BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Agribisnis merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

REVISI RENCANA STRATEGIS

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan,

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima Layanan Publik adalah. hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik.

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. kegiatan perekonomian. Secara geografis terletak pada sampai dengan

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

Visi dan Misi Provinsi Sulawesi Selatan Visi Sulawesi Selatan sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

BAB III RERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak. enggan berhadapan dengan pemerintah.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pendapatan, teknologi, dan pendidikan,

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

Rencana Kerja Perubahan Tahun 2016

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS

Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di. atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah :

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Investasi di Era Otonomi Daerah Dalam Rangka Interaksi Antara Penanaman Modal Dengan Keuangan Daerah 1

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Kegiatan investasi telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku lokal, proses alih teknologi dan manajemen, serta manfaat bagi investor. Meningkatkan daya saing ekonomi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif merupakan salah satu prioritas nasional Indonesia untuk periode Tahun 2010 hingga 2014. Reformasi kebijakan usaha yang mempermudah proses pendirian usaha akan mendorong investasi dan meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Sektor pertanian masih menjadi sektor dominan dalam struktur perekonomian Indonesia. Data BPS 2009 menunjukan bahwa sektor ini dapat menyerap 42,76 % tenaga kerja di Indonesia. Sektor pertanian yang terkait dengan komoditas agribisnis adalah sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Agribisnis adalah melihat pertanian sebagai 1

2 suatu sistem yang terdiri dari sub sistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis yang memiliki daya saing. Penekanan keterkaitan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan sistem agribisnis terletak pada hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa sub sistem agribisnis dalam satu sistem komoditas. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas. Dalam sistem ini temasuk kegiatan pabrik pupuk, usaha pengadaan bibit unggul, baik untuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan ternak maupun ikan. Juga termasuk pabrik pakan, pabrik pestisida, serta kegiatan perdagangannya. Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) merupakan kegiatan yang selama ini dikenal sebagai kegiatan usahatani. Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang disebut juga dengan kegiatan agroindustri adalah kegiatan industri menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Subsistem pemasaran serta perdagangan hasil pertanian dan hasil olahannya adalah untuk menyampaikan output kepada konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Subsistem terakhir adalah subsistem jasa penunjang (supporting institution) adalah kegiatan jasa yang melayani pertanian. Kegiatan jasa yang dimaksud diantaranya adalah perbankan, infrastruktur, litbang, pendidikan dan penyuluhan atau konsultasi, transportasi dan sebagainya. Perizinan yang beraitan dengan usaha/kegiatan agribisnis adalah merupakan bagian dari subsistem jasa penunjang.

3 Perizinan usaha memberikan pengaruh cukup besar terhadap sebuah kegiatan usaha sejak usaha baru akan dimulai, tahapan produksi, pemasaran, dan pada tahap dimana usaha mengalami peningkatan dalam skala ekonominya. Sayangnya untuk kondisi Indonesia pengaruh perizinan terhadap perkembangan usaha kecil cenderung negatif, dimana pengurusan perizinan usaha sering menjadi hambatan bagi pengembangan usaha kecil tersebut (Rustiani, 2001). Proses perizinan, khususnya perizinan usaha, secara langsung akan berpengaruh terhadap keinginan dan keputusan calon pengusaha maupun investor untuk menanamkan modalnya. Pemerintah juga telah menerbitkan peraturan yang menyederhanakan perizinan di tingkat daerah sebagai bagian dari upaya untuk lebih mendorong perkembangan sektor formal secara nasional. Hal ini berdampak pada persyaratan untuk memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Meskipun izin dan surat tanda daftar ini diatur oleh ketentuan yang berlaku di tingkat nasional yaitu oleh Kementerian Perdagangan, namun penerbitan izin dan surat tanda daftar ini berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah menetapkan batasan waktu yang wajib dipatuhi serta meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk kedua izin dan tanda daftar ini, namun dalam prakteknya masih ditemukan perbedaan yang berkaitan dengan peraturan daerah yang berlaku di tingkat kabupaten/ kota. Dari hasil doing business di Indonesia 2012, beberapa pemerintah daerah telah mempergunakan himbauan nasional untuk menyederhanakan persyaratan perizinan di daerah sebagai landasan untuk melakukan penggabungkan prosedur-

4 prosedur, memberlakukan batasan waktu yang wajib dipatuhi dan meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk perizinan di tingkat daerah. Sebagai misal, setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang mendorong pembentukan layanan terpadu secara nasional di Palangka Raya, Surakarta, dan Yogyakarta menggabungkan seluruh perizinan usaha di daerah mereka ke dalam satu paket. Dalam dua tahun terakhir, Semarang, Denpasar, Jakarta, dan Balikpapan mengambil langkah yang sama. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hampir separuh dari kota-kota di Indonesia menghapus pemberlakuan biaya untuk sejumlah izin di daerah termasuk untuk Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Dalam memasuki era pengembangan pelayanan, penyedia jasa pelayanan publik (public service provider) terus mengupayakan perbaikan layanannya. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, pihak yang berperan sebagai pihak penyedia jasa pelayanan publik adalah pemerintah. Pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, baik dalam bentuk pengaturan maupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat (Siagian, 2001).

5 Penyelenggaraan pemerintahan saat ini tidak lagi semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh aktor dalam sebuah negara. Meskipun demikian, peran pemerintah masih sangat dibutuhkan terkait dengan penyediaan pelayanan publik. Pada dasarnya, pelayanan publik mencakup tiga aspek, yaitu pelayanan barang, jasa, dan administratif. Perizinan adalah merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa yang terkait dengan kegiatan usaha. Penerapan otonomi daerah yang sudah digulirkan sejak tahun 2009 melalui Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan ruang yang cukup besar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pelayanan publiknya, termasuk dalam hal perizinan. Implikasinya, sebagian daerah menggunakan kesempatan ini untuk melakukan inovasi demi menarik investor, namun sebagian lain justru menggunakannya untuk menarik retribusi sebesar mungkin demi meningkatkan penerimaan pendapatan daerah setempat (PAD). Pada era otonomi daerah yang telah memasuki lebih satu dasawarsa, banyak daerah otonomi yang cukup berhasil membangun daerahnya yang diawali dengan pemberian layanan perizinan investasi yang mudah dan murah. Investasi yang dilakukan oleh pemilik modal dalam pembangunan daerah akan menciptaka n efek pengganda (multiplier effects) bagi daerah yang bersangkutan. Investasi yang masuk akan menjadi salah satu pengerak (driving forces) dalam percepatan pembangunan daerah (Mursitama, dkk., 2010).

6 Merespon permasalahan dan fenomena tersebut, Pemerintah Kota Denpasar telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2007 tentang Organisasi Dinas Perijinan Kota Denpasar. Dalam peraturan daerah tersebut diuraikan tugas pokok Dinas Perijinan yaitu melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah Kota Denpasar dibidang perizinan dalam rangka pelaksanaan tugas desentralisasi. Perubahan kelembagaan dari Dinas Perijinan menjadi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal (BPPTSP dan PM) melalui Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 14 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Denpasar juga dimaksudkan untuk terwujudnya lembaga yang One Stop Service (OSS). Dalam OSS tersebut berbagai jenis perizinan/non perizinan dapat diurus melalui satu pintu, transparan dalam hal mekanisme, persyaratan, biaya dan waktu serta memungkinkan pengurusan secara paralel. Hal ini sejalan dengan semangat Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006, tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 188.32/498/V/Bangda, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelaksanaan Permendagri No. 24 Tahun 2006 yang memiliki tujuan dan sasaran untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik (Rencana Strategis Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015).

7 Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak mengalami kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Demikan pula jika proses perizinan tidak efisien, berbelit-belit dan tidak transparan baik dalam hal waktu, biaya, maupun prosedur akan berdampak terhadap menurunnya keinginan masyarakat untuk mengurus perizinan usaha serta mereka akan mencari tempat investasi lain yang prosesnya lebih jelas dan transparan. Mereka sering dihadapkan pada urusan yang berbelit dan menjadikan mereka harus berurusan dari satu kantor ke kantor lain hanya untuk mengurus suatu layanan perizinan. Hal ini membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan ada kesan dipermainkan oleh aparat pemerintah sehingga kinerja dan citra pelayanan publik secara keseluruhan menjadi buruk. Bagi kalangan dunia usaha masalah yang sering dikeluhkan adalah ketidakjelasan prosedur, biaya, dan kepastian lama waktu penyelesaian pemrosesan izin sehingga menjadikan biaya yang dikeluarkan menjadi cukup tinggi. Tuntutan kualitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini dirasakan sangat meningkat. Masyarakat pada umumnya tidak dapat lagi dipenuhi kebutuhannya atas dasar standar pemerintah. Melainkan telah dituntut adanya kualitas layanan yang ditentukan oleh kebutuhan masyarakatnya sendiri. Kebutuhan tersebut ditujukan baik terhadap barang privat (private goods) maupun terhadap barang publik (public goods). Barang layanan privat dapat dipenuhi

8 melaui mekanisme pasar, sementara barang publik tidak dapat dipenuhi melalui mekanisme pasar melainkan harus melalui pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah (Lean, lainmc., 1989 dalam Wahyuni 2010). Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), adalah disusunnya Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu, data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Mengingat jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang berbeda, maka untuk memudahkan penyusunan indeks kepuasan masyarakat diperlukan pedoman umum yang digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di lingkungan instansi masing-masing. Dari hasil pengujian akademis/ilmiah lebih lanjut diperoleh ada 14 unsur indeks kepuasan masyarakat yang dapat diberlakukan untuk semua jenis pelayanan untuk mengukur indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan, seperti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang

9 Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Salah satu bentuk jenis layanan perizinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Denpasar kepada masyarakat adalah pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk kegiatan investasi yang berkaitan dengan usaha pertanian (agribisnis). Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. Beberapa contoh usaha agribisnis yang memerlukan SIUP adalah usaha yang bergerak di bidang perdagangan tanaman hias, bibit tanaman, bibit ternak, mesin pertanian, pupuk, pestisida, dan hasil pertanian seperti buah-buahan, sayursayuran, dan lain sebagainya. Mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015, maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat semestinya telah menganut pada pola pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik. Apabila pola pelayanan publik seperti tersebut diatas telah terimplementasikan dengan baik, maka semestinya masyarakat dapat mengurus perizinannya (SIUP) secara langsung ke institusi perizinan pemerintah yang ditunjuk tanpa mempergunakan biro jasa pelayanan. Namun kenyataannya

10 menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat menyerahkan pengurusan izin pada biro jasa pelayanan. Berdasarkan Tabel 1.1 berikut dapat dilihat bahwa dari lima jenis perizinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Denpasar kepada masyarakat menunjukkan gambaran selama tahun 2010 s/d 2013 adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Rekapitulasi Berbagai Jenis Perizinan yang Terbit Periode Tahun 2010 s/d November 2013 No Jenis izin Dengan biro jasa pelayanan Tanpa biro jasa pelayanan Sub total Sub total 2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013 (satuan) (%) (satuan) (%) Total 1 IMB 2.004 2.085 1.816 1.074 6.979 80,20 594 570 404 155 1.723 19,80 8.702 2 TDP 1.307 1.552 1.595 1.349 5.803 74,32 312 503 679 511 2.005 25,68 7.808 3 SIUP 882 1.176 1.118 971 4.147 72,91 237 393 513 398 1.541 27,09 5.688 4 SITU 859 685 940 633 3.117 82,50 188 171 202 100 661 17,50 3.778 5 HO 608 461 917 632 2.618 82,43 142 117 199 100 558 17,57 3.176 Total 5.660 5.959 6.386 4.659 22.664 1.473 1.754 1.997 1.264 6.488 Sumber BPPTSP dan PM Kota Denpasar Tahun 2010sd Nop 2013 Keterangan : IMB : Izin mendirikan bangunan SITU : Surat izin tempat usaha TDP : Tanda daftar perusahaan HO : Izin gangguan SIUP : Surat izin usaha perdagangan Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah terbit sebanyak 8.702 izin yang terdiri atas 80,20% (6.979 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 19,80% (1.723 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; Tanda Daftar Perusahaan (TDP) telah terbit sebanyak 7.808 izin yang terdiri atas 74,32% (5.803 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 25,68% (2.005 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) telah terbit sebanyak 5.688 izin yang terdiri atas; 72,91% (4.147 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 27,09% (1.541 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; pengurusan Surat Izin Tempat Usana (SITU) telah terbit sebanyak 3.778 izin yang terdiri atas; 82,50% (3.117 izin) dilakukan dengan biro jasa

11 pelayanan, sedangkan 17,50% (661 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; pengurusan Izin Gangguan (HO) telah terbit sebanyak 3.176 izin yang terdiri atas; 82,43% (2.618 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 17,57% (558 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan. Untuk periode tahun 2010 s/d 2013 pelaksanaan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) kegiatan usaha agribisnis menunjukan bahwa telah terbit sebanyak 446 izin yang terdiri dari; 66,14% (295 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 33,86% (151 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Rekapitulasi Jenis Perizinan SIUP kegiatan Usaha Agribisnis yang Terbit Periode Tahun 2010 s/d November 2013 No SIUP Dengan biro jasa pelayanan Tanpa biro jasa pelayanan Total Sub total Sub total 2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013 (satuan) (%) (satuan) (%) 1 agribisnis 0 79 119 97 295 66,14 0 22 72 57 151 33,86 446 2 Non agribisnis 882 1.097 999 874 3.852 73,48 237 371 441 341 1.390 26,52 5.242 Total 882 1.176 1.118 971 4.147 72,91 237 393 513 398 1.541 27,09 5.688 Sumber BPPTSP dan PM Kota Denpasar Tahun 2010sd Nop 2013 Dari data di atas, menunjukkan bahwa peran biro jasa pelayanan dalam pengurusan izin besar sekali terutama dalam pengurusan perizinan SIUP. Karena itu menarik untuk diteliti manakah yang lebih berperan antara perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP kegiatan usaha agribisnis di BPPTSP dan PM Kota Denpasar dan adakah tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP kegiatan usaha agribisnis berpengaruh terhadap penggunaan biro jasa pelayanan?

12 1.2 Rumusan Masalah Banyaknya masyarakat yang mempergunakan biro jasa pelayanan dalam pengurusan SIUP dapat menjadi salah satu indikator bahwa implementasi atas Rencana Strategis Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015 belum dapat berjalan secara optimal. Hal ini diperkuat juga oleh masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap instansi-instansi pelayanan publik dalam pengurusan perizinan. Berdasarkan hal itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kepuasan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat dalam penyelenggaraan perizinan. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Manakah yang lebih berperan antara variabel perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat di BPPTSP dan PM Kota Denpasar? 2. Apakah tingkat kepuasan masyarakat berpengaruh terhadap penggunaan biro jasa pelayanan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini akan menganalisis tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP dengan kegiatan usaha agribisnis dan mengetahui pengaruh pelayanan publik terhadap kepuasan masyarakat. Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah:

13 1. Mengetahui variabel yang paling berperan antara perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat di BPPTSP dan PM Kota Denpasar. 2. Mengetahui pengaruh tingkat kepuasan masyarakat terhadap penggunaan biro jasa pelayanan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Pada aspek manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat mengetahui kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan tingkat kepuasan yang diterima dalam pengurusan perizinan. Pencapaian tingkat kepuasan yang lebih baik akan menciptakan suatu paradigma baru dalam pengurusan perizinan sehingga akan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan biro jasa pelayanan. Dengan demikian waktu pengurusan perizinan yang lebih singkat dan biaya tambahan pengurusan izin bisa ditekan sehingga dapat merangsang masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha agribisnis. Dari aspek manfaat praktis, hasil penelitian ini untuk mengetahui kinerja pelayanan serta sebagai dasar dalam melakukan pembenahan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar dalam memberikan pelayanan perizinan kepada masyarakat khususnya SIUP kegiatan usaha agribisnis.