BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi Jasa Keuangan Syariah, selanjutnya disebut KJKS, adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Implementasi Minimalisasi Risiko Pembiayaan Murabahah Di Bank. Muamalat Indonesia Cabang Pembantu Tulungagung.

BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Peran Account Officer dalam Maganalisis permohonan pembiayaan

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KOSPIN) JASA LAYANAN SYARIAH BULAKAMBA

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD DAN PENYELESAIANNYA

BAB II PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN REVITALISASI. Pembiayaan sendiri secara luas berarti financing atau

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Strategi BMT Bahtera Pekalongan dalam Mengembangkan Pembiayaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penyebab Pembiayaan Bermasalah di BMT Marhamah Wonosobo

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pengertian pembiayaan mikro dan prosedur pembiayaan mikro. menambah modal usaha nasabah dengan harapan agar usahanya lebih

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ada beberapa tahapan dalam pembiayaan mudharabah yang harus dilalui. sebelum dana itu diserahkan kepada nasabah :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2) Membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasisosialisasi BAB IV. mengenai perbankan syari ah bahwasanya bunga

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Murabahah Bermasalah. Pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No.

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

BUPATI PAKPAK BHARAT

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

BAB IV HASIL PENELITIAN. nasabahnya. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal tentang pembiayaan

KERANGKA PEMIKIRAN III.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. atas asas kekeluargaan. (Sholahuddin dan Hakim, 2008: 179) dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Risiko Pembiayaan dengan Akad Murabahah di BTM Wiradesa

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 35.3/Per/M.KUKM/X/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. mengetahui bagaimanakan sistem pengendalian kredit Gambaran Singkat Koperasi Simpan Pinjam TABITA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV. PEMBIAYAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO ib PADA BRISYARIAH KANTOR CABANG PADANG

BAB IV HASIL PENELITIAN

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis prosedur pembiayaan Mudharabah Muqayyadah di Bank

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Ijarah Bermasalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat menyimpulkan beberapa hal. Selain itu juga memberikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Prudential Banking di KJKS BMT Bahtera Pekalongan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka kesimpulan dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) BJB yaitu Kredit

BAB IV MEKANISME PENILAIAN BARANG JAMINAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA KSPPS BINAMA SEMARANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Dana Berputar (PDB) pada Bank Syariah. Dalam menyalurkan dana pembiayaan, Bank Syariah Mandiri memiliki

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembiayaan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Pada zaman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Kelayakan Benda Jaminan Dalam Pembiayaan di KSU. KOTA SANTRI Cabang Karanganyar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB V PENUTUP. Analisis terhadap Penyelesaian Pembiayaan Mud{a>rabah bermasalah pada

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU )

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pembiayaan Akad Mudharabah di BMT Harapan Ummat. a. Telah masuk sebagai anggota. sebesar Rp ,-.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 29-30

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Randublatung-Blora, Jawa Tengah.

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB IV ANALISIS TENTANG FUNGSI ACCOUNT CREDIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV MEKANISME DAN ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR PERTANIAN A.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) selalu berupaya untuk. sehingga tercipta pemerataan ekonomi untuk semua kalangan.

WAKA<LAH PADA KJKS MBS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Prosedur Pengikatan Jaminan Pada Pembiayaan Murabahah di BPRS

BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. penyajian data. Data yang dihasilkan merupakan hasil dari penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV. ANALISIS PENYELAMATAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA ib HASANAH DI PT BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

II. LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, jenisjenis

BAB IV. ANALISIS TENTANG PEMBERIAN PEMBIAYAAN GRIYA ib HASANAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. BMT Walisongo Mijen Semarang dilandasi dengan prinsip kehati-hatian

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam. memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kehati-hatian (Prudential Banking) Koperasi Jasa Keuangan Syariah, selanjutnya disebut KJKS, adalah Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). 31 Prudent itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana. Namun, dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk Asas kehati-hatian. Selanjutnya, istilah Prudent atau asas kehati-hatian tersebut digunakan secara meluas dan dalam konteks yang berbeda-beda. 32 Prinsip kehati-hatian diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 16/Per/M/KUKM/XII/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi Pasal 30 ayat 2 yang menyatakan bahwa dalam memberikan pinjaman, koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman. 33 B. Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pemberian Pembiayaan Dalam Penerapan Prinsip Kehati-hatian Penilaian unsur 5 C merupakan prinsip analisa pembiayaan yang harus dinilai oleh KJKS/UJKS/BMT, 34 31 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi 32 Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 21. 33 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 34 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm.69 24

25 sebagai alat analisa pembiayaan apakah calon mitra layak atau tidak layak untuk dibiayai. Adapun unsur 5C adalah sebagai berikut : 1. Character Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon mitra, dengan tujuan untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa mitra pengguna dana yang mengajukan pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya. Untuk mempertimbangkan karakter calon mitra atau mitra berdasarkan kajian pada pembiayaan bermasalah adalah : 35 Mencocokan hasil wawancara dengan data yang diperoleh Gaya bicara dalam wawancara; jika orang sudah menjelek-jelekan mitra lainnya biasanya ada indikasi kurang baik Memandang nilai pembiayaan; jika calon mitra memandang remeh nilai pembiayaan berarti tidak punya rencana usaha dan cenderung menyembunyikan informasi usaha yang akurat Menyampaikan rencana usaha; calon mitra yang tidak punya rencana usaha yang baik ingin selalu cepat dicairkan maka KJKS/UJKS harus cepat cepat juga menolak pegajuannya Pergaulan di lingkungan warga Loyalitas dalam bekerjasama Pelayanan terhadap petugas lapang pada saat survey; hati-hati terhadap service calon mitra yang berlebihan (petugas lapang dilarang menerima oleh-oleh hasil survey) 35 Ir.Ktut Silvanita Mangani, M.A., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Erlangga, 2009, hlm.28

26 Jika mitra lama lihat prestasi pembiayaan sebelumnya Penilaian karakter tidak dapat dilihat dan dirasakan dalam waktu yang singkat. Pertimbangan diatas merupakan langkah-langkah umum yang terjadi dalam transaksi pembiayaan. 2. Capacity Penilaian secara subyektif tentang kemampuan mitra untuk melakukan pembayaran. Kemampuan ini diukur dengan catatan prestasi mitra masa lalu yang didukung dengan pengamatan dl lapangan atas usaha mitra, cara berusaha ataupun tempat berusaha. Kemampuan mitra dapat dilihat dari analisa kelayakan usaha. Perlu dicermati dalam melihat kemampuan mitra jika terjadi titik kritis, misalnya jika mitra tersebut sakit apakah ada yang menggantikan usahanya, bila terjadi musibah dan lain sebagainya apakah ada pendapatan lain yang dapat mengkaper pembayaran. 36 3. Capital Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon mitra, yang diukur dengan posisi usahanya secara keseluruhan melalui rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya. 37 4. Conditions Bagian pembiayaan KJKS/UJKS/BMT harus melihat kondisi perekonomian secara umum khususnya yang terkait dengan jenis usaha calon mitra. Hal tersebut dilakukan karena keadaan eksternal usaha yang dibiayai. Kasus yang 36 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil, Yogyakata : UII Press, 2011, hlm. 69 37 Dsr. Zainul Arifin, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi 2009, Jakarta: Azkia Publisher, 2007, hlm. 43

27 dapat kita lihat misalnya pada usaha wartel. Kondisi wartel saat ini sudah sangat jenuh karena pulsa celuler lebih murah dan penggunaanya sangat praktis sehingga kondisi seperti ini kurang baik untuk dibiayai, atau sebaliknya kebutuhan akan bahan pokok tidak pernah jenuh dan sistem yang berjalan cukup baik sehingga secara conditioning usaha ini cukup baik dibiayai. 5. Collateral Colateral adalah jaminan milik calon mitra. Penilaian jaminan untuk lebih meyakinkan jika suatu risiko kegagalan pembayaran terjadi, maka jaminan dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Tetapi, collateral dalam KJKS KJKS/UJKS/BMT lebih ditekankan pada faktor : kepercayaan, kedekatan hubungan dengan pengusaha dan kegiatan usahanya; sudah dikenal karakternya sebagai anggota KJKS, dijamin oleh seseorang. 38 Walaupun demikian perlu adanya perangkat-perangkat dan dokumen dalam jaminan, paling tidak jika mitra akan menjual barang yang dijaminkan atau pindah tempat tinggal, dapat diketahui KJKS, sehingga dapat menyelesaikan pembiayaannya. Bentuk jaminan dibagi dua yaitu : 1. Jaminan utama Benda tak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Berdasarkan atas hak kepemilikan atas tanah, maka terbagi menjadi : 38 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015

28 Akte Jual Beli, bukan merupakan tanda kepemilikan hak suatu tanah. Untuk jaminan ini, pemohon wajib melengkapi Surat Keterangan Riwayat tanah (SKRT) yang diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat dimana jaminan tersebut berada. Surat ini menjelaskan sejarah pemindahalihan tanah sejak tahun 1961. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai. Untuk sertifikat selain hak milik, maka kepemilikan tanah mempunyai jangka waktu tertentu. 39 Benda bergerak, seperti kendaraan, mesin, serta tagihan. Kebijakan KJKS KJKS/UJKS/BMT tentang jaminan berupa kendaran bermotor adalah : Usia kendaraan bermotor maksimal lima tahun terhitung pada saat calon mitra mengajukan pembiayaan ke KJKS/UJKS/BMT. Apabila kepemilikan kendaraan bermotor tersebut berasal dari pihak lain yang dibeli oleh calon mitra dan belum dibalik nama, maka calon mitra wajib menyertakan bukti transaksi asli. Benda tak berwujud, jaminan ini merupakan jaminan wajib berupa tabungan, salahsatu syarat mendapat fasilitas pembiayaan adalah mitra membayar simpanan pokok dan simpanan sukarela. 40 39 http://dokumen.tips/documents/panduan-pembiayaan-bmt.html, diakses tanggal 27 Oktober 2015 40 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi

29 2. Jaminan tambahan Garansi atau jaminan kepercayaan atas pembiayaan yang diterima oleh mitra dari pihak ketiga. Avalist, adalah jaminan yang berupa uang simpanan penjamin di KJKS atau dana lain yang dapat dibayarkan untuk mitra bila terjadi risiko kemacetan. Nilai jaminan materi minimal 125% dan atau sebanding dengan nominal pembiayaan yang diajukan oleh calon mitra. Kepemilikan jaminan materi harus milik keluarga inti. Prinsip penilaian tersebut dilakukan karena KJKS/UJKS/BMT lebih mengutamakan pembiayaan berkualitas bukan penanganan pembiayaan bermasalah. Penilai kelayakan usaha dan analisa pembiayaan dituangkan dalam Memorandum Analisa Pembiayaan (MAP). Memorandum Analisa Pembiayaan (MAP) merupakan panduan yang harus ditanyakan kepada calon mitra dan juga mitra yang mengulangi pembiayaan termasuk dokumen-dokumen yang diperlukan : 1. Identitas Identitas mitra diisi pada lembaran MAP, untuk menunjukan keakuratan data dokumen yang perlu dilampirkan mitra adalah KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga) sehingga kita dapat melihat dan memperkirakan biaya risiko keluarga 41 2. Status Rumah Status rumah ditunjukan dengan kelengkapan dokumen surat rumah, bila kondisi mitra menggunakan fasilitas listrik, telpon, gas, PDAM maka 41 Memorandum Analisa Pembiayaan (MAP)

30 dilampirkan dengan bukti pembayaran terakhir. Dokumen tersebut tujuannya agar KJKS/UJKS/BMT dapat melihat karakter bayar mitra dan karakter pola hidup mitra. 3. Profil Usaha Menggali sejarah usaha mitra, usaha yang dijalankan saat ini, system usaha yang dijalankan, lokasi usaha, status tempat usaha dan kepemilikan. Petugas pembiayaan menjelaskan dalam bentuk deskripsi sehingga komite dapat melihat gambaran usaha kini dan yang akan datang. Profil usaha mitra dibandingkan dengan kondisi keuangannya. Agar dana yang dilempar KJKS/UJKS/BMT sesuai dengan tujuan analisa kelayakan usaha, KJKS/UJKS juga melakukan analisa pembiayaan. Prinsip analisis kelayakan usaha adalah lebih melihat kepada prospek usaha calon mitra sedangkan analisa pembiayaan melihat tidak hanya unsur usaha saja namun dilihat secara keseluruhan apakah layak dibiayai atau tidak. Pada prinsip secara syariah segala sesuatu kegiatan muamalah selagi tidak ada larangan maka diperbolehkan. Artinya analisa kelayakan yang digunakan oleh siapapun jika tidak ada pelarangan agama maka sesungguhnya kegiatan tersebut sesuai syariah, (al-ashlu fil muamalati al-ibahah illa maa daladdalilu alaa tahrimiha). Dengan demikian KJKS/UJKS/BMT wajib melakukan analisa kelayakan agar amanah yang diberikan dapat dijaga dengan baik. Aspek Kelayakan Usaha meliputi : 42 42 Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi Peraturan Menteri Tahun 2007, hlm. 52

31 1. Aspek Manajemen Dalam menilai aspek manajemen usaha kecil (usaha informal) dan mikro KJKS sangat berbeda dengan usaha formal walaupun beberapa hal yang berkaitan dengan manajemen seperti organisasi usaha, rencana penggunaan pembiayaan berkaitan dengan prospek usaha mitra menjadi alat ukur bagi penilaian mitra. Peran KJKS dalam memberikan masukan atas rencana penggunaan pembiayaan termasuk pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya risiko sangat penting karena hal tersebut terkait dengan pembayaran kembali dana KJKS. Bagian penting yang harus diingat bahwa KJKS berprinsip pada bisnis riil bukan jual uang, sehingga wajib tahu rencana penggunaan dana baik sebelum ataupun setelah pencairan dengan kata lain perlu adanya pendampingan. Hal lain yang menjadi perhatian adalah kepemilikan usaha, pengelolaan usaha (sendiri atau menggaji orang), model kerjasama dan sistem pengambilan keuntungan (penggajian atau asal ambil dari kas). Seringkali yang terjadi pada usaha mikro adalah keuangan usaha disatukan dengan keuangan rumah tangga, oleh sebab itu perlu dilakukan analisa yang cermat atas kebiasaan mitra sehingga KJKS menyesuaikan kondisi mitra dan secara perlahan mengarahkan pada kebiasaan mengatur keuangan yang baik. 43 43 Ibid

32 2. Aspek Pemasaran Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan pemasaran usaha mitra meliputi kebutuhan pasar (usaha bersifat rutinitas atau musiman), 44 tingkat persaingan, pelanggan dan daya beli masyarakat, promosi, cara penjualan (tunai, jual putus, konsinyasi atau kredit), dan daerah pemasaran dan distribusi (eceran atau dalam bentuk partai). 45 3. Aspek Tekhnis Produksi Aspek produksi bersifat sangat umum, bila usaha mitra berhubungan dengan proses produksi maka perlu melihat keberlanjutan produksi yang meliputi; proses produksi, kapasitas alat produksi, fasilitas gedung, ketersediaan bahan bakunya, tenaga ahli, jangkauan lokasi dan keamanan lokasi. 46 4. Aspek Hukum Aspek hukum pada usaha formal biasanya menyangkut pada badan usaha, perpajakan, dan kegiatan birokrasi lainnya. Namun untuk menilai dari aspek hukum usaha informal kecil dan mikro lebih menitik beratkan pada persoalan yang sederhana seperti status usaha (milik sendiri atau kerjasama), status tempat usaha (milik sendiri, sewa, hak guna bangunan, atau kaki lima), tempat tinggal menetap atau tidak usaha yang dijalankan bertentangan dengan hukum atau tidak. 44 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2004, hlm. 71 45 http://dokumen.tips/documents/panduan-pembiayaan-bmt.html, diakses tanggal 27 Oktober 2015 46 Drs. Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994, hlm. 172-229

33 5. Aspek Keuangan Untuk mengetahui aspek keuangan calon mitra atau mitra KJKS wajib mendata informasi keuangan mitra dan calon mitra. 6. Aspek sosial ekonomi KJKS/UJKS perlu melihat kondisi perekonomian secara jernih dan mampu melihat sisi manfaat dan mudharatnya KJKS/UJKS melihat berapa jumlah tenaga kerja yg terserap? KJKS/UJKS harus mencermati bagaimana pengaruh usahanya terhadap lingkungan? KJKS/UJKS harus mengkaji lebih dalam apakah usahanya tidak bertentangan dengan agama dan adat setempat? KJKS/UJKS harus melihat sinergitas usaha calon mitra dengan mitra yang sudah berjalan. C. Standar Pengukuran Kolektibilitas Pembiayaan Pembiayaan yang diberikan kepada mitra tidak semua berjalan baik dalam pengembaliannya. Walaupun sudah melakukan analisa kelayakan usaha dan analisa pembiayaan secermat mungkin, keterlambatan angsuran selalu ada yang mengakibatkan munculnya risiko. Hal demikian adalah suatu yang wajar dalam menjalankan usaha terutama pada lembaga keuangan, karena aktiva terbesarnya ada pada outstanding. Untuk mengidentifikasi risiko KJKS perlu melakukan penilaian kolektibilitas dan mengitung portofolio berisiko. Kolektibilitas untuk melihat tingkat bermasalah pada saat terjadi tunggakan, sedangkan portofolio berisiko menganalisa, memprediksi dan memperkirakan kejadian yang akan

34 datang sehingga KJKS/UJKS/BMT dapat melakukan pengobatan sejak dini. Kolektibilitas dikategorikan pada empat katagori : 47 1. Kolektibiltas I (Pembiayaan Lancar) Adalah pembiayaan yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran margin atau bagi hasil. (Jumlah tunggakan : 0). 2. Kolektibilitas II (Pembiayaan Dalam Perhatian) Adalah pembiayaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran margin atau bagi hasil telah mengalami penundaan selama 3 bulan dari waktu yang dijanjikan (jumlah hari tunggakan 1 90 hari). 3. Kolektibilitas III (Kurang Lancar) Adalah pembiayaan yang pengembalian pokok pinjamannya dan pembayaran margin atau bagi hasilnya telah mengalami penundaan selama enam bulan atau dua kali dari jadwal yang di perjanjikan (Jumlah hari tunggakan 91 180). 4. Kolektibilitas IV (Pembiayaan Diragukan) Adalah pembiayaan yang pengembalian pokok pinjamannya dan pembayaran margin atau bagi hasilnya telah mengalami penundaan 9 bulan sejak jatuh tempo menurut jadwal yang diperjanjikan (Jumlah hari tunggakan 181 270 hari), namun masih ada jaminan yang dapat ditukar sebagai pengganti pembayaran 5. Kolektibilitas V (Pembiayaan Macet) Adalah pembiayaan yang pengembalian pokok pinjamannya dan pembayaran margin atau bagi hasilnya telah mengalami penundaan lebih dari 9 bulan sejak 47 Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi Peraturan Menteri Tahun 2007

35 jatuh tempo menurut jadwal yang diperjanjikan. (Jumlah hari tunggakan > 270 hari). a. Penilaian Keterlambatan angsuran Penilaian keterlambatan angsuran dengan sistem perhitungan portofolio berisiko bertujuan untuk : 1. Untuk memprediksi dan memperkirakan kondisi dimasa yang akan datang perlu melakukan perhitungan atas keterlambatan pembayaran. 2. Melakukan tindakan prepentif 3. Memerkecil tingkat risiko sejak dini 4. Pembiayaan yang menunjukkan gejala bermasalah di kemudian hari dan jika dibiarkan dapat merugikan KJKS bahkan menimbulkan bahaya yang disebut pembiayaan berisiko. Pembiayaan berisiko dapat diklasifikasikan menjadi: Lambat 1 30 hari (portofolio berisiko 1) Lambat 31 60 hari (portofolio berisiko 2) Lambat 61 90 hari (portofolio berisiko 3) Lambat 91 120 hari (portofolio berisiko 4) Lambat > 120 hari b. Penanganan terhadap Pembiayaan Bermasalah Penanganan terhadap pembiayaan bermasalah perlu dilakukan dengan cara: a. Preventif (Pencegahan) o Pemahaman dan pelaksanaan proses pembiayaan yang benar, menyangkut internal (koperasi) dan eksternal (mitra dan lingkupnya).

36 o Pemantauan dan pembinaan pembiayaan (on site dan on desk monitoring). o Memahami faktor yang menjadi penyebab dan gejala dini pembiayaan bermasalah. b. Kuratif (Penyelesaian) Account Officer melakukan analisis-evaluasi ulang mengenai aspek (manajemen, pemasaran, produksi, keuangan, yuridis, agunan) Bentuk-bentuk penanganan/penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dilakukan dalam 3 hal, yaitu: 1. Revitalisasi, dilakukan dengan cara: a. Penataan kembali (Restructuring) Ada tiga bentuk penataan kembali yaitu : 1) Ditambah dana (Suplesi) Mitra boleh mengambil kembali sisa baki debet selama masih dalam jangka waktu pembiayaan yang disetujui dalam akad. 2) Novasi Perjanjian antara koperasi dengan mitra yang menyebabkan pembiayaan lama menjadi hangus. Novasi Subyektif Pasif terjadi apabila mitra baru ditunjuk untuk menggantikan mitra lama yang oleh koperasi dibebaskan dari perikatannya. Kewajiban mitra lama otomatis berpindah kepada mitra baru. Mitra lama tidak dapat dituntut kecuali telah diperjanjikan secara tegas di awal. Atau pada saat penggantian mitra tersebut sudah dalam keadaan bangkrut.

37 3) Pembaruan pembiayaan Hal ini bukan merupakan pembaruan perjanjian yang menyebabkan perjanjian lama menjadi hangus dengan adanya perjanjian baru. Namun merupakan tindakan terhadap suatu fasilitas pembiayaan yang diberikan dengan ketentuan : o Mitra masih belum sanggup melunasi pembiayaan yang telah diterima sehingga yang bersangkutan diberi kesempatan untuk memperoleh pembiayaan dengan maksimal plafon sama seperti pembiayaan semula. o Mitra tidak diperbolehkan mengambil kembali sisa baki debet dari pembiayaan terdahulu. Atas kedua hal di atas, koperasi perlu menilai ulang terhadap kemampuan mitra terutama dalam penyesuaian dengan saldo pembiayaan yang ada. b. Penjadwalan kembali (Rescheduling) Penjadwalan ulang dapat dilakukan dengan mengubah jangka waktu pembiayaan, jadwal pembayaran (penanggalan, tenggang waktu), dan jumlah angsuran. Hal ini dilakukan apabila terjadi ketidakcocokan jadwal angsuran yang dibuat Account Officer dengan kemampuan dan kondisi mitra. Pemecahannya adalah dengan mengevaluasi dan menganalisis kembali seluruh kemampuan usaha mitra sehingga cocok dan tepat dengan jadwal yang baru. Koperasi tidak perlu meneliti ulang tentang jaminan dan segala bentuk perijinan yang ada. c. Persyaratan kembali (Reconditioning) Koperasi melakukan tidakan ini terhadap mitra apabila terdapat :

38 o Perubahan kepemilikan usaha o Perubahan jaminan, apakah dalam hal bentuk, harga, maupun status. Hal ini akan mempengaruhi Collateral Coverage pembiayaan. o Perubahan pengurus o Perubahan nama dan status perusahaan Keempat hal di atas akan menyebabkan perubahan penanggung jawab pembiayaan dan perubahan status yuridis perusahaan yang mungkin tidak tepat lagi dengan menggunakan perjanjian semula. d. Bantuan Manajemen Apabila dari hasil evaluasi ulang aspek manajemen yang menjadi faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, maka koperasi akan melakukan asistensi atau bantuan manajemen terhadap usaha mitra. 2. Collection Agent Apabila pejabat koperasi dalam melakukan penagihan pembiayaan bermasalah hasilnya tidak cukup efektif, maka boleh menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan. 3. Penyelesaian Melalui Jaminan (Eksekusi) Penyelesaian melalui jaminan dilakukan dengan cara: o Ambil alih jaminan (Off Set) o Menjual Jaminan