HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU, FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD, DIET DAN GENETIK DENGAN TINGKAT KELEBIHAN BERAT BADAN

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata kunci: pegawai negeri sipil, pola makan, aktivitas fisik, sikap, pengetahuan, status gizi

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK USIA SEKOLAH (11-12 TAHUN) DI SDK NIMASI KABUPATEN TIMOR TENGAH

Hubungan antara Kebiasaan Makan perhari, Asupan Karbohidrat dan Asupan. Serat dengan Persentase Lemak Tubuh pada Mahasiswa dan Dosen Prodi

PERBEDAAN. Disusun Oleh: J

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Tingkat Aktivitas Fisik terhadap Obesitas pada Kelompok Usia Tahun

HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN RESIKO OBESITAS PADA SISWA KELAS X DAN XI DI SMA KRISTEN KALAM KUDUS SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ANAK SEKOLAH DENGAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI GODEAN 1 KABUPATEN SLEMAN

FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN HASIL PENELITIAN. SMA Raksana Medan Tahun Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU MEMBACA INFORMASI NILAI GIZI DAN PEMILIHAN PANGAN KEMASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Guna Bangsa Yogyakarta ABSTRACT

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 KOTA BITUNG

Keywords: Anemia, Social Economy

UNIVERSITAS UDAYANA HUBUNGAN STATUS ANEMIA DAN INDEKS MASSA TUBUH MENURUT UMUR (IMT/U) DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWI SMK KESEHATAN GANA HUSADA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR SMP NEGERI 10 KOTA MANADO.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI TAMAN KANAK KANAK DENPASAR SELATAN

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DIET PENURUNAN BERAT BADAN DENGAN PERILAKU DIET PENURUNAN BERAT BADAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA N 7 SURAKARTA SKRIPSI

TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI (FAST FOOD) DENGAN OBESITAS PADA SISWA KELAS V DAN VI SD SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )²

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK, KEBUGARAN FISIK DAN IMEJ TUBUH DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA SISWA SMA Dl KOTA BANDA ACEH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi kesehatan dan. kebutuhan pelayanan, yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

KEBIASAAN MENGONSUMSI JAJAN TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH PENGGUNA KATERING DAN NON-KATERING

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

HUBUNGAN KONTRIBUSI BEBAN GLIKEMIK MAKANAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN GIZI LEBIH PADA REMAJA DI SMP FULL DAY SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

ABSTRAK HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS (GPPH) TERHADAP STATUS GIZI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG RSUP SANGLAH DENPASAR

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN BERISIKO DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA KAMPUS X KEDIRI

HUBUNGAN FREKUENSI MAKAN DI LUAR RUMAH DAN JUMLAH UANG JAJAN DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWI DI SURAKARTA TESIS

HUBUNGAN ANTARA AKSES KE GERAI FAST FOOD DENGAN KONSUMSI FAST FOOD PADA SISWA KELAS XI DAN XII DI MAN 2 SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

KUESIONER GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD

(jenis kelamin), faktor lingkungan (jumlah anggota keluarga), faktor sosial ekonomi

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN SIKAP DAN PERSEPSI GAMBAR DAMPAK KESEHATAN TERHADAP PERILAKU MEROKOK DI SMA NEGERI 1 BANTARBOLANG

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

STATUS GIZI REMAJA, POLA MAKAN DAN AKTIVITAS OLAH RAGA DI SLTP 2 MAJAULENG KABUPATEN WAJO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

PENGARUH SARAPAN PAGI TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA MURID SEKOLAH DASAR ( Studi di SDN 1 Wates, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo )

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS GIZI REMAJA

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

Kata kunci: Body Mass Index (BMI), Underweight, Overweight, Obesitas, Indeks DMF-T, Karies.

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PELAJAR SMA NEGERI 2 TOMPASO Claudya Momongan*, Nova H Kapantow*, Maureen I Punuh*

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

40 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gizi Dan Konsumsi Protein Dengan Kejadian KEK Pada Mahasiswi STIKES Ngudi Waluyo

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS USIA DINI PADA ANAK PRA SEKOLAH DI TK III PERTIWI SEMARANG

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA

ENERGI DARI SUSU BERDASARKAN STATUS KEGEMUKAN PADA BALITA USIA BULAN

Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas Padang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN FREKUENSI FAST FOOD DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA REMAJA DI SMP N 5 KARANGANYAR


BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN POLA KONSUMSI FAST FOOD DAN SOFT DRINK PADA REMAJA PUTRI OVERWEIGHT DAN NON OVERWEIGHT DI SMA ASSALAM SURAKARTA

PERBEDAAN POLA KONSUMSI DAN STATUS GIZI ANTARA REMAJA DENGAN ORANG TUA DIABETES MELITUS (DM) DAN NON DM

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 7 MANADO

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung

ABSTRAK PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS

NASKAH PUBLIKASI. Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : NUR KHASANAH J

KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH DASAR DAN HUBUNGANNYA TERHADAP STATUS GIZI DI SEKOLAH DASAR SUNGAI RAMBUTAN KABUPATEN OGAN ILIR

Transkripsi:

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU, FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD, DIET DAN GENETIK DENGAN TINGKAT KELEBIHAN BERAT BADAN Adisti Fitriana Andar Nusa 1, Annis Catur Adi 2 1 Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya 2 Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Obesitas di Indonesia semakin meningkat angka kejadiannya. Salah satunya adalah obesitas pada masa remaja. Peningkatan obesitas pada masa remaja banyak terjadi di remaja perkotaan yang disebabkan maraknya makanan cepat saji (fast food). Dengan kandungan gizi fast food yang tidak seimbang ini apabila konsumsi fast food dilakukan terus berlanjut dan terlanjur menjadi pola makan atau konsumsi akan berdampak negatif pada keadaan gizi remaja. Penelitian ini bertujuan menganalisis antara faktor perilaku, frekuensi konsumsi fast food, diet, dan genetik dengan tingkat kelebihan berat badan pada remaja. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah siswa dan siswi sekolah menengah atas (kelas X dan kelas XI) berusia 15 17 tahun sebanyak 70 sampel. Pengambilan sampel dengan cara random, analisis data dengan uji Chi Square test dan Fisher s exact test. Hasil penelitian ini menunjukkan ada bermakna antara variabel diet dengan tingkat kelebihan berat badan (p = 0,041) sedangkan untuk variabel genetik, faktor perilaku, dan frekuensi konsumsi fast food tidak ada bermakna dengan tingkat kelebihan berat badan (p > 0,05). Ada antara sikap dengan frekuensi konsumsi fast food (p = 0,05) sedangkan untuk variabel penelitian faktor perilaku lain (faktor predisposing (pengetahuan), pemungkin (jarak dan cara pembelian fast food) dan penguat (dukungan keluarga dan teman) tidak ada bermakna dengan frekuensi konsumsi fast food (p > 0,05). Diet ber dengan tingkat kelebihan berat badan dan sikap ber dengan frekuensi konsumsi fast food. Disarankan untuk memberikan informasi yang benar mengenai fast food kepada remaja dan meningkatkan aktivitas fisik untuk para remaja penderita kelebihan berat badan. Kata kunci: obesitas, fast food, diet, genetik ABSTRACT Obesity in Indonesia is rising increasingly in number of events, include obesity in adolescence. This increasing frequently occurs in urban adolescents caused by fast food proliferation. The continuity of fast food consumption and further more already become behavior will have negative impact on nutritional status of adolescence because of its imbalance nutritional content. This study analyzed the relationship between behavioral factors, frequency of fast food consumption, diet and genetics with overweight grade in adolescents. This study was observational analytic study using cross-sectional design. The samples were 70 people composed of male and female high school students (class X and class XI) aged 15 17 years old. There was random sampling technique and data was analyzed by Chi Square test and Fisher's exact test. The results showed that there was a signifi cant relationship of dietary variables and overweight grade (p = 0.041) and there were no significant relationship of genetic variables, behavioral factors, frequency of fast food consumption with overweight grade (p > 0.05). The results showed a relationship of attitudes with frequency of fast food consumption (p = 0.05) and no signifi cant relationship of other behavioral factors variable (predisposing factors (knowledge), enabling (distance and how to purchase fast food) and reinforcing (family support and friends)) with frequency of fast food consumption (p > 0.05). There was a significant relationship of dietary variables, overweight grade, attitude variables with frequency of fast food consumption. Recommended to give correct information about fast food for teenagers and to increase physical activity for overweight teenagers. Keywords: obesity, fast food, diet, genetic 20

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku 21 PENDAHULUAN Obesitas di Indonesia mulai dirasakan dengan semakin meningkatnya angka kejadiannya. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 (Balitbangkes Depkes RI, 2007), prevalensi obesitas dan berat badan berlebih menurut BMI untuk usia 15 tahun adalah 10,3% dan 8,8%. Menurut data Riskesdas tahun 2010 (Balitbangkes Kementerian Kesehatan, 2010) menggunakan IMT menurut umur, prevalensi nasional gemuk untuk usia 13 15 tahun adalah 2,5% dan untuk usia 16 18 tahun adalah 1,4%. Prevalensi kelebihan berat badan di SMA Negeri 5 Surabaya (kelas X dan XI) pada tahun 2010 sebesar 16,95% dan angka ini lebih besar daripada prevalensi obesitas berdasar data Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010. Asupan makanan adalah salah satu penyebab obesitas terutama yang mengandung kalori dan lemak tinggi. Contoh makanan mengandung kalori dan lemak tinggi adalah fast food. Penelitian Bowman dan Vinyard (2004) membuktikan adanya positif antara konsumsi fast food dengan overweight. Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Selain faktor perilaku dapat mempengaruhi frekuensi konsumsi fast food, karakteristik responden juga dapat mempengaruhi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, jumlah uang saku per hari dan pengeluaran untuk fast food per bulan. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis genetik, diet, faktor perilaku terkait fast food yaitu faktor predisposing (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (jarak dan cara), faktor penguat (dukungan teman dan keluarga) dan frekuensi konsumsi fast food dengan tingkat kelebihan berat badan serta menganalisis faktor predisposing, pemungkin dan penguat dengan frekuensi konsumsi fast food. METODE Jenis penelitian adalah observational-analitik. Penelitian dilakukan secara cross sectional (Syahrul dan Hidajah, 2007). Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 5 Surabaya mulai Januari Juni 2011, waktu pengambilan data pada bulan Mei 2011. Populasi penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMAN 5 dengan kriteria menderita overweight (angka median > +1 SD) dan obesitas (angka median > +2 SD) menggunakan indikator BMI for age serta mengonsumsi fast food minimal sebulan terakhir. Besar sampel menggunakan rumus cross sectional (Murti, 2010) adalah 70 orang dengan teknik simple random sampling (Nazir, 2005). Variabel penelitian adalah karakteristik responden (umur, jenis kelamin, uang saku dan pengeluaran fast food); faktor perilaku terkait fast food meliputi faktor predisposing (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (jarak dan cara pembelian), faktor penguat (dukungan teman dan keluarga); frekuensi konsumsi fast food dan proporsi karbohidrat, lemak dan protein terhadap energi total, diet, genetik serta tingkat kelebihan berat badan. Instrumen penelitian adalah kuesioner, form semi FFQ, form FGD, bathroom scale, microtoise dan software WHO anthroplus. Analisis data menggunakan uji statistik Chi Square dan Fisher s Exaxt. HASIL PENELITIAN Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagian besar responden berusia 16 tahun (52,9%) dan berjenis kelamin laki-laki (62,9%) dan memiliki jumlah uang saku sebesar Rp5.000,00 Rp43.000,00 per hari (98,6%) serta memiliki pengeluaran untuk fast food sebesar 1/3 dari uang saku perbulan (90%). Distribusi responden untuk seluruh variabel dapat dilihat pada Tabel 2. Sebagian besar responden mengalami obesitas (55,7%), tidak pernah menjalankan diet (55,7%) dan memiliki riwayat orang tua gemuk (78,6%).

22 Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari Juni 2013: hlm. 20 27 Tabel 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden Distribusi Variabel Klasifikasi n % Umur 15 tahun 19 27,1 16 tahun 37 52,9 17 tahun 14 20,0 Jenis kelamin Laki-Laki 44 62,9 Perempuan 26 37,1 Jumlah uang saku Rp5.000,00 Rp43.000,00 69 98,6 Rp43.001,00 Rp80.000,00 0 0,0 Rp80.001,00 Rp100.000,00 1 1,4 Pengeluaran untuk fast food dari uang saku per bulan 0 33,3% 63 90,0 33,4 66,7% 6 8,6 66,7 100% 1 1,4 Tabel 2. Distribusi Responden Keseluruhan Variabel Variabel-Variabel Distribusi Nama Variabel Klasifikasi n % Genetik Memiliki riwayat orang tua gemuk 55 78,6 Tidak memiliki riwayat orang tua gemuk 15 21,4 Variabel Faktor Predisposing a. Pengetahuan mengenai fast food Rendah 0 0,0 Sedang 5 7,1 Tinggi 65 92,9 b. Sikap mengenai fast food Mendukung 39 55,7 Tidak Mendukung 31 44,3 Variabel Faktor pemungkin a. Ketersediaan restauran fast food di sekitar rumah atau sekolah Ada 62 88,6 Tidak Ada 8 11,4 b. Jarak ke restauran fast food Dekat (< 1 km) 25 35,7 Sedang (1 5 km) 39 55,7 Jauh (> 5 km) 6 8,6 c. Cara pembelian fast food Membeli langsung 59 84,3 Drive Thru 8 11,4 Delivery Sevice 3 4,3 d. Lokasi pembelian fast food Mall 41 58,6 Restauran fast food 29 41,4 Variabel Faktor Penguat Tertarik 35 50 a. Ketertarikan saat ada iklan fast food baru Tidak Tertarik 35 50 b. Sumber Informasi Televisi 70 100 Teman 55 78,6 Papan Reklame 53 75,7 c. Dukungan Keluarga Rendah 0 0 Sedang 25 35,7 Tinggi 45 64,3 d. Dukungan Teman Rendah 3 4,3 Sedang 30 42,9 Tinggi 37 52,9 Variabel Tindakan Diet a. Melakukan Diet Pernah 31 44,3 Tidak Pernah 39 55,7

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku 23 Variabel-Variabel Distribusi Nama Variabel Klasifikasi n % b. Kebiasaan setelah mengonsumsi fast food Berjalan-jalan di dalam mall 62 88,6 Duduk-duduk santai 50 71,4 Tidak melakukan apa-apa 24 34,3 c. Kebiasaan untuk mengimbangi konsumsi fast food Olahraga 47 67,1 Tidak makan makanan lain 37 52,9 Mengurangi makan-makanan lain 36 51,4 Variabel Konsumsi Fast food a. Frekuensi konsumsi fast food Bulanan (< 4 kali) 0 0 Mingguan (4 27 kali) 54 77,1 Harian (28 30 kali) 4 5,7 Harian (> 31 kali) 12 17,2 b. Persen Karbohidrat Rendah (< 50%) 16 22,9 Baik (50 60%) 34 48,6 Tinggi (> 60%) 20 28,6 c. Persen Protein Rendah (< 15%) 58 82,9 Baik (15 20%) 9 12,9 Tinggi (> 20%) 3 4,3 d. Persen Lemak Rendah (< 20%) 8 11,4 Baik (20 25%) 3 4,3 Tinggi (> 25%) 59 84,3 Tingkat Kelebihan Berat Badan Overweight 31 44,3 Obesitas 39 55,7 Faktor perilaku terkait konsumsi fast food, mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi yakni sebesar 92,9%, sikap mendukung yakni sebesar 55,7%, jarak relatif sedang yaitu sebesar 55,7%, cara pembelian yaitu membeli langsung sebesar 84,3%, lokasi pembelian fast food yaitu mall sebesar 58,6%, mendapat dukungan besar dari keluarga dan teman yaitu sebesar 64,3% dan 52,9% serta memiliki kebiasaan mengonsumsi fast food adalah 4 27 kali per bulan yaitu sebesar 77,1%. Mayoritas proporsi karbohidrat terhadap energi total terkategori baik yaitu sebesar 48,6%. Mayoritas proporsi protein terhadap energi total terkategori rendah yaitu sebesar 82,9%. Mayoritas proporsi lemak terhadap energi total terkategori tinggi yaitu sebesar 84,3%. Uji statistik untuk keseluruhan variabel dapat dilihat pada Tabel 3. PEMBAHASAN Respoden berusia 15 17 tahun dan mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Menurut penelitian Hurson dan Corish (1997), remaja perempuan lebih berisiko mengalami overweight daripada laki-laki. Sebagian besar responden memiliki uang saku sebesar Rp5000,00 Rp43.000,00 per hari. Uang saku mempengaruhi makanan yang dikonsumsi dan mempermudah untuk membeli suatu makanan (Poedyasmoro, 1996), misalnya mengonsumsi fast food. Mayoritas responden mengeluarkan sepertiga uang saku per bulan untuk mengonsumsi fast food. Sebesar 56,3% responden menderita obesitas. Obesitas pada remaja terjadi akibat pilihan makanan yang buruk atau kurang beraktivitas (Elson dan Buck, 2006). Obesitas juga terjadi akibat peningkatan nafsu makan dan masukan makanan. Proporsi karbohidrat pada fast food terkategori baik, proporsi protein terkategori rendah dan proporsi lemak terkategori tinggi. Proporsi lemak tinggi membuktikan bahwa fast food kaya akan lemak (CPPS, 1997). Menurut Maulana (2009), salah satu penyebab penyakit degeneratif adalah lemak. Mayoritas responden tidak melakukan diet, padahal diet dapat menurunkan berat badan karena salah satu dari primary treatment pada obesitas (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Mayoritas responden yang memiliki riwayat orang tua gemuk sebanyak 78,9%. Responden yang memiliki

24 Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari Juni 2013: hlm. 20 27 Tabel 3. Analisis Uji Statistik Seluruh Variabel Variabel Independen Variabel dependen Uji statistik Nilai p Arti Genetik Tingkat kelebihan berat badan Chi Square 0,615 Tidak ada Melakukan tindakan diet Tingkat kelebihan berat badan Chi Square 0,041 Ada Pengetahuan mengenai fast food Tingkat kelebihan berat badan Fisher's Exact 1,000 Tidak ada Sikap Tingkat kelebihan berat badan Chi Square 0,709 Tidak ada Jarak ke restauran fast food Tingkat kelebihan berat badan Fisher s Exact 0,687 Tidak ada Cara pembelian fast food Tingkat kelebihan berat badan Fisher s Exact 0,324 Tidak ada Dukungan Keluarga Tingkat kelebihan berat badan Chi Square 0,473 Tidak ada Dukungan teman Tingkat kelebihan berat badan Chi Square 0,669 Tidak ada Frekuensi konsumsi fast food Tingkat kelebihan berat badan Chi Square 0,737 Tidak ada Pengetahuan mengenai fast food Frekuensi konsumsi fast food Fisher s Exact 0,321 Tidak ada Sikap Frekuensi konsumsi fast food Fisher s Exact 0,05 Ada Jarak ke restauran fast food Frekuensi konsumsi fast food Fisher s Exact 1,000 Tidak ada Cara pembelian fast food Frekuensi konsumsi fast food Fisher s Exact 1,000 Tidak ada Dukungan keluarga Frekuensi konsumsi fast food Chi Square 1,000 Tidak ada Dukungan teman Frekuensi konsumsi fast food Chi Square 1,000 Tidak ada riwayat orang tua gemuk, mayoritas menderita obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara faktor genetik dengan tingkat kelebihan berat badan. Faktor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tuanya. Peluang anak mengalami obesitas adalah 10% jika berat badan orang tua normal, 40% jika salah satu orang tua obesitas dan 80% jika kedua orang tua obesitas (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Mayoritas responden yaitu sebesar 54,92% tidak pernah menjalankan diet. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p < 0,05 maka ada antara melakukan diet dan tingkat kelebihan berat badan. Melakukan diet berarti membatasi konsumsi kalori dan bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan tubuh maka diet bisa membuat berat badan berkurang dan tubuh tetap sehat (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden yang memiliki pengetahuan tinggi adalah yang mengonsumsi fast food sebanyak 4 27 kali per bulan. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Hasil uji statistik membuktikan nilai p > 0,05 maka tidak ada antara pengetahuan mengenai fast food dan frekuensi konsumsi fast food. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktiningrum (2007) dalam Pratama (2009) namun tetapi tidak sejalan dengan penelitian Junaidi (2000). Penelitian ini tidak sesuai dengan teori Lawrencen Green dalam Notoatmodjo (2003) di mana pengetahuan tradisi merupakan faktor yang

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku 25 mempermudah terjadinya perilaku. Hal ini dapat disebabkan meskipun memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai fast food tetapi kehadiran fast food mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Hal ini seperti yang diungkapkan beberapa responden pada saat Focus Group Discussion (FGD) ketika pertanyaan menjurus kepada mengapa remaja saat ini sangat menyukai fast food meskipun tingkat pengetahuan mereka mengenai fast food tinggi. Responden DN: Praktis, enak, tempatnya nyaman dan yang penting kenyang mbak. konsumsi fast food, pengetahuan mengenai fast food juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara pengetahuan mengenai fast food dan tingkat kelebihan berat badan. Untuk variabel sikap, mayoritas responden yang mempunyai sikap mendukung adalah responden mengonsumsi fast food sebanyak 4 27 kali per bulan. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003). Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi suatu perilaku. Berdasarkan uji statistik dapat dikatakan bahwa terdapat antara sikap dan frekuensi konsumsi fast food. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Junaidi (2000). Penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Lawrence Green (1980) di mana sikap merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku (Notoatmodjo, 2003). konsumsi fast food, sikap juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa p > 0,05 maka tidak ada antara sikap dan tingkat kelebihan berat badan. Untuk variabel jarak ke restauran fast food, mayoritas responden menyatakan bahwa jarak ke restauran fast food adalah dekat dan sedang serta terbiasa untuk mengonsumsi fast food mingguan (4 27 kali). Menurut uji statistik, jarak ke restauran fast food tidak memiliki dengan frekuensi konsumsi fast food. Salah satu faktor pemungkin dalam teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003) yang memfasilitasi perilaku adalah jarak. Jarak yang dekat dapat mempermudah responden untuk mengonsumsi fast food. Akan tetapi, ini tidak berlaku pada penelitian ini. Pernyataan ini pun dapat diperkuat dengan hasil Focus Group Discussion (FGD) seperti pernyataan berikut ini. Responden YK: Jarak lebih dekat kan jadi gag males. Soalnya biasanya lebih praktis kalo dimakan di situ mbak. Responden DN: Jarak tidak mempengaruhi. Dapat nyaman tempatnya. konsumsi fast food, jarak ke restauran fast food juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara jarak dan tingkat kelebihan berat badan. Untuk variabel cara pembelian fast food, mayoritas responden yang terbiasa membeli fast food secara langsung adalah yang mengonsumsi fast food sebanyak 4 27 kali per bulan. Menurut uji statistik, cara pembelian fast food tidak memiliki dengan frekuensi konsumsi fast food. Salah satu faktor pemungkin dalam teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003) yang memfasilitasi perilaku adalah cara pembelian fast food. Faktor pemungkin di sini adalah fasilitas untuk terjadinya perilaku. Cara pembelian fast food saat ini banyak yang telah memudahkan responden untuk mengonsumsi fast food misalnya drive thru dan delivery service. Akan tetapi, ini tidak berlaku pada penelitian ini. Pernyataan ini pun dapat diperkuat dengan adanya pendapat dari peserta Focus Group Discussion (FGD) seperti pernyataan berikut ini. Responden IN: Lebih memilih membeli langsung karena bisa sekalian nongkrong. konsumsi fast food, cara pembelian fast food juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara cara pembelian dan tingkat kelebihan berat badan. Untuk variabel dukungan teman, mayoritas responden mendapat dukungan besar dari teman untuk mengonsumsi fast food sebanyak 4 27 kali

26 Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari Juni 2013: hlm. 20 27 per bulan. Menurut uji statistik membuktikan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara dukungan teman sebaya dan frekuensi konsumsi fast food. Faktor penguat yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku (Notoatmodjo, 2003). Pada remaja, aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi rekan sebayanya seperti pemilihan makanan (Khomsan, 2003), salah satunya adalah memilih makanan seperti fast food. Akan tetapi teori ini tidak sesuai dengan hasil uji statistik yang menyatakan bahwa tidak ada antara dukungan teman dan frekuensi konsumsi fast food. Padahal menurut hasil FGD, dukungan dari teman berperan sangat besar. Ajakan dari teman menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi mereka untuk memilih fast food dibandingkan makanan lain. Hal ini dapat dilihat dari salah satu pernyataan responden berikut ini. Responden YK: Teman karena kalo kemanamana kayak nongkrong dan jalan-jalan biasanya sama teman-teman. konsumsi fast food, dukungan teman sebaya juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara dukungan teman dan tingkat kelebihan berat badan. Untuk variabel dukungan keluarga, mayoritas responden mendapat dukungan besar dari keluarga untuk mengonsumsi fast food sebanyak 4 27 kali per bulan. Menurut uji statistik membuktikan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara dukungan keluarga dan frekuensi konsumsi fast food. Faktor penguat yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku (Notoatmodjo, 2003). Salah satunya adalah dukungan dari keluarga. Hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga Sarwono (2010). Pada era kemajuan seperti saat ini, orang tua memang telah menjadi manusia sibuk karena urusan di luar rumah tangga. Oleh karena itu, kebiasaan makan bersama akhirnya luntur karena ketiadaan waktu (Khomsan, 2003). Hal ini memicu orang tua tidak dapat mengontrol pola makan anaknya atau karena ketiadaan waktu maka anak dibiasakan mengonsumsi fast food. Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori Green (1980) (Notoatmodjo, 2003) padahal dukungan keluarga besar akan tetapi tetap tidak ada dengan frekuensi konsumsi fast food. konsumsi fast food, dukungan keluarga juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada antara dukungan teman dan tingkat kelebihan berat badan. Untuk variabel frekuensi konsumsi fast food, mayoritas responden yang mengonsumsi fast food sebanyak 4 27 kali per bulan adalah yang menderita obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada antara frekuensi konsumsi fast food dan tingkat kelebihan berat badan (p > 0,05). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bowman dan Vinyard (2004) menunjukkan adanya positif antara konsumsi fast food dengan kejadian obesitas atau kegemukan. Kehadiran fast food mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Kandungan gizi fast food yang tidak seimbang ini akan berdampak negatif. Jika fast food tidak dikonsumsi terlalu sering (Khomsan, 2003) adalah wajar. Secara teori, dampak mengonsumsi fast food dapat memberikan kontribusi terhadap terjadinya obesitas dan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan kanker (CPPS, 1997). KESIMPULAN Sebagian besar responden berusia 16 tahun, berjenis kelamin laki-laki, memiliki uang saku antara Rp5.000,00 Rp43.000,00 per hari dengan pengeluaran untuk fast food sebesar 0 1/3 uang saku per bulan. Ada antara melakukan diet dengan tingkat kelebihan berat badan dan antara sikap dengan frekuensi konsumsi fast food. Selain itu, tidak ada antara genetik, faktor predisposing, faktor pemungkin, faktor penguat dan frekuensi konsumsi fast food dengan tingkat kelebihan berat badan. Tidak ada antara pengetahuan, faktor pemungkin, faktor penguat dengan frekuensi konsumsi fast food.

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku 27 SARAN Disarankan untuk memberikan informasi yang benar mengenai fast food kepada remaja dan meningkatkan aktivitas fisik untuk para remaja yang menderita kelebihan berat badan. DAFTAR PUSTAKA Balitbangkes Depkes R.I. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007. Jakarta. Balitbangkes Kementerian Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Jakarta. Bowman, Shanty A dan Vinyard, B.T. 2004. Fast food Consumption of U.S. Adults: Impact on Energy and Nutrient Intakes and Overweight Status. American College of Nutrition, Vol. 23, No. 2, 163 168. http://www.jacn.org/cgi/content/ abstract/23/2/163 (sitasi tanggal 10 Januari 2011) CPPS. 1997. Food that Harm Foods that Heal. USA: The Reader s Digest association Inc. Elson, M. Haas dan Buck, Levin. 2006. The complete guide to diet and Nutritional Mediani. California: Celestial Arts. Hurson, M dan Corish, C. 1997. Evaluation of Life Style, Food Consumption and Nutrient Intake Patterns Among Irish Teenagers. Irish Journal of Medical Science, Irish nutrition and dietetic institute, volume 166 number 4, 225 230. Junaidi, Rachmat. 2000. Perilaku Remaja dalam Mengonsumsi Makanan Siap Santap Asing Setelah Krisis Ekonomi di Indonesia (Studi pada Siswa SMUN 3 Kota Malang). Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga. Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Maulana, Mirza, 2009. Diet Sehat untuk Membentuk Tubuh Langsing dan Bugar. Yogyakarta: A Plus Books Murti, Bhisma. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Surakarta: Gadjah Mada University Press. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Out look. 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang Bermakna. http:// www.path.org/files/indonesian_16-3.pdf (sitasi tanggal 7 Januari 2011). Pratama, Kharisma. 2009. Hubungan Pengetahuan tentang Pola Makan dengan Kejadian Berat Badan Berlebih pada Usia Remaja Kelas 3 di SMA Assalam Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta http://etd. eprints.ums.ac.id/3989/1/j210070118.pdf (sitasi tanggal 20 Juni 2011). Poedyasmoro. 1996. Pola Konsumsi Remaja. Malang: Akademi Gizi. Sarwono, Sarlito W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soegih, Rachmad dan Wiramihardja, Kunkun. 2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta: Sagung Seto. Syahrul, Fariani dan Hidajah, Atik C. 2007. Bahan Ajar Dasar Epidemiologi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.