Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis

dokumen-dokumen yang mirip
The effectiveness of sterile seawater for nose rinsing solution on chronic Rhinosinusitis patient based on nasal patency and quality of life

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

Perbedaan transpor mukosiliar pada pemberian larutan garam hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

Validitas metode rinohigrometri sebagai indikator sumbatan hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

SURVEI KESEHATAN HIDUNG MASYARAKAT DI DESA TINOOR 2

Validitas metode rinohigrometri sebagai indikator sumbatan hidung

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

BAB 3 METODE PENELITIAN

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

Validitas dan reliabilitas kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation (NOSE) dalam Bahasa Indonesia

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

Hubungan derajat obstruksi hidung pada pasien deviasi septum dengan disfungsi tuba Eustachius

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

Hasma Idris Nohong, Abdul Kadir, Muh. Fadjar Perkasa

RINOSINUSITIS KRONIS

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Buku Saku European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

Efektivitas Pelargonium sidoides terhadap penurunan gejala rinosinusitis kronik alergi tanpa polip disertai gangguan tidur

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN RINOSINUSITIS KRONIS TIPE DENTOGEN DAN TIPE RINOGEN DI RUMAH SAKIT SE-EKS KARESIDENAN SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang)

Penatalaksanan deviasi septum dengan septoplasti endoskopik metode open book

Adaptasi Budaya, Alih Bahasa Indonesia, dan Validasi Sino-Nasal Outcome Test (SNOT)-22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

Efektivitas imunoterapi terhadap gejala, temuan nasoendoskopik dan kualitas hidup pasien rinosinusitis alergi

SURVEI KESEHATAN HIDUNG PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI BAHU

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

Hubungan tipe deviasi septum nasi klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius

ABSTRAK PENGARUH JUS BUAH SIRSAK

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER Elia Reinhard

BAB 4 METODE PENELITIAN

PROBLEM BASED LEARNING SISTEM INDRA KHUSUS

KARAKTERISTIK PENDERITA YANG MENJALANI BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL (BSEF) DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI PERIODE

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca-bedah

ABSTRAK. Kata kunci: alat ortodontik cekat, menyikat gigi, chlorhexidine 0,2%, plak dental, indeks plak modifikasi dari PHP Index.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN HASIL PENGUKURAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

Korelasi otitis media dengan temuan nasoendoskopi pada penderita rinosinusitis akut

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

HUBUNGAN TIPE DEVIASI SEPTUM NASI MENURUT KLASIFIKASI MLADINA DENGAN KEJADIAN RINOSINUSITIS DAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP TERJADINYA DRY MOUTH PADA PEROKOK FILTER DI KELURAHAN SUKAWARNA BANDUNG

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. - Tempat : RW X Kelurahan Padangsari, Banyumanik, Semarang, Jawa

IZRY NAOMI A. L. TOBING NIM

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

DAFTAR PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP KUALITAS HIDUP PEROKOK

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

KARAKTERISTIK PASIEN POLIP HIDUNG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN Oleh: FETRA OLIVIA SIMBOLON

GAMBARAN TRANSILUMINASI TERHADAP PENDERITA SINUSITIS MAKSILARIS DAN SINUSITIS FRONTALIS DI POLI THT RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

PERBEDAAN INDEKS HIGIENE ORAL DAN ph PLAK KELOMPOK PEMAKAI DAN BUKAN PEMAKAI PESAWAT ORTODONTI CEKAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Transkripsi:

Laporan Penelitian Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis Ade Rahmy Sujuthi, Abdul Qadar Punagi, Muhammad Fadjar Perkasa Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar - Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Penatalaksanaan standar rinosinusitis kronis pada orang dewasa saat ini yang direkomendasikan oleh kelompok studi Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian antibiotik, dekongestan oral, kortikosteroid dan mukolitik disertai terapi tambahan irigasi hidung. Penilaian patensi hidung dan kualitas hidup penderita dapat menilai efektivitas terapi rinosinusitis. Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang konsisten tentang prioritas pilihan cairan cuci hidung yang digunakan, maka penelitian yang berkaitan dengan efektivitas hasil terapi cuci hidung larutan air laut steril sebagai terapi tambahan pada terapi standar rinosinusitis kronis perlu dilakukan. Tujuan: Menilai efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penatalaksanaan rinosinusitis kronis berdasarkan patensi hidung dan kualitas hidup (SNOT-20). Metode: Penelitian uji klinis terbuka (open trial) pada penderita rinosinusitis kronis yang berobat di poliklinik THT RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna nilai NIPF sebelum dan setelah intervensi antara kelompok air laut steril (p<0,05) dengan kelompok terapi standar (p>0,05) juga terdapat perbaikan nilai SNOT-20 secara bermakna (p<0,05) pada kelompok air laut steril setelah intervensi. Kesimpulan: Pemberian larutan cuci hidung air laut steril sebagai terapi tambahan akan memperbaiki patensi hidung dan kualitas hidup penderita rinitis kronis dibandingkan dengan hanya terapi standar saja. Kata kunci: larutan cuci hidung air laut steril, rinosinusitis kronis, NIPF, SNOT-20 ABSTRACT Background: The current standard management for chronic rhinosinusitis in adult which recommended by study group for rhinology, Indonesian ENT Association, was included antibiotics, oral decongestan, corticosteroids and mucolitics associated with nasal irrigation. The patients nasal patency and quality of life evaluation may be used as a tool to evaluate the effectiveness of rhinosinusitis therapy. Up till now, there was no consensus of study reports regarding priority choice of nasal rinse solution to be used, so the

study for the effectiveness of sterile sea water nasal rinse as an adjuvant therapy for chronic rhinosinusitis is needed. Purpose: To evaluate the effectiveness of sterile sea water nasal rinse in rhinosinusitis therapy based on nasal patency and quality of life (SNOT-20). Method: A clinical open trial was performed in chronic rhinosinusitis patients who came to ENT outpatients clinic, Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar. Result: There is a significant difference of nasal inspiratory peak flow meter value before and after intervention, between sterile sea water groups (p<0.05) and standard therapy groups (p>0.05). Also there is an improvement of SNOT-20 value in sterile sea water groups significantly after intervention (p<0.05). Conclusion: Sterile sea water nasal rinse as an adjuvant therapy will improve nasal patency and quality of life in chronic rhinosinusitis patients than standard therapy alone. Key words: sterile sea water nasal rinse, chronic rhinosinusitis, NIPF, SNOT-20 Alamat korespondensi: Ade Rahmy Sujuthi, Bagian Ilmu Kesehatan THT FK UNHAS, Makassar. E-mail: aderahmy@yahoo.com PENDAHULUAN Rinosinusitis kronis (termasuk dengan polip nasi) menurut konsensus internasional european position paper on rhinosinusitis and nasal polyps (EP3OS) adalah: inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala dengan salah satu gejala harus mencakup hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau adanya sekret hidung (anterior/posterior nasal drip), dengan atau tanpa nyeri wajah/tekanan daerah sinus, dengan atau tanpa penurunan atau hilangnya daya penghidu. Disertai salah satu temuan endoskopi: 1) polip; dan atau 2) sekret mukopurulen terutama berasal dari meatus medius dan atau edema/obstruksi mukosa terutama pada meatus medius, dan atau pada gambaran tomografi komputer terdapat perubahan mukosa di daerah kompleks osteomeatal dan atau sinus, dan sudah berlangsung minimal 12 minggu. 1 Penatalaksanaan standar rinosinusitis kronis pada orang dewasa saat ini yang direkomendasikan oleh kelompok studi Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian antibiotik seperti amoksisillin klavulanat, golongan sefalosporin atau antibiotik golongan makrolid. Dapat dikombinasikan dengan pemberian terapi tambahan berupa dekongestan oral, kortikosteroid oral atau

topikal, selain itu dapat juga diberikan mukolitik, dan irigasi hidung. 2 Penggunaan air laut steril sebagai semprot hidung diteliti oleh Taccariello. 3 Ia membandingkan efek iritasi hidung dengan cairan basa tradisional dan air laut steril pada pasien rinosinusitis kronis sebagai tambahan terapi standar. Pemberian cuci hidung memperbaiki gambaran endoskopi dan skoring kualitas hidup. Pada kelompok kontrol yang hanya mendapat terapi standar cuci hidung, tidak didapatkan perbaikan tersebut. Perbedaan bermakna antara kedua cairan adalah di mana cuci hidung basa hanya memperbaiki gambaran endoskopik, sedangkan air laut steril semprot hidung memperbaiki gambaran endoskopik dan skoring kualitas hidup. Penilaian efektivitas terapi rinosinusitis dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain nasal peak flow measurement, rhinomanometry, acustic rhinometry, mucocilliary clearance, nasal sitogram dan kualitas hidup penderita. Kuesioner QoL memberikan penilaian kesehatan secara umum maupun secara spesifik. Salah satu instrument yang dapat digunakan untuk menilai QoL adalah sinonasal outcome test 20 (SNOT-20). 4 Sebelumnya juga telah dilakukan penelitian multisenter oleh KODI Rinologi (2008) mengenai efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada rinosinusitis bakterial akut yang menilai perubahan waktu transpor mukosilia, perubahan patensi hidung dengan menggunakan alat ukur nasal inspiratory peak flow meter dan juga menilai perbaikan kualitas hidup berdasarkan SNOT-20 setelah dua minggu penggunaan larutan cuci hidung air laut steril. Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang konsisten tentang prioritas pilihan cairan cuci hidung yang digunakan, maka penelitian yang berkaitan dengan efektivitas hasil terapi cuci hidung sebagai terapi tambahan pada terapi standar rinosinusitis kronis perlu dilakukan. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: Bagaimanakah efek larutan cuci hidung air laut steril terhadap patensi hidung dan kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis? Tujuan dari penelitian ini adalah menilai efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penatalaksanaan rinosinusitis kronis berdasarkan patensi hidung dan kualitas hidup dengan mengukur nilai patensi hidung pada rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah

terapi dengan terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril kemudian menilai kualitas hidup pasien dengan rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah terapi dengan terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril, selanjutnya membandingkan nilai patensi hidung penderita rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril, selanjutnya membandingkan kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril. METODE Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak terkontrol pada dua kelompok dengan menggunakan desain paralel. Berdasarkan ketersamarannya, uji klinis ini merupakan uji klinis terbuka (open trial) di mana baik peneliti maupun subjek mengetahui pengobatan yang diberikan. Penelitian ini dilakukan pada 30 penderita rinosinusitis kronik yang berobat di poliklinik THT RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Semua penderita rinosinusitis kronis berdasarkan kriteria European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2007, usia 18 45 tahun, bersedia ikut dalam penelitian (informed consent), tidak bekerja di pabrik dengan pajanan alergen yang tinggi seperti pabrik kayu, kapas, industri kimia, bukan perokok berat, tidak sedang dalam pemakaian obat tetes hidung jangka panjang, tidak ada massa atau tumor hidung/sinus paranasal, tidak memiliki riwayat operasi hidung/sinus sebelumnya, tidak ada septum deviasi berat bukan penderita rinosinusitis atrofi dan tidak terdapat sinekia. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini dengan cara berurutan sampai tercapai jumlah sampel yang telah ditentukan. Pasien dimasukkan ke kelompok air laut steril atau kelompok terapi standar. Pada penelitian ini seluruh sampel dianamnesis dan mengisi kuesioner, yang berisi skor gejala nasal berupa pertanyaan mengenai gejala sekret hidung, hidung tersumbat, nyeri wajah/tekan daerah sinus berkurang atau hilangnya daya penghidu. Dilakukan pemeriksaan fisis THT berupa pemeriksaan rinoskopi anterior untuk menyingkirkan adanya sinekia, rinitis atrofi, septum deviasi berat, sinekia, polip atau tumor yang mengisi kavum nasi, sehingga mempersulit evaluasi nasal inspiratory peak flow (NIPF) sebagai bahan uji. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi untuk mengevaluasi adanya polip, sekret terutama berasal dari meatus medius, edema mukosa terutama pada meatus

medius dan perubahan mukosa pada daerah kompleks ostiomeatal dan sinus. Pengukuran NIPF dilakukan pada seluruh sampel untuk mengukur patensi hidung dengan cara pasien diminta untuk ekspirasi maksimal, sungkup hidung dari NIPF diletakkan menutupi hidung dan mulut dengan rapat kemudian sampel diminta untuk menutup mulut dengan rapat dan melakukan inspirasi maksimal melalui hidung selama satu detik. Hasil dicatat dengan melihat posisi kursor yang berwarna merah di skala. Pemeriksaan diulang sebanyak tiga kali, kemudian hasilnya dipilih yang paling tinggi. Selanjutnya sampel diminta untuk mengisi kuesioner (SNOT-20) yang berhubungan dengan terapi. Skor masing-masing pertanyaan berkisar antara 0 5 dengan nilai tertinggi menunjukkan gejala terberat. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data kemudian dipilih metode statistik yang sesuai, yaitu data yang diperoleh diolah dengan program statistik SPSS for Windows. Uji Mann-Whitney U digunakan untuk menguji adanya perbedaan antara kedua kelompok yang tidak berhubungan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah pada nilai α=0,05. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. HASIL Karakteristik subjek penelitian meliputi umur, jenis kelamin dan pendidikan. Umur dibagi menjadi lima kategori, dari total jumlah sampel frekuensi terbesar pada kelompok umur 24 29 tahun, yaitu 18,8% pada kelompok air laut steril dan kelompok umur 42 47 tahun, yaitu 12,5% pada kelompok terapi standar. Pada tabel 1 terlihat frekuensi dan persentase sampel berdasarkan jenis kelamin pada keseluruhan sampel. Hasilnya menunjukkan 12 sampel berjenis kelamin lakilaki atau sebanyak 37,5% dari jumlah total sampel dan 20 sampel berjenis kelamin perempuan atau sebanyak 62,5% dari jumlah total sampel. Tabel 1. Data karakteristik umum subjek penelitian Karakteristik Kelompok air laut steril n (%) Kelompok standar n (%) Total n (%) Subjek penelitian 22(68,75) 10(31,25) 32(100) Umur

18 23 tahun 24 29 tahun 30 35 tahun 36 41 tahun 42 47 tahun 5(15,6) 6(18,8) 4(12,5) 4(12,5) 3(9,4) 1(3,1) 1(3,1) 2(6,3) 2(6,3) 4(12,5) 6(18,7) 7(21,9) 6(18,7) 6(18,7) 7(21,9) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 8(25) 14(43,8) 4(12,5) 6(18,7) 12(37,5) 20(62,5) Pendidikan SMA Diploma S1 S2 5(15,6) 5(15,6) 8(25) 4(12,5) 3(9,4) 1(3,1) 4(12,5) 2(6,3) 8(25) 6(18,7) 12(37,5) 6(18,7) Pendidikan subjek penelitian dibagi menjadi empat kategori, yaitu: SMA, Diploma, sarjana S1 dan sarjana S2. Frekuensi terbanyak subjek penelitian memiliki pendidikan sarjana S1, yaitu 12 kasus atau 37,5% dari jumlah total sampel menyusul masing-masing subjek penelitian yang memiliki pendidikan SMA, yaitu sebanyak 8 sampel (25%), kemudian Diploma dan sarjana S2, yaitu 6 sampel (18,7%). Pada penelitian ini, hasil yang didapatkan setelah perlakuan yaitu rerata nilai hasil pengukuran NIPF antara sebelum dilakukan semprot hidung, minggu ke-1 dan minggu ke- 2 sesudah dilakukan semprot hidung pada kelompok air laut steril dan kelompok terapi standar dapat dilihat pada tabel 2 dan grafik 1. Tabel 2. Rata-rata nilai NIPF Nilai NIPF Kelompok Air Laut Steril (liter/menit ) Kelompok Terapi Standar (liter/menit) Sebelum perlakuan 73,40 74,50 Mgg 1 sesudah perlakuan 80,45 76,50 Mgg 2 sesudah perlakuan 96,59 76,50 Rata-rata nilai NIPF pada kelompok terapi standar sebelum perlakuan, yaitu 74,5 liter/menit dengan nilai terendah 70 liter/menit dan nilai tertinggi 80 liter/menit. Setelah minggu ke-1 perlakuan didapatkan perbaikan rata-rata sebesar 2 liter/menit (dari rata-rata

nilai NIPF 74,50 liter/menit menjadi 76,50 liter/menit), namun setelah minggu ke-2 perlakuan tidak didapatkan perbaikan rata-rata nilai NIPF dari minggu ke-1 setelah perlakuan. Dengan demikian, pada kelompok standar ini perbaikan rata-rata nilai NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 setelah perlakuan hanya sebesar 2 liter/menit. Pada kelompok air laut steril, perbaikan rata-rata nilai NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-1 sesudah perlakuan adalah sebesar 7,05 liter/menit (dari rata-rata nilai PNIF 73,40 liter/menit menjadi 80,45 liter/menit), kemudian dari minggu ke-1 sesudah perlakuan sampai minggu ke-2 perlakuan, didapatkan perbaikan nilai rata-rata NIPF sebesar 16,14 liter/menit (dari 80,45 liter/menit menjadi 96,59 liter/menit). Dengan demikian, pada kelompok air laut steril ini didapatkan perbaikan rata-rata nilai PNIF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah perlakuan sebesar 23,19 liter/menit (dari 73,40 liter/menit menjadi 96,59 liter/menit) Gambar 1. Grafik perbandingan rata-rata nilai NIPF kelompok air laut steril dengan kelompok terapi standar Pada tabel 3, dapat dilihat rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF dari sebelum sampai sesudah minggu ke-1 perlakuan dan dari sebelum sampai sesudah minggu ke-2 perlakuan, di mana didapatkan rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF pada kelompok terapi standar dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-1 sesudah perlakuan adalah sebesar 3,17% dan nilai ini tidak mengalami perbaikan dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah pelakuan. Pada kelompok air laut steril,

perbaikan nilai rata-rata persentase NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-1 sesudah perlakuan adalah sebesar 8,62%, kemudian mengalami perbaikan lagi dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah pelakuan sebesar 23,07%. Tabel 3. Rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF Nilai NIPF Sebelum perlakuan Mgg I sesudah perlakuan Sebelum perlakuan Mgg II sesudah perlakuan Kelompok air laut steril (%) Kelompok terapi standar (%) 8,62 3,17 23,07 3,17 Nilai SNOT-20 yang didapatkan setelah perlakuan dapat dilihat pada tabel 4 dan grafik 2, yaitu nilai tengah skor SNOT-20 sebelum perlakuan dan minggu ke-2 sesudah perlakuan pada kelompok terapi standar dan kelompok air laut steril. Tabel 4. Nilai SNOT-20 Median SNOT-20 Kelompok air laut steril Kelompok terapi standar Sebelum Minggu 2 43,50 41,40 33,50 41,50 Terdapat perbaikan selisih nilai tengah skor SNOT-20 dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah perlakuan pada kelompok air laut steril, yaitu sebesar 10 (dari 43,5 menjadi 33,5) sedangkan pada kelompok terapi standar tidak ditemukan adanya perbaikan skor SNOT-20. Dengan kata lain, skor SNOT-20 kelompok air laut steril jauh lebih baik dibandingkan dengan kelompok terapi standar. Hal tersebut juga dapat dilihat pada perbandingan nilai SNOT-20 sebelum dan sesudah minggu ke-2 perlakuan pada kedua kelompok berdasarkan uji statistik Wilcoxon sign range test, didapatkan perbaikan yang bermakna nilai skor SNOT-20 (p<0,05) pada

kelompok air laut steril sesudah minggu ke-2 perlakuan. Perbedaan kedua kelompok perlakuan dalam memperbaiki kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis dapat dibuktikan dengan uji statistik Mann-Whitney U yang menunjukkan bahwa sebelum perlakuan, nilai skor SNOT-20 antara kedua kelompok penelitian tidak terdapat perbedaan yang bermakna, namun sesudah minggu ke-2 terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok perlakuan (p<0,05). Gambar 2. Grafik perbandingan rata-rata nilai SNOT pada kelompok terapi standar dan kelompok air laut steril DISKUSI Pada penelitian ini, perbandingan antara peserta perempuan dan laki-laki adalah 1:1,67. Ottaviano 11 telah melakukan pengukuran patensi hidung dengan menggunakan nasal inspiratory peak flow meter pada populasi orang dewasa sehat berdasarkan umur, jenis kelamin dan tinggi badan. Tidak ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan umur atau tinggi badan. Ditemukan berbagai variasi nilai NIPF pada setiap individu yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan setiap variabel pada penelitian tersebut. Frekuensi terbanyak subjek penelitian memiliki pendidikan sarjana S1, yaitu 12 kasus atau 37,5% dari jumlah total sampel menyusul masing-masing subjek penelitian yang memiliki pendidikan SMA, yaitu sebanyak 8 sampel (25%), kemudian diploma dan sarjana S2, yaitu 6 sampel (18,7%). Seorang yang mempunyai pendidikan tinggi biasanya lebih banyak memperhatikan tentang kesehatan, sehingga begitu mengalami gangguan/keluhan segera memeriksakan diri, apalagi jika sampai mengganggu kehidupan sehari-harinya. Dari perbandingan rata-rata nilai NIPF antara kedua kelompok perlakuan didapatkan bahwa pada minggu ke-1 setelah perlakuan, terdapat perbaikan nilai NIPF pada kedua kelompok perlakuan, namun pada minggu ke- 2 sesudah perlakuan didapatkan perbaikan nilai yang lebih baik pada kelompok air laut steril dibandingkan dengan kelompok terapi standar.

Berdasarkan uji statistik Wilcoxon sign range test, perbandingan nilai NIPF sebelum dan sesudah pemberian larutan cuci hidung air laut steril didapatkan perubahan nilai yang bermakna antara sebelum perlakuan dengan minggu ke-1 dan minggu ke-2 sesudah pemberian larutan air laut steril (p<0,05), sedangkan pada kelompok terapi standar tidak menunjukkan perubahan yang bermakna (p>0,05). Perbaikan nilai persentase peningkatan aliran udara dalam rongga hidung yang didapatkan pada minggu ke-2 sesudah pemberian larutan cuci hidung air laut steril adalah lebih dari 20%, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anggraeni, 6 yang menggunakan kriteria RAK dengan penurunan NIPF sebesar 20% dari nilai baseline. Dari hasil seperti yang disebutkan di atas dapat dilihat bahwa irigasi dengan semprot hidung air laut steril dapat memperbaiki keadaan klinis hidung. Perbaikan yang tampak sesudah penyemprotan selama dua minggu, yaitu keadaan rongga hidung bersih, keluhan obstruksi hidung berkurang sampai hilang, lendir berkurang, tidak ada krusta, serta edema berkurang. Adanya perbaikan nilai NIPF sesudah minggu ke-1 dan minggu ke-2 terapi menunjukkan bahwa larutan cuci hidung larutan air laut steril efektif digunakan sebagai terapi tambahan pada terapi standar rinosinusitis kronis. Penelitian mengenai irigasi hidung dengan air laut steril masih belum terlalu banyak, sehingga kami tidak bisa lebih banyak membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini terlihat bahwa pemberian semprot hidung larutan cuci hidung air laut steril, dapat mengurangi keluhan penderita rinosinusitis kronis, seperti hidung tersumbat, hidung berlendir, berkurangnya keluhan bersin, serta pasien merasa lebih enak dibandingkan sebelumnya, sehingga kualitas hidup penderita menjadi lebih baik. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian larutan cuci hidung air laut steril sebagai terapi tambahan lebih efektif dibandingkan dengan terapi standar saja dalam memperbaiki patensi hidung dan kualitas hidup pada penderita rinosinusitis kronis. DAFTAR PUSTAKA 1. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinology 2007; l20:5-111. 2. Soetjipto D. Penatalaksanaan baku sinusitis. Dalam: Kumpulan naskah lengkap kursus pelatihan dan demo BSEF. Makassar, 2000.

3. Taccarielo M. Nasal douching as a valuable adjunct in the management of chronic rhinosinusitis. Rhinology 1999; 37(1):29-32. 4. Enhage A. Nasal bronchial testing as well as treatment of patients with airway hiperresponsiveness and inflamation focusing on the united airway concept [homepage on the internet]. Sweden, Stockholm: Dept. Clinical Science, Intervention and Technology Div. of Otorhynolaryngology, Karolinka Institute. c2008 [updated 2008 Jan 15; cited 2008 Sept 18]. Available from: http://www.emedicine.com. 5. Adam P, Stiffman M, Blake R. A clinical trial of hypertonic saline nasal spray in subject with common cold rhinosinusitis. Arch Fam Med 1998; 7:39-43. 6. Anggraeni D. Prevalensi rinitis akibat kerja dan faktor risiko yang berhubungan. Studi pada pekerja yang terpajan bahan kimia surfaktan di PT X. Jakarta: FKUI; 2008. 7. Anthoni JF. The chemical composition of seawater [homepage on the internet]. c2006 [updated 2006 Mar 23; cited 2007 Oct 11]. Available from: http://www.seafriends.org.nz/oceano/seawate r.htm. 8. Jay F, Piccirillo MD. Sinonasal outcome test 20 (SNOT-20). St. Louis, Missouri: Washington University School of Medicine; 1996. 9. Clement Clark International. Introduction to in-check nasal [homepage on the internet]. c2006 [updated 2006 May 21; cited 2007 Nov 15]. Available from: http://www.clementclarke.com/product/peak_ flow/index.html. 10. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 150-4. 11. Ottaviano GK, Scadding S, Coles VJ. Peak nasal inspiratory flow, normal range in adult population. Rhinology 2006; 44:32-5. 12. Pidwirny M. Physical and chemical characteristics of seawater. Fundamentals of physical geography. 2 nd ed. Okanagan: University of British Columbia; c1999-2006 [updated 2006 Sept 15; cited 2009 Jul 5]. Available from: http://www.physicalgeography.net/fundament als/8p.html. 13. Punagi Q. Pola penyakit Sub-bagian Rinologi di RS Pendidikan Makassar periode 2003-2007. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Makassar: FK UNHAS; 2008. 14. Soetjipto D, Wardhani RS. Penatalaksanaan sinusitis. Dalam: Guideline penyakit THT- KL. Jakarta: PERHATI-KL Indonesia; 2007. 15. Talbot AR, Herr TM, Parsons D. Muccociliary clearance and buffered hypertonic saline. Laryngoscope 1997; 107:500-3. 16. Walsh WE, Kern RC. Sinonasal anatomy, function and evaluation. Dalam: Bailey BJ,

Johnson JT, editors. Head and neck surgeryotolaryngology. 4 th ed. Philadephia: Lippincott Williams&Wilkins; 2006. p. 307-18.