KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

RechtsVinding Online

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

ABSTRACT. Keyword : Legal status, Applicant, Disputed Elections of Regional Heads, Constitutional Court ABSTRAK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen


RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

Problematic MPR Decree Post Reform and After The Issuance of Law No. 12 of 2011

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Oleh : Ni Made Ayu Tresnasanti I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

BAB I PENDAHULUAN. dorongan dalam penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang lebih

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Keywords : Hukum Acara, Pelaksanaan Putusan, Upaya Paksa.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 64/PUU-XV/2017 Keharusan Anggota DPR dan DPRD Mengundurkan Diri saat Menjadi Calon Kepala Daerah

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

RechtsVinding Online

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

I. PARA PIHAK A. Pemohon Alfridel Jinu, SH dan Ude Arnold Pisy (Pasangan Bakal Calon)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

Oleh: Anak Agung Ngr. Wisnu Wisesa Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 072/PUU-II/2004

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

PROBLEMATIKA CALON INDEPENDEN DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH Oleh : Ni Putu Eka Martini AR Ibrahim R. Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Demokrasi berdiri berdasarkan prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

Oleh Ni Made Desika Ermawati Putri I Made Tjatrayasa Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Transkripsi:

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana This writing shall be entitled as The Authority of The Constitutional Court on The Result of Local Election s Dispute". With normative, descriptive, evaluation and legal argumentation research, combined with statutory approach in its composition, this writing shall dicuss the authority of Constitutional Court before and after the existence of Constitutional Court Decision No.97/PUU-XI/2013. Before the issuance, the Constitutional Court has the right to resolve the dispute on the result of regional election. But it s unconstitutional since Local Government and General Election was organized in a different chapter. After that desicion, the Constitutional Court has no right to resolve the dispute. Alternative that can be taken is giving authority to the High Administrative Court to resolve the dispute by publishing laws immediately. Keywords: Authorities, Constitutional Court, Dispute, Local Election. ABSTRAK: Makalah ini berjudul Kewenangan Mahkamah Konstitusi Pada Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah". Makalah ini mengkaji tentang kewenangan MK sebelum dan setelah diterbitkannya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013. Makalah ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif dan teknik analisis deskripsi, evaluasi, dan argumentasi, serta menggunakan pendekatan perundang-undangan. Sebelum adanya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013, MK memiliki kewenangan untuk memutus sengketa pemilihan kepala daerah. Namun hal tersebut dinilai inkonstitusional karena perihal Pemilihan Umum dan Kepala Daerah diatur dalam bab berbeda dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah adanya putusan tersebut, MK tidak lagi berwenang memutus sengketa pemilihan kepala daerah. Alternatif yang dapat diambil adalah segera menerbitkan Undang-Undang yang memberikan kewenangan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam hal memutus sengketa pemilihan kepala daerah. Kata kunci: Kewenangan, Mahkamah Konstitusi, Sengketa, Pemilihan Kepala Daerah. I. PENDAHULUAN 1

1.1 LatarBelakang Sejak lama Bangsa Indonesia begitu mendambakan kehadiran sistem kekuasaan kehakiman yang dapat digunakan untuk menguji Undang-Undang (selanjutnya disebut UU) dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945). Oleh sebab itu, UUD NRI 1945 dijadikan sebagai satu-satunya simbol atas tegaknya negara yang diselenggarakan berdasarkan hukum. 1 Perubahan Undang- Undang Dasar 1945 melahirkan lembaga baru di bidang kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi. 2 Berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945 menetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) merupakan salah satu lembaga negara yang utama yang mempunyai kedudukan setara dengan lembaga negara yang utama lainnya, yaitu MPR, DPR, DPD, BPK, MA, Presiden dan Wakil Presiden. MK merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kewenangan MK diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945, yang berbunyi: MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mencermati UUD NRI 1945 BAB VII B tentang Pemilihan Umum, Pasal 22E ayat (2) dikatakan bahwa: Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Daerah, tidak ada disebutkan dalam pasal tersebut untuk memilih kepala daerah. Sementara tentang pemilihan kepala daerah (selanjutnya disebut Pilkada) diatur dalam UUD NRI 1945, yaitu pada BAB VI tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 18 ayat (4) yang berbunyi : Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Implikasi dimasukannya Pilkada ke dalam rezim pemilihan umum oleh UU No. 22 Tahun 2007 1 Ahmad Syahrizal, 2006, Peradilan Konstitusi, PT Pradnya Paramita, Jakarta, hal.259. 2 Ni matul Huda, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.201. 2

tentang Penyelenggara Pemilihan Umum adalah terjadinya pelimpahan kewenangan terhadap perselisihan tentang hasil Pilkada ke MK. Hal tersebut dipertegas dengan dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemda) dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman). Pengalihan ini kemudian memaksa MK berbagi fokus antara wewenang yang diberikan UUD NRI 1945 dengan ketatnya batas waktu penyelesaian sengketa hasil Pilkada yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yakni pada Pasal 78 huruf a yaitu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Banyaknya gugatan yang masuk akibat dari penyelenggaraan Pilkada yang tidak serentak dan sempitnya waktu sidang menyebabkan MK tidak dapat maksimal secara cermat memeriksa kasus sengketa Pilkada. Sehingga pada Senin, 19/5/2014 dalam putusan MK No. 97/PUU-XI/2013, MK mengabulkan untuk seluruhnya uji materi (judicial review) Pasal 236C UU Pemda dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana kewenangan MK sebelum dikeluarkannya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 dan setelah dikeluarkannya putusan tersebut? 1.2 Tujuan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji kewenangan MK sebelum dan setelah dikeluarkannya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013. II. ISI MAKALAH 2.1 MetodePenulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yaitu metode penulisan hukum dengan meneliti peraturan perundang-undangan tertulis dan bahan pustaka yang ada, dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach), yaitu menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Teknik analisis dalam makalah ini adalah teknik deskripsi, evaluasi, dan argumentasi, yaitu menguraikan apa adanya suatu kondisi dari suatu proposisi 3

hukum, kemudian memberikan penilaian suatu keputusan yang didasarkan pada alasanalasan yang bersifat penalaran hukum. 2.2 Hasil dan Pembahasan 2.2.1 Kewenangan MK sebelum dikeluarkannya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 Perubahan Pilkada dari rezim pemerintahan daerah ke rezim pemilihan umum ditegaskan dengan UU Pemda. 3 Sebelum dikeluarkannya putusan MK No. 97/PUU- XI/2013 dan berdasarkan UU tersebut, yaitu pada Pasal 236C, terjadi pengalihan tugas dari MA kepada MK apabila terjadi sengketa dalam hasil Pilkada paling lama 18 bulan sejak UU ini diundangkan. Dengan diberlakukannya pasal tersebut, penyelesaian sengketa Pilkada menjadi kewenangan MK dan Pilkada menjadi rezim hukum pemilihan umum. 4 UU Pemda tersebut didukung dengan UU Kekuasaan Kehakiman. Pada UU Kekuasaan Kehakiman, khususnya pada Pasal 29 ayat (1) huruf e, dan dijelaskan pada penjelasan Pasal 29 ayat (1) huruf e, menyebutkan bahwa kewenangan MK termasuk untuk memutus sengketa hasil Pilkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 236C UU Pemda dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Kekuasaan Kehakiman justru mengaburkan fungsi dari MK sendiri. 2.2.2 Kewenangan MK setelah dikeluarkannya putusan tersebut Dengan menambah wewenang untuk memutus sengketa hasil Pilkada, maka MK sudah melenceng dari kewajibannya untuk mengawal konstitusi. Pasca MK mengabulkan putusan MK No. 97/PUU-XI/2013, maka hak untuk memutus sengketa hasil Pilkada tidak lagi menjadi kewenangan MK. Hal ini disebabkan karena Pasal 236C UU Pemda dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Kekuasaan Kehakiman dianggap inkonstitusional karena tidak sesuai dengan Pasal 22E UUD NRI 1945. Pemilihan umum yang dimaksud dalam UUD NRI 1945 adalah pemilihan legislatif dan pemilihan presiden serta pemilihan wakil presiden, bukan Pilkada. Namun, MK masih berwenang mengadili perselisihan hasil Pilkada selama belum ada UU yang mengatur mengenai hal tersebut. Jakarta, hal.55. 3 Jenedjri M. Gaffar, 2013, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, hal. 179. 4 Konstitusi Press, 2012, Demokrasi Lokal Evaluasi Pemilukada di Indonesia,,Konstitusi Press, 4

Kemudian untuk menghindari adanya ketidakpastian hukum, alternatif yang dapat diambil adalah segera menerbitkan UU yang memberikan kewenangan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut PT TUN) dalam memutus sengketa hasil Pilkada. Hal ini mengingat bahwa obyek yang digugat adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (selanjutnya disebut KPUD) yang sifatnya administratif dan termasuk dalam kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut PTUN). III. KESIMPULAN Salah satu kewenangan MK adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sebelum adanya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013, melalui Pasal 263C UU Pemda dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Kekuasaan Kehakiman, kewenangan MK diperluas termasuk memutus sengketa hasil Pilkada. Pasca keluarnya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013, kewenangan MK dicabut dalam memutus sengketa hasil Pilkada dan menjadi terbatas hanya pada memutus perselisihan hasil pemilihan umum legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden. Namun selama belum ada UU yang mengatur, MK masih berwenang memutus sengketa hasil Pilkada. Alternatif yang dapat diambil adalah segera menerbitkan UU yang memberikan kewenangan kepada PT TUN dalam menangani hal tersebut karena obyek sengketanya adalah keputusan KPUD yang bersifat administratif dan merupakan kompetensi PTUN. IV. Daftar Pustaka Buku Gaffar, Jenedjri M., 2013, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta. Huda, Ni matul, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Syahrizal, Ahmad, 2006, Peradilan Konstitusi, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Konstitusi Press, 2012, Demokrasi Lokal Evaluasi Pemilukada di Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta. Peraturan Perundang Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 5