BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS), merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Penyakit ini dilaporkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Pada akhir tahun 2010, sekitar 34 juta orang diperkirakan hidup dengan HIV/AIDS di seluruh dunia, termasuk 3,4 juta anak yang berumur kurang dari 15 tahun. Ada 2,7 juta infeksi baru HIV pada tahun 2010. Perkiraan jumlah remaja yang hidup dengan HIV/AIDS meningkat dari 110.000 pada tahun 2001 menjadi 180.000 pada tahun 2010. Jumlah anak yang meninggal berkisar antara 15.000 17.000 dalam dekade terakhir ini (UNAIDS, 2011). Kasus HIV/AIDS di negara berkembang sungguh sangat mengerikan karena kasusnya mengalami kenaikan yang luar biasa yang mempengaruhi angka kesakitan dan kematian pada penduduk usia produktif. Dan hal ini berdampak sangat buruk terhadap pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa. Epidemi HIV yang bersifat multidimensi, sudah meningkat sampai pada tingkat terkonsentrasi, dimana prevalensi HIV sudah melampaui angka 5% pada populasi kunci yang rawan tertular HIV yaitu wanita pekerja seks, pengguna narkoba suntik, warga binaan lembaga pemasyarakatan, dan homoseksual (Kemenkes RI, 2012a). Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi yang berkembang cepat, sejak pertama kali ditemukan di Bali pada tahun 1987. Sampai dengan tahun 2011, kasus HIV/AIDS tersebar di 368 dari 498 kabupaten atau kota di Indonesia. Kasus terbanyak terdapat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Riau. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan tahun 2011 sebanyak 76.879 kasus, sedangkan kasus AIDS sebanyak 29.789 kasus (Kemenkes RI, 2012a). 1
Kementerian Kesehatan memperkirakan, Indonesia pada tahun 2014 akan mempunyai hampir 3 kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dibandingkan pada tahun 2008 (dari 277.700 orang menjadi 813.720 orang). Ini dapat terjadi bila tidak ada upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang bermakna dalam kurun waktu tersebut (KPAN, 2010). Persentase kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun sebesar 40,42%, umur 30-39 tahun sebesar 35% dan umur 40-49 tahun sebesar 12,5%. Kasus AIDS bergeser ke kelompok umur yang lebih muda, dengan 2 penyebab utama penularan, yakni: melalui hubungan seks dan jarum suntik di antara pengguna narkoba. Kelompok umur kasus AIDS tertinggi adalah kelompok umur 20-29 tahun dan 30-39 tahun, dengan usia terendah adalah 20 dan 29 tahun. Ini berarti jika sejak terinfeksi sampai masuk kondisi AIDS lamanya 5 tahun, maka usia terendah saat terinfeksi sekitar 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2012b). Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang mengalami peningkatan kejadian kasus HIV/AIDS. Data kasus AIDS pada tahun 2010 tercatat sebanyak 13 kasus, tahun 2011 naik 19 kasus dan tahun 2012 kembali naik menjadi 29 kasus. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus AIDS sebanyak 83 kasus dengan 54 kematian. Dari penularan HIV/AIDS tersebut, sebanyak 13% karena jarum suntik narkoba, 9% penularan lewat ibu hamil, dan 71% lewat pekerja seks komersial atau berganti-ganti pasangan (Dinkes Kab. Wonogiri, 2012a). Berita Harian Solo Pos (2012) memberitakan bahwa Kabupaten Wonogiri perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap HIV/AIDS. Pasalnya, Kabupaten Wonogiri terkenal sebagai kantong kaum perantau, warga urban yang memiliki mobilitas tinggi, termasuk berisiko terjangkiti penyakit HIV/AIDS. Penduduk Wonogiri yang diketahui menderita HIV/AIDS rata-rata tertular virus tersebut ketika berada di luar daerah. Menurut Trubus dan Nuriadi (2009), mobilitas penduduk yang tinggi akan meningkatkan kemampuan daya beli dan diikuti dengan meningkatnya jumlah hubungan seks di luar nikah. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kabupaten Wonogiri tahun 2010 menyatakan baru 14,45% penduduk umur 15 24 tahun yang memiliki pengetahuan 2
yang benar dan komprehensif tentang HIV/AIDS. Sementara itu, hasil survei tentang pengetahuan remaja terhadap penyakit HIV/AIDS dan pencegahannya dalam rangka pencapaian tujuan Milenium Development Goal s (MDGs) yang dilakukan bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri terhadap siswa SMP di Kabupaten Wonogiri di tahun 2011 sebesar 41,28% dan tahun 2012 sebesar 43,12%. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaiannya masih jauh dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar 95% dari tujuan MDGs sampai dengan tahun 2015 (Bappenas, 2010). Kurangnya pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS, juga dibuktikan oleh penelitian Nichols et al. (2009), yang menyatakan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku siswa kurang baik mengenai HIV/AIDS, meskipun mereka menyadari bahwa penyakit ini menyebabkan kematian. Coates et al. (2009) juga menyatakan bahwa pengetahuan mengenai pencegahan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS masih bercampur antara pengetahuan yang benar dan mitos yang salah. Di Kabupaten Wonogiri terdapat 862 SD/MI, 132 SMP dan 21 SMU dengan jumlah siswa sebanyak 838.233 atau sekitar 66,9% dari jumlah penduduk. Hal ini merupakan potensi yang cukup besar jika dapat diberdayakan dalam program pencegahan HIV/AIDS, dengan meningkatkan pengetahuan remaja yang komprehensif tentang HIV/AIDS. Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan dan kedudukan yang strategis dalam upaya promosi kesehatan. Banyaknya waktu yang dihabiskan remaja di sekolah akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Pembelajaran di sekolah dapat dijadikan sarana untuk membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan dalam melindungi diri dari infeksi HIV/AIDS. Berbagai masalah dan risiko kesehatan yang dihadapi remaja, salah satunya disebabkan karena kurangnya akses informasi pendidikan kesehatan, sehingga potensi tertular HIV/AIDS semakin tinggi. Promosi kesehatan yang diberikan pada remaja dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS, sehingga risiko penularan HIV/AIDS saat ini dan di masa mendatang dapat dikurangi. Salah satu upaya promosi kesehatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan media promosi kesehatan, seperti yang dikemukakan oleh Egger et al. (2000) 3
bahwa melalui media promosi kesehatan mampu mempengaruhi individu, kelompok, dan masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit. Penggunaan media promosi kesehatan selama ini kurang efektif dalam meningkatkan perubahan. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Krahe et al. (2005), yang menyatakan bahwa pemberian media leaflet tidak mengakibatkan perubahan kognitif yang signifikan dalam penggunaan kondom. Sementara itu penelitian Muhammad (2011) menyatakan bahwa promosi kesehatan dengan layanan pesan pendek dan leaflet tidak lebih efektif dibandingkan dengan ceramah dan tanya jawab dalam meningkatkan pengetahuan dan intensi tentang kesiapsiagaan bencana. Penggunaan media promosi kesehatan, agar dapat bermanfaat secara optimal, perlu dipilih media yang tepat ditinjau dari segi biaya, pembaruan, dukungan, dan teknologi. Buku tulis merupakan media yang tepat karena memenuhi unsur-unsur tersebut. Buku tulis mudah diakses oleh semua kalangan, tidak memerlukan media lain untuk mengaksesnya, sehingga biaya pengadaannya menjadi lebih murah (Waluyanto, 2005). Buku tulis juga merupakan salah satu sarana visual yang dekat dengan keseharian pelajar, karena selalu digunakan untuk kegiatan belajar, baik di rumah maupun di sekolah, sehingga buku tulis merupakan komunikasi yang dapat diulang-ulang untuk pemahamannya. Sesuatu yang diulang-ulang cenderung lebih tertanam pada jiwa manusia (Sanyoto, 2006). Selama ini, sampul buku tulis yang secara tidak langsung menjadi sarana untuk belajar, disain-disainnya kurang memberikan kontribusi yang edukatif. Sebagian besar sampul buku tulis bergambarkan kartun-kartun biasa yang lucu, gambar binatang, gambar bunga, tokoh film, olahragawan, dan bahkan beberapa bergambar foto artis yang bersifat promotif. Seharusnya sampul buku tulis merupakan sarana untuk mengembangkan daya imajinasi dan sarana edukasi yang efektif bagi para pelajar (Rujito dkk., 2011). Perlu upaya promosi kesehatan yang tepat bagi remaja, untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS. Salah satu upaya promosi kesehatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP. 4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan remaja yang komprehensif tentang HIV/AIDS di Kabupaten Wonogiri. Kurangnya pengetahuan ini perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari banyak pihak, sehingga perlu dilakukan upaya promosi kesehatan dengan sasaran remaja dan didukung menggunakan media sebagai penunjang. Penggunaan dan pemilihan sampul buku tulis sebagai media promosi kesehatan adalah untuk memperlancar pesan yang akan disampaikan sehingga akan terjadi proses pengulangan informasi karena dapat dibaca, dipelajari dan dikaji ulang setiap saat. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengembangan media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP di Kabupaten Wonogiri? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengembangkan media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP di Kabupaten Wonogiri. 2. Tujuan khusus a. Mengkaji masalah pengembangan media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP di Kabupaten Wonogiri. b. Mengkaji disain media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP di Kabupaten Wonogiri. c. Mengkaji faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP di Kabupaten Wonogiri. d. Mengkaji respon terhadap penggunaan media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP di Kabupaten Wonogiri. 5
D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan media promosi kesehatan HIV/AIDS bagi siswa SMP, dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi studi lebih lanjut bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian serupa. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan instansi-instansi yang terkait dalam upaya pengendalian penyakit HIV/AIDS di Provinsi Jawa Tengah, dan khususnya di Kabupaten Wonogiri. Bahan masukan yang dapat disampaikan adalah informasi untuk merancang suatu kebijakan yang berhubungan dengan penanggulangan HIV/AIDS, serta kajian media promosi kesehatan yang sesuai untuk kalangan remaja dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi yang ada, belum ada penelitian tentang pengembangan media promosi kesehatan pencegahan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis bagi siswa-siswa SMP. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan selama ini. Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam bentuk pengembangan media promosi kesehatan yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain : 1. Suiraoka (2003), melakukan penelitian mengenai pengembangan media promosi kesehatan pencegahan GAKY pada anak SD di daerah endemik di Provinsi Bali. Media yang dikembangkan berupa leaflet, booklet dan buku cerita bergambar. Subjek penelitian adalah anak SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi, saluran dan media promosi kesehatan yang cocok adalah media yang banyak ilustrasi gambar seperti leaflet, booklet dan buku cerita bergambar. 2. Gozali (2004), melakukan penelitian mengenai pengembangan media promosi kesehatan sebagai upaya pencegahan perilaku minum tuak, studi kasus di Kecamatan Buleleng, Singaraja, Bali. Media yang dikembangkan berupa tape 6
recorder. Subjek penelitian adalah siswa SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tape recorder dapat digunakan sebagai media promosi kesehatan. 3. Suweni (2006), melakukan penelitian mengenai pengembangan folder sebagai alat bantu pendidikan kesehatan untuk mencegah perilaku minum alkohol di SMA Advent Kecamatan Manokwari. Media yang dikembangkan berupa folder. Subjek penelitian adalah siswa SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa folder sebagai alat bantu pendidikan merupakan media yang tepat dalam pencegahan minum alkohol. 4. Ariyani (2009), melakukan penelitian mengenai buku cerita bergambar sebagai media promosi kesehatan untuk prevensi dini kekerasan seksual pada siswa SD di Kota Yogyakarta. Medianya dengan menggunakan buku cerita bergambar. Subjek penelitian siswa SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SD dapat menerima dan memahami isi pesan kekerasan seksual anak melalui media buku cerita bergambar. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan media promosi kesehatan HIV/AIDS dalam bentuk sampul buku tulis. Media yang dikembangkan berupa sampul buku tulis, dengan subjek penelitian siswa-siswa SMP. Lokasi penelitian di Kabupaten Wonogiri, dengan mengambil tema penelitian tentang HIV/AIDS. 7