Pengaruh jumlah haluan pipa paralel pada kolektor surya plat datar absorber batu kerikil terhadap laju perpindahan panas

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH JUMLAH PIPA TERHADAP LAJU PELEPASAN KALOR PADA KOLEKTOR SURYA ABSORBER BATU GRANIT

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

EFEKTIFITAS KOLEKTOR ENERGI SURYA PADA KONFIGURASI PARALEL- SERPENTINE

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGARUH SUSUNAN PIPA LALUAN TERHADAP PEMANFAATAN KALOR PADA KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR ABSORBER GRANITE

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

PEMBUATAN KOLEKTOR PELAT DATAR SEBAGAI PEMANAS AIR ENERGI SURYA DENGAN JUMLAH PENUTUP SATU LAPIS DAN DUA LAPIS

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

PENGARUH BESAR LAJU ALIRAN AIR TERHADAP SUHU YANG DIHASILKAN PADA PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN PIPA TEMBAGA MELINGKAR

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eddy Elfiano 1, M. Natsir Darin 2, M. Nizar 3

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TUGAS AKHIR EKSPERIMEN HEAT TRANSFER PADA DEHUMIDIFIER DENGAN AIR DAN COOLANT UNTUK MENURUNKAN KELEMBABAN UDARA PADA RUANG PENGHANGAT

STUDI PERFORMANSI ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR STUDY OF WATER HEATER PERFORMANCE USING FLAT PLAT SOLAR COLLECTOR

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL

PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

Analisa Pengaruh Konfigurasi Pipa Pemanas Air Surya Terhadap Efisiensi

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Konfigurasi Pipa Paralel dan Unjuk Kerja Kolektor Surya Plat Datar

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

RANCANG BANGUN ALAT PENGUMPUL PANAS ENERGI MATAHARI DENGAN SISTEM TERMOSIFON [DESIGN OF SOLAR THERMAL COLLECTOR TOOL WITH THERMOSIFON SYSTEM]

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi

collectors water heater menggunakan

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

Studi Alat Destilasi Surya Tipe Basin Tunggal Menggunakan Kolektor Pemanas

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari,

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan


Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

PENENTUAN EFISIENSI KOLEKTOR PELAT DATAR DENGAN PENUTUP KACA PADA SISTEM PEMANAS AIR SURYA

STUDI KINERJA SOLAR WATER HEATER DOUBLE PLATE DENGAN ALIRAN ZIG-ZAG BERALUR BALOK

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

PRESTASI SISTEM DESALINASI TENAGA SURYA MENGGUNAKAN BERBAGAI TIPE KACA PENUTUP MIRING

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA PEMANAS AIR TENAGA SURYA TIPE PLAT DATAR DENGAN SISTEM SINGLE DAN DOUBLE CUTOFF

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

PENGARUH KECEPATAN FLUIDA TERHADAP EFISIENSI TERMAL PADA KOLEKTOR PANAS MATAHARI PLAT DATAR ALIRAN PARALEL

KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR DENGAN VARIASI JARAK (KAJIAN PUSTAKA)

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

KONFIGURASI SERPENTINE-PARALEL DAN PARALEL-SERPENTINE PADA PIPA FLUIDA PEMANAS AIR SURYA SISTEM THERMOSIPHON

Heat Energy Harvesting untuk Sumber Listrik DC Skala Kecil

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

PENGARUH BENTUK PLAT KOLEKTOR MATAHARI TERHADAP PRODUKSI KONDENSAT

ANALISA KOMPONEN KOLEKTOR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI TENAGA SURYA DENGAN VARIASI SUDUT KOLEKTOR 0 0 DAN 30 0

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PENGARUH PELAT PENYERAP GANDA MODEL GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN REFLECTOR TERHADAP KINERJA SOLAR WATER HEATER SEDERHANA Ismail N.

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

Transkripsi:

Dinamika Teknik Mesin 6 (2016) 127-133 Pengaruh jumlah haluan pipa paralel pada kolektor surya plat datar absorber batu kerikil terhadap laju perpindahan panas M. Wirawan*, R. Kurniawan, Mirmanto Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jln. Majapahit No. 62 Mataram Nusa Tenggara Barat Kode Pos : 83125, Telp. (0370) 636087; 636126; ext 128 Fax (0370) 636087. *Email: wwiralo@yahoo.ac.id ARTICLE INFO ABSTRACT Article History: Received 14 September 2016 Accepted 15 November 2016 Available online 30 December 2016 Keywords: Solar collector Absorber Renewable energy Collector performance Recently the use of energy increases. It leads to the energy crisis. Therefore, it is important to promote alternative energy (renewable energy). One of renewable energies, which is potential in Indonesia, is solar enrgy. Solar energy can be harvested using a solar collector. This device can collect or absorb solar radiation and convert it to thermal energy. In this study, two identical collectors are used. One collector consists of 7 pipes and the other comprises 9 pipes. The overall dimension of the collector is 100 cm x 80 cm x 10 cm and the absorber of the collector is made of gravels with a mesh size of 9.5-12.5 mm. The collectors are placed with a slope of 15 o facing to North. The volumetric rates of water used in the experiments are 300 cc / min, 350 cc / min and 400 cc / min. The results show that the collector with 9 pipes is better than that with 7 pipes. PENDAHULUAN Minyak bumi merupakan energi fosil yang saat ini masih menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan energi dunia khususnya indonesia. Padahal apabila energi ini digunakan secara terus menerus maka akan habis karena ketersediaanya sangat terbatas dan terus menipis. Upaya upaya pencarian sumber energi alternatif sebagai pengganti energi fosil menyemangati para peneliti di berbagai negara untuk mencari energi lain yang dikenal sekarang dengan istilah energi terbarukan ( renewable energy). Energi terbarukan dapat didefinisikan sebagai energi yang sangat cepat dapat diproduksi kembali melalui proses alam. Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya dengan potensi sumber daya alamnya terutama energi, baik yang berasal dari hasil tambang, air, udara dan matahari. Khusus untuk energi yang memanfaatkan radiasi matahari atau yang sering dikenal dengan energi surya. Energi ini di Indonesia sangat berpotensi karena indonesia sendiri adalah negara yang terletak digaris khatulistiwa dimana matahari bersinar sepanjang tahun. Indonesia merupakan negara yang memiliki intensitas matahari yang berlimpah, yaitu rata-rata 4,8 kwh/m 2 (Efendi dkk, 2015). Kolektor surya adalah sistem pengumpul radiasi surya yang dikonversikan dalam bentuk panas oleh absorber. Panjang gelombang radiasi surya yang dapat diserap adalah 0,29 2,5 µm (Rosa, 2007). Hasil penelitian Saputra (2015) terhadap jumlah pipa pada kolektor surya plat datar dengan absorber batu granit memperlihatkan bahwa jumlah pipa sangat berpengaruh terhadap laju perpindahan panas pada kolektor. Jumlah pipa yang lebih banyak (pada pen elitian ini) memiliki 127

luasan perpindahan panas yang besar. Sehingga laju perpindahan kalor pada jumlah pipa 7 lebih besar dari pada jumlah pipa 5. Energi yang digunakan Q use pada penelitian ini yang paling tinggi terjadi pada jam 13.00 dengan debit 300 pada pipa haluan 7 sebesar 600 Watt. Pada penelitian Wilis dan Santosa (2014) yang berjudul Variasi Sudut Kemiringan Kolektor Surya Solar Water Heater tentang pengaruh variasi sudut kemiringan pada kolektor surya dengan variasi 20 o dan 15 o terhadap efisiensi kolektor surya pelat datar. Menunjukkan bahwa efisiensi tertinggi adalah pada waktu alat di setting pada kemiringan 15 o, pada kelembaban udara, diambil pada jam 12.00-13.00 WIB yaitu sebesar 85,14 %. Hasil penelitian Asri (2015) tentang pengaruh penggunaan absorber batu krikil dengan ukuran mesh 4,75-6,3 mm, dan batu kerikil dengan ukuran mesh 9,5-12,5 mm pada kolektor surya pelat datar. Menunjukan bahwa penggunaan batu kerikil ukuran mesh 9,5-12,5 mm sebagai absorber lebih bagus dalam menyerap kalor dibandingkan dengan batu kerikil dengan ukuran mesh 4,75-6,3 mm. Energi yang masuk didalam kolektor dapat didefinisikan sebagai besarnya intensitas radiasi matahari dikalikan dengan besarnya luasan yang terkena intensitas radiasi matahari tersebut. Sehingga kalor yang diterima oleh kolektor dapat dirumuskan sebagai berikut : Q I A (1) in T c dengan Q in adalah laju aliran kalor yang masuk kolektor (W), I T adalah intensitas radiasi matahari (W/m²) dan A c adalah luasan kolektor (m²). Panas yang diserap oleh air, Q use, di dalam kolektor adalah merupakan fungsi laju aliran massa, kapasitas panas air pada tekanan konstan, T i dan T o. T i dan T o adalah suhu air masuk dan suhu air keluar ( C). Q use dapat diestimasi sebagai berikut (Holman, 1998): Q use p o i mc T T (2) dimana m adalah laju aliran massa (kg/s), c p adalah panas jenis air (J/kg K). Radiasi matahari yang mengenai permukaan kolektor, sebagian besar akan diserap dan dihantarkan ke fluida dan merupakan energi yang digunakan. Namun dalam berbagai sistem, maka akan terjadi kerugian energi. Besarnya kerugian energi ( Q loss ) dalam kolektor surya merupakan selisih antara energi yang masuk dalam kolektor ( Q in ) dengan kalor yang diserap oleh air (Q use ). Kerugian energi dari kolektor dituliskan sebagai: 1. Pompa, 2. Bak plastik penampung sumber air, 3. Selang sumber air, 4. Pipa, 5. Pipa overflow, 6. Bak penampung air, 7. Selang, 8. Kolektor surya, 9. Keran, 10. Gelas ukur Gambar 1. Skema alat penlitian 128

Q loss Qin Quse (3) Efisiensi kolektor, η, dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara daya berguna kolektor dengan daya radiasi matahari yang datang (Syamsu dkk, 2012) dan diprediksi dengan persamaan: Q use (4) Qin METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan menggunakan alat-alat seperti termokopel, kompas, alat baca termokopel, gelas ukur dan stopwatch, anemometer, pyranometer atau solarmeter. Skema alat penelitian dapat dilihat pada gambar 1, sedangkan foto kolektor surya yang digunakan disajikan pada gambar 2. Gambar 2. Kolektor matahari 7 haluan dan 9 haluan atau sampai Ti =To dalam kondisi cuaca cerah dengan prosedur sebagai berikut : 1. Meletakkan 2 buah kolektor surya di bawah sinar matahari dan memposisikan kolektor surya sesuai dengan arah matahari. 2. Mengatur sudut kemiringan kolektor surya sebesar 15 o 3. Mengatur debit air sebesar 300 cc/menit, pada kedua kolektor 7 haluan dan 9 haluan. 4. Melakukan pengukuran temperatur lingkungan, permukaan kaca, temperatur absorber, temperatur air masuk dan keluar pada masingmasing kolektor. 5. Pencatatan suhu lingkungan, permukaan kaca, suhu absorber, temperatur air masuk dan keluar yang dilakukan dari jam 10.00 hingga 18.00 WITA (Tin=Tout). 6. Pengambilan data dilakukan setiap 15 menit. 7. Mengulang langkah pengujian untuk debit 350 cc/menit dan 400 cc/menit pada hari berikutnya pada jam yang sama dengan menggunakan kolektor yang sama. 8. Masing-masing variasi debit diuji sebanyak tiga kali, sehingga total waktu pengujian adalah sembilan hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengamati besarnya kalor yang digunakan (q use ) pada kolektor surya 9 haluan dan 7 haluan dengan variasi debit 300, 350, dan 400 terhadap waktu pengamatan, maka disajikan grafik hubungan kenaikan temperatur dengan waktu pengamatan untuk masing-masing kolektor seperti pada gambar 3, gambar 4, gambar 5 di bawah ini. Mula-mula air dialirkan dari kran menuju bak bawah. Dari bak bawah air dialirkan ke bak atas dengan menggunakan pompa. Untuk menjaga permukaan air di bak atas tetap maka diberi over flow. Selanjutnya air mengalir dari bak atas menuju kolektor secara alami akibat adanya gravitasi bumi. Pada sisi masuk dan keluar kolektor diberi termokopel untuk mengukur suhu air pada bagianbagian tersebut. Air keluar dari kolektor diukur dengan menggunakan gelas ukur dan stop watch. Akhirnya air dibuang ke lingkungan. Pengujian Sebelum memulai pengujian terlebih dahulu mempersiapkan alat penelitian dan alat ukur kemudaian mengecek kondisi alat penelitian dan alat ukur tersebut, mengkalibrasi alat ukur yang perlu dikalibrasi, setelah itu melakukan pemasangan alat ukur pada kolektor surya. Pengujian dilakukan mulai pukul 10.00-18.00 Wita Gambar 3. Hubungan antara kalor yang digunakan terhadap waktu pengamatan untuk debit 300 129

Pada ketiga gambar tersebut juga dapat dilihat kalor yang digunakan ( Q use ) semakin meningkat seiring bertambahnya waktu pengamatan, akan tetapi kembali turun setelah melewati waktu intensitas tertinggi. Hal ini disebabkan karena semakin siang jam pengamatan, maka radiasi matahari semakin tinggi, sehingga kalor yang diserap oleh absorber semakin tinggi dan demikian pula kalor yang digunakan untuk memanaskan air semakin tinggi. Hubungan antara kerugian kalor ( Q loss ) untuk kolektor 7 haluan dan 9 haluan pada debit yang sama terhadap waktu pengamatan disajikan pada gambar 6, gambar 7, dan gambar 8 di bawah ini. Gambar 4. Hubungan antara kalor yang digunakan terhadap waktu pengamatan untuk debit 350 Gambar 6. Hubungan antara kerugian kalor (Q loss ) terhadap waktu pengamatan untuk debit 300 Gambar 5. Hubungan antara kalor yang digunakan terhadap waktu pengamatan untuk debit 400 Pada gambar 3, gambar 4, gambar 5, terlihat bahwa kalor yang digunakan pada kolektor 9 haluan lebih besar dari pada kolektor 7 haluan, ini terjadi karena pengaruh jumlah pipa, dimana jumlah pipa ini mempengaruhi luasan perpindahan panas. Pada kolektor 9 haluan, luasan perpindahan panasnya lebih besar dibandingkan dengan kolektor 7 haluan. Oleh sebab itu kalor yang diserap oleh air pada kolektor 9 haluan lebih besar. Gambar 7. Hubungan antara kerugian kalor (Q loss ) terhadap waktu pengamatan untuk debit 350 130

kalor yang hilang kelingkungan. Efisiensi kolektor 9 haluan lebih besar dibandingkan 7 haluan, ini disebabkan karena kalor yang diserap air pada kolektor 9 haluan lebih banyak dibandingkan pada kolektor 7 haluan, lihat gambar 3, gambar 4 dan gambar 5. Gambar 8. Hubungan antara kerugian kalor (Q loss ) terhadap waktu pengamatan untuk debit 400 Pada gambar 6-8 di atas terlihat bahwa kerugian kalor cenderung konstan seiring dengan tambahnya jam pengamatan terutama sebelum jam 15.00 Wita. Sedangkan setelah jam 15.00 Wita rata-rata untuk berbagai debit, kerugian kalornya turun. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengamatan (terutama setelah jam 15.00 Wita), Q use nya masih tinggi akibat adanya kalor yang tersimpan. Sementara itu, intensitas matahari mulai turun sehingga dengan menngunakan persamaan (3), kerugian kalornya turun. Tetapi seandainya kerugian kalor dicari berdasarkan suhu absorber maka kerugian kalornya masih tetap tinggi, karena suhu absorber masih tinggi akibat dari kalor yang tersimpan pada kerikil. Pada gambar 6, gambar 7 dan gambar 8 kerugian kalornya berfluktuasi paling besar. Ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang tidak konstan. Dari ketiga gambar juga dapat dilihat bahwa kerugian kalor untuk kolektor 7 haluan pada setiap debit lebih besar dibandingakan kolektor 9 haluan. Fenomena ini disebabkan oleh fakta bahwa kolektor 9 lebih banyak dalam memindahkan kalor ke air karena pengaruh luas permukaan pipa yang lebih besar. Hubungan antara efisiensi kolektor (η) untuk kolektor 7 haluan dan kolektor 9 haluan pada debit yang sama terhadap waktu pengamatan diberikan pada gambar 9, gambar 10 dan gambar 11. Gambar 9-11 menjelaskan hubungan antara efisiensi kolektor untuk masing-masing jumlah haluan pipa pada debit yang berbeda-beda. Dimana efisiensi adalah perbandingan antara kalor yang digunakan untuk memanaskan air dengan kalor yang diterima kolektor. Namun kalor yang masuk pada kolektor tidak serta merta digunakan oleh kolektor untuk memanaskan air, ada sebagian Gambar 9. Hubungan efisiensi kolektor ( η) terhadap waktu pengamatan untuk debit 300 Gambar 10. Hubungan efisiensi kolektor ( η) terhadap waktu pengamatan untuk debit 350 Pada gambar 9, gambar 10 dan gambar 11 juga terlihat ada nilai efisiensi yang mencapai 100% padahal pada waktu tersebut nilai intensitas radiasi matahari kecil. Hal demikian ini disebabkan oleh nilai Q in untuk memanaskan air tidak semata-mata dari intensitas matahari tetapi juga dari batu kerikil, karena batu memiliki kemampuan menyimpan 131

panas. Sedangkan pada penelitian ini hanya menganalisa pengaruh kalor yang masuk dari intensitas mataharai terhadap efisiensi dan kerugian kalor ( Q loss ). Oleh sebab itu nilai Q loss negatif ( -) dihitung dengan menggunakan persamaan (3). Sehingga pada waktu intensitas kecil energi yang digunakan untuk memanaskan air lebih besar dibandingkan dengan energi yang masuk. Gambar 11. Hubungan efisiensi kolektor ( η) terhadap waktu pengamatan untuk debit 400 KESIMPULAN Berdasarakan hasil penelitian, kemudian melakukan analisa data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Koletktor 9 haluan lebih bagus dalam laju perpindahan panas dibandingkan dengan kolektor 7 haluan hal ini membuktikan bahwa ada pengaruh jumlah haluan pipa terhadap laju perpindahan panas, hal ini disebabkan karena semakin banyak haluan pipa maka luasan pernukaan pipa akan semakin besar. 2. Waktu Pengamatan mempengaruhi laju perpindahan panas. Puncaknya pada pukul 12.00-13:30 WITA. 3. Debit yang divariasikan 300, 350 dan 400 memiliki pengaruh terhadap laju perpindahan panas, semakin tinggi debit nilai perpindahan panasnya semakin tinggi akan tetapi kembali turun pada debit 400. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis pada kesempatan ini mengucakan terimakasih kepada semua pihak yang membantu baik berupa materi maupun pikiran sehingga penelitian dan paper ini dapat terselesaikan. Yang kedua penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemenristek atas bantuan dana penelitian melalui program penelitian Hibah Bersaing tahun 2016. Yang ke tiga penulis mengapresiasi Jurusan Teknik Mesin atas fasilitas yang dipergunakan dalam penelitian ini. DAFTAR NOTASI A abs = Luas absorber (m 2 ) A c = Luas kolektor (m 2 ) A g = Luas kaca (m 2 ) C p = Kalor spesifik (J/kg.K) Fr = Faktor bentuk h = Koefisien konveksi I T = Radiasi matahari (W/m 2 ) K = Konduktivitas (W/m 2 K) Q A = Kerugian kalor atas (W) Q B = Kerugian kalor bawah (W) Q S = Kerugian kalor samping (W) Q c = Laju perpindahan panas konveksi (W) Q in = Energi yang masuk pada Kolektor (W) Q k = Laju perpindaham panas konduksi (W) Q loss = Energi yang hilang dari kolektor (W) Q r = Laju perpindahan panas radiasi (W) Q use = Energi yang berguna/ energi yang digunakan untuk memanaskan fluida (W) R total = Resistansi Total (K/W) T a = Temperatur lingkungan luar kolektor (K) T abs = Temperatur absorber (K) T bulk = Temperatur absorber (K) T f = Temperatur fluida (K) T g = Temperatur Kaca atas (K) T gb = Temperatur kaca bawah (K) T i = Temperatur air yang masuk (K) T o = Temperatur air yang keluar (K) T din = Temperatur dinding (K) = Laju aliran massa (kg/s) v = Kecepatan angin (m/s) ΔT = Perbedaan Temperatur (K) DAFTAR PUSTAKA Asri A.B., 2015, Pengaruh penggunaan absorber batu kerikil terhadap laju perpindahan panas pada kolektor surya pelat datar, Tugas Akhir, Universitas Mataram, Mataram. Holman J. P., 1998; Perpindahan kalor, Penerbit Erlangga, Jakarta. Rosa Y., 2007, Rancang bangun kolektor pelat datar energi surya untuk sistem pengeringan pasca panen, Jurnal Teknik Mesin, ISSN 1829-8958, Vol. 4, No. 2, Hal. 68-82, Padang. Saputra B.H., 2015, Pengaruh jumlah pipa pada kolektor surya absorber batu granit terhadap laju perpindahan panas, Tugas Akhir, Universitas Mataram, Mataram. Syamsu W, D., Selleng K., Mustofa, 2012, Efektifitas kolektor energi surya pada 132

konfigurasi paralel-serpentine, Majalah Ilmiah, MEKTEK, No.2, Hal. 12-16, Palu. Wilis G.R., Santosa I., 2014, Variasi sudut kemiringan kolektor surya solar water heater, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST), Yogyakarta, 15 November 2014. 133