Berskala Kecil. Pendahuluan

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

10Pilihan Stategi Industrialisasi

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

Barat yang Integratif Melalui Pegembangan Agribisnis

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

PENGANTAR AGRIBISNIS

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. kapita tersebut haruslah terus berlangsung dalam jangka panjang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

19Pengembangan Agribisnis

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA DAN PELUANG PERBANKAN 1 )

SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

Transkripsi:

Agribisnis 17Pengembangan Berskala Kecil Pendahuluan Sistem agribisnis mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan beberapa subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain. Subsistemsubsistem tersebut adalah subsistem faktor input pertanian (input factor subsystem), subsistem produksi pertanian (production sub-system), subsistem pengolahan hasil pertanian (processing sub-system), subsistem pemasaran, baik untuk faktor produksi, hasil produksi maupun hasil olahannya (marketing subsystem), dan subsistem kelembagaan penunjang (supporting institution subsystem). Dalam terminologi umum, termasuk yang digunakan dalam birokrasi pemerintahan, subsistem pengadaan sarana produksi sering disebut sebagai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan sarana produksi pertanian (saprotan). Subsistem produksi disebut sebagai kegiatan budi daya pertanian, atau karena umumnya dilaksanakan di tingkat unit usaha pertanian, juga disebut sebagai kegiatan usahatani. Bahkan pengertian pertanian yang selama ini digunakan juga lebih banyak mengacu pada kegiatan-kegiatan dalam subsistem produksi ini. Subsistem pengolahan sering disebut sebagai kegiatan industri hasil pertanian (agroindustri), sedangkan subsistem yang terakhir, subsistem jasa layanan pendukung, sering pula disebut sebagai subsistem jasa (services subsystem). Dengan demikian, dalam pengertian yang umum digunakan saat ini, sistem agribisnis sebenarnya terdiri dari lima bentuk kegiatan, yaitu (1) kegiatan pertanian (budi daya) sebagai kegiatan utama dan didukung oleh (2) pengadaan sarana produksi pertanian, (3) agroindustri pengolahan, (4) pemasaran, dan (5) jasa-jasa penunjang. Jika dilakukan pengelompokan, kegiatan pertanian budi daya) akan dimasukkan sebagai kegiatan usahatani (on-farm activities), sedangkan pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan, pemasaran dan jasa-jasa penunjang dikelompokkan ke dalam kegiatan luar usahatani (off-farm activities). Dengan tetap memperhatikan kerangka berpikir dan pengertian sistem agribisnis di atas, penelaahan mengenai Pengembangan Agribisnis Kecil dalam makalah ini diawali dengan melihat peranan agribisnis secara umum

bagi perekonomian Indonesia, baik yang telah terjadi selama PJP-I maupun perkiraannya pada PJP-II. Kemudian akan dibahas mengenai status dan peranan agribisnis kecil. Berdasarkan kedua pembahasan tersebut akan dikemukakan pokok-pokok pikiran mengenai strategi pengembangan agribisnis kecil yang didasari pada pemahaman tentang masalah dan kendala yang dihadapi oleh kegiatan agribisnis kecil di Indonesia, Peran Agribisnis dalam PJP-I dan PJP-II Pada Pembangunan Jangka Panjang ke I (PJP-I), kegiatan kegiatan dalam sistem agribisnis telah memberikan sumbangan yang nyata bagi perekonomian Indonesia. Kegiatan yang relatif dominan adalah kegiatan pertanian, yaitu dalam bentuk sumbangan hasil produksi (product contribution), sumbangan pasar (market contribution), dan sumbangan faktor produksi (factor contribution) serta sumbangan kesempatan kerja (employment contribution). Sumbangan produksi pertanian ditunjukkan dengari pemenuhan kebutuhan pangan rakyat, antara lain dengan dicapainya swasembada beras pada tahun 1984. Sumbangan pasar ditunjukkan oleh cukup besarnya pangsa pasar domestik di pedesaan bagi produk-produk industri dan sektor Iain, dirnana daya beli masyarakat pedesaan sangat ditentukan oleh keberhasilan usaha pertanian di pedesaan. Sumbangan faktor produksi dapat dilihat dari penyediaan tenaga kerja, modal dan bahan baku bagi sektor lain, khususnya industri. Sedangkan sumbangan kesempatan kerja ditunjukkan oleh tenaga kerja yang diserap sektor pertanian yang jumlahnya masih merupakan yang terbesar hingga saat ini. Pada PJP-II perekonomian Indonesia diarahkan untuk memiliki struktur industri yang lebih kuat dari pertanian, Namun demikian, peran penting agribisnis sebagai sistem secara keseluruhan diperkirakan masih akan terus berlanjut. Hal ini didasarkan pada beberapa argumentasi berikut. Pertama, jika sektor minyak dan gas bumi berikut hasil industri pengolahannya dikeluarkan dari analisis struktur ekonomi, maka akan terlihat bahwa peran industri manufaktur masih belum terlalu besar. Hal ini semakin nyata jika industriindustri yang berbasis pertanian, seperti industri minyak sawit (CPO), kayu lapis, karet, dan Iain-lain juga dikeluarkan dari sektor industri. Belum lagi jika dilihat bahwa sebagian kegiatan industri Indonesia adalah industri yang sifat foot-lose industry, yaitu industri yang kurang memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang (forward and backward linkages) kecuali untuk tenaga kerja seperti industri elektronik, tekstil dan sebagainya. 206

Dominasi peranan pertanian, atau subsistem budi daya, baik dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional maupun dalam penyediaan lapangan kerja selama PJP-I mendorong perkembangan subsistem lain seperti agroindustri pengolahan hasil pertanian, pemasaran, dan subsistem jasa penunjang (seperti kegiatan lembaga keuangan dan penyuluhan). Dengan demikian, terlihat bahwa pada akhir PJP-I ini transformasi struktural yang lebih nyata terjadi di Indonesia adalah transformasi struktur agribisnis, yaitu dari kegiatan pertanian di tingkat usahatani (on-farm activities) menjadi kegiatan di Iuar usahatani (off-farm activities). Atau dengan perkataan lain, hasil transformasi ekonomi yang terjadi hingga saat ini masih menempatkan Indonesia sebagai negara yang bercorak agribisnis. Kedua, dilihat dari keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia yang mampu meningkatkan pendapatan per kapita rakyat Indonesia hingga lima kali selama PJP-I, maka dapat diperkirakan bahwa pembangunan ekonomi pada PJP-II pun diharapkan dapat meningkatkan pendapatan per kapita tersebut hingga tiga atau empat kali. Jika pada akhir Pelita V ini pendapatan per kapita tersebut telah mencapai US$ 500 - US$ 600 maka akan merupakan prestasi pembangunan yang membanggakan jika pada akhir PJTMI dapat mencapai US$ 1,500 - US$ 2.400. Namun demikian, dalam sejarah perkembangan ekonomi negara-negara di dunia, saat ini, ternyata belum ada satu negara yang telah mencapai status sebagai negara industri pada tingkat pendapatan per kapita tersebut. Tingkat pendapatan tersebut tidak jauh berbeda dengan Thailand dan Malaysia sekarang. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa proses tinggal landas yang akan dicapai oleh Indonesia pada PJPII juga masih akan memiliki corak agribisnis. Ketiga, menghadapi persaingan dengan negara lain dalam ekonomi global, Indonesia membutuhkan komoditas-komoditas andalan yang memiliki daya saing tinggi, disamping untuk dapat tetap mempertahankan asas pemerataan dalam setiap kegiatan ekonomi. Sejauh ini, dan juga diperkirakan untuk masa yang akan datang, keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tersebut lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumber daya, daripada kegiatan produksi yang berbasis teknologi atau modal. Dalam hal ini, kegiatan produksi berbasis sumber daya yang terbesar adalah kegiatan agribisnis, yaitu pada subsistem budi daya dan/atau subsistem pengolahannya (agroindustri). Pada tahun 1982-1987 misalnya, ekspor produk pertanian dalam bentuk bahan mentah tumbuh sebesar 7,64 persen setahun sedangkan ekspor produk industri tumbuh sebesar 23,17 persen. Namun demikian, jika dilihat dari jenis komoditas yang dimasukkan ke dalam produk industri, 207 207

ekspor kayu lapis tumbuh 48,09 persen, kayu olahan lain 36,67 persen, karet olahan 12,5 persen, minyak sawit 31,74 persen, furnitur dari rotan, kayu atau bambu 77,98 persen, serta kertas dan produk kertas 124,55 persen, dimana produk-produk tersebut tergolong sebagai produk agribisnis, Produkproduk industri yang berbasis sumber daya tersebut memiliki pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi dari ekspor produk pertanian dalam bentuk bahan mentah, bahkan lebih tinggi dari ekspor hasil industri secara keseluruhan. Penambangan minyak dan gas bumi memang juga masih tetap merupakan andalan hingga saat ini, namun keberlangsungannya pada masa yang akan datang tidak dapat terjamin. Hal ini menempatkan kegiatan agribisnis sebagai salah satu alternatif kegiatan utama pada masa yang akan datang. Keempat, kegiatan agribisnis merupakan kegiatan yang menghasilkan produk yang bersifat strategis bagi rakyat, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian dan perumahan. Beberapa diantaranya, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tidak dapat atau sangat sulit digantikan kegiatan lain pada masa yang akan datang, sedangkan mengandalkan pemenuhan kebutuhan dari negara lain (impor) dapat memberikan konsekuensi yang rumit dan mahal. Kelima, isu dan berbagai masalah lingkungan hidup yang dihadapi dunia saat ini juga akan menempatkan kegiatan pertanian sebagai kegiatan yang lebih favourable, karena dibandingkan dengan kegiatan industri, kegiatan subsistem budi daya dalam agribisnis jelas lebih memenuhi asas kelestarian lingkungan. Keenam, pengembangan kegiatan pertanian secara integral sebagai bagian dari pengembangan sistem agribisnis telah menjadi suatu tuntutan logis dari perkembangan keadaan perekonomian secara keseluruhan. Perkembangan permintaan terhadap produk pertanian (subsistem budi daya dalam sistem agribisnis) ternyata tidak hanya dalam hal jumlah seperti pada awal PJP-I, tetapi juga terjadi peningkatan permintaan dalam hal keragaman jenis, peningkatan mutu, kontinuitas jumlah, kesesuaian tempat, waktu, kemasan, pengangkutan, mekanisme pemasaran dan sebagainya. Petard tidak cukup lagi hanya mengetahui bagaimana menghasilkan produk sebaik dan sebanyak mungkin dan kemudian dijual, tetapi perlu pula mengetahui bagaimana selera dan kebutuhan konsumen akhir, termasuk konsumen di luar negeri, sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai. Perkembangan tuntutan di atas juga menciptakan kompleksitas masalah yang terjadi baik di tingkat mikro maupun makro. Di tingkat usahatani, petani semakin dituntut untuk 208

lebih mengerti pasar, perlu lebih memahami dasar-dasar hukum permintaan dan penawaran untuk dapat memperkirakan harga yang akan dihadapinya, perlu lebih tanggap terhadap perubahan teknologi, perlu memperhatikan azas konservasi dalam setiap kegiatan pertanian yang dilakukannya, perlu menguasai cara-cara pemanfaatan kredit, dan berbagai masalah lainnya. Sedangkan di tingkat makro, pandangan pertanian sebagai sektor telah menciptakan tantangan yang sangat berat karena laju pertumbuhan sektor pertanian yang lebih rendah dari industri memang telah menurunkan peran relatif sektor pertanian. Pada 20 tahun terakhir, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) telah turun sekitar 37 persen, atau hanya memberikan sumbangan sekitar 17 persen terhadap PDB. Tetapi di lain pihak, sumbangannya terhadap penyediaan lapangan kerja hanya berubah dari sekitar 67 persen menjadi 54 persen, dimana pada kurun waktu yang sama, sektor pertanian telah menyerap lebih dari 40 persen pertambahan tenaga kerja. Tantangan yang dihadapi kegiatan pertanian kemudian harus ditambah lagi dengan perkembangan globalisasi perekonomian yang terus bergulir Dampak langsung dari fenomena tersebut berkaitan dengan upaya untuk menciptakan pasar yang lebih bebas bagi komoditas-komoditas yang diperdagangkan secara internasional, termasuk komoditas pertanian. Kondisi ini ditambah dengan semakin terintegrasinya kegiatan ekonomi desa-kota serta modern-tradisional yang akan memberikan dampak yang luas terhadap kegiatan pertanian. Salah satu ciri masalah-masalah yang dihadapi oleh kegiatan pertanian, seperti yang telah diuraikan di atas, adalah bahwa satu masalah akan memiliki keterkaitan yang erat dengan masalah lain. Masalah kesesuaian teknologi akan tergantung pada pemasaran produk pertanian yang dihasilkan, sebaliknya kegiatan pemasaran akan sangat tergantung pada kesesuaian produk dengan permintaan pasar. Masalah perkreditan akan sangat terkait dengan kelayakan usaha, yang akan tergantung pada harga produk yang dihasilkan, demikian seterusnya. Oleh sebab itu, pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembangunan pertanian perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem yang dapat merangkum seluruh bagian kegiatan secara utuh. Sehubungan dengan hal itu, pendekatan yang dinilai tepat untuk digunakan adalah pendekatan sistem agribisnis. Berdasarkan argumentasi-argumentasi di atas dapat dinyatakan bahwa kegiatan agribisnis masih tetap akan memegang peranan yang besar dalam PJP-II. 209 209

Status dan Peranan Agribisnis Kecil Pengertian agribisnis yang telah dijelaskan pada awal makalah ini mengandung dua dimensi penting. Pertama, agribisnis mengandung pengertian fungsional, yaitu sebagai rangkaian fungsi-fungsi kegiatan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam hal ini, sistem agribisnis mencakup tiga aspek utama: (1) aspek pengelolaan usaha pertanian yang meliputi pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan; (2) aspek produk penunjang kegiatan pra dan pascapanen seperti industri penghasil pupuk, pestisida, bibit unggul, alat-alat pertanian, industri pengolah hasil pertanian dan sebagainya; serta (3) aspek sarana jasa penunjang seperti perbankan, pemasaran, penyuluhan, penelitian dan sebagainya. Kedua, sistem agribisnis mengandung pengertian struktural, yaitu sebagai kumpulan unit usaha atau unit kegiatan dan lembaga lain yang melaksanakan fungsi-fungsi dari masing-masing subsistem. Unit usaha atau unit kegiatan tersebut dapat berbentuk seorang petani dengan usahataninya yang tidak berbadan usaha hingga perkebunan besar milik swasta atau negara dengan bentuk PT, CV, Perum, koperasi, atau bentuk-bentuk lain. Unit usaha tersebut dapat juga memiliki sifat homogen atau heterogen, berteknologi tinggi atau tradisional, komersial atau subsisten, padat modal atau padat tenaga kerja, dan berbagai keragaman sifat lainnya. Dengan demikian, pengertian sistem agribisnis tidak hanya mencakup kegiatan bisnis pertanian yang besar dan dengan modal yang kuat, tetapi termasuk juga kegiatan-kegiatan skala kecil dan lemah. Bahkan unit-unit kegiatan skala kecil tersebut atau yang dikenal dengan usaha pertanian rakyat, telah memberikan sumbangan yang terbesar, baik dilihat dari jumlah unit kegiatan, luas lahan, produksi yang dihasilkan, keragaman jenis kegiatan, kesempatan kerja yang diciptakan, maupun sumbangannya terhadap pendapatan nasional. Hal ini dapat dilihat terutama dalam subsistem budi daya dan subsistem pemasaran. Dengan demikian, dalam strategi pengembangan sistem agribisnis sebagai wujud dari pembangunan pertanian, maka pengembangan unit-unit usaha atau unit-unit kegiatan skala kecil ini harus ditempatkan sebagai objek dan subjek utama. Subsistem Kegiatan Usahatani (On-farm Activities Subsystem) Subsistem kegiatan usahatani dalam sistem agribisnis merupakan bagian yang terbesar dari seluruh sistem agribisnis Indonesia. Disamping itu, juga 210

merupakan bagian yang paling banyak menghadapi masalah, yang berwujud dalam segala bentuk keterbatasannya: modal, lahan, keterampilan, penguasaan teknologi, aksesibilitas terhadap pasar, posisi tawar menawar dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut bermuara pada rendahnya tingkat pendapatan dan kesulitan untuk berkembang. Kendala keterbatasan sumber daya tersebut telah dihadapi sejak awal PJP-L Hal ini kemudian menyebabkan dikembangkannya program intensifikasi dengan menerapkan berbagai teknologi pertanian. Kebijaksanaan tersebut telah memberikan hasil yang nyata bahkan pada beberapa kasus cenderung justru menimbulkan masalah kelebihan penawaran, yang kemudian berakibat pada penurunan harga, dan akhirnya menyebabkan turunnya nilai tukar (term of trade) produk-produk primer atau bahan mentah dari sistem agribisnis terhadap produk-produk industri. Identifikasi masalah kemiskinan juga telah menunjukkan bahwa kantongkantong kemiskinan di pedesaan berhubungan erat dengan keragaan kegiatan sub-sistem budi daya pertanian. Dengan demikian, pengembangan subsistem agribisnis ini harus merupakan prioritas dalam pengembangan sistem agribisnis secara keseluruhan. Subsistem Kegiatan Non-Usahatani (Off-farm Activities Subsystem) Subsistem non-usahatani yang memegang peranan yang sangat besar dalam sistem agribisnis di Indonesia maupun negara-negara berkembang lainnya adalah layanan dalam bidang pengolahan dan pemasaran. Di banyak negara Asia dan Amerika Latin, kegiatan non-usahatani ini memberikan sumbangan 20 hingga 30 persen terhadap total kesempatan kerja pedesaan dengan peningkatan sekitar 30 persen pada tahun 1970-an dan 1980-an. Sedangkan kesempatan kerja di kegiatan usahatani sendiri hanya meningkat sekitar 14 persen pada kurun waktu yang sama. Disamping itu, pendapatan per kapita dari kegiatan non-usahatani tumbuh sekitar 14 persen per tahun sedangkan dari kegiatan usahatani hanya sekitar 3 persen per tahun, dimana keterkaitan kedua kegiatan tersebut telah meningkatkan laju pertumbuhan pendapatan per kapita di pedesaan. Disamping itu, di Asia dan Amerika Latin, elastisitas permintaan atas pendapatan untuk produk-produk pertanian yang telah mendapatan pengolahan lebih lanjut ternyata lebih besar dari produk pertanian mentah, walaupun fenomena tersebut belum terjadi di Afrika. 211 211

Di Indonesia, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri kecil merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan penyerapan oleh jenis industri lain. Pada tahun 1986, kegiatan industri rumah tangga (industri dengan 1-4 pekerja) telah menyerap 53,7 persen total tenaga kerja yang diserap sektor industri, Kegiatan industri kecil (industri dengan 5-19 pekerja) menyerap 14 persen, dan industri besar (industri dengan lebih dari 20 pekerja) menyerap 32,2 persen. Dari tahun 1975 hingga 1986, penyerapan tenaga kerja oleh industri kecil meningkat sekitar 20 persen per tahun, sedangkan peningkatan pada industri besar hanya sekitar 16 persen. Besarnya kegiatan luar usahatani sebenarnya menunjukkan potensi yang besar di pasar domestik. Namun demikian, kegiatan-kegiatan luar usahatani tersebut seperti terabaikan karena silau oleh orientasi ekspor. Seharusnya, pengembangan pasar domestik, terutama dalam bentuk kegiatan-kegiatan nonusahatani, dapat merupakan bentuk tahapan antara sebelum menuju ke pasar internasional. Hal ini didukung oleh berbagai masalah yang sekarang dihadapi dalam perdagangan internasional, seperti mutu, kontinuitas dan sebagainya, yang sebenarnya dapat lebih mudah diatasi dengan mengembangkan kegiatan domestik yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi perdagangan (penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, sortasi, grading dan sebagainya). Pokok-Pokok Pemikiran Pengembangan Agribisnis Kecil Masalah dan Kendala Salah satu komponen utama dalam pengembangan agribisnis adalah mengembangkan kegiatan budi daya yang mampu mengikuti peluang dan perubahan situasi yang menjadi faktor penentu kegiatan usahanya, terutama perubahan dan situasi pasar disamping hal-hal yang bersifat teknis, seperti perubahan lingkungan bio-fisik. Namun demikian, hal ini akan dihadapkan pada berbagai kendala, khususnya keterbatasan skala usaha. Penerapan teknologi baru yang selama ini diandalkan sebagai motor pengembangan juga sudah menunjukkan gejala leveling-off. Disamping itu, kegiatan-kegiatan pertanian yang telah dapat menerapkan teknologi secara optimal juga tetap dihadapkan pada masalah-masalah yang lebih banyak berhubungan dengan kondisi pasar. Sebagai bagian dari keterkaitan seluruh mata rantai agribisnis nasional, disadari bahwa pengembangan agroindustri pedesaan masih menghadapi kendala-kendala struktural, antara lain (1) kegiatan pertaniannya belum) memberikan dukungan yang optimal karena pada sebagian besar pola pro- 212

duksi komoditas pertanian belum dalam satu areal yang kompak berkelompok, sehingga skala ekonomi daerah belum efisien, (2) sarana dan prasarana ekonomi yang belum memadai untuk daerah produksi tersebut, (3) pola agroindustri sendiri kebanyakan masih terpusat bukan pada sentra produksi pertanian di pedesaan tetapi di perkotaan, (4) biaya transportasi yang masih relatif tinggi, dan (5) sistem kelembagaan yang belum mendukung dengan peranan petani produsen yang lemah dan informasi pasar yang belum memadai. Secara mikro, kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan dalam orientasi dan kemampuan kewiraswastaan (enterpreneurship) serta keterbatasan dalam permodalan. Orientasi dan kemampuan kewiraswastaan dinilai merupakan kendala yang terbesar, sedangkan hal tersebut merupakan salah satu unsur paling penting dalam pengembangan kegiatan yang berorientasi pasar dan membutuhkan penanganan manajerial yang memadai seperti kegiatan agroindustri. Dengan demikian, kesiapan sumber daya manusia menjadi prasyarat bagi pengembangan kegiatan agroindustri. Keterbatasan modal sebenarnya merupakan masalah klasik yang telah lama dirasakan oleh masyarakat pedesaan. Namun hal ini akan semakin dirasakan jika mengusahakan kegiatan agroindustri yang Iebih bersifat non-landbase activities jika dibandingkan dengan pertanian. Strategi dan Kebijaksanaan Strategi umum yang perlu diambil dalam rangka pengembangan agribisnis sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional adalah dengan Iebih memproyeksikan Indonesia sebagai New Agro-Industrial Country (NAIC) daripada sebagai New Industrial Country (NIC) pada akhir PJP-IL Dengan demikian, secara konsisten dapat diarahkan agar perekonomian Indonesia dapat menjadi pertanian yang berciri agribisnis (agribusiness base economies), dengan kegiatan agroindustri sebagai kegiatan yang memimpin pengembangan kegiatan lain (agroindustry-lead development strategy). Dalam konteks strategi pembangunan, adalah hal yang wajar jika keberhasilan pembangunan sektor pertanian dalam PJP-I yang telah berhasil meningkatkan produktivitas dan dapat meningkatkan pendapatan petani, kemudian di reinvestasikan kembali kepada kegiatan sekunder, yaitu kegiatan agroindustri di pedesaan. Pengembangan kegiatan ini akan dapat meningkatkan pendapatan non-usahatani yang kemudian berakibat pada peningkatan permintaan dan pembelian barang non-pertanian, perkembangan pasar tenaga kerja pedesaan, dan perkembangan pasar uang pedesaan, serta sekaligus dapat menarik perkembangan sektor pertanian sebagai dampak dari 213 213

keterkaitan kebelakang kegiatan agroindustri itu sendiri. Memperhatikan kendala yang dihadapi pada pengembangan subsistem produksi agribisnis petani, maka komponen kedua dari strategi pengembangan tersebut adalah dengan mengembangkan agroindustri kecil di pedesaan sebagai subsistem pengolahan yang merupakan kelanjutan dari subsistem produksi sekaligus sebagai bagian dari strategi pendekatan permintaan (demand-side strategy). Jika dilihat dari konsepnya, pengembangan agroindustri pedesaan dapat mengembangkan kelas menengah di pedesaan dengan memberikan peluang bagi anggota masyarakat pedesaan untuk dapat menggunakan potensi kapital yang ada di wilayahnya sendiri serta memanfaatkannya dalam bentuk perputaran ekonomi yang berada dalam lingkup wilayah pedesaan ltu sendiri. Disamping itu, pengembangan agroindustri pedesaan sekaligus juga dapat memecahkan masalah dualisme ekonomi desa, karena kegiatan modern dan komersial yang diciptakan dalam sistem ekonomi desa merupakan bentuk pengembangan dari kegiatan yang selama ini telah dilakukan dan dikembangkan oleh masyarakat desa itu sendiri serta memiliki dasar keterkaitan yang erat dengan kegiatan ekonomi tradisional, Kedua hal di atas merupakan dasar dari pencapaian kondisi ekonomi yang demokratis di pedesaan. Disamping itu, pengembangan agroindustri di pedesaan juga akan mengurangi tekanan masalah ketenagakerjaan bagi kegiatan pertanian, sehingga luasan unit usaha pertanian (budi daya) per satuan tenaga kerja dapat menjadi lebih besar. Dengan demikian, lebih dimungkinkan untuk mengadakan pengembangan kegiatan pertanian itu sendiri, sehingga kegiatan agroindustri pedesaan tersebut dapat menjadi fase transisi menuju transformasi struktural pertanian ke industri yang sebenarnya. Usaha-usaha untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi pengembangan agribisnis kecil di pedesaan tahap awal masih membutuhkan campur tangan pemerintah secara langsung. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah bentuk campur tangan pemerintah harus ditempatkan dalam usaha pe ngembangan iklim wirausaha yang sesuai Dengan demikian, campur tangan langsung terhadap kegiatan yang akan dilakukan sehingga dapat menimbulkan distorsi dalam pengambilan keputusan usaha, harus dihindari. Sehubungan dengan hal itu, untuk mengembangkan orientasi dan kemampuan kewiraswastaan di pedesaan perlu dilakukan pengembangan kegiatan penynluhan yang selama ini telah dilakukan, Kegiatan penyuluhan perlu dilengkapi dengan materi-materi mengenai manajemen usaha dan mengadakan penyesuaian terhadap materi-materi mengenai kegiatan produksi. 214

Metode penyuluhannya pun perlu disesuaikan dengan menambahkan metode-metode yang tidak konvensional. Alternatif pola magang dan sistem pencangkokan manager dapat menjadi alternatif yang baik. Masalah kelangkaan modal perlu ditangani secara lebih hati-hati. Pemberian kredit yang murah (tingkat bunga rendah) sering kali justru dapat berakibat buruk bagi perkembangan kegiatan usaha dalam jangka panjang. Alternatif yang dinilai lebih baik adalah dengan menyediakan fasilitas kredit yang mudah, yaitu kredit yang memiliki kemudahan dalam perolehannya, kesesuaian dalam jumlah, waktu serta metode peminjaman dan pengembaliannya. Disamping itu, pemberian kredit tersebut perlu diatur sedemikian sehingga kemungkinan reinvestasi dan keberhasilan usaha yang dilakukan dapat lebih terjamin. Dalam hal ini bentuk supervised credit dapat menjadi alternatif model pemberian kredit. Hal ini tentunya perlu didukung oleh kesiapan lembaga keuangan yang akan ditugasi menyalurkan kredit tersebut. Penelaahan yang lebih mendalam mengenai hal ini sangat diperlukan. Pengembangan agroindustri pedesaan juga perlu didukung oleh kelembagaan yang sesuai. Dalam kelembagaan usaha perlu dicari kombinasi optimal dari pemanfaatan skala usaha dengan efisiensi unit usaha sesuai dengan sifat kegiatan yang dilakukan. Misalnya, jika kegiatan agroindustri memang akan lebih efisien apabila dilakukan dalam skala yang relatif kecil maka pengembangan kegiatan usaha individual perlu didorong, tetapi pada kegiatan pengangkutan hasil kegiatan tersebut memerlukan skala kegiatan yang lebih besar maka perlu dibentuk unit kegiatan yang sesuai pula. Dengan demikian, perlu dimungkinkan terjadi kondisi dimana kegiatan agroindutri dilakukan secara individual (tidak harus dipaksakan berada dalam unit kegiatan KUD misalnya), tetapi para pengusaha agroindustri tersebut bersama-sama membentuk koperasi, atau unit usaha KUD, dalam bidang pengangkutan. Hal-hal semacam ini memerlukan penelaahan yang lebih mendalam. Memperhatikan strategi umum dan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah serta kendala yang dihadapi, maka tiga bentuk kebijaksanaan yang perlu diambil dalam rangka pengembangan seluruh sistem agribisnis pada umumnya dan agribisnis kecil khususnya adalah sebagai berikut: (1) Farming Reorganization Kebijaksanaan ini bertujuan untuk mengembangkan subsistem budi daya pada usahatani-usahatani kecil. Secara khusus, perlu memperhatikan pentingnya usaha untuk mengatasi masalah keterbatasan (smallness) 215 215

usahatani. Sulit untuk dibayangkan usahatani yang luasnya hanya 0,1 hektare dapat berperan secara aktif dalam keterkaitan sistem agribisnis yang kompleks, dan lebih sulit lagi untuk dibayangkan usahatani sebesar itu dapat memberikan pendapatan per kapita hingga US$ 2.000 pada akhir PJP-II. Dengan demikian, perlu kiranya kebijaksanaan reorganisasi usahatani terutama dalam hal reorganisasi jenis kegiatan usaha yang dilakukan sehingga dapat tercapai diversifikasi usaha yang menyertakan usaha komoditas-komoditas yang bernilai tinggi dan dengan sifat elastisitas pendapatan yang tinggi pula. Disamping itu, perlu pula dilakukan reorganisasi manajemen sedemikian sehingga dapat diperoleh skala manajemen yang lebih besar, walaupun skala pemilikan usahanya tidak harus berada pada skala yang sama (2) Small-scale Industrial Modernization Pengembangan agroindustri kecil merupakan inti dari pengembangan agribisnis. Dalam hal ini, kebijaksanaan modernisasi kegiatan industri perlu menjadi fokus perhatian utama. Modernisasi yang perlu dilakukan menyangkut modernisasi teknologi berikut seluruh perangkat penunjangnya, modernisasi sistem, organisasi, dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar. (3) Services Rasionalization Pengembangan layanan agribisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan agribisnis secara keseluruhan. Rasionalisasi lembagalembaga penunjang kegiatan agribisnis harus dilakukan sehubungan dengan peningkatan efisiensi dan daya saing lembaga-lembaga tersebut baik di dalam negeri maupun di pasar internasional, serta dengan mengembangkan kepercayaan dunia usaha terhadap kemampuan dan kehandalan lembaga-lembaga pemberi jasa tersebut dalam memberikan tunjangan terhadap kegiatan yang dilakukan. Secara khusus, lembaga penunjang yang perlu mendapat perhatian khusus adalah lembaga keuangan (financial institution) khususnya di pedesaan, dan lembaga penelitian dan pendidikan, khususnya penyuluhan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan di atas perlu dilaksanakan secara terpadu, yang mencakup beberapa bentuk kebijaksanaan. Pertama, kebijaksanaan pengembangan produksi dan produk-tivitas di tingkat perusahaan (firm level policy). Kedua, kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis. Ketiga, kebijaksanaan di tingkat sistem agribisnis 216

yang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor. Keempat, kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis. Sebagai langkah awal, hal tersebut dapat diwujudkan dengan: (1) mengembangkan sistem komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis secara keseluruhan maupun masing-masing subsistem agribisnis; (2) membentuk, mengembangkan, dan menguatkan asosiasi pengusaha yang terlibat dalam kegiatan agribisnis pada berbagai jenjang (lokal, regional, nasional), tidak hanya asosiasi yang dapat bergerak dalam satu subsistem tetapi asosiasi yang dapat bergerak antar sub-sistem, yaitu asosiasi dengan integrasi vertikal; dan (3) mengembangkan kegiatan masingmasing subsistem agribisnis yang terutama ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan manajemen melalui kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi. Penutup Secara khusus, kiranya perlu diperhatikan kebutuhan dukungan kelembagaan dalam bidang informasi, penelitian, dan pendidikan. Sehubungan dengan dua hal terakhir ini, perguruan tinggi dapat memegang peranan yang sangat penting. Namun perlu kiranya ditegaskan kembali agar kegiatan pendidikan dan penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi perlu lebih diorientasikan untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang mampu mengembangkan kegiatan usaha sendiri, dan bukan hanya untuk menjadi anak buah atau bawahan dari kegiatan usaha besar yang sudah mapan. Hal yang sama berlaku pula untuk keluaran-keluaran hasil kegiatan penelitian. Pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam hal orientasi dan kemampuan kewiraswastaan, perlu menjadi perhatian yang utama. 217 217