PENINGKATAN MUTU ONGGOK MELALUI FERMENTASI DAN PEMANFATAANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN AYAM KAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

Onggok Terfermentasi dan Pemanfaatannya dalam Ransum Ayam Ras Pedaging

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER

JITV Vol. 7. No. 3. Th. 2002

PROSES PENGOLAHAN UBI KAYU / SINGKONG MENJADI CASSAPRO

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 2. LUMPUR SAWIT KERING DAN PRODUK FERMENTASI SEBAGAI BAHAN PAKAN ITIK JANTAN YANG SEDANG TUMBUH

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

PEMANFAATAN CASSAPRO (SINGKONG FERMENTASI) DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG PERIODE STARTER

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA SEBAGAI PAKAN AYAM PEDAGING

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 3. PENGGUNAAN PRODUK FERMENTASI LUMPUR SAWIT SEBELUM DAN SETELAH DIKERINGKAN DALAM RANSUM AYAM PEDAGING

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

Pengaruh Pemberian Ampas Teh (Camellia sinensis) Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Ayam Broiler

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

TINGKAT PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PAKAN PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger)

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA DALAM RANSUM ITIK SEDANG BERTUMBUH

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

Mairizal 1. Intisari. Kata Kunci : Fermentasi, Kulit Ari Biji Kedelai, Aspergillus Niger, Ayam Pedaging.

PEMANFATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 1. LUMPUR SAWIT KERING DAN PRODUK FERMENTASINYA SEBAGAI BAHAN PAKAN AYAM BROILER

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PERTUMBUHAN AYAM BURAS PERIODE GROWER MELALUI PEMBERIAN TEPUNG BIJI BUAH MERAH (Pandanus conoideus LAMK) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

MATERI DAN METODE. Materi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

PENGGUNAAN AMPAS KIRAI (METROXYLONSAGO) DAN HASIL FERMENTASINYA SEBAGAI BAHAN PAKAN ITIK YANG SEDANG TUMBUH

MATERI DAN METODE. Materi

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

PENGGUNAAN TEMPE SORGHUM DALAM RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER

Pemanfaatan Kapang Aspergillus niger sebagai Inokulan Fermentasi Kulit Kopi dengan Media Cair dan Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam Broiler

PRODUK FERMENTASI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI BAHAN PAKAN UNGGAS DI INDONESIA

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

PENGGUNAAN PRODUK FERMENTASI DAN KUNYIT DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM PEDAGING DAN INCOME OVER FEED AND CHICK COST

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERI DAN METODE. Materi

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

PEMANFAATAN AMPAS KELAPA LIMBAH PENGOLAHAN MINYAK KELAPA MURNI MENJADI PAKAN

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik ciptaan. Langit

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

EFEK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING

BAB I PENDAHULUAN. peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh faktor bibit dan pakan. Pakan

Level Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi dalam Ransum terhadap Performa Produksi Puyuh Umur 1-8 minggu

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

USAHA PEMBESARAN ITIK JANTAN DI TINGKAT PETANI DENGAN PENINGKATAN EFISIENSI PAKAN

Kata kunci : Konsumsi, Konversi, Income Over Feed Cost (IOFC), Ayam Kampung, Enzim Papain

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

THE USE OF CASSAVA FERMENTED FLOUR AS A SUBSTITUTE FOR CORN TO FEED CONVERTION RATIO (FCR) AND CALCIUM CONTENT OF SHELL EGG QUAIL

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

MATERI DAN METODE. Materi

Transkripsi:

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner PENINGKATAN MUTU ONGGOK MELALUI FERMENTASI DAN PEMANFATAANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN AYAM KAMPUNG SUPRIYATI 1, D. ZAENUDIN 1, I P. KOMPIANG 1, P. SOEKAMTO 2 dan D. ABDURACHMAN 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 2 Dinas Peternakan, Kabupaten Garut ABSTRACT Quality Improvement of Cassava Waste by-mean of Fermentation, as a Feedstuff for Native Chicken This research is a collaboration between RIAP and Kelompok Peternak Unggas Padamukti Malangbong, Dinas Peternakan Garut. The aim was to transfer fermentation technology to the end user (farmers) and utilize its as feedstuff for native chicken. The technology for nutrient quality improvement (protein content) of cassava waste by mean of solid state fermentation, using A. niger as inocculum, urea and ammoniumsulfphate as sources of inorganic nitrogen, which has been well established at the RIAP laboratory, then transferred to farmers. The product was evaluated chemically and biologically by feeding trial using native chicken. The economic of feedstuff utilization was evaluated. The results showed that the quality improvement technique of cassava waste could be easily applicated to the farmers. After fermentation process, the protein contents of cassava waste increased from 1.85 to 14.74%. After 12 weeks observation showed that the inclusion of 10% fermented cassava waste in ration improved the growth performances of native chickens. The body weight of birds increased from 809 to 920 g with better feed convertion ration (3,08 vs 3,40). Key words: Cassava waste, fermentation, farmers level, feeding trial, native chickens PENDAHULUAN Pada budidaya ternak secara intensip, pakan merupakan biaya yang terbesar, dapat mencapai 70% dari total biaya produksi, oleh karenanya harga dari bahan baku akan menentukan sekali biaya produksi. Untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku ini, banyak masih harus diimpor, terutama sumber vitamin dan protein seperti misalnya tepung ikan, dan bungkil kedele. Bahan baku lokal yang tersedia umumnya berupa hasil ikutan agroindustri, seperti antara lain dedak padi, onggok, ampas sagu dan lain-lainnya. Pada umumnya bahan baku tersebut kandungan proteinnya rendah disertai dengan kandungan serat kasar yang tinggi, sehingga sukar untuk dicerna, terutama oleh monogastrik (unggas) dan ikan (HASAN et al., 1996; KLEMESRUD et al., 1997), oleh karenanya penggunaannya sebagai bahan baku pakan sangat terbatas. Untuk mengatasi masalah ini, telah dicobakan peningkatan nilai gizinya dengan proses fermentasi padat. Dengan fermentasi padat, menggunakan Aspergillus niger sebagai inokulum, dan urea serta amoniumsulfat sebagai sumber nitrogen telah dapat meningkatkan kandungan protein dari singkong (KOMPIANG et al., 1994), kulit ubikayu (SUPRIYATI dan KOMPIANG, 2002), kulit singkong (SUPRIYATI et al., 2002), ampas kirai (ANTAWIDJAJA et al., 1997), dan bungkil kelapa (SINURAT et al., 1996) maupun ampas sagu dari 1-2% menjadi 18% atau lebih. merupakan limbah atau hasil samping produksi tapioka dari ubi kayu. Ketersediannya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka dengan semakin luas areal penanaman dan produksi ubikayu. Luas areal tanaman meningkat dari 1,3 juta hektar dengan produksi 13,3 juta ton pada tahun 1990 mejadi 1,8 juta hektar dengan produksi 19,4 juta ton (BPS, 1996). Dalam produksi tapioka, dari setiap ton ubikayu dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok (ENIE et al., 1989)., sebagai bahan organik mempunyai potensi sebagai bahan pakan ternak. Pada penelitian ini, teknologi fermentasi dari onggok dikembangkan dalam skala yang lebih besar, dan dilakukan bersama kelompok tani, dimana adaptasi teknologi laboratorium ke lapangan dan alih teknologinya dapat dilakukan serentak. Selanjutnya onggok diujicobakan pada ayam kampung periode pertumbuhan. MATERI DAN METODE Fermentasi skala laboratorium Fermentasi dilakukan dengan media onggok yang diperoleh dari lokasi penelitian di lapangan seperti diuraikan sebelumnya. Untuk setiap kg bahan baku ditambahkan campuran mineral yang terdiri dari urea, Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 381

MgSO4, ZA ((NH4)2SO4), KCl, NaH2PO4 dan FeSO4, dan serbuk spora sebanyak 1 sendok makan (6-8 g), dengan penambahan air panas, untuk memperoleh kadar air akhir sebesar 60%. Adonan kemudian difermentasikan dengan menggunakan bakibaki plastik pada ruang fermentor, dan setelah 3-4 hari, setelah permukaan ditumbuhi miselium maka adonan dipanen, dikeringkan dan digiling, yang selanjutnya dianalisis komposisi kimianya. Fermentasi di lapang Transfer teknologi dalam peningkatan kandungan protein dari onggok di lapangan dilakukan dengan scalling-up teknologi laboratorium secara bertahap. Fermentasi dilakukan dengan media onggok yang diperoleh di sekitar Malangbong, teknik fermentasi di lapang dilakukan seperti pada skala laboratorium namun tanpa fermentor. Untuk tahap pertama, dilakukan bersama-sama petani kooperator dengan menggunakan bahan baku sebanyak 25 kg perharinya, dan diproduksi terus selama 7 hari. Pada minggu kedua dilakukan evaluasi, untuk mengetahui apa perlu dilakukan perbaikan-perbaikan untuk mendapat hasil seperti yang diharapkan atau untuk meningkatkan efisiensi kerja. Setelah evaluasi, pada minggu ketiga dilakukan lagi produksi, dimana kegiatan lebih banyak dilakukan oleh petani kooperator, sedangkan peneliti dan stafnya lebih banyak bersifat supervisi. Target volume produksi masih tetap sekitar 25 kg/hari. Setelah 1 minggu, dilakukan kembali evaluasi dan anjuran perbaikan bila diperlukan. Untuk selanjutnya bila semuanya berjalan seperti diharapkan, volume produksi dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan. Analisis kimia Analisis kimia yang dilakukan meliputi kandungan protein kasar, Ca, P, energi dan serat kasar dengan metoda seperti diuraikan pada AOAC (1985). Feeding trial pada unggas Feeding trial dilakukan di lapangan dengan menggunakan ayam kampung umur sehari bekerja sama dengan peternak kooperator, Kelompok Peternak Unggas Padamukti, Malangbong-Garut. Lokasi penelitian yaitu di Proyek RRMC, Malangbong Garut. Ayam yang dipergunakan adalah ayam kampung bulu hitam (dominan jenis Kedu hitam namun dagingnya putih) dan ayam kampung bulu kuning (hasil silangan antara ayam jantan jenis Dekalb dan ayam kampung betina) umur 1 hari sebanyak 240 ekor yang kemudian dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan warna bulu ayam. Ransum percobaan disusun iso protein dan kalori. Susunan ransum periode starter dan grower/finisher dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Bahan baku sebelum dicampur dianalisis kandungan gizinya. Pemberian pakan starter dilakukan dari mulai pengamatan (ayam berumur 1 minggu) dan pakan finisher diberikan pada saat ayam telah berumur 8 minggu. Kandang percobaan yang dipergunakan adalah sistem litter dengan ukuran 12,5 x 3 m yang dibagi menjadi 4 kandang. Adapun cara pemeliharaan seperti apa lazimnya dilakukan oleh kelompok peternak, yang sudah berpengalaman memelihara ayam kampung. Parameter yang diukur antara lain bobot hidup, konsumsi dan konversi pakan dan angka kematian. Untuk melihat pengaruh perlakuan, data yang diperoleh Tabel 1. Susunan ransum ayam kampung masa pertumbuhan pada periode starter Bahan baku (Grup A) Pakan ayam hitam (Grup B) (Grup C) Pakan ayam kuning (Grup D) Tepung ikan 11 10 11 10 Bungkil kedelai 22 22 22 22 Jagung 46,5 46,5 46,5 46,5 Dedak 18 9 18 9 Kapur 1,5 1,5 1,5 1,5 Garam 0,25 0,25 0,25 0,25 Topmix 0,75 0,75 0,75 0,75-10 - 10 Total 100 100 100 100 382 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Tabel 2. Susunan ransum ayam kampung masa pertumbuhan pada periode finisher Bahan baku Pakan ayam hitam (%) Pakan ayam kuning (%) (Grup A) (Grup B) (Grup C) (Grup D) Tepung ikan 8.5 8,2 8,5 8,2 Bungkil kedelai 13.5 13,5 13,5 13,5 Jagung 53 53 53 53 Dedak 22.5 12,8 22,5 12,8 Kapur 1,5 1,5 1,5 1,5 Garam 0,25 0,25 0,25 0,25 Topmix 0,75 0,75 0,75 0,75-10 - 10 Total 100 100 100 100 diuji secara statistik dengan analisa sidik ragam rancangan acak lengkap dan dilanjutkan dengan uji-t (STEEL dan TORRIE, 1981). Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kimia onggok dan onggok di tingkat laboratorium dan lapang dapat dilihat pada Tabel 3. Pada pembuatan fermentasi cassapro di lapangan, diintroduksikan cara fermentasi dengan menggunakan tepung spora dan air panas. Teknik ini dapat diadopsi oleh peternak dengan baik. Pada teknik ini tidak diperlukan tenaga listrik, disini hanya mengandalkan tenaga manusia untuk mencampur. Dari hasil analisis onggok di tingkat lapang ternyata kandungan protein kasar meningkat dari 1,85 menjadi 14,74%, hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi semi padat dapat meningkatkan protein kasar onggok. Peningkatan protein dikarenakan adanya proses perubahan N (nitrogen) anorganik dalam bentuk urea maupun amoniumsulfat (ZA), oleh kapang, Aspergillus niger, menjadi N organik (protein). Dengan kata lain protein pada produk fermentasi ini adalah merupakan protein dari kapang Aspergillus niger. Hal ini seiring dengan produk cassapro (cassava berprotein tinggi), produk fermentasi dari umbi singkong, kandungan proteinnya 18-42%, lebih tinggi dari bahan asalnya singkong, yang hanya 3% (KOMPIANG et al., 1995). Dari hasil ini kandungan protein kasar onggok lebih rendah dari yang terkandung di cassapro dikarenakan kandungan gizi onggok lebih rendah daripada singkong. Kandungan protein kasar pada onggok di tingkat laboratorium lebih besar dibanding fermentasi di tingkat lapangan. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan fermentasi, dimana pada skala laboratorium suhu ruangan diusahakan tetap karena menggunakan fermentor, sedangkan di lapangan tanpa fermentor. Kandungan Abu, Ca dan P pada produk onggok lebih tinggi dari onggoknya, peningkatan kandungan abu, Ca dan P, bukan sebagai hasil sintesis, tetapi merupakan hasil penambahan mineral kalsiumklorida (CaCl2. 2H2O) dan natriumdihidrogenfosfat pra-fermentasi. Namun demikian kandungan abu, Ca dan P produk onggok pada tingkat laboratorium dan lapang tidak berbeda walaupun ada kecenderungan menurun pada tingkat lapang. Perubahan lainnya yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kandungan energi. Kandungan enersi kasar meningkat dari 3.095 kkal/kg menjadi 3.300 dan 3.277 kkal/kg masing-masing untuk onggok Tabel 3. Komposisi kimia onggok dan onggok Parameter di laboratorium di lapang Protein kasar, % 1,85 18,40 14,74 Abu, % 2,12 2,60 2,24 Kalsium, % 0,20 0,28 0,26 Fosfor, % 0,16 0,24 0,22 Energi kasar, kkal/kg 3.095 3.300 3.277 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 383

tingkat laboratorium dan tingkat lapang. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan nilai gizi produk. Feeding trial pada pada kampung periode pertumbuhan Hasil analisis kimia pakan percobaan ternyata kandungan protein untuk ransum yang tanpa dan penambahan onggok masing-masing adalah 21,82 dan 22,86% (Tabel 4). Walaupun diusahakan perhitungannya iso protein ternyata setelah dianalisis tidak sama. Hal ini kemungkinan disebabkan tidak seragamnya sample pakan maupun bahan baku dan kemungkinan lain yaitu penyimpangan analisis kimia. Data analisis protein kasar masih di antara kisaran penyimpangan analisis yatitu sebesar 4,4%. Kandungan serat kasar dan lemak untuk kedua ransum tidaklah berbeda nyata, tetapi untuk kandungan Ca dan P beda nyata, hal ini kemungkinan dikarenakan ketidak seragaman sample pakan. Namun bila dilihat dari nilai enersi-nya ternyata perlakuan onggok cassapro dan tanpa onggok tidaklah berbeda jauh, 3926 vs 3945 (kkal/kg) (0,48%). Kinerja dari ayam kampung periode pertumbuhan yang diberikan pakan percobaan disarikan pada Tabel 5. Selama 12 minggu percobaan dijumpai kematian pada semua perlakuan. Hasil analisis satatistik pada umur sekitar 8 minggu, secara nyata ada perbedaan diantara kedua kelompok ayam, dimana rataan berat ayam hitam pada umur 54 hari adalah 632,5 g, lebih rendah dari kelompok ayam berbulu kuning, dimana beratnya sebesar 573,75 g. Rataan berat badan ayam warna hitam dan kuning yang memperoleh pakan dengan onggok masing-masing adalah 625 dan 640 g, lebih berat dari ayam-ayam yang memperoleh pakan kontrol (tanpa onggok ) yaitu 560 dan 587,5 g. Pada umur ayam 84 hari ternyata bobot ayam bulu hitam yang diberi onggok mencapai rataan bobot hidup sebesar 967 g dibandingkan yang tanpa perlakuan onggok yaitu 809 g. Rataan perbedaan bobot hidup yaitu 158 g. Demikian pula pada ayam berbulu kuning terjadi peningkatan bobot hidup, perlakuan tanpa onggok dan penambahan onggok yaitu dari 725 g menjadi 852 g. Tabel 4. Hasil analisis komposisi kimia pakan starter Perlakuan pakan Bahan baku (%) Penambahan onggok Kadar air 12,81 12,80 Protein 21,82 22,86 Serat Kasar 4,72 4,82 Lemak 3,79 3,85 Abu 6,18 6,22 Ca 2,53 3,39 P 0,83 1,06 Enersi kasar (kkal/kg) 3.926 3.945 Tabel 5. Bobot hidup ayam yang mengkonsumsi tanpa dan penambahan onggok Umur (hari) Ayam hitam (g) Ayam kuning (g) 0 32,5 32,6 37,4 37,9 7 47,5 47,6 54,7 63,3 14 77,5 85,7 87,8 92,5 21 135,0 157,0 144,6 164,0 28 168,0 186,0 174,0 192,0 33 211,0 231,0 204,5 247,6 40 250,0 283,0 245,0 288,0 48 460,0 500,0 470,0 500,0 54 560,0 625,0 587,5 640,0 84 809,0 967,0 725,0 852,0 384 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Tabel 6. Kinerja ayam kampung periode pertumbuhan secara teknis dan ekonomis selama 12 minggu pengamatan Ayam hitam Ayam Kuning Uraian Bobot hidup awal, g 47,5 47,6 54,7 63,3 Bobot hidup 12 mg, g 809 967 725 852 PBB, g 762 920 670 789 Konsumsi pakan,g 3.401 3.076 3.228 3.227 FCR 4,466 3,346 4,816 4,092 Mortalitas, % 12,5 10,8 24,53 33,33 IOFCC (Rp/ekor) 2.606 5.082 1.858 3.480 IOFCC = Income over feed and chick cost Bila dibandingkan pola pertumbuhan ayam berbulu hitam dan bulu kuning ternyata pada umur percobaan 54 hari ayam berbulu kuning dan hitam dengan perlakuan yang sama (tanpa dan dengan onggok ) bobot hidupnya hampir sama. Namun pada umur 12 minggu, dimana pakan yang dipergunakan adalah pakan finisher ternyata ayam hitam pertumbuhannya lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa ayam silangan (Dekalb x ayam buras) untuk pertumbuhan pada periode diatas 8 minggu masih memerlukan pakan yang lebih baik lagi (protein lebih tinggi dari 17%). Bobot hidup awal ayam bulu hitam percobaan pada umur yang sama yaitu sekitar 7 hari untuk kontrol dan perlakuan cassapro tidak beda nyata, sedangkan untuk ayam bulu kuning bobot awal lebih tinggi (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa ayam kuning berbobot hidup lebih besar dan lebih cepat tumbuh pada periode 1 minggu sampai umur 1 bulan. Namun setelah 12 minggu pengamatan, ternyata pertambahan bobot hidup yang paling tinggi diperoleh pada ayam hitam dengan perlakuan onggok (920 g), diikuti oleh ayam kuning dengan perlakuan onggok (789 g), ayam hitam yang tanpa perlakuan (762 g) dan ayam kuning yang tanpa perlakuan (670 g). Hal ini menunjukkan bahwa ayam silangan pada periode finisher dengan pemberian 17% protein belum mencukupi untuk pertumbuhannya. Konsumsi ransum selama 12 minggu pengamatan yang terendah adalah ayam hitam dengan perlakuan onggok (3076 g/ekor/12 minggu, diikuti oleh ayam kuning dengan dan tanpa perlakuan onggok (3228 dan 3227 g/ekor/12 minggu) dan ayam hitam tanpa cassapro (3401 g/ekor/12 minggu). Dari data terlihat bahwa ayam hitam memberikan respon yang nyata. Perbedaan jumlah pakan yang dikonsumsi antara kontrol dan perlakuan untuk ayam berbulu hitam sebesar 325 g. Mortalitas tertinggi diperoleh pada ayam kuning, namun hal ini dikarenakan ada kesalahan teknis yang disebabkan jatuhnya tempat minyak untuk pemanas sehingga menyebabkan kematian ternak tinggi. Pada ayam hitam, kelompok kontrol lebih tinggi tingkat kematiannya dibanding kelompok perlakuan. Kajian ekonomi Dari hasil pengkajian ekonomi ternyata: 1. Efisiensi pakan lebih baik, dimana untuk 1 kg ayam hidup memerlukan 3181 gr pakan dengan onggok dan 4204 gr tanpa onggok. Selisihnya untuk produksi 1 ekor ayam yaitu 1023 g pakan, bila harga pakan Rp. 1 500,- maka sudah mendapat keuntungan sebesar Rp. 1 535,-/ekor. 2. Penggunaan bahan baku seperti onggok yang harganya relatif murah akan mengurangi biaya produksi pakan. Bila 10% dedak digantikan onggok maka selisih harga pakan sekitar Rp. 50,- (bila harga onggok Rp 300,- dan harga dedak Rp.500,-). 3. Dari analisis income over feed and chick cost (IOFCC) ternyata nilai tertinggi diperoleh pada Grup B (Ayam hitam yang diberi onggok ) sebesar Rp. 5 082,- diikuti grup D (ayam kuning dengan pemberian onggok ). 4. Waktu pemeliharaan yang diperlukan untuk mendapatkan bobot pasar lebih pendek, sehingga kemungkinan kesempatan diserang oleh penyakit lebih pendek. 5. Dalam satu tahun akan lebih banyak flok yang dipelihara. KESIMPULAN Dari uji coba ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Teknologi peningkatan mutu onggok melalui fermentasi sebagai bahan baku pakan maupun produksi onggok dapat diadopsi dengan baik oleh peternak. Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 385

2. Penggunaan onggok dalam ransum memberikan efesiensi pakan yang lebih baik dan biaya produksi lebih rendah. 3. Membuka peluang lapangan kerja untuk orang memproduksi onggok. 4. Diversifikasi bahan baku pakan sehingga ketergantungan pada sumber protein seperti bungkil kedelai dapat dikurangi. DAFTAR PUSTAKA ANTAWIDJAJA, T., I.A.K. BINTANG, SUPRIYATI, A.P. SINURAT dan I P. KOMPIANG. 1997. Pengaruh ampas kirai (Metroxylan sago) dan hasil fermentasinya sebagai bahan pakan itik yang sedang tumbuh, JITV 2 : 175-180. BIRO PUSAT STATISTIK. 1990. Statistik Tanaman Pangan. BPS. Jakarta. ENIE, A.B., 1989. Teknologi pengolahan singkong. Pros: Seminar Nasional Peningkatan Nilai Tambah Singkong. Fakultas Pertanian UNPAD. HASAN, M.R., M.S. HAG, P.M. DAS AND G. MOWLAH. 1996. Evaluation of feather meal as a dietary protein source for Indian major carp Labeorohita fry. Aquaculture. 151: 47-54. KLEMESRUD, M.J., T.J. KLOPFENSTEIN, A.J. LEWIS, D.H. SHAIN and D.W. HEROLD. 1997. Limiting amino acids in meat and bone and poultry by product meals. J. Anim. Sci. 75: 3294-3300. KOMPIANG, I P., A.P. SINURAT, S. KOMPIANG, T. PURWADARIA dan J. DARMA. 1994. Nutrition value of protein enriched cassava: Cassapro. Ilmu dan Peternakan 7(2): 22-25. KOMPIANG, I P., A.P. SINURAT, T. PURWADARIA dan J. DARMA. 1995. Cassapro in broiler ration: Interaction with rice bran. JITV 1: 81-85. KOMPIANG, I P dan SUPRIYATI. 1998. Evaluasi nilai gizi dari homini sebagai pakan ayam. JITV. 3: 158-164. SINURAT, A.P., P. SETIADI, A. LASMINI, A.R. SETIOKO, T. PURWADARIA, I.P. KOMPIANG DAN J. DARMA. 1995. Penggunaan cassapro (singkong ) untuk itik petelur. Ilmu dan Peternakan 8(2): 28-31. SINURAT, A.P., P. SETIADI, T. PURWADARIA, A.R. SETIOKO, dan J. DARMA. 1996. Nilai gizi bungkil kelapa yang difermentasi dan pemanfaatannya dalam ransum itik. JITV 1: 161-168..SUPRIYATI, T. PASARIBU, H. HAMID dan A. SINURAT. 1998. Fermentasi bungkil inti sawit secara subtrat padat dengan menggunakan Aspergillus Niger. JITV. 3: 165-170. SUPRIYATI dan I P. KOMPIANG. 2002. Perubahan Komposisi Nutrien dari Kulit Ubi Kayu Terfermentasi dan Pemanfaatan sebagai Bahan Baku Pakan Ayam Pedaging. JITV. 7: 150-154. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1981. Principles and Procedures of Statistical. Mc Graw-Hill Book Co. New York. DISKUSI Pertanyaan: 1. Apakah onggok bisa diganti dengan singkong? 2. Bagaimana dengan adopsi, apakah dapat diterapkan? 3. Apakah yang dihasilkan oleh petani diamati juga kuliatasnya? 4. Mengapa ayam yang berbulu kuning kematiannya lebih tinggi dari ayam yang lain? Jawaban: 1. Singkong boleh/bisa digunakan. Penelitian dilakukan tahun 2000, dan sampai sekarang sedang berjalan/dilakukan. Enzim tidak dianalisa. Ayam berbulu kuning merupakan hasil silangan, sehingga kemungkinan berpengaruh terhadap mortalitas yang tinggi. 386 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003