Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Juni, 2013) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN I.1.

DELINEASI LANDAS KONTINEN EKSTENSI DI LUAR 200 MIL LAUT MELALUI PENARIKAN GARIS HEDBERG DARI KAKI LERENG INVESTIGATOR RIDGE

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

Abstrak PENDAHULUAN.

2. TINJAUAN PUSTAKA. hingga 11 15' LS, dan dari 94 45' BT hingga ' BT terletak di posisi

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 1, Agustus 2010

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB III IMPLEMENTASI ASPEK GEOLOGI DALAM PENENTUAN BATAS LANDAS KONTINEN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Sidang Ujian Tugas Akhir Oleh : FLORENCE ELFRIEDE SINTHAULI SILALAHI

Delineasi Batas Terluar Landas Kontinen Ekstensi Indonesia: Status dan Permasalahannya. I Made Andi Arsana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENENTUAN BATAS MARITIM INDONESIA-MALAYSIA BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN INDONESIA. Eka Djunarsjah dan Tangguh Dewantara. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

Analisa Revi si UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indone sia yang mengacu pada UNCLOS 1958 dengan menggunakan UNCLOS 1982

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Posisi Foot Of Slope (FOS) Titik Pangkal N (m) E (m) FOS N (m) E (m) Jarak (M)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Landas Kontinen Dalam Perspektif Geologi

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB IV ANALISIS. IV. 1. Analisis Pemilihan Titik Dasar Untuk Optimalisasi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 7

Abstrak Kata Kunci: Pendahuluan

PENENTUAN KAKI LERENG (FOOT OF SLOPE) KONTINEN MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Pengalaman melakukan Parsial Submisi Landas Kontinen Indonesia di luar 200 mil laut di sebelah barat laut Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI. Tabel 3.1 Tahapan Penetapan Batas Laut

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

NASKAH AKADEMIK. Disusun oleh: Tim Kerja Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Landas Kontinen Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan

BAB II LANDASAN TEORITIK

Hukum Laut Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang 1. B. Identifikasi Permasalahan 3. C. Metode 4. D. Tujuan dan Kegunaan 4

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH

ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Abstrak

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

STUDI PASANG SURUT DI PERAIRAN INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

I. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA. Djunarsjah, E Aspek Teknik Hukum Laut. Diktat Kuliah. Penerbit ITB. Bandung.

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas Indonesia

UPAYA HUKUM INDONESIA MENGAJUKAN LANDAS KONTINEN EKSTENSI

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

BAB IV ANALISIS. IV.1.1 Perbandingan Antara Peta Garis Dasar Normal dengan Peta Generalisasi Pemendagri 1/2006

BAB IV ANALISIS. 4.1Analisis Peta Dasar yang Digunakan

TINJAUAN GEOLOGI LANDAS KONTINEN INDONESIA DI LUAR 200 MIL LAUT SEBELAH SELATAN PERAIRAN PULAU SUMBA

BAB I PENDAHULUAN. samudra di seluruh wilayah nusantara. Laut luas yang merangkai kepulauan Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra Aldea Noor Alina 3509 100 005 Dengan bimbingan Ir. Yuwono MS. Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Introduction Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan luas perairan 5,8 juta km2, yang terdiri atas luas perairan kepulauan dan laut territorial sebesar 3,1 juta km2 dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebesar 2,7 km2, serta memiliki garis pantai mencapai 80.791 km (Djunarsjah, 2004). Klaim maritim sangat penting terkait dengan isu keamanan, akses dan pengelolaan sumber daya laut, serta penyeimbangan antara hak dan kewajiban negara pantai yang bersangkutan. Kemajuan teknologi secara signifikan telah meningkatkan kemampuan untuk melakukan eksplorasi lepas pantai, khususnya eksplorasi minyak dan gas bumi dan telah meningkatkan pentingnya status hukum landas kontinen. Landas kontinen menurut pasal 76 UNCLOS, meliputi dasar laut dan bawah tanah kawasan bawah laut yang membentang melampaui laut teritorial menuju tepi luar batas kontinen, atau hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal jika tepi luar batas kontinen tidak melewati jarak tersebut (200 mil). Batas terluar klaim landas kontinen ini juga masih dapat bertambah dengan memperhatikan kriteria yang terdapat pada pasal 76 UNCLOS. Batas landas kontinen yang melebihi inilah yang selanjutnya disebut sebagai landas kontinen ekstensi. Kesempatan yang demikian perlu dimanfaatkan oleh Indonesia dengan sebaik baiknya, sehingga batas klaim maksimum di luar 200 mil laut dapat memberikan manfaat terhadap yurisdiksi nasional dan kegiatan pengelolaan sumber daya laut. 2

Introduction Latar Belakang Perairan barat laut Pulau Sumatra merupakan salah satu lokasi di Indonesia yang berpotensi untuk dapat melakukan klaim landas kontinen hingga melebihi 200 mil (landas kontinen ekstensi), karena posisinya yang tidak berbatasan langsung dengan negara lain. Penegasan landas kontinen di perairan ini merupakan sesuatu yang penting mengingat potensi mineral yang terdapat di dalamnya.untuk melakukan penegasan landas kontinen ini diperlukan suatu kajian teknis yang bersifat ilmiah selain tentunya menyesuaikan dengan tinjauan yuridis yang berlaku secara internasional. Kajian teknis ini dilakukan dengan menggunakan data hasil survei. Namun, selain menggunakan data hasil survei dari pengukuran secara langsung, data yang diperlukan dalam proses delimitasi landas kontinen dapat juga diperoleh dengan menggunakan turunan data penginderaan jauh. Dengan adanya sebuah kajian yang mendukung dalam proses submisi landas kontinen, diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap kekuasaan Indonesia atas wilayah maritimnya terkait dengan kedaulatan maupun pengelolaan sumber daya laut. 3

Introduction Tujuan Memperoleh kajian yang dapat mendukung dilaksanakannya klaim maksimum batas landas kontinen ekstensi di perairan barat laut Pulau Sumatra. Memperoleh posisi garis landas kontinen ekstensi di perairan barat laut Pulau Sumatra yang dihasilkan dari data primer dan data batimetri turunan penginderaan jauh. Manfaat Diperoleh kajian yang dapat dipergunakan sebagai masukan dalam melakukan klaim landas kontinen ekstensi di perairan barat laut Pulau Sumatra dengan membandingkan antara posisi yang diperoleh dari data batimetri hasil pengukuran dan data batimetri hasil penginderaan jauh. Perumusan Masalah Bagaimana kajian terhadap klaim maksimum landas kontinen ekstensi di perairan barat laut Pulau Sumatra menurut UNCLOS dan TALOS? Dimanakah posisi landas kontinen ekstensi Indonesia di perairan barat laut Pulau Sumatra menurut UNCLOS dan TALOS dengan menggunakan data primer (pengukuran langsung) dan data sekunder (turunan penginderaan jauh)? 4

Introduction Batasan Masalah Kajian dilakukan pada perairan barat laut Pulau Sumatra pada lingkup wilayah 0 0 0 LU - 7 0 0 LU dan 89 0 0 BT - 99 0 0 BT. Kajian dilakukan dengan menggunakan data profil batimetri dan data ketebalan sedimen dari wilayah studi. Data batimetri diperoleh dari hasil pengukuran yang telah diolah sehingga siap untuk dilakukan proses pengeplotan dan data turunan satelit altimetri Jason-1 sebagai pembandingnya. Data ketebalan sedimen diperoleh dari hasil survei seismik yang telah diolah sehingga siap untuk dilakukan proses pengeplotan. 5

Review of the literature Landas Kontinen Definisi landas kontinen termutakhir diatur dalam Pasal 76 UNCLOS yang merupakan hasil dari Konferensi PBB tentang Hukum Laut ketiga yang berlangsung selama 9 tahun (1973-1982). Pasal 76 (1) UNCLOS mengatur definisi legal dari landas kontinen sebagai berikut: terdiri atas dasar laut dari bagian bawah laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar laut teritorial di sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratnya hingga batas terluar tepian kontinen, atau hingga jarak 200 M dari garis pangkal laut wilayah jika batas terluar kontinen tidak mencapai jarak tersebut (200 M). Delineasi dan pengajuan batas terluar landas kontinen diperlukan untuk landas kontinen lebih dari 200 M dari garis pangkal, yang dalam hal ini didefinisikan dalam ayat 4, 5 dan 6 Pasal 76. Beberapa hal penting terkait penentuan batas terluar landas kontinen meliputi garis pangkal, kaki lereng, garis formula (Garis Gardiner dan Hedberg), dan syarat pembatas (garis 350 M dan 2500 isobath + 100 M). 6

Review of the literature Landas Kontinen Ekstensi Penentuan LKE memerlukan data dan informasi tentang profil dasar laut, terutama posisi kaki lereng (Foot of Slope, FOS). Selain itu informasi tentang sedimen juga sangat penting. Berdasarkan UNCLOS 1982, penetuan batas landas kontinen ekstensi dapat dilakukan dengan memperhatikan empat kriteria seperti diatur dalam pasal 76. Dua kriteria pertama adalah yang membolehkan, sedangkan dua kriteria terakhir bersifat membatasi. Kriteria yang membolehkan adalah sebagai berikut : 1. Batas terluar LKE didasarkan pada garis yang menghubungkan titik-titik tetap dengan ketebalan batu endapan (sedimentary rock) 1 % dihitung dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng yang disebut Gardiner Line, atau 2. Berdasarkan jarak 60 M dari kaki lereng yang dikenal dengan Hedberg Line ke arah laut lepas. Sedangkan syarat yang membatasi didefinisikan sebagai berikut : 1. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal (referensi mengukur batas laut teritorial), atau 2.Batas terluar tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m isobath. 7

Continental shelf Ilustration Image 8

Area Submisi Landas Kontinen di Perairan Barat Laut Sumatra 9

Area study Lokasi penelitian ini dilewati oleh 14 pass (setengah dari keliling lintasan satelit) satelit Jason-1. Adapun pass-pass yang melewati lokasi penelitian ini dapat ditunjukkan di bawah ini : No Pass Arah Pass 1 1 Naik (ascending) 2 14 Turun (descending) 3 27 Naik (ascending) 6 90 Turun (descending) 7 103 Naik (ascending) 8 116 Turun (descending) 9 129 Naik (ascending) 10 166 Turun (descending) 11 179 Naik (ascending 12 192 Turun (descending) 10

Material Peralatan Autocad Land Desktop 2004 untuk digitasi peta dasar ArcGIS 10 untuk buffering area, analisa dan penggambaran area klaim landas kontinen BRAT untuk pengolahan data altimetri sehingga dapat diperoleh nilai kedalaman area studi Global Mapper 8 untuk gridding, penghitungan posisi isobath 2500 dan registrasi peta Data United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) Technical Aspects on The Law of the Sea (TALOS). Peraturan Pemerintah (PP) 38/2002. Data profil batimetri daerah penelitian hasil survei Data ketebalan sedimen daerah penelitian hasil survei Peta Zona Ekonomi Eksklusif lembar 03 keluaran Badan Informasi Geospasial Data altimetri Jason-1 daerah penelitian yang mendukung dilakukan pengolahan batimetri (diunduh pada ftp://podaac-ftp.jpl.nasa.gov/alldata/jason1/l2/gdr_netcdf_c/c111-114) 11

General Method for Processing Data 12

Method for Altimetry Data Processing 13 tidak sesuai

Result and analyse [1] Pengolahan data batimetri dari data altimetri [2] Penentuan posisi -2500 isobath dan -2500+100m 14

Result and analyse [3] Penarikan batas maritim dengan teknik buffering [4] Penggambaran posisi klaim landas kontinen ekstensi 15

Result and analyse Posisi kontur -2500 yang tidak relevan digunakan sebagai acuan 16

Analisa Luasan Klaim Landas Kontinen yang Paling Menguntungkan Bagi Indonesia 17

Analisa Luasan Klaim Landas Kontinen yang Paling Menguntungkan Bagi Indonesia Hasil akhir batas terluar landas kontinen secara resmi ditetapkan dengan serangkaian titik yang dihubungkan dengan garis-garis lurus yang panjangnya tidak lebih dari 60 mil laut. Titik-titik tersebut dapat dipilih sedemikian rupa meskipun biasanya dipilih untuk dapat memaksimalkan klaim area landas kontinen. Pada opsi pertama didapatkan luasan area klaim sebesar 3876 km2. Dengan persyaratan yang telah disebutkan dalam penarikan garis klaim landas kontinen ekstensi, maka didapatkan titik titik klaim yang memiliki luasan klaim lebih menguntungkan. Dengan memaksimalkan pemilihan titik pada opsi pertama, maka didapatkan luasan maksimal yang ditunjukkan dengan opsi kedua dengan luasan area klaim sebesar 4249 km2. 18

Analisa Luasan Klaim Landas Kontinen yang Paling Menguntungkan Bagi Indonesia Jarak antar titik kerangka area klaim ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini : 19

Perbandingan Data Kedalaman Hasil Akusisi Altimetri dan Data Primer Garis profil melintang nilai kedalaman hasil sounding Garis profil melintang nilai kedalaman hasil akusisi altimetri 20

Analisa data yang dapat dilakukan pada penelitian ini adalah analisa tentang kesalahan kedalaman dan ketelitian kedalaman antara kedalaman hasil pengukuran altimetri dan kedalaman hasil sounding yang dianggap sebagai kedalaman yang benar terhadap data kedalaman referensi Semakin besar selisih kedalamannya semakin besar kesalahan kedalamannya. Persamaan kesalahan kedalaman dapat dilihat pada persamaan dibawah ini : K = Da Db...(4.1) Keterangan : Da =Kedalaman titik dengan altimetri Db =Kedalaman titik dengan batimetri (referensi) K =Kesalahan kedalaman altimetry 21 Dibuat untuk sidang proposal - Ruang Sidang Teknik Geomatika

posisi kedalaman bujur lintang altimetri sounding selisih kedalaman (m) 96,59049 0,026137-4644,272-4938,410 294,138 96,63221 0,047949-4587,072-5043,584 456,512 96,67393 0,069761-4484,067-5082,529 598,462 96,71565 0,091572-4368,79-5120,116 751,323 96,75738 0,113384-4267,32-5162,870 895,552 96,7991 0,135196-4174,51-5203,989 1029,482 96,84082 0,157007-4064,24-5242,981 1178,743 96,88254 0,178819-3975,2-5287,414 1312,215 96,92427 0,20063-3896,09-5305,715 1409,625 96,96599 0,222442-3814,5-5297,336 1482,834 97,00771 0,244253-3690,02-5295,959 1605,939 97,04943 0,266064-3513,07-5293,213 1780,143 97,09116 0,287875-3329,25-5036,075 1706,822 97,13288 0,309685-3136,57-4600,199 1463,632 97,17461 0,331496-2996,07-3463,883 467,812 posisi 22 kedalaman bujur lintang altimetri sounding selisih kedalaman (m) 97,21633 0,353306-2887,1-3302,409 415,308 97,25805 0,375117-2777,2-2542,656-234,540 97,29978 0,396927-2576,94-2802,151 225,216 97,3415 0,418736-2422,49-2679,203 256,713 97,38323 0,440546-2349,84-2362,658 12,823 97,40325 0,451014-2308,52-2124,679-183,844 Dibuat untuk sidang proposal - Ruang Sidang Teknik Geomatika

Dari hasil diatas dapat dianalisa bahwa dari 21 titik kedalaman altimetri terhadap titik kedalaman referensi, ada titik kedalaman dengan kesalahan kedalamana terkecil yaitu hanya ± 12,823m tetapi ada titik kedalaman dengan kesalahan kedalaman yang terbesar yaitu ± 1780,143m, yang jauh lebih besar. Ini membuktikan bahwa titik kedalaman hasil pengukuran dengan altimetri tidak konsisten terhadap titik kedalaman referensi. 23 Dibuat untuk sidang proposal - Ruang Sidang Teknik Geomatika

Survei batimeti harus mengikuti standar pengukuran yang telah ditentukan oleh IHO. Standart pengukuran tersebut tertera pada SP44-IHO. Pada SP44-IHO disebutkan standar ketelitian kedalaman untuk berbagai macam kedalaman sesuai orde pengukuran tersebut. Orde pengukuran survei ini adalah orde 3 karena survei ini berada pada daerah laut lepas dengan kedalaman lebih dari 200 m. 24 K' 294,138 456,512 598,462 751,323 895,552 1029,482 1178,743 1312,215 1409,625 1482,834 1605,939 keterangan K' 1706,822 1463,632 467,812 415,308-234,54 225,216 256,713 12,823-183,844 keterangan memenuhi Dibuat untuk sidang proposal - Ruang Sidang Teknik Geomatika

Untuk menentukan standar ketelitian kedalaman yang diijinkan, dibutuhkan kedalaman referensi sebagai acuan kedalaman data yang telah dianggap benar. Dalam hal ini kedalaman referensi adalah kedalaman hasil akusisi batimetri sebagai kedalaman yang dianggap benar. Kedalaman referensi ini ditentukan rata-rata kedalamannya, kemudian ditentukan standar ketelitiannya sebagai batas kesalahan kedalaman yang diijinkan. Untuk mendapatkan standar ketelitian kedalaman dapat ditentukan dengan persamaan berikut: a=1 b = 0,023 d = 4342,287 = (a2+(bxd)2 ) 1/2 = 99,87760944 Standart ketelitian kedalaman diatas yang menjadi acuan dari kesalahan kedalaman altimetri. Kesalahan kedalaman tidak boleh lebih dari ± 0,9994. 25 Dibuat untuk sidang proposal - Ruang Sidang Teknik Geomatika

Enclosure Kesimpulan 1. Posisi kontur isobath -2500 antara akusisi data altimetri (sekunder) dan hasil dijitasi peta referensi (primer) memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan data primer diambil dengan menggunakan proses soundimg yang menghasilkan ketelitian jauh lebih baik daripada hasil data altimetri (dalam hal penentuan kedalaman). 2. Antara penggunaan data primer maupun data sekunder (posisi kontur isobath -2500+100m) maka tidak akan didapatkan perbedaan posisi klaim. Hal ini dikarenakan posisi kontur 2500+100 isobath tidak menjadi rujukan yang menguntungkan pada proses pembatasan/cut-off. Pembatasan yang menguntungkan dilakukan dengan batasan 350M. 3.Titik-titik kerangka klaim landas kontinen dapat dipilih sedemikian rupa untuk dapat memaksimalkan klaim area landas kontinen, dengan garis-garis lurus yang panjangnya tidak lebih dari 60M. Sehingga luasan area klaim yang didapat setelah modifikasi adalah sebesar 4249 km2. 4. Data sekunder dapat menjadi rujukan dalam observasi awal dalam kajian batas wilayah, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan studi primer. 26

Enclosure Rekomendasi 1. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan membandingkan aspek penentuan landas kontinen lain, seperti gardiner dan hedberg line. Perbandingan gardiner dan hedberg dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak khusus penentuan batas wilayah CARIS LOTS. 2. Pada TALOS dan UNCLOS terdapat aspek lain penentuan batas wilayah yang dapat dijadikan rujukan dalam membuat judul penelitian baru. 27

Bibliography [1] Arsana, I.M.A. 2007.Batas Maritim Antar Negara. Cetakan pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. [2] Djajadihardja,Y.S., Khafid, E., dkk. 2006, Laporan Survei Seismic Refleksi Multichannel untuk Klaim Landas Kontinen Indonesia diluar 200 mil Sebelah Barat Perairan Aceh. On board report, unpublished. [3]Djunarshah,E. dan Tangguh, D. 2004. Penetapan Batas Wilayah Indonesia. Jurnal Surveying dan Geodesi, Vol. XII, No.3, September 2002 hal 38-53. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Bandung [4] Internatinal Hydrographic Bureau. 2006. A Manual on Technical Aspect of The United Convention on The Law of The Sea. Special Publication no. 51, 4th edition. Monaco. [5] Julzarika, A. dan Susanto. 2010. Penentuan Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Indonesia-Palau Pada Kedalaman 2500 M Isobaths + 100 Nm di Sebelah Utara Papua Menggunakan Batimetri Turunan Data Penginderaan Jauh.Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 1, Agustus 2010. [6] PP-38 2002, tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. [7] Raharjanto, L. 2012. Studi Pasang Surut Di Perairan Indonesia Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-1. Surabaya : Tugas Akhir Prodi Teknik Geomatika-ITS. [8] Safitri, D.A. 2011. Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI Dan RDTL). Surabaya : Tugas Akhir Prodi Teknik Geomatika-ITS. [9] United Nations. 1982. United Nation Convention on The Law of The Sea. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB dari http://id.wikisource 28 Dibuat untuk SEMINAR TUGAS AKHIRRuang GM-101 Teknik Geomatika

29