BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

dokumen-dokumen yang mirip
14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program

BAB 4 METODE PENELITIAN

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum

Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI ANAK-ANAK PUTUS SEKOLAH di Sidoarjo BAB I PENDAHULUAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur Kelurahan Argasunya Kecamatan

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

JURNAL IPSIKOM VOL 3 NO. 1 JUNI 2015 ISSN :

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji tentang faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut seluas 64,85% dari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009

Oleh: EVIEN NUR MAULIDA VIDIANA A

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

INOVASI / PEMANFAATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebaangsaan yang berkembang saat ini, diantaranya disorientasi dan belum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

BAB I PENDAHULUAN. terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

KOMUNITAS KAMPUNG GUDANG

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

BAB III STUDI LITERATUR

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas

TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEBAGAI PENDULANG EMAS DI JORONG PAMATANG SARI BULAN KECAMATAN SIJUNJUNG KABUPATEN SIJUNJUNG

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

2015 STUDI TENTANG PEMBERDAYAAN PARTISIPATIF DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN PERILAKU WARGA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat

PERAN SEKTOR INFORMAL DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANYUROTO, KULON PROGO

Aplikasi Pemanfaatan Basis Data Terpadu Untuk Program Perlindungan Sosial

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Pemulung diidentikkan dengan sampah, dimana ada sampah disana ada

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan pakaian, dan lain sebagainya. Dalam kurun waktu beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB V PENUTUP. belum baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kecenderungan tingginya angka putus

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

Penentuan Penerimaan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Dengan Menggunakan Fuzzy Multiple Atribute Descission Making

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perkebunan teh PTPN VIII Ciater Subang merupakan perkebunan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I. PENDAHULUAN. aktivitas mereka sehari-hari. Air memegang peranan penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak serta kewajibannya (Abdulsyani, 2007:92) lain, hal ini sangat mempengaruhi peranannya dalam masyarakat.

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PROVINSI JAWA TENGAH

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

NOTULENSI KOORDINASI DAN PENDATAAN PENGELOLAAN SAMPAH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BELAWAN NO SUMBER INFORMASI HASIL KOORDINASI

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang dewasa sebagai media menjadi individu yang berpartisipasi dalam masyarakat. Masa anak-anak merupakan fase kehidupan yang tidak produktif, yaitu masa dimana manusia belajar, baik formal maupun nonformal, untuk membentuk konsep dirinya. Pada masa ini yang berperan untuk membentuk konsep diri seorang anak adalah orang dewasa yang berada di sekitarnya, seperti orang tua di rumah dan guru di sekolah. Masa kanak-kanak pada umumnya disebut sebagai masa bermain. Pada masa bermain, manusia dapat pula membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang ia lihat dan mengerti. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang terbiasa meniru hal-hal yang dilihatnya. Maka dalam hal ini orang tua sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap anak tersebut, berperan untuk menyaring segala informasi yang didapatkan oleh anak tersebut. Anak-anak berhak mendapat pendidikan yang layak. Orangtua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya sejak dini, karena pendidikan berguna untuk masa depan anak. Pemerintah Indonesia menetapkan wajib belajar sembilan tahun sebagai wujud kepedulian pemerintah

terhadap dunia pendidikan anak. Hal ini salah satunya didukung dengan diturunkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk membantu meringankan biaya sekolah bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Selain pemerintah, pihak swasta juga turut membantu terlaksananya wajib belajar sembilan tahun. Hal ini tampak dari maraknya sekolah-sekolah gratis di pemukiman kumuh, seperti Sekolah Darurat Kartini di kolong jembatan di Jalan Lodan, Jakarta Utara. Sekolah ini menyediakan segala kebutuhan belajar mengajar secara gratis pada siswa-siswanya. Hal tersebut menunjukkan adanya perhatian masyarakat pada anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang layak sekalipun adanya keterbatasan ekonomi orangtua. (http://www.indosiar.com/fokus/sekolah-darurat-kartini_61063.html). Menurut Nenny Soemawinata, Managing Director Putera Sampoerna Foundation, di Sampoerna Academy Bogor Campus, Caringin, Bogor, Jawa Barat, berdasarkan pada data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tahun 2009, terdapat sekitar 1,5 juta remaja di Indonesia tidak dapat melanjutkan pendidikan dan menjadi anak putus sekolah. Hal tersebut disebabkan beberapa hal, yang terbesar adalah karena alasan ekonomi. 54 persen dari 1,5 juta remaja tersebut terpaksa berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sedangkan 9,8 persen tidak melanjutkan sekolah karena bekerja atau membantu orang tua mencari nafkah. Oleh karena itu pemerintah melarang diberdayakannya anak-anak untuk bekerja di sektor publik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain

(http://forum.kompas.com/sekolah-pendidikan/37913-1-5-juta-remaja-indonesiaputus-sekolah.html). Seorang anak memang memiliki kewajiban untuk membantu orangtua, akan tetapi tidak memiliki kewajiban untuk bekerja secara komersial membantu perekonomian keluarga. Namun yang terjadi saat ini adalah semakin banyak kasus yang menunjukkan eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur. Anak-anak dipekerjakan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Anak-anak yang seharusnya belajar dan bermain justru dipaksa untuk bekerja layaknya manusia dewasa. Alasan kesulitan ekonomi selalu dimunculkan untuk membenarkan keadaan tersebut. Anak-anak di bawah umur yang harusnya belajar dengan tekun, justru dipekerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berdasarkan data BPS pada Desember 1998, jumlah pekerja anak usia 10-14 tahun di Indonesia adalah sebanyak 1.809.935 jiwa. Sedangkan usia 5-9 tahun adalah sebanyak 203.000 jiwa pada Desember 1998. Selanjutnya Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan ILO menemukan dari 58,8 juta anak Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta jiwa diantaranya menjadi pekerja anak (Bagong, 2000:116). Banyak motivasi yang digunakan oleh anak-anak untuk bekerja. Pada umumnya anak-anak terpaksa bekerja karena alasan ekonomi. Dalam hal ini adalah membantu orangtua dalam mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Hal ini merupakan akibat dari kegagalan sistem pembangunan Indonesia yang memprioritaskan pertumbumbuhan ekonomi perkapita daripada kesejahteraan

masyarakatnya yang sebagian besar kehidupan ekonominya menengah kebawah. Ada juga yang bekerja berdasarkan keinginan dari anak-anak itu sendiri, seperti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan melatih kemandiriannya. Salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di sektor publik adalah sebagai pemulung. Menjadi pemulung tidak memerlukan kemampuan atau keterampilan khusus, seperti keterampilan menjahit, memasak, bernyanyi, atau menari. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka marak terlihat anak-anak yang berprofesi sebagai pemulung. Setiap anak hanya membutuhkan karung plastik untuk menampung barang bekas serta ranting-ranting untuk memilih barang bekas. Bagi anak-anak yang berprofesi sebagai pemulung, bekerja dan belajar menjadi beban ganda yang keduanya harus dijalani dengan baik. Mereka dipaksa untuk memiliki prestasi baik di sekolah, namun di sisi lain mereka juga harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan mereka. Akhirnya mereka menghabiskan sebagian besar harinya untuk mencari sampah yang masih bernilai ekonomis untuk dijual kembali. Hal ini pada umumnya berakibat pada kualitas belajar yang kurang baik pada anakanak pemulung tersebut. Di kota Medan anak-anak pemulung dapat dengan mudah ditemukan. Pada umumnya mereka menjadi pemulung karena mengikuti orang tua mereka yang menjadi pemulung lebih dulu. Tidak jarang anak-anak tersebut dipaksa oleh orang tua mereka untuk ikut menjadi pemulung untuk membantu mengurangi beban orang tua mereka dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.

Segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, terutama dalam hal ini adalah anak-anak, merupakan hasil sosialisasi yang diterima di masyarakat. Sosialisasi merupakan proses yang diterima seorang anak untuk menjadikannya individu yang berpartisipasi di masyarakat. Sosialisasi tersebut diperoleh dari adanya interaksi individu dengan individu yang lain. Begitu juga yang dialami oleh anak-anak pemulung. Dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi, mereka banyak menerima sosialisasi mengenai hal-hal disekitar mereka, baik dari orangtua, teman bermain, sekolah, media masa, dan media elektronik. Interaksi yang dialami oleh anak-anak pemulung dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi yang disasosiatif. Hasil interaksi tersebut pada akhirnya berpengaruh pada kepribadian anak-anak tersebut. Salah satunya adalah dalam hal memutuskan untuk bekerja, dalam hal ini adalah sebagai pemulung. Banyak tempat yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung, salah satunya yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun. TPA Terjun merupakan salah satu tempat pembuangan sampah terakhir yang berasal dari kota Medan dan sekitarnya. Di tempat ini seluruh sampah dikumpulkan untuk kemudian diolah ataupun hanya ditimbun menjadi tanah humus. Berbagai jenis sampah ditimbun di TPA Terjun, baik sampah organik maupun sampah anorganik. TPA Terjun sesungguhnya bukan tempat yang terbuka untuk umum, namun pada kenyataannya lokasi ini menjadi lokasi yang bebas. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh para anak-anak pemulung untuk mendapatkan sampah yang masih bernilai ekonomis untuk dijual dan

mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak-anak pemulung pada umumnya mencari sampah-sampah berbahan plastik dan besi untuk kemudian dijual kepada toke. Selanjutnya toke ini yang akan menjual sampahsampah tersebut kepada pengolah barang-barang bekas untuk didaur ulang. Anakanak pemulung bekerja pagi, siang, sore, dan malam untuk mendapatkan barangbarang yang masih bernilai ekonomis. Mereka tersebar bersama sampah-sampah yang menggunung di sepanjang lokasi TPA. Kehidupan sosial anak-anak pemulung sebagian besar dihabiskan di TPA Terjun. Ada anak-anak yang bekerja dari pagi sampai malam hari, ada juga yang bekerja dari siang hari sepulang sekolah sampai malam hari, serta ada pula yang bekerja dari pagi hari sampai siang hari. Berdasarkan rentang waktu yang dijalani oleh anak-anak pemulung di TPA, memungkinkan mereka menjalani interaksi dengan orang lain di area TPA. Dalam hal ini mereka berinteraksi dengan sesama pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung anak-anak, masyarakat sekitar TPA, dan dengan pemerintah setempat. Untuk melihat interaksi antara anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung anak-anak, masyarakat sekitar TPA, dan dengan pemerintah setempat, maka mendorong penulis untuk meneliti Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota Medan.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta teman-teman bermain? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta teman teman bermain. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang fenomena anak-anak pemulung di Kota Medan, serta memberi sumbangsih terhadap kajian ilmu sosiologi khususnya sosiologi keluarga dan sosiologi pendidikan, serta menjadi referensi bagi penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan dapat pula menambah pengetahuan peneliti mengenai masalah yang sedang diteliti serta menjadi masukan bagi instansi terkait. 1.5 Defenisi Konsep Defenisi konsep yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: 1. Fenomena dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah seperti fenomena alam. Namun fenomena yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah fenomena sosial yaitu gejala sosial yang timbul di masyarakat secara luas, yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini yang menjadi fenomena adalah anak-anak pemulung yang ada dikota Medan. Fenomena merupakan suatu gejala yang muncul dan selanjutnya menjadi suatu hal yang biasa di masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak lagi menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang tidak layak dan wajar, sehingga hal tersebut dibenarkan sekalipun sebelumnya merupakan hal yang tidak layak baik dari sisi hukum, maupun kehidupan sosial. 2. Anak-anak dalam hal ini adalah yang terdapat pada Undang-undang No. 23 Tahun 2009 Pasal 1, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak-anak merupakan individu yang secara umum masih rentan akan kehidupan sosial dan masih membutuhkan bimbingan orang lain yang lebih dewasa dalam membentuk konsep dirinya. 3. Pemulung adalah orang yg mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas seperti plastik dan besi bekas dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolanya kembali menjadi barang komoditas. Pemulung merupakan suatu profesi yang membantu dalam proses mengurangi sampah. Hal ini dikarenakan pemulung bekerja memungut barang-barang bekas yang masih bernilai ekonomis. Selanjutnya barang-barang tersebut akan dijual kepada toke dan dapat didaur ulang oleh tangan-tangan yang terampil. Maka, pemulung telah membantu mengurangi jumlah sampah yang akan terbuang sia-sia. Dengan begitu, keberadaan pemulung menjadi hal yang menguntungkan bagi masyarakat, pemerintah, dan lingkungan. 4. Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orangtuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Dalam hal ini pekerjaan yang dilakukan oleh anak adalah sebagai pemulung. Anak pekerja merupakan pekerja di bawah umur yang dilarang secara undang-undang.

5. Miskin adalah tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Adapun kriteria miskin menurut standart BPS, yaitu: a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m 2 per orang b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu / kayu murahan c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas rendah / tembok tanpa diplester d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga lain e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik f. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai / air hujan g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang / minyak tanah h. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun j. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik

l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat SD/ hanya SD n. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Selain itu, miskin juga dapat dikatakan sebagai suatu klasifikasi sosial yang dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini dikarenakan miskin dianggap sebagai suatu keadaan yang tidak memiliki kemampuan finansial yang layak untuk mencukupi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan terlebih kebutuhan tersier. 6. Sosialisasi adalah proses pembelajaran yang dialami oleh individu selama dalam hidupnya untuk menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Pembelajaran yang dialami umumnya diterima dari banyak pihak diantaranya keluarga, sekolah, teman bermain, dan media massa. Selain itu sosialisasi juga dapat diartikan sebagai proses pengenalan individu dengan aspek di luar dirinya.

7. Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi sosial merupakan cara individu untuk saling mengenal dengan individu lain. Dalam interaksi terdapat 2 (dua) macam bentuk, yaitu interaksi yang asosiatif dan interaksi yang disasosiatif. Interaksi asosiatif yaitu interaksi yang mengindikasikan adanya persatuan dan kerja sama antar individu dalam masyarakat. Sedangkan interaksi disasosiatif yaitu interaksi yang mengindikasikan adanya persaingan antar individu dalam masyarakat. Kedua proses tersebut merupakan cara masyarakat untuk melestarikan hidup tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat tersebut. 8. TPA Terjun adalah tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari kota Medan, tempat ini berfungsi untuk menimbun sampah. TPA Terjun berlokasi di Medan Marelan