BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH. beliau dikukuhkan sebagai khalifah ke-3 menggantikan khalifah Abu Bakar as-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang pelaksanaannya dikaitkan


BAB I PENDAHULUAN. Tradisi dalam menentukan awal bulan Kamariah khususnya Ramadan,

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM KONSEP MATLA FI WILAYATIL HUKMI

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG FATWA DAN MATLA. yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah. Selain itu fatwa juga

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

DAFTAR PUSTAKA. A. Kadir, Formula baru ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2011.

Problem pelaksanaan Idul Adha yang tidak bersesuaian dengan Kerajaan Saudi Arabia (KSA) Oleh: Syamsuddin

PENENTUAN AWAL RAMADAN, SYAWAL, DAN ZULHIJAH 1432 H

BAB IV ANALISIS PANDANGAN MUHAMMADIYAH DAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG WUJU<DUL HILAL

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

PERMASALAHAN RUKYAT. Majelis Tarjih dan Tajdid

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

BAB I PENDAHULUAN. primer lainnya adalah perlunya penanggalan atau yang biasa disebut dengan

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB I PENDAHULUAN. sempurna dibanding dengan mahkluk ciptaannya yang lain. Kesempurnaan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan agama yang lain adalah bahwasannya peribadatan dalam

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan penciptaan manusia. Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Mengabulkan DO A Hamba-Nya

UNTUK KALANGAN SENDIRI

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Anjuran Mencari Malam Lailatul Qadar

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sering dilakukan oleh banyak orang Islam, beberapa diantaranya adalah dengan

Puasa Tatawwu' atau Puasa Sunat

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

HambaKu telah mengagungkan Aku, dan kemudian Ia berkata selanjutnya : HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaku. Jika seorang hamba mengatakan :

Qawa id Fiqhiyah. Pertengahan dalam ibadah termasuk sebesar-besar tujuan syariat. Publication: 1436 H_2014 M

BAB I PENDAHULUAN. Penanggalan Islam atau yang lebih dikenal bulan qamariyah merupakan

Kajian Bahasa Arab KMMI /12 Shafar 1433 H 1

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB I PENDAHULUAN. aqliy. Sumber hukum naqliy ialah Al-Qur an dan As-Sunnah, sedangkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Islam, hadis menempati posisi kedua setelah al-qur an sebagai

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

MUZARA'AH dan MUSAQAH

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

2. Tauhid dan Niat ]رواه مسلم[

ISLAM dan DEMOKRASI (1)

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

Sistem Penanggalan Hijriyah/Islam

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB III METODE HISAB DAN RUKYAH MUHAMMADIYAH. A. Sekilas tentang Muhammadiyah dan Majelis Tarjih Muhammadiyah

Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin, MA. Publication: 1436 H_2014 M. Disalin dari Majalah al-sunnah, Edisi 08, Th.XVIII_1436/2014

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

Unifikasi Kalender Islam di Indonesia Susiknan Azhari

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

PAKET FIQIH RAMADHAN (ZAKAT FITRAH)

Kelemahan Rukyat Menurut Muhammadiyah PERMASALAHAN RUKYAT

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

MERAIH KESUKSESAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN MENELADANI RASULULLAH

BAB III PENYESUAIAN KALENDER SAKA DENGAN KALENDER HIJRIYAH DAN APLIKASINYA DALAM PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

DAFTAR ISI PENGAKUAN ABSTRACT PENGHARGAAN PANDUAN TRANSLITERASI

dan kepada kaum perempuan (sesama) mereka (QS an-nur [24]: 31).

Pengertian Istilah Hadis dan Fungsi Hadis

BAB I PENDAHULUAN. jawabanya dihadapan-nya, sebagaimana Allah SWT berfirman :

BAB I PENDAHULUAN. dipatuhi tetapi juga tauhid, akhlak dan muamalah, misalnya ketika seseorang ingin

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemberlakuan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA Negeri 3 Sidoarjo. Alokasi waktu yang diperlukan perminggu persatu satuan kredit

sebelumnya, dapat dipetakan sebagai berikut: ini ia istilahkan sebagai IQG computerized, yaitu penegasan IQG

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

Tugas Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Materi : Batasan dan Ragam KTI)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR KALENDER. Dictionary of The English Language, sebagaimana dikutip oleh Nashiruddin

Hukum Menyekolahkan Anak di Sekolah Non-Muslim

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSES KHITBAH YANG MENDAHULUKAN MENGINAP DALAM SATU KAMAR DI DESA WARUJAYENG

BAB I PENDAHULUAN. sehingga harus terjadi interaksi antarsesama manusia untuk memenuhi kebutuhan yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang dipeluk mayoritas masyarakat Indonesia.

Amalan-amalan Khusus KOTA MADINAH. خفظو هللا Ustadz Anas Burhanuddin,Lc,M.A. Publication: 1435 H_2014 M AMALAN-AMALAN KHUSUS KOTA MADINAH

Kepada Siapa Puasa Diwajibkan?

BAB I PENDAHULUAN. kental dan peka terhadap tata cara adat istiadat. Kekentalan masyarakat Jawa

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

KRITERIA MENJADI IMAM SHOLAT

Adzan Awal, Shalawat dan Syafaatul Ujma ADZAN AWAL, MEMBACA SHALAWAT NABI SAW, DAN SYAFA ATUL- UZHMA

CARA PRAKTIS UNTUK MENGHAFAL AL-QUR AN

PUASA DI BULAN RAJAB

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Hadits-hadits Shohih Tentang

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

BAB I PENDAHULUAN. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. 1 Pendidikan

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

Transkripsi:

40 BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH A. Kalender Hijriyah Dalam Lintasan Sejarah Sistem kalender Qamariyah atau tarikh Hijriyah sebenarnya telah digunakan oleh bangsa Arab sejak zaman kuno yang dikenal dengan sistem penanggalan bangsa semit. Tarikh Hijriyah ini pertama kali diperkenalkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, yaitu sekitar dua setengah tahun setelah beliau dikukuhkan sebagai khalifah ke-3 menggantikan khalifah Abu Bakar as- Shiddiq, sekitar tahun ke-17 setelah hijrahnya Rasulullah SAW 89. Kalender ini ditetapkan oleh Umar bin Khattab atas saran para stafnya. Menurut salah satu riwayat, kalender ini disusun karena Umar terketuk hatinya setelah membaca surat jawaban dari Abu Musa al-asy`ari, yang menulis antara lain:...surat tuan yang tidak bertanggal sudah saya terima.... Namun riwayat lain menyatakan bahwa penyusunan kalender ini dilatarbelakangi oleh adanya persoalan menyangkut sebuah dokumen penting yang tidak tau kapan dibuatnya, tetapi hanya disebutkan bahwa dokumen itu di tulis pada bulan Sya`ban, hal ini memunculkan pertanyaan, bulan Sya`ban manakah yang dimaksud oleh dokumen ini 90. Setelah terjadinya peristiwa tersebut, khalifah Umar bin Khattab bermusyawarah dengan para stafnya untuk menyusun sebuah penanggalan Islam. 89 Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), h. 190-191. 90 Sofia Hardani, Dasar-Dasar Ilmu Falak, (Pekanbaru: Suska Press, 2010), h. 136

41 Semua sahabat sepakat bahwa sistem kalender yang dipakai adalah sistem lunar sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang nama dan sejak kapan kalender tersebut dimulai atau berlaku 91. Ada bebrapa pendapat yang muncul ketika itu, yaitu 1. Permulaan kalender Islam adalah tahun kelahiran Rasulullah SAW 2. Kalender Islam dimulai sejak nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul 3. Kalender Islam dimulai dari peristiwa Isra dan Mi raj 4. Kalender Islam dimulai dari wafat Rasululullah SAW, dan 5. Ali bin Abi Thalib yang berpendapat sebaiknya permulaan kalender Islam dimulai dari Hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah 92. Setelah mempertimbangkan berbagai usulan tersebut, maka Khalifah Umar bin Khattab dengan persetujuan para sahabat yang hadir menerima usulan dari Ali bin Abi Thalib, yaitu agar kalender Islam dimulai sejak Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah dengan alasan bahwa peristiwa hijrah merupakan momentum yang sangat penting dan merupakan titik tolak dari perkembangan Islam selanjutnya 93. Kemudian perbedaan pendapat kembali terjadi dalam menentukan susunan bulan-bulan Hijriyah dan penentuan terhadap bulan yang akan dijadikan bulan pertama pada penanggalan Hijriyah, pendapat-pendapat tersebut antara lain: 91 Ibid., 92 Susiknan Azhari, Penyatuan Kalender Islam: Satukan Semangat Membangun Kebersamaan Umat, (Jurnal Hukum Islam, Yogyakarta: UIN Suka, 2012), h. 2 93 Sofia Hardani, op. cit, h. 137.

42 1. Bulan pertama adalah bulan Ramadhan, sebab bulan ini adalah bulan yang dimuliakan oleh segenap umat Islam di seluruh dunia, selain itu Ramadhan juga merupakan bulan di mana Al-Qur`an diturunkan. 2. Awal bulan Islam hendaknya dimulai dari rabiul Awwal sesuai dengan waktu pertama Rasulullah SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, bertepatan pula dengan bulan kelahiran rasulullah SAW. 3. Pendapat lain menyatakan bahwa bulan Muharam sebagai awal bulan Islam sebagai alasan setelah Ramadhan adalah Syawal, Zulqa`da dan Zulhijjah. Sedangkan sejak Syawal sudah termasuk Asharul Haji. Musim haji adalah puncak kesibukan di tanah haram (Makkah) untuk menerima dan menghormati tamu-tamu Allah dari seluruh penjuru dunia yang melaksanakan ibadah haji sejak Syawal sampai pertengahan Zulhijjah. Sejak pertengahan Zulhijjah tamu-tamu Allah meninggalkan tanah haram. Dengan demikian dapat diselesaikan pembukuan dan administrasi negara sampai akhir bulan Zulhijjah, setelah itu memasuki lembaran baru pada bulan berikutnya yaitu bulan Muharam. Sedangkan bulan Rabiul Awal dan bulan sebelumnya (Safar) adalah bulan sepi, tidak ada kegiatan rutin, maka kurang dapat dijadikan bulan pertama dalam bulan Hijriyah 94. Setelah dikemukakan beberapa usulan beserta alasan-alasannya, maka dewan sidang ketika itu memutuskan usulan yang terakhir dapat diterima dan disetujui, sehingga bulan pertama penanggalan Hijriyah adalah bulan Muharam 94 Lia Karlia, Tinjauan Tehadap Pendapat Ahli Ru`Yah Dan Ahli Hisab Dalam Menentukan Idul Fitri, (Yogyakarta: Skripsi Jurusan Perbandingan Mazhab Institute Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, 1997), H. 22.

43 dan bulan selanjutnya mengikuti urutan bulan-bulan yang berlaku di Jazirah Arabia 95. Perbedaan pendapat kembali terjadi berkenaan dengan hijrah Rasulullah SAW tersebut terjadi pada tanggal 2 Rabiul Awwal bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M, bila dihitung dari mulai ditetapkannya tarikh Hijriyah ini, maka perhitungannya dilakukan mundur sebanyak 17 tahun. Bila dimulai dari bulan Muharam, maka tanggal 1 Muharam tahun 1 Hijriyah ternyata bertepatan dengan tanggal 15 Juli 622 M. Hasil perhitungan tersebut diperoleh oleh para ulama yang berpedoman kepada hisab, sebab pada hari Rabu petang tanggal 14 Juli 622 M itu, hilal sudah berkedudukan 5 57 di atas ufuk, maka malam itu dan keesokan harinya, yaitu Kamis tanggal 15 Juli 622 M merupakan tanggal 1 Muharam tahun 1 H 96. Sementara itu, ulama yang berpegang kepada rukyah mendapatkan hasil yang lain. Karena hilal setinggi itu mustahil untuk dapat dirukyah, maka dilakukan istikmal (penyempurnaan 30 hari) sehingga permulaan tahun Hijriyah bukanlah hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M, tetapi hari jum`at 16 Juli 622 M 97. Lalu dirumuskan bahwa kalender Hijriyah ini, sebagaimana yang telah disebutkan di atas menggunakan sistem lunar, yaitu didasarkan pada lamanya bulan mengelilingi bumi yang berlangsung selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 95 Ibid., h. 23. Adapun urutan bulan Hijriyah tersebut adalah Muharam, Safar, Rabi ul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya`ban, Ramadhan, Syawal, Zulqa`dah dan Zulhijjah. Lihat Kadir, Formula Baru Ilmu Falak Panduan Lengkap dan Praktis, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 133, Sofia Hardani, Dasar-Dasar Ilmu Falak, (Pekanbaru: Suska Press, 2010), h. 138, Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), h. 190. 96 Maskufa, op. cit, h. 192. 97 Ibid.,

44 detik. Satu tahun lamanya 12 bulan yang terdiri dari 354 hari 8 jam 48,5 menit atau 354 11/30 hari 98. B. Aliran Penetapan Awal Bulan yang Berkembang di Indonesia 1. Aliran Hisab Kata hisab berasal dari Bahasa Arab, yaitu ح س ب ی ح س ب ح س اب ا yang artinya menghitung atau membilang 99. Hisab atau ilmu hisab merupakan padanan dari ilmu falak yakni salah satu cabang ilmu astronomi terapan yang membahas penentuan waktu ibadah dengan cara menghitung posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Penentuan awal bulan dan awal tahun dengan menggunakan ilmu hisab adalah sebagai alternatif dalam penentuan awal Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah 100. Ada dua metode hisab yang lazim digunakan, yaitu: a. Hisab Urfi Hisab `urfi digunakan untuk kepentingan kalender secara umum. Sistem perhitungan tanggal dengan metode hisab `urfi didasarkan kepada peredaran umur rata-rata bulan Qamariah mengelilingi bumi. Karenanya dapat diterapkan umur bulan secara rata-rata. Hisab urfi ini hanya 98 Sofia Hardani, loc. cit. 99 Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsiran Al-Qur`an, 1973), h. 102. 100 Syaugi Mubarak, Hisab-Rukyat Sebagai Metode Penetapan Awal Bulan Qomariyah (Kajian Atas Metode Penetapan Awal Puasa Dan Hari Raya Di Indonesia), Dimuat dalam Jurnal Al-Banjari Vol. 5, No. 9, (Banjarmasin: Fakultas Syari ah IAIN Antasari, 2007).

45 dipergunakan untuk penanggalan mu amalah secara internasional bukan untuk pelaksanaan ibadah secara syar i 101. Sistem hisab ini tidak berbeda dengan kalender Masehi. Bilangan hari pada tiap bulan berjumlah tetap kecuali pada tahun-tahun tertentu yang jumlahnya lebih panjang satu hari. Sistem hisab ini tidak dapat digunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah. Karena menurut sistem ini umur bulan Sya ban dan Ramadhan adalah tetap yaitu 29 hari untuk bulan Sya ban dan 30 hari untuk bulan Ramadhan 102. Perhitungan hisab urfi adalah berdasarkan perhitungan tradisional bahwa bulan mengelilingi bumi selama 345 11/30 hari yang dilakukan dengan memperhatikan: 1) Kalender kamariah akan berulang dengan siklus 30 tahunan. 2) Umur bulan kamariah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari. Tahun kabisat jatuh pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Jadi dalam siklus 30 tahunan akan terdapat 11 tahun kabisat (panjang) dan 19 tahun basithah (pendek). 101 Chairul Zain, Ensiklopedia Ilmu Falak Dan Rumus-Rumus Hisab Falak, (Medan: BHR Prov. Sumatera Utara, 2008), h. 3. 79. 102 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), cet. ke-3, h.

46 3) Cara menentukan tahun kabisat dilakukan dengan angka tahun dibagi 30, jika sisanya menunjukkan angka-angka tahun kabisat maka tahun tersebut adalah tahun kabisat 103. b. Hisab Hakiki Hisab hakiki digunakan untuk kepentingan keakuratan waktu dalam penentuan aal bulan Qamariyah, khususnya terkait dengan bulanbulan penting yang berkaitan dengan ibadah wajib umat Islam (Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah). Sistem perhitungan penentuan awal dan akhir bulan Qomariah melalui metode hisab hakiki didasarkan kepada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya, oleh sebab itu hisab hakiki lebih banyak diikuti. Menurut aliran ini, umur satu bulan Qamariah tidaklah beraturan antara 29 dan 30 hari, melainkan bisa saja berurutan antara 29 atau 30 hari dalam beberapa bulan Qamariah 104. Ada beberapa aliran dalam menetapkan awal bulan Qamariyah dengan menggunakan sistem hisab hakiki ini, yaitu: 1) Ijtima` sebelum fajar (al-ijtima` qabla al-fajr) Kriteria ini digunakan oleh mereka yang memiliki konsep hari dimulai sejak fajar, bukan sejak matahari terbenam. Menurut kriteria ini, apabila ijtima terjadi sebelum fajar bagi suatu negeri, maka saat sejak fajar itu adalah awal bulan baru, dan apabila ijtima terjadi 103 Latifah, Studi Analisis Metode Penentuan Awal Bulan Qamariah Syekh Muhammad Salman Jalil Arsyadi Al-Banjari dalam Kitab Mukhtashar Al- Awqat Fi Ilmi Al-Miqat, (Semarang: Skripsi Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Konsentrasi Ilmu Falak Fakultas Syari ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2011), h. 14. Diunduh dari http://eprints.walisongo.ac.id pada tanggal 15 Maret 2014. 104 Chairul Zen, op. cit, h. 3

47 sesudah fajar, maka hari itu adalah hari ke-30 bulan berjalan dan awal bulan baru bagi negeri tersebut adalah sejak fajar berikutnya. Faham seperti ini dianut oleh masyarakat Muslim di Libia 105. 2) Ijtima sebelum ghurub (al-ijtima qabla al-gurub). Kriteria ini menentukan bahwa apabila ijtima` terjadi sebelum matahari tenggelam, maka malam itu dan esok harinya adalah bulan baru, dan apabila ijtima` terjadi sesudah matahari terbenam, maka malam itu dan esok harinya adalah hari penggenap bulan berjalan, dan bulan baru dimulai lusa. Penganut hisab ini memulai hari sejak saat matahari terbenam, dan hisab ini tidak mempertimbangkan apakah pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk atau di bawah ufuk 106. 3) Bulan terbenam sesudah terbenamnya matahari (moonset after sunset) pada suatu negeri Menurut kriteria ini, apabila pada hari ke-29 bulan Qamariah berjalan, matahari terbenam pada suatu negeri lebih dahulu daripada bulan dan bulan lebih belakangan, maka malam itu dan esok harinya dipandang sebagai awal bulan baru bagi negeri itu, dan apabila matahari terbenam lebih kemudian dari bulan dan bulan lebih dahulu, maka malam itu dan esok harinya adalah hari-30 bulan kamariah 105 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), h. 21. 106 Ibid, h. 22

48 berjalan, dan bulan baru dimulai lusa. Dalam kriteria ini tidak dipertimbangkan apakah ijtima` sudah terjadi atau belum 107. 4) Imkan rukyat (visibilitas hilal) Menurut kriteria ini, bulan baru dimulai apabila pada sore hari ke-29 bulan kamariah berjalan saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk dengan ketinggian sedemikian rupa yang memungkinkannya untuk dapat dilihat. Para ahli tidak sepakat dalam menentukan berapa ketinggian bulan di atas ufuk untuk dapat dilihat dan ketiadaan kriteria yang pasti ini merupakan kelemahan kriteria bulan baru berdasarkan imkan rukyat 108. 5) Hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal Menurut kriteria ini bulan Qamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 bulan Qamariah berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu: a) Telah terjadi ijtima` b) Ijtima` terjadi sebelum matahari terbenam, dan c) Pada saat matahari terbenam, piringan atasnya bulan masih di atas ufuk. 107 Ibid., 108 Ibid, h. 23.

49 Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa 109. 2. Aliran Rukyat Kata rukyat merupakan isim masdar dari fi`il یرئ -رأ ى yang dalam hal ini berarti أبصر yaitu melihat 110. Metode Rukyat disini adalah rukyat yang dilakukan langsung dengan menyaksikan hilal sesaat setelah matahari terbenam disebut juga dengan istilah observasi atau mengamati benda-benda langit yang dalam hal ini dikhususkan untuk melihat hilal. Kegiatan ini dilakukan menjelang awal bulan kamariah karena untuk menetapkan jatuhnya bulan baru, harus dengan kesaksian terlihatnya hilal di atas ufuk, apabila hilal tidak terlihat maka jumlah bulan di-istikmal-kan menjadi 30 hari 111. Rukyat adalah observasi berupa metode ilmiah yang akurat, terbukti dengan berkembangnya ilmu falak pada zaman keemasan Islam. Para ahli falak terdahulu melakukan pengamatan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan hingga menghasilkan zij-zij (tabel-tabel astronomis) yang sampai saat ini menjadi rujukan dalam mempelajari ilmu falak, seperti Zij Al- Jadid karya Ibn Shatir (1306 M/706 H) dan Zij Jadidi Sultani karya Ulugh Beg (1394 1449 M/ 797 853 H), kemudian kagiatan observasi juga dilakukan 109 Ibid, h. 23-24. 110 Muhammad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), cet ke-14, h. 460. 111 Latifah, op. cit, h. 43.

50 oleh Galileo Galilei (1564 1642 M/ 972 1052 H) sebagai sarana untuk membuktikan suatu kebenaran 112. Ada banyak perbedaan yang terjadi dalam proses penetapan awal bulan Qamariah di Indonesia, hal ini disebabkan adanya beberapa aliran yang menggunakan berbagai macam metode dalam penentuannya. Umumnya, ada dua sistem rukyat yang dipegang oleh para ahli falak dalam menentukan jatuhnya awal bulan Qamariah, yaitu: a. Sistem Ijtima` Untuk golongan yang menggunakan sistem ijtima` ada beberapa aliran, antara lain: 1) Ijtima` Qabla al-ghurub adalah ketentuan jatuhnya awal bulan Qamariah apabila ijtima` atau konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam, tanpa mempertimbangkan hilal tampak secara visual atau tidak. 2) Ijtima` Qabla al-fajr adalah kriteria yang menetapkan jatuhnya awal bulan kamariah ketika ijtima` atau konjungsi terjadi sebelum fajar, sistem ini juga tidak mempertimbangkan penampakan hilal secara visual atau tidak. 3) Ijtima` Qabla al-zawal yaitu golongan yang menyatakan jatuhnya bulan baru apabila ijtima` terjadi sebelum zawal (tergelincir matahari) 113. 112 Susiknan Azhari, op. cit, h. 129-130. 113 Latifah, op. cit, h. 44

51 Dari golongan-golongan tersebut yang paling banyak di pegang oleh ulama adalah ijtima` qoblal ghurub dan ijtima` qobla al-fajri. Sedangkan golongan yang lain tidak banyak di kenal secara luas oleh masyarakat 114. b. Sistem Posisi Hilal Selain golongan yang berpedoman pada posisi ijtima` ada juga golongan yang berpedoman pada posisi hilal yaitu: 1) Golongan yang menyatakan bahwa jatuhnya bulan baru apabila posisi hilal berada di atas ufuk hakiki/ true horizon. 2) Golongan yang menyatakan jatuhnya bulan baru apabila posisi hilal di atas ufuk mar i/ visible horizon yaitu ufuk hakiki dengan koreksi kerendahan ufuk, refraksi, semi diameter, dan parallax. 3) Golongan yang berpegang kepada imkan ar-rukyat, yaitu golongan yang menyatakan bahwa jatuhnya awal bulan kamariah apabila posisi hilal pada saat matahari terbenam berada pada ketinggian tertentu sehingga memungkinkan untuk dirukyat 115. C. Konsep Matla` dalam Penetapan Awal Bulan Qamariyah Kata matla berasal dari lafadz مطلع yang artinya tempat terbit 116. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata matla berarti daerah 114 Ibid., 115 Ibid., h. 45 116 Muhammad Warson Munawwir, op. cit, h. 861

52 tempat terbit matahari, terbit fajar maupun terbit bulan 117. Sementara itu, jika dikaitkan dengan kalender Hijriyah, matla mengarah kepada konsep geografis keberlakuan rukyat. Terkait dengan keterjangkauan berlakunya rukyat ini, muncul perbedaan pendapat dikalangan ulama. Jumhur ulama (Imam Hanafi, Imam Maliki dan Imam Hanbali) berpegang pada kesatuan matla dan berpendapat bahwa ru yat al-hilal berlaku untuk semua wilayah baik yang dekat maupun yang jauh. Hilal yang terlihat disuatu daerah tertentu, maka seluruh daerah yang lain (dekat maupun jauh) wajib berpuasa dengan mengikuti hasil rukyat daerah tersebut 118. Dalil yang digunakan sebagai landasan adalah hadis Rasul dari Abu Hurairah ra sebagai berikut: 119 ص وم وا ل ر ؤ ی ت ھ و أ ف ط ر وا ل ر ؤ ی ت ھ ف ا ن غ ب ي ع ل ی ك م ف ا ك م ل وا ع دة ش ع ب ان ث لا ث ی ن berpuasalah kalian karena telah melihat hilal Ramadhan dan akhirilah puasa kalian jika telah melihat hilal Syawal. Jika kalian tidak bisa melihatnya lantaran cuaca mendung, lengkapkanlah bilangan bulan Sya`ban menjadi 30 hari. Hadis di atas menunjukkan bahwa kewajiban puasa atas semua kaum muslimin itu bergantung pada rukyah secara mutlak dan perintah yang mutlak itu berlaku sesuai dengan kemutlakannya 120. Sementara itu pendapat lain dikemukakan oleh Imam Syafi i yang berpegang pada perbedaan matla dan berpendapat bahwa hilal yang dilihat di suatu daerah, maka ketentuan hukumnya berlaku untuk daerah tersebut dan daerah 117 Ebta Setiawan, Program Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2010) 118 Wahbah az-zuhiaili, al-fiqh al-islami wa Adillatuhu, juz. 2, (Syiria: Dar al-fikr, 1985), h. 605-606. Lihat Juga Abdurrahman al-jaziri, loc.cit. 119 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shohih Muslim, Jilid I, (Beirut: Dar al Fikr, tt), h. 482. 120 Ibid., h. 608-609

53 yang terdekat (berada dalam satu matla ) sehingga tidak berlaku untuk daerah yang jauh (berbeda matla ) 121. Hal ini di kenal dengan sebutan iktilaf matla`122. Namun kemudian, kelompok yang memegang ikhtilaf matla terpecah lagi kepada beberapa perbedaan pendapat. Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai pemberlakuan konsep matla, kelompok pertama menyatakan bahwa konsep matla hanya berlaku bagi wilayah yang berada di dekat dengan tempat rukyat, maksudnya adalah wilayah yang berada dekat dengan tempat rukyat harus (lazim) mengikuti hasil rukyat, sedangkan wilayah yang berada jauh dari tempat rukyat tidak dapat mengikuti hasil rukyat, contoh dari kelompok pertama ini adalah tidak berlakunya hasil rukyat wilayah Hijaz untuk diberlakukan di wilayah Irak, sedangkan hasil rukyat wilayah Kuffah dapat dijadikan pedoman bagi wilayah Baghdad 123. Kelompok kedua menyatakan kebalikannya, yakni konsep matla dapat diterapkan pada wilayah yang berjauhan. Batasan jauh yang dimaksud dalam pendapat kelompok kedua terkandung dua pengertian. Pertama, batasan jauh adalah perjalanan yang jaraknya memperbolehkan meng-qashar shalat. 121 Pendapat ini menyatakan bahwa bila satu kawasan melihat bulan, maka daerah dengan lingkungan 24 farsakh (sekitar 133 km) dari pusat rukyah boleh mengikuti hasil rukyah daerah tersebut, sedangkan daerah di luar radius itu boleh melakukan rukyah sendiri, dan tidak harus mengikuti hasil rukyah daerah tadi. Lihat Abdurahman al-jaziri, al-fiqh Ala al-mazahib al-arba ah, (Beirut: Dar al-fikr, 1995), h. 550. 1996), h. 679. 122 Lihat dalam Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 123 Lihat selengkapnya dalam Muhammad bin Abi al-abbas, Nihayatu al-muhtaj, (Daar al-kutub al- Ilmiyah, tt), h. 155-156.

54 Sedangkan batasan jauh yang kedua adalah adanya perbedaan matla antara dua wilayah 124. Pendapat kelompok yang kedua memiliki maksud bahwa apabila dua jarak wilayah dapat menyebabkan kebolehan qashar, selama tidak memiliki perbedaan matla dapat mengikuti keputusan rukyah dari wilayah yang telah tampak hilalnya. Sebaliknya, apabila wilayah tersebut memiliki jarak yang memiliki kebolehan meng-qashar shalat namun memiliki perbedaan matla, maka konsep kesamaan matla tidak dapat diberlakukan 125. Selain kedua pendapat di atas, ada dasar hukum penetapan matla yang lain yang bersumber dari atsar (perkataan sahabat) sebagai berikut: ع ن ك ر ی ب أ ن أ م ال ف ض ل ب ن ت ال ح ار ث ب ع ث ت ھ إ ل ى م ع او ی ة ب ال شام ق ال ف ق د م ت ال شا م ف ق ض ی ت ح اج ت ھ ا و اس ت ھ ل ع ل ى ر م ض ان و أ ن ا ب ال شام ف ر أ ی ت ال ھ لا ل ل ی ل ة ال ج م ع ة ث م ق د م ت ال م د ین ة ف ى آخ ر ال شھ ر ف س ا ل ن ى ع ب د الله ب ن ع ب اس رضى الله عنھما ث م ذ ك ر ال ھ لا ل ف ق ا ل م ت ى ر أ ی ت م ال ھ لا ل ف ق ل ت ر أ ی ن اه ل ی ل ة ال ج م ع ة. ف ق ال أ ن ت ر أ ی ت ھ ف ق ل ت ن ع م و ر آه الن ا س و ص ام وا و ص ام م ع او ی ة. ف ق ال ل ك ن ا ر أ ی ن اه ل ی ل ة ال سب ت ف لا ن ز ال ن ص وم ح ت ى ن ك م ل ث لا ث ین أ و ن ر اه. ف ق ل ت أ و لا ت ك ت ف ى ب ر ؤ ی ة م ع او ی ة و ص ی ام ھ ف ق ال لا ھ ك ذ ا أ م ر ن ا ر س ول الله 126 صلى الله علیھ وسلم Dari Kuraib, bahwa Ummul Fadhl binti Al-Harits mengutusnya kepada Mu wiyah di Syam, Kuraib berkata: Ketika sampai di Syam saya segera menunaikan pesan-pesan Ummul Fadhl. Kemudian muncullah hilal bulan Ramadan sementara saya masih berada di Syam dan saya melihatnya pada malam Jum at, kemudian saya kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadan. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepada saya tentang hilal Ramadhan: kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab: kami melihatnya pada malam Jum at. Ibnu Abbas bertanya: apakah kamu melihatnya? Saya katakan: Ya, dan kaum muslimin juga melihatnya, kemudian mereka memulai puasa dan Mu awiyah juga berpuasa. Lalu Ibnu Abbas berkata: kami melihatnya pada malam Sabtu, maka kami akan melanjutkan puasa 124 Ibid, h. 156 125 Muhammad Syarif Hidayat, op. cit, h. 35 126 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, op. cit, h. 211

55 sampai tiga puluh hari atau kami melihat hilal. Saya katakan kepada beliau: apakah tidak mencukupkan dengan ru yah dan puasa Mua wiyah? Jawab beliau: Tidak, demikianlah Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami. (HR. Muslim). Dari atsar tersebut, terdapat perbedaan konsep matla dengan kedua konsep matla di atas. Sekilas memang memiliki kesamaan dengan pendapat kelompok yang pertama, yakni dengan adanya kemungkinan untuk menerapkan konsep matla untuk wilayah yang berdekatan dengan tempat rukyah. Namun demikian, dalam atsar tersebut dijelaskan bahwa Ibnu Abbas tetap melanjutkan puasa dan tidak mengikuti hasil rukyah di Madinah, padahal jarak antara Syam dan Madinah dekat dan tidak sampai meng-qashar shalat. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tidak semua fuqaha menerima dan menerapkan konsep matla sebagai ketetapan untuk wilayah yang berdekatan. Dalam istilah lain, konsep matla yang terkandunng dalam atsar di atas adalah penerapan hasil rukyah yang diterapkan untuk wilayah yang melakukan rukyah. Sedangkan wilayah lain, meskipun berada di dekat wilayah yang melihat rukyah tidak harus mengikuti ketetapan hasil rukyah 127. Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat karakteristik matla sebagai berikut: 1. Konsep matla yang diterapkan pada wilayah yang letaknya saling berdekatan dengan tempat rukyah 2. Konsep matla yang diterapkan pada wilayah yang berbeda dengan batasan perbedaan waktu qashar shalat. Selain batasan waktu qashar, syarat 127 Muhammad Syarif Hidayat, op. cit, h. 36

56 pemberlakuan ini juga didasarkan pada tidak adanya perbedaan konsep matla antara kedua daerah tersebut. 3. Konsep matla yang diberlakukan hanya untuk daerah yang melihat hilal (rukyah), sedangkan daerah lain meskipun berjarak dekat tidak menenerapkan hasil hilal tersebut. D. Konsep Garis Batas Wujudul Hilal dalam Penetapan Awal Bulan Qamariyah Permasalahan garis tanggal (garis batas), baik dalam sistem penanggalan Miladiah maupun Hijriyah dipicu oleh perkembangan teknologi. Jika kita tengok sejarah, sebelum abad 15 M tidak ada permasalahan tentang garis tanggal ini. Permasalahan timbul ketika manusia mengenal teknologi perkapalan, sehingga mampu mengelilingi dunia, barulah kemudian disadari perlunya menentukan garis tanggal. Demikian juga dengan penanggalan Hijriyah, perkembangan teknologi komunikasi membuat perbedaan penentuan garis tanggal (gar is batas wujudul hilal) yang sebelumnya tidak dipermasalahkan, kini menjadi masalah 128. Garis batas wujudul hilal tersebut muncul sebagai akibat dari adanya tempat-tempat yang mengalami terbenamnya matahari dan bulan pada saat yang bersamaan, sehingga apabila tempat-tempat itu dihubungkan maka akan terbentu sebuah garis batas yang disebut garis batas wujudul hilal, di mana pada bagian timur garis tersebut hilal belum wujud sementara di bagian baratnya hilal telah 128 Khafid, Garis Tanggal International, Antara Penanggalan Miladiah Dan Hijriyah, Makalah yang disampaikan pada acara Musyawarah Nasional Penyatuan Kalender Hijriyah (Jakarta: Departemen Agama, 2005), h. 1. Diunduh dari http://eprints.walisongo.ac.id pada tanggal 16 September 2013.

ھ ف ھ 57 wujud, yang akhirnya menyebabkan perbedaan dimulainya bulan baru antara wilayah yang sudah wujud hilal dan yang belum wujud hilal 129. Permasalahan garis batas wujudul hilal ini, menurut Saadoeddin Djambek dapat dipecahkan dengan cara membelokkan garis batas tanggal itu ke barat, daerah barat garis batas yang mungkin bisa melihat bulan ( hilal wujud), kita anggap tidak dapat melihatnya (dianggap hilal tidak wujud), sementara daerah timur garis batas yang tidak mungkin melihat bulan (hilal tidak wujud), kita anggap juga tidak melihatnya. hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW: 130 ر ؤی ت روا ل ط وأ ر ؤی ت ص و موا ل Berpuasalah kamu sesudah melihat hilal dan berbukalah kamu sesudah melihat hilal. Sementara itu, Sriyatin Shadiq al-falaki menyebutkan beberapa teori lagi dalam menghadapi permasalahan garis batas wujudul hilal ini (garis batas wujudul hilal membelah wilayah Indonesia), yaitu: 1. Teori Saadoeddin Djambek yang sudah diuraikan sebelumnya. 2. Teori Sriyatin Shadiq yang menyatakan bahwa permasalahan garis batas wujudul hilal ini dapat diselesaikan dengan menganggap seluruh wilayah Indonesia belum wujud hilal/ hilal masih di bawah ufuk sehingga umur bulan istikmal 30 hari. 3. Teori Muhammad Muslih Husen yang menyatakan bahwa mesti melakukan hisab hakiki tinggi hilal di seluruh wilayah indonesia, maka selanjutnya awal bulan akan mengikut kepada daerah mana yang 129 Ahmad Izzuddin, op. cit, h. 125. 130 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, op. cit. h. 482.

58 terbanyak, apakah daerah yang hillanya telah wujud atau daerah yang hilalnya belum wujud. 4. Menunggu laporan rukyat atau apabila tinggi hilal belum imkanur rukyat, berarti umur bulan istikmal (disempurnakan) 30 hari 131. 131 Sriyatin Shadiq, Aplikasi Teknologi Informasi dalam Hisab Muhammadiyah, makalah disampaikan pada acara Musyawarah Ahli Hisab Muhammadiyah Seluruh Indonesia, (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2006), h. 9.