BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN12008 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA DAN PELAPORAN KINERJA DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB I REVIEW RENSTRA SETDA KALTIM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 25 TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN DAN PELAPORAN KINERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan dalam

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

BAB. I PENDAHULUAN. Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RENSTRA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG,

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 03 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 12 TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA STRATEGIS KOTA MALANG TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PESISIR SELATAN

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2004

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

1 Pendahuluan. Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Kab. Pasuruan 1

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA STRATEGIS DAERAH ( RENSTRADA) TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. tujuan negara yang sudah tercantum dalam UUD 1945 alenia ke-4 yaitu untuk

P E R A T U R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SEMARANG BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 01 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2003

Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berawal dari adanya krisis moneter / resesi ekonomi yang berkepanjangan sehingga menjadi krisis multi dimensi dan lebih jauh lagi menjadi krisis kepercayaan kepada pemerintahan Orde Baru serta dalam konteks global krisis tersebut telah menurunkan posisi daya saing Indonesia dimana berdasarkan penilaian internasional Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara paling korup di dunia. Berbagai gejolak / tuntutan perubahan yang dicerminkan oleh jargon Reformasi Total timbul berkaitan dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi public dan pertanggungjawaban penyelenggaraan negara atas pengelolaan kekayaan negara dan kepercayaan yang diberikan kepada mereka (penyelengaraan negara), yang selanjutnya kinerja pemerintah pun dipertanyakan. Untuk merespon tuntutan reformasi tersebut pemerintah melakukan serangkaian langkah-langkah kongkrit di berbagai bidang dengan beberapa terobosan kebijakan yang cukup mendasar. Kebijakan mana telah diwujudkan melalui pelaksanaan demokratisasi, trasparansi, kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, penegakan HAM, pelaksanaan OTDA dan langkah-langkah Stratejik lainnya melalui serangkaian Peraturan Perundang-undangan. Reformasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah (Otonomi Daerah) merupakan salah satu langkah kongkrit dalam merespon tuntutan reformasi yaitu dengan dikeluarkannya beberapa peraturan Perundang-undangan seperti Undang- Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan beberapa Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan dari UU tersebut di atas antara lain ; PP No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, PP No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tata

Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, yang merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk menjelaskan kinerja penyelenggaraan pemerintah kepada masyarakat. Peraturan Perundangan ini tidak hanya ditujukan untuk melakukan reformasi administrasi publik di lingkungan pemerintah daerah, namun sesungguhnya peraturan perundangan tersebut juga memiliki implikasi terhadap reformasi administrasi publik di lingkungan pemerintah pusat, seperti misalnya pengaturan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, yang relatif saat ini titik berat kewenangannya berada di tingkat pemerintah daerah. Pergeseran kewenangan yang lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah memang merupakan sesuatu yang amat logis, yaitu untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakatnya juga sejalan dengan fungsi pemerintah yang lebih banyak diarahkan kepada pemberian kewenangan atau urusan ini tentunya mempunyai implikasi pula kepada akuntabilitas dari penyelenggaraan pemerintah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa untuk menyelenggarakan pemerintahan, Gubernur selaku penyelenggara eksekutif daerah di bidang ekonomi bertanggungjawab pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah bertanggungjawab kepada presiden. Sedangkan dalam penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten / Kota, Bupati atau Walikota bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten / Kota sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dan berkewajiban memberikan laporan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dalam rangka pembinaan dan pengawasan. Berkaitan dengan masalah akuntabilitas dalam artian pertanggungjawaban, maka di dalam UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas dikemukakan dalam beberapa pasal berikut: Pasal 27 ayat (2) : Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggung jawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada masyarakat ; ayat (3) Laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri

melalui Gubernur untuk Bupati / Walikota 1(satu) kali dalam 1 (satu) tahun ; ayat (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengenai pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU No. 33 Tahun 2004) bila dikaitkan dengan laporan pertanggungjawaban, maka Kepala Daerah diwajibkan menyampaikan akuntabilitas keuangannya, sebagaimana dinyatakan pada: Pasal 81 ayat (1) : Pemerintah Daerah menyampaikan rancangan peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Gambaran lebih lanjut mengenai Undang-Undang ini yang berkaitan dengan pelaporan keuangan, kinerja dan akuntabilitas terutama tercermin dalam PP No.8 Tahun 2006, PP No.108 Tahun 2000 dan PP No.105 Tahun 2000. Dalam PP No.8 Tahun 2006 yang berkaitan dengan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja adalah: Pasal 1 ayat (1) : Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode, ayat (2) : Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur, ayat (3) : Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Pasal 2 : Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan; dan Laporan Kinerja. Pasal 3 ayat (1) : Entitas Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah; Kementerian Negara/Lembaga; dan Bendahara Umum Negara, ayat (2) : Entitas Pelaporan Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

Dalam PP No.108 yang berkaitan dengan pertanggungjawaban dan menarik untuk dikemukakan adalah: Pasal 1 : Rencana Stratejik atau dokumen perencanaan daerah lainnya yang disahkan oleh DPRD dan Kepala Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra adalah rencana lima tahun yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan daerah. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran adalah pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD atas penyelenggaraan pemerintah daerah selama satu tahun anggaran yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasar tolak ukur Renstra. Pertanggungjawaban akhir masa jabatan adalah pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD atas penyelenggaraan pemerintah daerah selama masa jabatan Kepala Daerah berdasar tolak ukur Renstra. adalah: Dalam PP No.105 Tahun 2000 dikaitkan dengan akuntabilitas keuangan Pasal 37 ayat (1) : Pemerintah Daerah menyampaikan laporan triwulanan pelaksanaan APBD kepada DPRD, ayat (2) ; Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. Pasal 38 : Kepala Daerah menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan yang terdiri atas laporan perhitungan APBD; Nota Perhitungan APBD; Laporan Aliran Kas; dan Neraca Daerah. Dari apa yang dimuat dalam peraturan perundangan tersebut di atas tergambar bahwa mekanisme dan substansi pertanggungjawaban telah dimulai sejak saat pengesahan Renstra oleh DPRD yang selanjutnya Renstra ini merupakan tolak ukur bagi akuntabilitas Kepala Daerah. Kemudian secara lebih mendalam substansi dari LPJ dan periodenya, meliputi pertanggungjawaban akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban akhir masa jabatan, dan pertanggungjawaban untuk hal tertentu. Selanjutnya secara substansial dikemukakan bahwa pertanggungjawaban akhir tahun anggaran merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk perhitungan APBD berikut penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur Renstra, dan pertanggungjawaban akhir masa jabatan merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang merupakan kinerja Kepala Daerah selama masa jabatan Kepala Daerah berdasarkan tolak ukur Renstra.

Wujud dari pertanggungjawaban tersebut saat ini adalah dengan telah dikembangkannya suatu sistem pertanggungjawaban yang disebut Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang implementasinya dimulai sejak penyusunan Renstra sampai dengan pertanggungjawaban kinerja dalam bentuk LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Adapun peneliti sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa Universitas Padjadjaran yang bernama Rukaesih dengan judul Peranan Implementasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Terhadap Peningkatan Kinerja Instansi Pemerintah Daerah, dengan objek penelitian pada Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat pada tahun 2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa LAKIP yang di ukur dengan indikator isi LAKIP berada dalam kategori baik. Hal ini menunjukan bahwa LAKIP telah dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat, sesuai dengan SK Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang Pedoman Penyusunan dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Perbedaan peneliti ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada judul dan objek penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa Barat yaitu suatu instansi yang bergerak di bidang Hukum, dimana instansi tersebut memadai untuk dilakukan penelitian karena mampu menyediakan data-data yang dibutuhkan dan pemilihan Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa Kejaksaan Tinggi telah melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti peranan LAKIP pada Pemerintah Daerah dengan judul: Peranan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah (LAKIP) Terhadap Peningkatan Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) (Studi Kasus Pada Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa Barat)

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian tersebut di atas maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) di Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) 2. Bagaimana Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa Barat 3. Apakah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) berperan secara signifikan terhadap peningkatan kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian: Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh mengenai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) terhadap peningkatan kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). 1.3.2 Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) di Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). 2. Untuk mengetahui bagaimana Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa Barat 3. Untuk menguji peranan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) terhadap peningkatan kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD).

1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bagaimana Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2. Bagi pemerintah daerah dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan bagaimana Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah diimplementasikan 3. Bagi pembaca, untuk menambah wawasan serta sebagai bahan referensi bagi penelitian berikutnya. 1.5 Kerangka Pemikiran Otonomi Daerah secara serentak telah dilaksanakan sejak tahun 2001 Pelaksanaan otonomi daerah secara tidak langsung memaksa daerah untuk melakukan perubahan-perubahan baik perubahan struktur maupun perubahan proses birokrasi dan kultur birokrasi. Perubahan struktur meliputi pembaharuan yang sifatnya kelembagaan (institusional reform), yaitu pembenahan struktur birokrasi pemerintah daerah yang lebih baik ramping akan tetapi kaya fungsi (form follow function). Perubahan proses meliputi perubahan yang menyentuh keseluruhan aspek dalam siklus pengendalian manajemen di pemerintah daerah, yaitu perumusan strategi, perencanaan strategi, penganggaran, pelaporan kinerja, penilaian kinerja, dan mekanisme reward & funishment system. Perubahan kultur birokrasi terkait dengan perubahan budaya kerja dan perilaku pegawai yang mengarah pada terciptanya profesionalisme birokrasi. Perubahan dalam perumusan strategi dan perencanaan strategi sudah mulai dilakukan misalnya dengan dibuatnya Propenas, Renstra, dan Repeta di tingkat pusat yang lebih lanjut dijabarkan ke dalam Propeda, Renstrada, dan Repetada di tingkat daerah. Perubahan sistem penganggaran juga dilakukan misalnya dengan digunakannya anggaran kinerja (performance budget) yang menggunakan struktur

baru yang berbeda dengan struktur APBD periode sebelumnya, bahkan beberapa daerah sudah menggunakan Standar Analisa Belanja / Biaya (SAB) sebagai alat untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas anggaran. Perubahan yang dilakukan diatas merupakan usaha pemerintah daerah dalam menyelenggarakan good governance serta bebas dari unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Untuk menciptakan Good Governance perlu dikembangkan dan diterapkan suatu system pertanggungjawaban yang tepat, jelas, legitimate, sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggungjawab, serta bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Bentuk Laporan pertanggungjawaban yang sekarang diterapkan pemerintah adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Menurut Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2000 : 20) menyatakan: Akuntabilitas Publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka semua instansi pemerintah harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga kegagalan pelaksanaan misi Instansi yang bersangkutan. Pengetian Instansi Pemerintah menurut SK Kepala LAN No.239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003: Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku terdiri dari : Kementerian, Departemen, Lembaga, Pemerintah Non Departemen, kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Markas Besar TNI (meliputi : Markas besar TNI angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan

Laut), Kepolisian Republik Indonesia, Kantor Perwakilan Pemerintah RI di Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota dan Lembaga / Badan lainnya yang dibiayai dari anggaran negara Adapun pengertian Kinerja Instansi Pemerintah menurut SK Kepala LAN No.239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003 ialah : kinerja Instansi Pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran instansi pemerintah sebagai penjabaran dari tujuan, misi dan visi instansi pemerintah yang terwujud dalam tingkat keberhasilan / kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang telah ditetapkan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah instrument pertanggungjawaban yang pada pokoknya terdiri dari berbagai indicator dan mekanisme kegiatan pengukuran, penilaian dan pelaporan kinerja secara menyeluruh dan terpadu untuk memenuhi kewajiban suatu instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan / kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta misi organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat peranan yang signifikan dalam LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) terhadap peningkatan kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Secara singkat kerangka pemikiran di atas dapat digambarakan sebagai berikut: LAKIP : Variabel X 1. Mekanisme LAKIP 2. Isi LAKIP: Renstra Rencana Kinerja Pengukuran Kinerja Evaluasi Kinerja Analisis Akuntabilitas Kinerja Kinerja : Variabel Y 1. Masukan (Input) 2. Keluaran (Output) 3. Hasil (outcome) 4. Dampak (Impac)

1.6 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang mengkhususkan pada studi kasus, dimana datadata yang diperoleh selama penelitian diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut berdasarkan teori-teori yang telah diperoleh dan dipelajari sebelumnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung diperusahaan yang menjadi objek penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dengan cara: a. Observasi (pengamatan langsung), yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dilokasi untuk memperoleh data yang diperlukan. b. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data dimana penulis melakukan tanya jawab langsung dengan pejabat yang berwenang mengenai masalah yang diteliti. c. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara tertulis kepada responden. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari bukubuku serta referensi lainnya yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti, untuk mengumpulkan bahan-bahan teoritis serta informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dan landasan berpikir bagi penulis. Data ini merupakan data sekunder. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Jalan RE. Martadinata No. 54, Bandung. Sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Mei 2010.