TINJAUAN YURIDIS TERHADAP STATUS KEBERADAAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UU. NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN



dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 15 /PERMEN/M/2007 TENTANG TATA LAKSANA PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN ( PPPSRS ) KOMERSIAL HUNIAN JAKARTA MUKADIMAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 11 TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014. PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

WALIKOTA BANJARMASIN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan

PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

dan Kawasan Permukiman

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau didalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

Transkripsi:

Karya Ilmiah TINJAUAN YURIDIS TERHADAP STATUS KEBERADAAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UU. NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Oleh : KASMAN SIBURIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN FAKULTAS HUKUM MEDAN 2013

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, penulis memperoleh bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan 2. Ibu kepala perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan 3. Pihak-pihak tertentu yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu. Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam Karya Ilmiah ini belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan, untuk itulah penulis dengan segala rendah hati menerima berbagai kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya penulis sangat mengharapkan bahwa Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk membantu mahasiswa dalam perkuliahan dan sekaligus dapat digunakan untuk melangkapi persyaratan akademis. Medan, Januari 2013 Penulis Kasman Siburian, SH, MH. i

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I : PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penulisan... 4 BAB II : TINJAUAN TEORITIS... 5 A. Rumah Susun... 5 1. Pengertian Rumah Susun Klasifikasi... 5 2. Klasifikasi Asas-Asas pembangunan rumah susun... 8 B. Tujuan Pembangunann Rumah Susun... 9 C. Landasan Hukum pemilikan Satuan Rumah Susun Di Indonesia... 14 1. Asas Pemisahan Horizontal... 14 2. Ketentuan yang mengatur mengenai hak atas tanah kepunyaan bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan diatasnya secara belum berlakunya UU rumah susun... 16 D. Pemisahan Hak Atas Satuan-Satuan Rumah Susun... 23 ii

BAB III : PEMBAHASAN... 24 A. Kedudukan Hukum Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun... 24 1. Ketentuan Tentang Rumah Susun sebagaimana yang terdapat dalam Undang- Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.... 24 2. Kedudukan Atau Status Hukum Rumah Susun... 31 3. Penghunian dan Pengelolaan Rumah susun... 37 B. Perlindungan Hukum Pada Penghuni Rumah Susun Atas Pemilik Rumah Susun... 42 BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN... 46 A. Kesimpulan... 46 B. Saran... 47 DAFTAR PUSTAKA iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Pada masa ini pemerintahan Indonesia telah melakukan suatu literatur peraturan penataan bangun rumah susun yang ada di daerah perkotaan khususnya 1

rumah susun. Untuk mengharapkan mampu memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Dengan adanya peraturan yang dibuat oleh pemerintahah tersebut, maka masyarakat tidak dapat melanggar aturan pemerintah yang telah sudah ditetapkan. Masyarakat juga diharapkan dapat berperan aktif dalam pengelolaan pembangunan rumah atau badan usaha. Peran serta masyarakat setempat sangat berpengaruh sekali terhadap laju perkembangan daerah dan juga tertatanya bangunan-bangunan di daerah perkotaan daerah ruang lingkup tempat tinggalnya masyarakat. Perwujudan rumah susun yang layak huni dan terjangkau peningkatan pemanfaatan rumah susun, pengaruh pertumbuhan penduduk yang seimbang dengan pemenuhan tempat tinggal, pemberdayaan pemangku kepentingan rumah susun, pemberian kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan kepemilikan rumah susun, serta pemenuhan kebutuhan lain yang berguna bagi masyarakat. Rumah susun adalah bangunann gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang terbagi dalam satuan fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang terbagi dalam satuan-satuan yang dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama, dengan atau tanpa tanah bersama. Pengertian mengenai rumah susun ini bertumpu pada muatan bagian bersama, bendabersama, dengan atau tanpa tanah bersama. Sehingga pengertian rumah susun merupakan kesatuan utuh, termasuk konsep strata title. 2

Satuan rumah susun yang selanjutnya di sebut sarusun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Pemeriksaan terhadap rumah susun yang telah selesai dibangun berdasarkan persyaratan dan ketentuan perizinan yang telah diterbitkan, dan layak huni tersebut dapat diberikan secara bertahap. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan kendala seluruh atau sebagian bangunan rumah susun, sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Pembangunan rumah susun menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh. Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di wilayah perkotaan telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000. Pembangunan rumah susun juga akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang dapat mengcover semua permasalahan yang menyangkut rumah susun. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun 3

diatur sendiri dengan undang-undang. Perbedaan substansi tersebut tentunya akan memberikan dampak bagi pembangunan rumah susun dan bangunann bertingkat ke depannya. Banyak hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 kini disempurakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011. B. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan hukum ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana staus rumah susun berdasarkan undangundang 20 Tahun 2011 tentang rumah susun. 2. Untuk memahami keberadaan perlindungan hukum pada penghuni rumah susun dan juga perlindungan pemilik rumah susun tersebut. 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Rumah Susun 1. Pengertian Rumah Susun Konsep mengenai rumah susun adalah bagunan gedung yang bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalm arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Satuan rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai secara terhubung ke jalan umum. Istilah yang memberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung bertingkat yang senatiasa memberikan sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaanya untuk hunian secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai suatu kesatuan suatu pembangunan. Rumah susun (rusun ) untuk menyebut bagunan gedung bertingkat banyak dengan fungdi hunian dalam pengertian umum seperti dimaksudkan oleh terbimi Nologi Internasional sebagai condominium atau apartemen atau tower (Menara), setiap satuan rumah susun harus mempunyai sarana penguhubung ke jalan umum, tanpa mengangu dan tidak boleh menggangu satuan rumah susun milik orang lain. 5

Khusus mengenai pengertian rumah susun seiring dengan perkembangan zaman sejak dilairkan UU rumah susun pada tahun 1985 hingga sekarang, peristilahan atau terminologi atau rumah susun atau yang biasa disingkat dengan rusun dalam kehidupan sehari-hari atau (contenporer ) di Indonesia telah berkembang menjadi : Rumah Susun ( rusun ) untuk menyebut bangunan gedung bertingkat banyak dengan fungsi hunian dalam pengertian umum-seperti dimaksudkan oleh terminologi internasioal sebagai condominium atau apartement atau tower (Menara). Rumah susun sederhana ( rusuna ) dimaksudkan dsebagai rumah susun (rusun) yang memperhatikan keterjangkauan daya beli masyarakat/ keluarga golongan berpenghasilan menengah kebawah ( Berpendapatan diatas Rp 2500000-4500000/ Bulan)- oleh sebab itu rusuna sering disebut juga dengan apartemet rakyat ; selain itu disebut-sebut sebagai Pembangunan 1000 menara/ tower sebagai mana di jalankan oleh pemerintah terbangun dalam periode tahun 2007-2011 di beberapa kota besar (berpenduduk 1500000) tidak lain adalah rusuna-rusun. Rumah susun sederhana bertingkat tinggi, dimaksudkan sebagai rumah susun sederhana( rusuna ) dengan jumlah lantai lebih dari delapan lantai sampai dengan 20 lantai- istilah ini erat kaitanya dengan maksud pengaturan persyaratan teknis Rumah susun dimana rusuna bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan-persyaratan teknis pembangunan yang diatur oleh sekaligus 2 peraturan menteri pekerjaan umum: (1) Peraturan metri pekerjaan umum : 60/PRT/M/1992 Tentang persyaratan teknis pembangunan rumah susun; dan 6

(2) Peratuaran pekerjaan umum No 05/PRT/M/ 2007 tentang pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi. (3) Rumah susun sederhana Milik ( rusunami ), dimaksudkan dengan rumah susu n sederhana ( rusuna ) yang satu satuan rumah susunnya diperuntukkan dibeli/dimiiki masyarakat golongan menengah bawah dan golongan bawah. Rumah susun sederhana sewa ( rusunawa ) dimaksudkan sebagai rumah susun sederhana atau ( rusuna ) yang satuan satuan rumah susunya diperuntukkan disewa/ dikontrak oleh masyarakat golongan menengah bawah. Menurut pengertian Undang-Undang Nomor 4 tahun 1993, rumah susun diberi pengertian sebagai bagunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagai dalam bangunan bangunan yang terstrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal, merupakan satuan satuan yang masing masing dapat memiliki secara terpisah terutama tempat-tempat yang masing masing dapat memiliki secara terpisah terutama tempat-tempat hunian yang dilengkapi dengan bangunan bersama dan tanah bersama. Di Barat seperti Amerika Serikat rumah susun ini biasa disebut apartemen, tetapi di Negara belanda biasa disebut Flat. Mereka umunya menggunakan istilah yang sama baik untuk ruamah susun yang dihuni oleh lapisan masyaraka kelas atas, Menengah maupun Bawah. Akan tetapi, ada kecenderungan di Indonesia Istilah rumah susun dihuni oleh Penghuni lapisan masyarakat bawah dengan sarana dan perlengkapan rumah yang sederhana. 7

Adapun rumah susun yang biasanya tidak berlantai banyak ( sering kali dua lantai ) yang digunakan untuk penghuni lapisan masyarakat menengah kualitas sarana perlengkapan rumah yang cukup sering disebut flat, barangkali istilah ini terpengaruh oleh bangsa Belanda ketika menjajah Indonesia. Seperti di daerah Sekip, Yogyakarta, perumahan yang dibangun pada awal kemerdakaan RI ini disebut flat.akan tetapi, istilah flat jarang digunakan lagi melainkan disebut perumahan, sedangkan rumah susun berlantai banyak diperuntukkan bagi penghuni lapisan masyarakat atas, dengan sarana yang mewah dan medern sering disebut apartement Di Indonesia tampaknya tempat tinggal bersusun memiliki istilah yang berbeda untuk masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah. Gejala ini terjadi karena kesenjangan gaya hidup antara lapisan masyarakat cukup tinggi. Sebab kedua, pemerintah memperkenalkan dengan istilah yang berbeda-beda. Perumahan untuk golongan masyarakat menengah diperkenalkan dengan istilah perumnas (perumahan umum nasional) atau perumahan, sedangkan untuk masyarakat bawah diperkenalkan dengan istilah rumah susun. Ada gejala pada masa Orde Baru, pemerintah menggunakan bahasa sebagai ungkapan budaya yang memberi jarak antara status sosial ekonomi lapisan atas, menengah, dan bawah. 2. Klasifikasi Asas-Asas Pembangunann Rumah Susun Pembangunan rumah susun di Indonesia berlandaskan pada : a. Asas kesejahteraan umum b. Asas keadilan dan pemerataan, serta c. Asas keserasian dan keseimbangan dalam peri kehidupan. 8

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. ad.a. Asas kesejahteraan umum dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pemenuhan kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya. ad.b. Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar pembangunan rumah susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga negara dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak. ad.c. Asas keserasian dan keseimbangan dalam peri kehidupan mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulnya kesenjangankesenjangan sosial. Ketiga asas tersebut harus selalu diperhatikan dalam rangka pembangunan rumah susun agar tujuan pembangunan rumah susun dapat tercapai. B. Tujuan Pembangunann Rumah Susun. Tujuan Pembangunan rumah susun nasional adalah untuk mewujudkan kesejahtraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- 9

Undang Dasar 1945. Salah satu unsur pokok kesejahtraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Disamping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka penempatan Ketahanan nasional. Sehubungan dengan uaraian tersebut di atas, maka kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk: a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia. b. Mewujudkan permukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna. Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, sedangkan yang tersedia sangat terbatas, perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan permukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkunganya. Pengertian Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi daam satu-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapet dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang pembangunanya terpisah ada bagian bersama bangunan tersebut serta bersama-sama dan tanah bersama yang diatasnya didirikan rumah susun, yang karena sifatnya dan fungsional 10

harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang, dengan undang-undang ini di ciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi a. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah. b. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun. c. Hak bersama atas benda-benda. d. Hak bersama atas tanah, yang semuanya merupakan satu kesatuan yang secara fungsional tidak terpisahkan Pengaturan dan pembinaan rumah susun merupakan tanggung jawab dan wewenang pemerintah. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang setingginya.sebagian unsur unsur tersebut dapat diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan asas pemerintahan sebagai mana dimaksud dalam undang-undang Nomor 5 tahun 1974.Untuk meninggalkan usaha pembangunan rumah susun. Undang-Undang ini mengatur kemungkinan untuk memperoleh kredit konstuksi satuan rumah susun dengan menggunakan lembaga hipotik atau fidusia. Khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang ingin memiliki satuan rumah susun. mendapatkan prioritas dan kemudahan-kemudahan baik langsung maupun tidak langsung agar harganya dapat terjangkau. 11

Adapun tujuan pembangunan rumah susun seperti tercantum dalam Pasal 3 UU No 16 Tahun 1985 : 1. a. Memenuhi kebutuhan rumah yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya. Yang dimaksudkan dengan perumahan yang layak adalah perumahan perumahan yang memenuhi syarat-syarat teknik, kesehatan, keamanan, keselamatan dan Norma-Norma sosial budaya. b. Meningkatkan daya daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Peningkatan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan harus sesuai dengan tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah demi keserasian dan keseimbangan. 2. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dalam arti rumah susun bukan hunian. Pembangunan Rusun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan Rusun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dikawasan perkotaan dengan penduduk diatas 1,5 juta jiwa, sehingga akan berdampak pada : 1. Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota ; 2. Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan ; 12

3. Peningkatan efisiensi prasarana, sarana, dan utilitas perkotaan ; 4. Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota ; 5. Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. 6. Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Namun setelah Undang-undang No 16 Tahun 1985 Telah diganti dengan Undang-undang No 20 Tahun 2011 Tentang pengaturan Rumah Susun, Beradasarkan Pasal 2 BAB II Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan asas: a. Kesejahteraan; b. Keadilan dan Pemerataan; c. Kenasionalan; d. Keefisienan dan kemanfaatan; e. Keterjangkauan dan kemudahan; f. Kemandirian dan kebersamaan; g. Kemitraan; h. Keserasian dan keseimbangan; i. Keterpaduan; j. Kesehatan; k. Kelestarian dan keberlanjutan; dan l. Keselamatan, Keamanan, Ketertiban, dan Keteraturan. Perumahan dan kawasan permukiman diselengarakan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR. Menigkatkan daya guna dengan hasil sumber daya alam bagi pembangun perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik 13

dikawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan, memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan budaya, menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, Aman, Serasi, Teratur, Terenacana, Terpadu, dan berkelanjutan. C. Landasan Hukum pemilikan Satuan Rumah Susun Di Indonesia. 1. Asas Pemisahan Horizontal Asas yang dipergunakan dalam hukum tanah yang berlaku saat ini adalah asas pemisahan horizontal yang bersumber dari hukum adat. Pada dasarnya ada pemisahan antara tanah dan bangunann yang berdiri di atasnya. Bahwa hukum yang berlaku terhadap tanah tidak dengan sendirinya berlaku juga terhadap bangunan yang berdiri di atasnya Hak pemilikan atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi juga pemilikan bangunan yang ada di atasnya. Dalam penjabarannya dalam Norma-Norma hukum asas pemisahan horizontal ini tidak belaku secara mutlak. Penerapannya dilakukan secara konkret relatif, artinya bahwa dengan memperhatikan faktor-faktor konkret dan relatif yang meliputi kasus yang dihadapi selalu ada kemungkinan untuk mengadakan penyimpangan, agar supaya penyelesaiannya dapat memenuhi rasa keadilan, yang pada hakikatnya merupakan tujuan dari hukum yang melaksanakan itu. Dalam pasal 25 Undang-undang No.16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa pada saat berlakunya Undang-undang ini semua ketentuan peraturan perundang-undangan 14

yang berhubungan dengan rumah susun yang tidak bertentangan dengan Undangundang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undangundang ini dengan kata lain ketiga peraturan menteri dalam Negeri (PMDN) tersebut masih berlakunya pada saat berlakunya Undang-undang No.16 Tahun 1985 sampai diaturnya peraturan pelaksana. Namun pada tanggal 27 Maret Tahun 1985 berlaku peraturan kepala badan Pertanahan Nasional No.4 Tahun 1989 dimana dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa dengan berlakunya peraturan ini, maka ketentuan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No.14 Tahun 1975, Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No.4 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No.10 Tahun 1983 dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang yang mengatur mengenai Rumah Susun. Jadi yang dicabut adalah ketentuan yang mengatur mengenai pemilikan tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan bagian-bagian bangunan gedung bertingkat, sedangkan ketentuan mengenai pemilikan dan pendaftaran hak atas tanah kepunyaaan bersama masih berlaku, sebelum adanya Undang-undang RI No.20 Tahun 2011 yang mengatur keseluruhan tentang Rumah Susun yang berlaku pada saat ini. Asas pemisahan horizontal adalah sesuai dengan realitas pedesaan, dimana bangunan-bangunan dibuat dari kayu dan bambu hingga menurut kenyataannya memang tidak merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dalam suasana sekarang ini mana bangunan-bangunan dibuat dari batu yang berpedoman yang sukar dibongkar dan merupakan satu kesatuan dengan tanahnya, pengetrapan asas pemisahan 15

horinzontal seharusnya memperhatikan kenyataan itu.artinya tidak seharusnya diterapkan secara mutlak terhadap setiap kasus yang dihadapi. Dalam hal ini, maka kasus demi kasus harus mendapat pertimbangan khusus, untuk menentukan apakah ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanah akan kita perlakukan juga terhadap bangunan yang ada di atasnya, antara lain dengan mengingat tujuan dan kegunaan ketentuan peraturan yang bersangkutan. 2. Ketentuan yang mengatur mengenai hak atas tanah kepunyaan bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan diatasnya secara belum berlakunya UU rumah susun. Pemecahan masalah mengenai pemilikan apartemen secara individual di Indonesia dilakukan dengan menggunakan perangkat dan mekanisme pendaftaran tanah yang diatu dalam PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan melengkapi dengan peraturan menteri dalam negeri, pengkaitan pendaftaran tanah dengan hak pemilikan atas apartemen itu disadari juga pada perkembangan dalam penerapan asas pemisahan horizontal. Pemerintah Indonesia dalam hal pemilikan apartemen secara individual pada mulanya mengeluarkan seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi pendaftaran tanahnya yaitu: a. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 14 tahun 1975 tentang pendaftaran hak atas tanah bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya serta penerbitan sertifikatnya. 16

b. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 1 tahun 1977 tentang penyelenggaraan tata usaha pendaftaran tanah mengenai hak atas tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada diatasnya. c. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 19 tahun 1983 tentang tata cara permohonan dan pemberian izin penerbitan sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah bagian-bagian pada bangunan bertingakat. d. Peraturan-peraturan menteri dalam negeri tersebut berpangkal pada tafsiran, bahwa dalam hukum kita dimungkinkan pemilikan apartemen-apartemen secara individual. Hukum kita tidak menganut asas accessie, melainkan apa yang disebut asas pemisahan horizontal di mana setiap benda yang menurut wujud dan tujuannya dapat digunakan sebagai satu kesatuan yang yang berdiri sendiri, dapat dijadikan objek pemilikan secara individual. Dalam penjelasan peraturan menteri dalam negeri (PMDN) Nomor 10 tahun 1975 disebut juga bahan peraturan ini bukan menciptakan hukum materil melainkan hanya menyempurnakan dan melengkapi ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan pendaftaran tanah yang diatur dalam PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dewasa ini. Prinsip dasar pembangunann rusun meliputi: 1. Keterpaduan: pembangunan rumah susun dilaksanakan prinsip keterpaduan kawasan, sektor, antar perlaku, dan keterpaduan dengan sistem perkotaan. 17

2. Efesiensi dan Efektivitas: memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal, melelui peningkatan instensitas penggunaan lahan dan sumber daya lainnya. 3. Penegakan hukum: mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim bagi semua pihak, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan yang hidup ditengah masyarakat. 4. Keseimbangan dan keberlanjutan: mengindahkan keseimbangan ekosistem dan kelestarian yang sumber daya yang ada. 5. Kesetaraan: menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah untuk dapat menghuni rusun yang layak bagi peningkatan kesejahteraan. D. Pemisahan Hak Atas Satuan-satuan Rumah Susun Pasal 39 peraturan pemerintah No.4 Tahun 1988, mewajibkan kepada penyelenggara pembangunan rumah susun untuk memisahkan rumah susun atas satuan-satuan yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pemisahan tersebut dilakukan dengan membuat akta pemisahan. Tata cara pembuatan dan pengisian akta pemisahan rumah susun diatur dalam peraturan kepala badan pertanahan nasional Nomor 2 Tahun 1989. Tata cara pembuatan dan pengisian akta tersebut adalah sebagai berikut: A. Akta pemisahan dibuat dan di isi sendiri oleh penyelenggara pembangunan rumah susun. 18

B. Akta pemisahan rumah susun berisikan: 1. Hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan akta pemisahan. 2. Nama lengkap pembuat/penandatanganan akta pemisahan yang dilengkapi dengan jabatan dan tempat kerja (kantor) yang bersangkutan. 3. Nama badan hukum /instansi penyelenggara pembangunan rumah susun. 4. Status tanah dimana tanah rumah susun didirikan. 5. Sistem pembangunan rumah susun, apakah dilaksanakan secara mandiri atau terpadu. 6. Penggunaan/pemanfaatan rumah susun, untuk hunian atau bukan untuk hunian. 7. Jumlah blok rumah susun dalam kesatuan sistem pembangunan yang dilaksanakan pada tanah bersama. 8. Uraian tiap blok rumah susun, mislanya blok 1 terdiri dari 10 (sepuluh) lantai. lantai 1 terdiri dari 15 (Lima belas) satuan rumah susun, lantai 2 (dua) terdiri dari 10 (sepuluh) satuan rumah susun dan sebagainya. 9. Macam-macam bagian dan benda berssama sesuai dengan pertelaan yang telah disahkan. 10. Status tanah bersama, Nomor hak dan Nomor surat ukur serta batas-batas tanah. 11. Perbandiangan proporsional antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian, benda dan tanah bersama. 12. Tempat/kota dimana akta pemisahan tersebut di buat dan tanggal penandatanganannya. 13. Jabatan si penandatangan akta pemisahan. 14. Tandatangan pembuat akta pemisah dan nama terangnya. 15. Tempat,tanggal,bulan dan tahun serta instansi yang mengesahkan akta pemisah. C. Akta pemisahan setelah disahkan harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada kantor pertanahan setempat dengan dilampiri : - Sertifikat Hak atas tanah. - Ijin layak huni. 19

- Warkah-warkah lainnya yang diperlukan. Yang dapat menjadi subjek hak pengelolaan adalah badan hukum yang diberikan hukum Indonesia dan kedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Daerah, juga lembaga dan instansi Pemerintah. Persyaratan Teknis adan amdministratif pembangunan rumah susun diatur dalam BAB III Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun yang terdiri dari atas tiga bagian yaitu: 1. Umum 2. Persyaratan teknis 3. Persyaratan administratif Yang dimana bagian pertama umum dengan kata lain bagian kata lain bagian umum ini mengatur perencanaan yang harus memuat batas pemilikan individu dan batas pemilikan bersama atas Rumah Susun yang dibangun, dan persyarataan teknis diatur dalam pasal 11 sampai dengan pasal 29 Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun Penulis tidak akan membahas secara terperinci mengenai persyaratan teknis ini karena sifatnya yang berhubungan rancangan bangunan. Persyaratan administratif sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan pasal 6 ayat (1) Undang -undang No.16 Tahun 1985 dan pasal 1 angka 6 Peraturan pemerintah No 4 Tahun 1988 Tentang Rumah susun persyaratan administratif meliputi: 20

a. Perizinan Usaha dari perusahaan Pembangunan Perumahan. b. Izin Lokasi c. Izin Mendirikan bangunan. d. Izin layak huni. Namun dari Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Telah di Hapuskan Dengan Adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang pengaturan Rumah Susun yang berlaku hingga pada saat ini. Dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Pengaturan Rumah Susun yang mengatur persyaratan rumah susun, diatur pada bagian ketiga persyaratan pembangunan rumah susun meliputi dengan 3 syarat utama: 1. Persyaratan administratif. 2. Persyaratan teknis dan 3. Persyaratan ekologis Dalam melakukan persyaratan pembangunan rumah susun secara administratif pelaku pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi: a. Status hak atas tanah dan b. Izin mendirikan bangunan Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi dan pemanfaatannya permohonan izin sebagaimana dimaksud pasal 29 ayat 2 dan 3 diajukan oleh pelaku pembangunan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: 21