BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 ( DUA BELAS ) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tahun 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

Sesuai dengan tujuan pendidikan yang berbunyi :

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dipandang sebagai cara yang tepat untuk membentuk sumber

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

pengetahuan dan teknologi perlu adanya pembaharuan dalam sistem pendidikan secara terarah dan terencana maka Undang-Undang Republik Indonesia No 20

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju.

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali bangsa Indonesia yang sedang membangun sehingga dapat. bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia menuju era globalisasi. Suatu era yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. pada terhambatnya kemajuan negara. Menurut Nata (2012: 51) pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembelajaran, antara lain adalah powerpoint dan internet. Kemajuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sasaran Pendidikan adalah manusia. Pendidikan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah salah satu upaya dalam mencerdaskan. kehidupan bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

B A B I PENDAHULUAN. khususnya proses pembelajaran di sekolah terus di lakukan seiring dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian atau kedewasaan manusia seutuhnya baik secara mental,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu, pendidikan menuntut orang-orang yang terlibat di. pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini.

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT DITINJAU DARI POLA BELAJAR SISWA KELAS VII SEMESTER 2

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin, sehingga akan diperoleh hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LATAR BELAKANG MASALAH

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan. mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup serta menghasilkan Sumberdaya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang mempunyai tantangan besar dibidang pembangunan mengingat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR DINIYAH TAKMILIYYAH AWALIYYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Mulyasa (2010) bahwa, pembangunan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

DRAFT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. individu yang dipersiapkan untuk mampu mengikuti laju perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pendidikan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Nasional Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selanjutnya pada ayat (3) ditegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Urusan pendidikan di Indonesia ditangani oleh dua kementerian yaitu kementrian pendidikan dan kementrian agama. Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) bertanggung jawab atas 81 persen sekolah, 87 persen anak didik, dan 81 persen guru, 1

sedangkan Kementerian Agama (Kemag) mengurus sisanya termasuk pendidikan madrasah (Worldbank Document, 2011). Sebagian besar madrasah adalah milik swasta. Madrasah milik pemerintah hanya 6 persen dengan jumlah murid sekitar 18 persen dari keseluruhan siswa dalam sistim pendidikan islam. Pada sekolah yang diawasi Kemendiknas, 92 persen dari seluruh siswa pendidikan dasar terdaftar di sekolah negeri. Namun persentase siswa sekolah negeri semakin mengecil pada tingkat pendidikan selanjutnya, yaitu 73 persen untuk sekolah menengah pertama, 63 persen untuk sekolah menengah atas umum, dan 33 persen untuk sekolah menengah kejuruan. Pengelolaan pendidikan oleh kementrian agama (Kemag) bersifat sentralistik, sedangkan kementrian pendidikan nasional (Kemdiknas) menerapkan sistem desentralistik dimana dinas pendidikan daerah berwenang menjalankan sebagian besar fungsi manajemen (worldbank document, 2011) Di era otonomi daerah saat ini pemerintah pusat telah melibatkan pemerintah kabupaten/kota dalam mengurus atau mengelolah pendidikan di daerahnya. Salah satu kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pendidikan yaitu pada sektor tenaga pendidik serta tenaga kependidikan. Sebagaimana dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 ayat 3 disebutkan bahwa 2

pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan; maka pemerintah mengeluarkan UU No14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, yang dalam pasal 24 ayat 3 dinyatakan Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan. Pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur juga memperoleh kewenangan dalam menjamin keberlangsungan pendidikan dengan memenuhi kebutuhan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana prasarana pendidikan dasar yang memadai. Sumba Timur merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Nusa Tenggara 3

Timur. Kabupaten Sumba Timur memiliki 22 kecamatan dimana pada kecematan-kecematan tertentu ada desa yang masih sangat sulit dijangkau dengan transportasi hal ini disebabkan oleh letak wilayah dan akses jalan yang belum begitu baik. Begitu pula dengan jumlah sekolah dasar yang masih belum merata dan ironisnya lagi jumlah guru yang ditempatkan pada sekolah-sekolah dasar di wilayah ini masih belum sesuai dengan kebutuhan tenaga pendidik. Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Timur (BPS, 2012) menunjukkan jumlah sekolah dasar yang tersebar di wilayah Kabupaten Sumba Timur adalah sebanyak 167 SD Negeri dan 69 SD Swasta dengan jumlah murid 40.033 orang serta guru sebanyak 2.902. Sekolah Dasar di atas tidak semuanya mendapatkan tenaga pendidik/guru yang memadai, dimana terdapat beberapa sekolah dasar yang hanya memiliki dua atau tiga orang guru bahkan ada sekolah tertentu yang gurunya hanya satu orang. Seperti yang terlihat dalam tabel 1.1 menunjukkan jumlah guru yang ditempatkan pada setiap sekolah dasar baik negeri maupun swasta di Kabupaten Sumba Timur sangatlah beragam. 4

Tabel 1.1: Rekap guru PNS SD dan data siswa tahun pelajaran 2012/2013 (diolah) No Nama Sekolah Jumlah Murid ditempatkan hanya 3 orang. 5 Jumlah Guru 1 SDI Waingapu 2 697 26 2 SDI Umamapu 469 25 3 SDM Payeti 1 503 18 4 SDM Lumbu Menggit 330 9 5 SDI Kawangu 1 331 13 6 SDN Palindi 252 5 7 SDM Melolo 96 4 8 SDM Lewa Paku 319 10 9 SDN Waiwakihu 92 2 10 SDI Wunga 143 3 11 SDN Napu 89 2 12 SDI Tanaraing 137 7 13 SDN Kalala 64 2 14 SDI Katundu 34 2 15 SDN Paraipajurung 100 2 16 SDN Lahua 127 3 17 SDI Laimeta 60 3 18 SDN Marada Mundi 147 3 19 SDN Wahang 110 5 20 SDM Praingkareha 247 3 Sumber : Diolah dari data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (2013) Data pada tabel 1.1 memperlihatkan bahwa keberadaan guru pada setiap sekolah dasar yang ada di Kabupaten Sumba Timur belum merata secara baik dalam penempatannya, yang terjadi di SDI Tanaraing dimana jumlah siswa sebanyak 137 namun guru yang ditempatkan sebanyak 7 orang guru, ini tentu berbeda dengan salah satu sekolah yaitu SDM Praingkareha dimana jumlah siswa 247 orang sedangkan guru yang

Jumlah guru terbanyak yaitu pada SDI Waingapu 2 dengan 26 guru dan siswa 697, sedangkan jumlah guru yang sangat terbatas yaitu hanya terdapat 2 orang guru dengan jumlah siswa 100 orang terdapat pada SD Paraipajurung. Dalam SKB 5 Menteri menjelaskan kebutuhan guru kelas sekolah dasar, dimana Setiap rombel 20-32 siswa, Setiap rombel diampu oleh 1 (satu) orang guru kelas, setiap SD harus menyediakan guru agama dan guru pendidikan jasmani dan kesehatan, wajib mengajar bagi guru agama dan guru pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang digunakan dalam penghitungan 24 jam tatap muka perminggu, setiap SD harus menyediakan guru agama sesuai dengan ragam jenis agama yang dianut peserta didik. Namun jumlah guru yang ditempatkan pada sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur masih sangat minim dan belum merata serta tidak memenuhi standar minimal sesuai dengan petunjuk teknis dalam SKB 5 Menteri, dimana hal ini akan mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah sehingga tingkat perkembangan SDM anak akan berbeda antara sekolah yang gurunya memadai dengan sekolah lainnya yang jumlah guru terbatas atau belum memenuhi standar minimal untuk jumlah pengajar di sekolah tersebut. Penempatan guru yang tidak merata di Kabupaten Sumba Timur, turut mempengaruhi rasio murid terhadap guru antar sekolah dasar, beberapa sekolah 6

mempunyai rasio yang tinggi sedangkan sekolah dasar yang lain rosionya rendah. Hal ini juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah terutama sekolah yang rasionya sangat tinggi. Seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1.2 Tabel 1.2 Rasio Murid Terhadap Guru SD(PNS) Menurut Tingkat Tertinggi-terendah, Dirinci Per Sekolah Dasar di Kabupaten Sumba Timur, 2012/2013 (diolah) No Sekolah Dasar Jumlah Rasio Guru Murid 1 SDN Maumaru 2 197 1:98 2 SDM Praingkareha 3 247 1:82 3 SDM Kamanggih 3 212 1:71 4 SDI Lailanjang 1 70 1:70 5 SDN Pau 4 264 1:66 6 SDI Lahua 2 127 1:63 7 SDN Hudumburung 2 108 1:54 8 SDN Praipajurung 2 100 1:50 9 SDN Maradamundi 3 147 1:49 10 SDI Wunga 3 143 1:48 12 SDN Napu 2 89 1:45 13 SDI Waingapu 2 27 697 1:25 14 SDM Waingapu 9 220 1:24 15 SDN Wahang 5 110 1:22 16 SDI Tanaraing 7 137 1:20 17 SDN Umamapu 25 497 1:19 18 SDN Waingapu 1 19 243 1:13 Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kab. Sumba Timur (2013) Tabel 1.2 menunjukkan bahwa masalah penyebaran guru yang kurang merata turut mempengaruhi rasio murid terhadap guru yang berbeda antar sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur. Secara keseluruhan rasio rata-rata guru sekolah 7

dasar terhadap murid di Kabupaten Sumba Timur cukup ideal, dimana rasionya yaitu 1:30. Namun untuk setiap sekolah rasio yang ada cukup berbeda, seperti yang terlihat pada beberapa sekolah dimana rasionya sangat tinggi, sebut saja yang terjadi di SD Maumaru, SDN Praingkareha dan beberapa sekolah dasar lainnya, dimana rasio murid terhadap guru melebihi standar minimal yang telah ditentukan oleh pemerintah. Berbeda dengan beberapa sekolah seperti SDN Waingapu 1, SDN Umamapu, SDI Tanaraing dan Sekolah dasar lainnya dimana rasionya sangat rendah. Di dalam standar pelayanan minum (SPM) dijelaskan untuk sekolah dengan jumlah murid lebih dari 168 siswa, minimal 28 dan maksimal 32 siswa per rombongan belajar. Tampak pada umumnya sekolah-sekolah di pedesaan dan daerah terpencil kekurangan guru, sementara sekolah-sekolah di perkotaan memiliki jumlah guru yang lebih banyak daripada ketentuan standar kepegawaian nasional. Selain itu guru yang lebih berkualitas dan lebih berpengalaman umumnya terkonsentrasi di daerah perkotaan yang lebih makmur. Misalnya, lebih dari setengah jumlah guru sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di daerah perkotaan bergelar sarjana, sedangkan hanya 20 persen guru di daerah pedesaan terpencil yang bergelar sarjana. Menjadikan pendistribusian guru lebih merata 8

dengan memastikan sekolah miskin dan terpencil memiliki persentase guru berkualifkasi dan berpengalaman yang seimbang dapat meningkatkan hasil pembelajaran secara keseluruhan dan memperkecil kesenjangan hasil pembelajaran (Worldbank Document, 2013). Chan & Sam (2005), menjelaskan sampai saat ini sekolah yang maju diperkotaan dapat terus bertahan dengan kemajuannya, sedangkan sekolah yang kekurangan guru di pedesaan/daerah terpencil semakin terisolasi dan semakin terpuruk/menurun kualitasnya. Dengan penyebaran guru sekolah dasar yang tidak merata pada setiap sekolah di Kabupaten Sumba Timur, yang dapat mempengaruhi tingkat prestasi yang dimiliki oleh sekolah serta turut berpengaruh pada anak didik, dimana dengan jumlah guru yang terbatas mereka akan terabaikan selama jam sekolah atau proses belajar berlangsung, ditambah lagi dengan guru yang tidak berkualitas dalam proses pembelajaran, sehingga akan mengakibatkan anak didik tidak secara maksimal mendapatkan pengetahuan dengan baik di sekolah. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri mengenai penataan dan pemerataan guru pegawai negeri sipil, dengan tujuan bahwa pemerintah daerah 9

dapat melaksanakan penempatan maupun pendistribusian guru yang merata. Dengan masalah yang sudah dipaparkan mengenai masalah pendidikan yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penempatan Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Sumba Timur. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur? 2. Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam penempatan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kondisi guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur. 2. Mengetahui implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam penempatan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur. 10

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tentang implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam penempatan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian tentang implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam penempatan guru sekolah dasar di Kabupaten Sumba Timur, diharapkan dapat memberikan kontribusi pengkayaan khasanah pengetahuan dalam bidang manajemen pendidikan kususnya pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di daerah, terutama dalam pengelolaan penempatan tenaga guru. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang valid bagi pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur demi perbaikan dan perhatian secara kusus dalam penempatan guru sekolah dasar demi pemerataan tenaga pendidik pada sekolah-sekolah yang memiliki masalah kekurangan guru untuk mendukung proses pendidikan yang bermutu demi tercapainya sumber daya manusia (SDM) anak daerah yang baik dan berkualitas secara merata. 11