SOLAR ENVELOPE Lingkungan Penerangan Ernaning Setiyowati

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta sebagai kota metropolitan bertumbuh sangat pesat terutama dari segi

BAB III TINJAUAN KHUSUS

KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari. Abstrak

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi

Adaptasi Gedung Museum Kota Makassar Terhadap Iklim Tropis Lembab

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN CENGKARENG OFFICE PARK KONSEP DASAR PERANCANGAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Persepsi Kriteria Kenyamanan Rumah Tinggal

Keluhan dan Harapan Masyarakat terhadap Karakteristik Toilet Umum di Indonesia

Korespondensi antara Faktor Penyebab Kemacetan dan Solusinya

BAB III METODE PENELITIAN

Ekspektasi Wisatawan dalam Memilih Penginapan sesuai Anggaran

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

Sri Kurniasih Teknologi Bangunan Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, Depok Abstrak

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

TEKNIKA VOL. 2 NO

BAB III ELABORASI TEMA

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building

Tata Cahaya pada Ruang Baca Balai Perpustakaan Grhatama Pustaka Yogyakarta

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Hemat Energi

Transkripsi:

TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal Studi Kasus: Campus Center Barat ITB Rizki Fitria Madina (1), Annisa Nurrizka (2), Dea Ratna Komala (3) (1) Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (2) Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (3) Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Abstrak Manusia memerlukan kondisi fisik ruangan tertentu yang dianggap nyaman untuk dapat bekerja dengan baik dan produktif. Kondisi ruangan yang nyaman meliputi kenyamanan termal dan pencahayaan alami. Penelitian ini membahas mengenai kondisi pencahayaan alami dan kenyamanan termal dan hubungannya dengan fasade bangunan, dengan kasus studi bangunan Campus Center Barat ITB. Pengambilan data dilakukan menggunakan metode kuantitatif yaitu melakukan pengukuran temperatur dan lux pada 1 hari di 3 waktu yang berbeda pada sample ruangan yang dipilih berdasarkan fungsi dan tata letak ruang. Kemudian data diolah secara kuantitatif dengan membandingkan hasil pengukuran dengan standar kenyamanan termal dan pencahayaan. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa kondisi kenyamanan termal dan pencahayaan alami pada ruangan tidak optimal. Kata-kunci : fasade, kenyamanan termal, pencahayaan alami, post-occupancy evaluation Pengantar Untuk menyelenggarakan aktivitasnya agar terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang dianggap nyaman. Suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan efek dingin di mana seseorang akan kedinginan atau menggigil sehingga kemampuan kerjanya menurun. Sementara suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan efek panas yang dapat mengakibatkan tubuh berkeringat dan tentunya mengganggu kemampuan bekerja. Produktivitas cenderung menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. Salah satu faktor yang mempengaruhi pencahayaan alami & kenyamanan termal adalah fasade bangunan. Besarnya bukaan mempengaruhi banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bangunan dan material bangunan yang digunakan menentukan besarnya panas yang diserap ke dalam bangunan sehingga berpengaruh terhadap temperatur dalam ruangan. Menurut Fanger (1970), kondisi kenyamanan termal dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor individu atau faktor personal. Faktor iklim yang mempengaruhi terdiri dari: suhu udara, suhu radiasi rata-rata, kelembaban udara relatif, dan kecepatan angin. Sedangkan faktor individu yang menentukan keadaan suhu nyaman adalah jenis aktivitas serta jenis pakaian yang digunakan. Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila: a) Pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 E - 39

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal (Kasus: Campus Center Barat ITB) b) Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan silau yang mengganggu. Menurut SNI 03-2396-2001, tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh: a) Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya. b) Ukuran dan posisi lubang cahaya. c) Distribusi terang langit. d) Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur. Di dalam SNI 03-6197-2000 dijelaskan bahwa setiap aktivitas memerlukan intensitas penerangan yang berbeda. Semakin diperlu-kannya penelitian dalam mengerjakan sesuatu maka intensitas penerangannya semakin tinggi. Tabel 1 menunjukkan standar intesitas penerangan berdasarkan peraturan. Tabel 1. Standar intensitas penerangan Ruang Lux Ruang Administrasi / Kantor 300-350 Ruang Rapat / Seminar 250-300 Koridor atau selasar 100-150 Lobby / R. Tunggu Entrance 100-200 Selubung bangunan berfungsi untuk meminimalisasi efek dari iklim di luar bangunan sehingga pengguna bangunan dapat merasakan kenyamanan. Semakin besar perbedaan suasana di luar bangunan dengan di dalam bangunan, maka semakin besar kebutuhan teknis yang perlu dipenuhi. Salah satu bagian dari fasade bangunan adalah bukaan. Kebutuhan jumlah maksimum cahaya yang masuk melalui celah minimal. Bukaan gunanya untuk mengatur jumlah masuknya cahaya, refraksi cahaya, privasi, dan ventilasi. Campus Center ITB merupakan bangunan yang berfungsi sebagai kantor pelayanan kemahasiswaan dan sering digunakan untuk tempat belajar dan berkumpul mahasiswa disela-sela jadwal perkuliahan. Fasade Campus Center secara umum berbeda dari bangunan lain yang ada di Kampus ITB, terlihat dari penggunaan material kaca. Campus Center terdiri dari tiga massa bangunan, yaitu Campus Center sayap timur, Campus Center sayap barat, dan juga bangunan penghubung, rotunda. Campus Center Barat dipilih sebagai kasus studi karena lebih sering digunakan oleh mahasiswa. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja fasade bangunan Campus Center ITB sayap barat. Beberapa hal yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain; karakteristik desain fasade Campus Center Barat, kondisi pencahayaan alami dan termal dan sejauh mana desain fasade berkontribusi terhadap pencahayaan dan kenyamanan termal bangunan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam keilmuan mengenai pengetahuan bangunan di dalam kampus dan memberikan feedback Post Occupancy Evaluation pada bangunan yang akan dibangun selanjutnya. Metode Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan menggunakan metode kuantitatif (Creswell, 2008) dimana data numerik diperoleh dari pengukuran di ruangan yang dipilih melalui purposive sampling. Kriteria samplingnya antara lain orientasi bangunan, fungsi dan kegiatan, level lantai dan kedalaman ruang. Dari kriteria sampling tersebut dipilih ruanganruangan yang akan diukur, yaitu R.22 yang mewakili ruangan kantor, R.29 yang mewakili ruang seminar & kelas, Lounge Basement yang mewakili lobby, dan Selasar depan yang mewakili koridor dan selasar. Pengukuran dilakukan pada tanggal 8 November 2011 pada hari yang cerah. Pengukuran dilakukan dalam 3 rentang waktu, pagi dari pukul 08.00 sampai pukul 09.00, siang dari pukul 12.30 sampai pukul 13.30 dan sore dari pukul E - 40 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

16.00 sampai pukul 17.00. Peng-ukuran dilakukan di tiga titik pada tiap-tiap ruang 22 (ruang pelayanan kemahasiswaan), lounge basement, ruang 29 dan selasar depan Campus Center. Pengukuran dilakukan menggunakan multimeter yang berfungsi untuk mengukur intensitas cahaya, kelembaban udara, kecepatan angin, dan temperatur ruangan dan juga bola hitam untuk mengukur temperatur radiasi. Selain itu, luas dan jenis fasade bangunan dilihat dari dokumen gambar tampak bangunan CC Barat dan dihitung luasnya berdasarkan skala gambar. Rizki Fitria Madina banyak perbedaan pada pagi, siang maupun sore. Selain itu, pada siang hari di R.22 terdapat lonjakan yang cukup tinggi pada temperatur udara. Dibandingkan dengan R.22 yang memiliki intensitas cahaya yang kurang dari 1000 LUX, R.29 memiliki intensitas cahaya yang cukup tinggi untuk ruangan yang tertutup, yaitu melebihi 2000 LUX. Suhu udara di R.29 ini juga paling tinggi dibandingkan dengan ruang-ruang lainnya. Gambar 1. Ruang 22 CC Barat ITB, salah satu sampel ruangan pengukuran Metode Analisis Data Data dianalisis menggunakan metode kuantitatif. Hasil pengukuran temperatur dikonversikan menggunakan tabel psikometrik dan nomogram suhu efektif untuk menganalisis kondisi kenyamanan termal (Fanger, 1970). Sedangkan dari sisi pencahayaan alami, data diolah menggunakan standar penerangan untuk aktivitas dalam ruangan tersebut. Fasade dianalisis dari luas, jenis dan sifat bukaannya dan pengaruhnya terhadap kenyamanan termal dan pencahayaan bangunan. Gambar 2. Perbandingan kelembaban udara Hasil Pengukuran Dari Tabel 2, Gambar 1 dan 2 dapat terlihat perbedaan kondisi iklim dan pencahayaan masing-masing ruangan. Ruang 22 yang merupakan ruang pelayanan mahasiswa memiliki intensitas pencahayaan alami yang sangat rendah apabila dibandingkan dengan ruang lainnya. Kemudian dilihat dari grafiknya, R.22 memiliki kelembaban yang cukup stabil, tidak terlalu Gambar 3. Perbandingan Temperatur Udara Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 E - 41

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal (Kasus: Campus Center Barat ITB) Tabel 2. Hasil pengukuran temperatur, kecepatan angin dan intensitas cahaya Ruang Pagi Siang Sore T Kec. Angi n Lux T. Radi asi T Kec. Angin Lux T. Rad iasi T Kelembaban Kelembaban Kelembaban Kec. Angin Lux T. Radi asi 22 26 64 0 63 32 30 44 0 67 31 28 56 0 14 31 29 28 57 0 1836 31 31 47 0 2543 31 28 55 0 794 31 Lounge Basement Selasar Depan 27 57 0,3 444 30 30 33 0,17 512 31 28 55 0,23 47 30 28 51 0,83 9100 33 30 43 0,67 10766 32 27 55 0,77 1059 31 Walaupun Lounge Basement dan Selasar Depan sama-sama merupakan ruang yang langsung berbatasan dengan ruang luar, tetapi kondisi termal dan pencahayaannya cukup berbeda. Lounge Basement memiliki intensitas cahaya dan kelembaban udara yang sangat rendah dibandingkan dengan Selasar Depan. Rata-rata intensitas cahaya di Lounge Basement tidak melebihi 1000 LUX, tetapi di Selasar Depan bisa sampai melebihi 10000 LUX. Tetapi pada siang hari, justru temperatur udara di Selasar Depan lebih rendah daripada Lounge Basement hal ini dikarenakan kecepatan angin di Selasar Depan lebih besar daripada di Lounge Basement. Analisis Analisis Hasil Pengukuran Untuk menganalisis kondisi kenyamanan termal, maka diperlukan suhu tabung basah (wet bulb), Suhu tabung basah didapatkan dari mengkonversi suhu tabung kering (dry bulb) menggunakan diagram psikometrik. Dengan menggunakan nomogram suhu efektif, wet bulb dan dry bulb dikonversikan ke dalam skala kenyamanan termal (lihat tabel 3). Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa hampir pada semua waktu dan di semua ruangan kondisi termalnya nyaman untuk beraktivitas. Tetapi pada kenyataannya, karena kurangnya pertukaran udara yang diindikasikan oleh rendahnya angka kecepatan angin dan tingginya kelembaban, maka ruangan tersebut terasa pengap. Tabel 3. Kondisi kenyamanan termal Ruang Pagi Siang Sore Kondisi Kondisi Kondisi 22 tidak nyaman nyaman nyaman 29 Lounge Basement Selasar Depan Sedangkan, dari sisi pencahayaan alami, data diolah menggunakan standar penerangan untuk aktivitas dalam ruangan tersebut. Di pagi hari, hampir seluruh ruangan pencahayaannya melebihi standar, kecuali R.22 yang pencahayaannya jauh di bawah standar. Padahal dilihat dari fungsinya, ruangan tersebut membutuhkan cahaya yang cukup tinggi untuk bekerja. Meskipun lampu sudah dinyalakan, pencahayaan dalam ruangan masih di bawah standar. Sebaliknya, untuk R.29 yang pencahayaannya sangat berlebih akan mengganggu aktivitas di dalamnya. Ketika lampu dinyalakan pun tidak terlalu berpengaruh karena cahaya sudah sangat berlebih. Pada lounge basement dan selasar depan meskipun pencahayaannya berlebih, karena aktivitas di dalamnya tidak memerlukan ketelitian, maka walaupun berlebih masih dapat di toleransikan E - 42 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

Tabel 4. Kondisi pencahayaan alami Ruang Pagi Siang Sore Kondisi Kondisi Kondisi 22 tidak nyaman nyaman nyaman 29 Lounge Basement Selasar Depan Analisis Fasade Bangunan Bangunan Campus Center memiliki fasad yang 63 persen didominasi oleh bukaan kaca, 12 persen menggunakan dinding massive pada bagian toilet, dan 25 persen tidak menggunakan selubung karena merupakan bagian selasar. Selubung bangunan Campus Center menggunakan curtain wall dengan rangka curtain wall terbuat dari aluminium. Dari seluruh bukaan, 80 persen dari jendelanya merupakan jendela mati, sedangkan 20 persen sisanya menggunakan jendela top-hung. Semua bidang curtain wall menggunakan kaca bening. Lebih jelasnya fasade Campus Center dapat dilihat pada gambar 4, bidang yang berwarna biru merupakan jendela dengan kaca mati sedangkan yang berwarna merah merupakan jendela top-hung. Gambar 4. Jendela top-hung pada lantai dasar Rizki Fitria Madina Tetapi, karena Bandung memiliki kelembaban yang tinggi, pertukaran udara yang minim akan menyebabkan kondisi ruangan yang pengap dan tidak nyaman. Melihat hasil analisis kurva hubungan antara kelembaban udara dengan temperatur di dalam ruangan pada Tabel 3, bisa dikatakan ruangan di Campus Center tergolong tidak nyaman dan terlalu lembab. Udara di dalam ruangan terasa tidak begitu segar, karena tidak terjadi pertukaran udara yang baik di dalam ruangannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari penggunaan jendela top-hung. Berdasarkan Tabel 4, dapat kita lihat bahwa cahaya yang masuk ke dalam Ruang 29 sangat jauh lebih tinggi dari standar. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kaca bening dalam luas yang besar pada fasade bangunan. Kaca bening meneruskan semua cahaya yang diterimanya ke dalam bangunan dengan menyerap sangat sedikit panas dari cahaya tersebut, sehingga menimbulkan panas pada ruangan. Sedangkan pada Ruang 22, pencahayaannya kurang dari standar pencahayaan pada ruang kantor, karena terletak di lantai basement dan tidak men-dapatkan cahaya matahari langsung. Penggunaan teritisan hanya berpengaruh pada ruangan yang berada di sebelah barat ataupun timur karena pada bagian tersebut teritisan cukup panjang sehingga dapat menghalangi datangnya sinar matahari. Hal ini terasa pada selasar depan Campus Center Barat yang berada di bagian timur bangunan. Bayangan yang ditimbulkan oleh teritisan membuat selasar menjadi teduh walaupun suhunya tinggi sehingga masih terasanya nyaman. Sedangkan pada ruangan yang terletak di utara atau selatan, misalnya Ruangan 29, teritisan tidak mampu menghalangi cahaya sehingga cahaya masuk berlebih karena perbandingan panjang teritisan dan luas bidang bangunan. Sayangnya, penggunaan jendela top-hung pada bangunan ini tidak disertai ventilasi udara lainnya. Jendela top-hung membatasi pertukaran udara melalui celah bukaannya, karena memang cocok dipergunakan untuk bangunan di daerah yang memiliki kecepatan angin yang tinggi. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 E - 43

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal (Kasus: Campus Center Barat ITB) dijadikan faktor penentu kenyamanan dalam menentukan bangunan ini nyaman atau tidak. Penelitian berikutnya perlu memperhatikan faktor personal dari pengguna bangunan melalui wawancara ataupun kuesioner agar hasil penelitian dapat semakin akurat. Daftar Pustaka Gambar 5. Analisis arah matahari pada teritisan selatan CC Barat Kesimpulan Ruang yang ada di dalam bangunan Campus Center memerlukan perlakuan yang berbeda. Pada Ruang 22 perlu ditambahkan jumlah pencahayaannya, sedangkan pada Ruang 29 pencahayaan sangat berlebih. Hal ini dipengaruhi dari perletakan dan selubung masingmasing ruang. Karena itu dibutuhkan penyesuaian pencahayaan buatan (pada Ruang 22) dan penambahan upholstery (pada Ruang 29). Kemudian, pada kasus ini teritisan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kondisi thermal, karena kebanyakan ruang terletak di Utara - Selatan. Walaupun peletakan ruang sudah benar tetapi hal ini tidak berhasil mengurangi jumlah cahaya dan panas yang masuk ke dalam ruangan. Untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk bisa ditambahkan penggunaan sun-shading. Amirudin, Saleh. (1966). Iklim dan Arsitektur di Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum. Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc. Egan, M. David. (1975). Concept in Termal Comfort. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Fanger. (1970). Thermal comfort: Analysis and Applications in environmental engineering. Danish Technical Press. Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Herzog, Krippner, Lang. (2000). Facade Contruction Manuals. Birkhäuser Architecture. Karyono, Tri Harso. (2001). Teori dan Acuan Kenyamanan Termal dalam Arsitektur. Jakarta: PT. Catur Libra Optima. SNI 03-6197-2000 SNI 03-2396-2001 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1589 5/1/sti-jul2005-%20%2826%29.pdf, diakses pada tanggal 8 November 2011 Jadi secara umum, dari segi desain bangunan Campus Center Barat sudah berusaha untuk merespon iklim lingkungan sekitar, misalnya dari tata letak ruang. Hanya saja karena penggunaan kaca yang berlebih ini mengakibatkan kondisi kenyamanan termal dan pencahayaan alami pada ruangan tidak optimal. Penelitian ini hanya memperhatikan faktor iklim dalam mengukur kenyamanan pengguna, sedangkan faktor personal dan individu tidak E - 44 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013