MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

P U T U S A N Nomor 23/Pdt.G/2014/PTA.Mks

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA. Hukum Acara Perdata, FH UNS

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

harus menjadi mediator pada kasus yang lain. dalam melaksanakan mediasi sangat terbatas, yaitu pada

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

BAB III PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN. Bangkalan pertama kali berdiri bertempat dengan bergabung di Kantor

BAB IV ANALISIS KRITERIA HAKIM MEDIATOR DALAM UPAYA EFEKTIFISASI MEDIASI PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KAJEN

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan masyarakat kepada Lembaga Yudisial. untuk memperoleh keadilan melalui kewenangan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

MEMBLUDAKNYA PERKARA MASUK DI PENGADILAN AGAMA PASCA ONE ROOF SYSTEM DAN PERANAN MEDIASI DALAM MENGURANGI PENUMPUKAN PERKARA

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

Oleh Helios Tri Buana

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN MEDIASI DI PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

1. Contoh Akta Perdamaian/Putusan Perdamaian :

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

Perkara Tingkat Pertama Cerai Gugat. Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

FUNGSI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan di dalamnya tercipta rasa sakinah, mawaddah dan rahmah

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

TINJAUAN HUKUM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH PENGADILAN NEGERI LIMBOTO

TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI

menyadari dan mengemban fungsi mendamaikan pihak yang berperkara. Sebab bagaimana adilnya putusan akan lebih adil hasil perdamaian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

P U T U S A N Nomor : 06/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakikatnya ketika dilahirkan telah melekat

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS. A. Status Hakam Berdasarkan Pasal 76 ayat (2) UU. No. 07 Tahun 1989

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perkara pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan no:

Kecamatan yang bersangkutan.

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

Transkripsi:

MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN Oleh Drs. Siddiki Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, telah terjadi perubahan fundamental dalam praktek peradilan di Indonesia. Pengadilan tidak hanya bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diterimanya, tetapi juga berkewajiban mengupayakan perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara. Pengadilan yang selama ini berkesan sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan, tetapi sekarang pengadilan juga menampakkan diri sebagai lembaga yang mencarikan solusi damai antara pihak-pihak yang bertikai. Persoalan yang menjadi beban pengadilan selama ini, terutama pada tingkat Mahkamah Agung adalah semakin meningkatnya perkara yang masuk. Setiap tahun perkara yang masuk bukannya berkurang, tetapi malah meningkat. Sementara hakim yang harus menyelesaikan perkara tersebut daya kerjanya sangat terbatas sehingga perkara yang masuk tidak dapat diselesaikan dengan cepat. Berbagai solusi telah diupayakan untuk mengurangi tunggakan perkara agar semakin banyak perkara yang diputus, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Pada era perdagangan bebas yang rencananya akan dimulai pada tahun 2010, kemungkinan tingkat sengketa antara pihak-pihak yang berkaitan dengan proses perekonomian negeri ini akan menjadi meningkat. Sengketa itu selain kualitas dan kuantitasnya bertambah, juga aneka macamnya juga akan bertambah. Tidak hanya terjadi antar kepentingan di dalam negeri, tetapi juga mencakup kepentingan dengan pihak luar secara internasional. Kalau penyelesaian perkara yang masuk ke pengadilan hanya memakai cara-cara yang konvensional, maka tidak dapat terbayangkan betapa banyak beban pengadilan untuk memutus perkara yang masuk. Kalau tidak terjadi perubahan tentang proses penegakan hukum di Indonesia, maka akan sulit untuk menarik investor asing ke dalam negeri. Padahal prioritas utama pebisnis asing adalah kepastian hukum. Kalau ada sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan, harus ada penyelesaian secara cepat dan jelas. Ini merupakan satu tantangan bagi pengadilan di 1

mana suatu penegakan hukum harus dilakukan secara cepat dan tuntas. Apabila tidak demikian, maka pebisnis asing bukan hanya tidak mau datang ke Indonesia, tetapi yang sudah ada di Indonesia bisa-bisa hengkang ke luar negeri. Perma Nomor 01 Tahun 2008 ini secara fundamental telah merubah praktek peradilan di Indonesia yang berkenaan dengan perkara-perkara perdata. Mediasi sebagai upaya untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara bukan hanya penting, tetapi harus dilakukan sebelum perkaranya diperiksa. Kalau selama ini upaya mendamaikan pihak-pihak dilakukan secara formalitas oleh hakim yang memeriksa perkara, tetapi sekarang majelis hakim wajib menundanya untuk memberi kesempatan kepada mediator mendamaikan pihak-pihak yang berperkara. Diberikan waktu dan ruang yang khusus untuk melakukan mediasi antara pihak-pihak. Upaya perdamaian bukan hanya formalitas, tetapi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Untuk mengerti secara konperhensip mengenai mediasi, perlu dipahami tentang tiga aspek dari mediasi : 1. Aspek urgensi / motivasi : Urgensi dan motivasi dari mediasi adalah agar pihak-pihak yang berperkara menjadi damai dan tidak melanjutkan perkaranya dalam proses pengadilan. Apabila ada hal-hal yang mengganjal yang selama ini menjadi masalah, maka harus diselesaikan secara kekeluargaan dengan musyawarah mufakat. Tujuan utama mediasi adalah untuk mencapai perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai. Pihak-pihak yang bertikai atau berperkara biasanya sangat sulit untuk mencapai kata sepakat apabila bertemu dengan sendirinya. Titik temu yang selama ini beku mengenai hal-hal yang dipertikaikan itu biasanya bisa menjadi cair apabila ada yang mempertemukan. Maka mediasi merupakan sarana untuk mempertemukan pihak-pihak yang berperkara dengan difasilitasi oleh seorang atau lebih mediator untuk menfilter persoalan-persoalan agar menjadi jernih dan pihak-pihak yang bertikai mendapatkan kesadaran akan pentingnya perdamaian antara mereka. 2. Aspek prinsip : Secara hukum mediasi tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Perma Nomor 01 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak 2

untuk mengikuti prosedur penyelesaian perkara melalui mediasi. Apabila tidak menempuh prosedur mediasi menurut Perma ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg. yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Artinya, semua perkara yang masuk ke pengadilan tingkat pertama tidak mungkin melewatkan acara mediasi. Karena apabila hal ini terjadi resikonya akan fatal. 3. Aspek substansi : Yaitu bahwa mediasi merupakan suatu rangkaian proses yang harus dilalui untuk setiap perkara perdata yang masuk ke Pengadilan. Substansi mediasi adalah proses yang harus dijalani secara sunggguh-sungguh untuk mencapai perdamaian. Karena itu diberikan waktu tersendiri untuk melaksanakan mediasi sebelum perkaranya diperiksa. Mediasi bukan hanya sekadar untuk memenuhi syarat legalitas formal, tetapi merupakan upaya yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk mencapai perdamaian. Mediasi adalah merupakan upaya pihak-pihak yang perperkara untuk berdamai demi kepentingan pihak-pihak itu sendiri. Bukan kepentingan Pengadilan atau hakim, juga bukan kepentingan mediator. Sehingga dengan demikiaan segala biaya yang timbul karena proses mediasi ini ditanggung oleh pihak-pihak yang berperkara. Di masa depan, pengadilan diharapkan bisa menjadi filter dari persoalan-persoalan dan pertikaian yang terjadi di dalam masyarakat sehingga masyarakat menjadi tenteram dan damai, bukan malah memunculkan masalah-masalah baru yang pada gilirannya akan mengganggu proses pembangunan pada umumnya. Apabila masyarakat selalu berada di dalam kondisi konflik, maka secara psikologis kehidupan berbangsa akan menjadi terganggu yang pada gilirannya akan memacetkan rencana pemberdayaan perekonomian masyarakat. Sungguhpun Perma Nomor 01 Tahun 2008 merupakan langkah genius dalam praktek peradilan di Indonesia guna meningkatkan kualitas penegakan hukum, namun masih ada beberapa persoalan yang butuh jawaban yang berkenaan dengan praktek pelaksanaan mediasi itu sendiri. Minimal sebagai bahan renungan apabila suatu saat nanti ada revisi kembali terhadap Perma ini. Salah satu yang menjadi pertanyaan adalah berhubungan dengan asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Banyak 3

pertanyaan dari rekan-rekan prakisi hukum, apakah pelaksanaan mediasi nantinya dalam setiap perkara perdata yang masuk ke pengadilan tidak akan mengganggu asas peradilan dilaksanakan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Memang untuk pelaksanaan mediasi butuh waktu, butuh biaya yang akhirnya menjadi tidak sederhana. Apabila diperhatikan secara sepintas, mungkin jawabannya pasti ya. Artinya proses mediasi akan mengganggu proses peradilan yang harus dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan. Tetapi apabila dikaji secara mendalam, maka akan ditemukan suatu pencerahan yang luar biasa dari praktek mediasi ini. Memang, karena mediasi merupakan hukum acara baru dalam praktek peradilan di Indonesia, maka pada awal pelaksanaannya seakan menjadi beban dalam proses berperkara di pengadilan. Padahal kalau nanti mediasi sudah menjadi praktek yang mapan dan dijalankan secara profesional, maka mediasi akan merupakan alternatif yang ideal bagi proses berperkara di pengadilan. Barangkali untuk langkah ke depan ada beberapa hal masukan dari penulis untuk menjadikan mediasi sebagai sarana upaya perdamaian yang lebih berdaya-guna dan berhasil-guna. Juga untuk meningkatkan profesionalisme mediator sebagai komponin penting dalam mediasi. Pertama Menurut Pasal 7 ayat (1) Perma Nomor 01 Tahun 2008, pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Dari ketentuan ini bahwa proses mediasi merupakan kewajiban pihak-pihak yang berperkara yang mana kalau tahapan mediasi ini tidak dilalui oleh pihak-pihak, maka majelis hakim juga wajib untuk menolak / tidak menerima gugatannya. Apabila majelis hakim terus memproses perkara tersebut maka putusannya batal demi hukum. Persoalannya apabila pada persidangan hanya dihadiri oleh penggugat tetapi tidak dihadiri oleh tergugat, maka terhadap perkara tersebut tidak wajib melalui proses mediasi. Padahal menurut Pasal 4 semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Menurut Pasal 4 ini semestinya semua perkara tanpa kecuali harus melalui 4

proses mediasi, apakah dihadiri oleh kedua belah pihak, atau hanya dihadiri oleh satu pihak saja. Jalan keluar dari persoalan ini menurut penulis, seharusnya bukan hakim pemeriksa perkara yang menunjuk mediator. Tetapi sejak perkara telah terdaftar di Pengadilan, maka Ketua Pengadilan yang harus menunjuk mediator guna memediasi pihak-pihak yang berperkara suapaya berdamai. Apabila pihak-pihak belum melakukan proses mediasi secara formal sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan, maka Ketua Pengadilan belum boleh menetapkan majelis hakim untuk memeriksa perkaranya. Dengan cara ini mediasi akan lebih berdaya guna karena sejak awal mediator secara proaktif akan menghubungi pihak-pihak yang berperkara supaya berdamai. Resikonya biaya memang akan membengkak. Tetapi biaya ini murni untuk proses mediasi. Masyarakat akan mendapatkan pelajaran bahwa setiap mengajukan perkara ke pengadilan, perkaranya baru akan diperiksa majelis hakim apabila sudah melalui proses mediasi secara formal. Secara proses alamiah nantinya masyarakat akan menjadi mandiri dengan mencari solusi sendiri secara damai terhadap perkara yang dihadapinya. Setelah mediator bekerja dan memberi laporan secara tertulis bahwa pihak-pihak yang berperkara tidak bisa didamaikan, maka baru Ketua Pengadilan membuat penetapan tentang penunjukan majelis hakim pemeriksa perkara. Apabila berhasi damai, perdamaian itu bisa dengan penetapan Ketua Pengadilan, bisa juga cukup dengan tandatangan mediator dan pihak-pihak yang berperkara. Dengan demikian majelis hakim pemeriksa perkara tidak akan direpotkan dengan proses mediasi, jadi murni memeriksa perkara sengketa. Dan perkara yang masuk ke majelis hakim dengan sendirinya sudah melalui proses mediasi. Apabila tidak, maka majelis hakim tersebut berwenang untuk menolak / tidak menerima gugatannya. Gagasan penulis tentang proses mediasi ini tidak akan menggangu asas peradilan yang harus dilaksanakan dengan sederhana, cepat dan biya ringan. Bahkan justru memperkuat asas tersebut karena membantu pihakpihak yang berperkara untuk menyelesaikan perkaranya secara mandiri. Berbeda dengan cara Pasal 7 ayat (1) Perma Nomor 01 Tahun 2008 yang mana sering terjadi mejelis hakim pemeriksa perkara tidak menunjuk mediator karena dalam perkiraannya perkara tersebut tidak akan banding. 5

Padahal secara hukum, banding atau tidak banding, putusan terhadap perkara yang tidak melalui proses mediasi secara formal adalah batal demi hukum yang mana pada gilirannya nanti seluruh produk yang didasarkan pada putusan tersebut juga batal demi hukum. Kedua Dalam Pasal 10 ayat (1) Perma Nomor 01 Tahun 2008 disebutkan bahwa penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya. Dalam ayat (2) nya disebutkan bahwa uang jasa mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak. Ketentuan ini kurang adil. Menurut penulis semestinya semua mediator mendapatkan uang jasa. Kalau non hakim uang jasanya dari pihak-pihak, maka kalau dari unsur hakim uang jasanya ditanggung oleh Negara. Pasal 25 ayat (1) Perma Nomor 01 Tahun 2008 yang mana M.A. menyediakan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator, tetapi ketentuan ini tidak bergigi karena Perma sebagaimana yang dimaksudkan oleh ayat (2) nya sampai sekarang belum ada. Menurut penulis semestinya semua hakim yang menjalankan fungsi mediator mendapatkan uang jasa dari Negara berdasarkan Perma yang sudah ada, bukan Perma yang masih menunggu keluarnya entah sampai kapan. Dengan ketentuan yang ada sekarang, maka bisa jadi hakim yang menjadi mediator akan bekerja secara asal-asalan atau hanya sekedar untuk memenuhi standar legalitas formal. Kalau cara kerja seperti ini terus berlanjut, maka mediasi sebagai alternatif penyelesaian perkara di pengadilan hanya akan berwujud sebagai hayalan belaka. Sementara mediator yang bersertifikat sekarang jumlahnya masih sangat sedikit, padahal kebutuhannya sangat banyak. Tulisan ini semoga menjadi bahan pertimbangan apabila nanti Perma Nomor 01 Tahun 2008 akan direvisi di kemudian hari. Keistimewaan Perma ini karena proses pembuatannya yang hanya melalui satu lembaga M.A. sehingga kalau ada rencana perobahan akan menjadi lebih gampang, terutama apabila ada target keadilan yang harus diterima oleh semua orang. 6

* Penulis bekerja sebagai hakim pada Pengadilan Agama Tulungagung, Jawa Timur. E-Mail: siddiki@telkom.net 7