BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

ANALISIS PREKURSOR GEMPABUMI WILAYAH SUMATERA BARAT BERDASARKAN MAGNETIC DATA ACQUISITION SYSTEM PERIODE JULI 2016 MARET 2017

1 2,3 4. Gunawan Ibrahim, Suaidi Ahadi*, Sarmoko Saroso 1. Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB, Jl. Ganesha 10, Bandung,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. semakin kuat gempa yang terjadi. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika

STUDI ANOMALI SINYAL MAGNET BUMI Ultra Low Frequency SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI UNTUK KASUS KEJADIAN GEMPA BUMI DENGAN MAGNITUDO KECIL

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia,

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

NEPAL MASIH PUNYA POTENSI GEMPA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sulawesi. Dari pencatatan yang ada selama satu abad ini rata-rata sepuluh gempa

PERUBAHAN SINYAL EMISI ULF (ULTRA LOW FREQUENCY) PRA KEJADIAN GEMPABUMI DI WILAYAH BENGKULU TAHUN 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

ANALISIS NILAI PEAK GROUND ACCELERATION DAN INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN DATA MIKROSEISMIK PADA DAERAH RAWAN GEMPABUMI DI KOTA BENGKULU

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Analisis Medan Magnet Bumi Sebelum dan Sesudah Kejadian Gempa (Studi Kasus: Gempa 18 November 2014 di Sabang)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia termasuk dalam daerah rawan bencana gempabumi

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire

Berkala Fisika ISSN : Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 25-42

ANALISIS TERHADAP INTENSITAS DAN PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM GEMPA SUMBAR

ANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA

Gambar 1.1 Kondisi tektonik Indonesia dengan panah menunjukan arah pergerakan lempeng (Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018)

Integrasi Jaringan InaTEWS Dengan Jaringan Miniregional Untuk Meningkatan Kualitas Hasil Analisa Parameter Gempabumi Wilayah Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

Gambar 1. Perubahan nilai kandungan elektron di atmosfer sebelum terjadi Gempabumi Yogyakarta 26 Mei 2006 ( I Made Kris Adi Astra, 2009)

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

Seminar Nasional Gempabumi dan Tsunami Rangkaian Acara Bulan Kemerdekaan RI ke 72

LAPORAN GEMPABUMI Mentawai, 25 Oktober 2010

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA

*

BAB I PENDAHULUAN. tembok bangunan maupun atap bangunan merupakan salah satu faktor yang dapat

Dielektrika, ISSN Vol. 3, No. 1 : 75-84, Pebruari 2016

Bab III Kondisi Seismotektonik Wilayah Sumatera

ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH :

KEGEMPAAN DI NUSA TENGGARA TIMUR PADA TAHUN 2016 BERDASARKAN MONITORING REGIONAL SEISMIC CENTER (RSC) KUPANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SEISMISITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

SISTEM DISEMINASI INFORMASI WRS CLIENT DVB DI SUMATERA BARAT DALAM PERINGATAN DINI BENCANA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1

ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA

ANALISA SESAR AKTIF MENGGUNAKAN METODE FOCAL MECHANISM (STUDI KASUS DATA GEMPA SEPANJANG CINCIN API ZONA SELATAN WILAYAH JAWA BARAT PADA TAHUN

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

KORELASI POLARISASI MAGNET Z/H UNTUK IDENTIFIKASI PREKURSOR GEMPA DI SEKITAR PELABUHAN RATU

LOKASI POTENSI SUMBER TSUNAMI DI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai November 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Peta sebaran gunungapi aktif di Indonesia (dokumen USGS).

Wahana Fisika, 2(2), e-issn :

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS REKAHAN GEMPA BUMI DAN GEMPA BUMI SUSULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE OMORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

1. Deskripsi Riset I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dzikri Wahdan Hakiki, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan terjadi gempabumi karena berada pada pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Aktivitas kegempaan yang sangat sering terjadi pada batas lempeng inilah yang seringkali menimbulkan gempabumi berkekuatan besar dan mengakibatkan banyak korban jiwa. Gempabumi yang terjadi di Indonesia, empat diantaranya merupakan gempabumi terbesar setelah tahun 1990 yang tercatat oleh USGS (United States Geological Survey), yaitu gempabumi Aceh pada 26 Desember 2004 berkekuatan Mw 9,1 yang menimbulkan tsunami, gempabumi Nias pada 28 Maret 2005 berkekuatan Mw 8,6, gempabumi Aceh pada 11 April 2012 berkekuatan Mw 8,6, dan gempabumi Bengkulu pada 12 September 2007 berkekuatan Mw 8,5. Gempabumi dengan kekuatan besar tersebut terjadi di Pulau Sumatera, salah satu pulau yang memiliki seismisitas paling aktif di Indonesia. Seismisitas Sumatera erat hubungannya dengan kondisi tektonik Sumatera. Kondisi tektonik tersebut dipengaruhi oleh aktivitas subduksi Lempeng Samudra Indo-Australia terhadap Lempeng Benua Eurasia. Kenampakan peristiwa tektonik ini dapat dilihat pada punggungan busur luar (outer arc ridge) yang berupa lipatan dan patahan aktif, punggungan busur dalam (inner arc ridge) atau dikenal sebagai sistem patahan Sumatera (Sumatera Fault Sistem), serta Sesar Sumatera (megathrust). Gempabumi dengan magnitudo kecil dan menengah lebih sering terjadi dibandingkan dengan gempabumi berkekuatan besar. Gempabumi dengan magnitudo besar jarang terjadi karena sedikitnya kejadian gempabumi (M>7) yang dapat diamati di dalam data sejarah perekaman gempabumi. Data yang digunakan untuk menyatakan hal tersebut adalah data hasil perekaman gempabumi, yang sudah dimulai pada awal masehi (Biagi, 2010). 1

2 Penelitian tentang gempabumi yang telah dilakukan pada umumnya mengambil studi kasus gempabumi berkekuatan besar. Hal tersebut tentu berkebalikan dengan jumlah data gempabumi yang tersedia, gempabumi berkekuatan besar sangat jarang terjadi, sedangkan gempabumi dengan skala menengah ataupun kecil sangat sering terjadi. Fakta menarik tersebut mendorong peneliti untuk melakukan riset kegempaan menggunakan studi kasus gempabumi berskala menengah, diharapkan dengan ketersediaan data yang cukup akan mampu mendukung analisis penelitian dengan lebih baik. Hal yang terus dikembangkan oleh beberapa peneliti adalah penelitian tentang prediksi gempabumi. Parameter prediksi gempabumi adalah lokasi, besar kekuatan gempabumi (magnitudo) dan waktu terjadinya gempabumi. Prediksi jangka panjang telah dilakukan dengan pemetaan geologi, tantanganya adalah melakukan prediksi jangka pendek dengan mengetahui secara tepat, dimana gempabumi akan terjadi, berapa besar kekuatannya dan kapan gempabumi tersebut terjadi. Beberapa peneliti meyakini bahwa gempabumi diawali dengan perubahan pada beberapa parameter fisika, yaitu perubahan kepadatan, kandungan air, kandungan elektron, sifat kemagnetan, sifat radio aktif dan lain sebagainya. Hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya fenomena tersebut adalah adanya akumulasi energi regangan menyebabkan tingkat tegangan (stress) yang mendekati batas maksimum tegangan kerak bumi. Akumulasi regangan (strain) di sekitar pusat gempabumi menyebabkan perubahan fisis yang teramati sebagai tanda awal (prekursor) gempabumi. Berdasarkan perubahan sifat fisis tersebut, banyak parameter geofisika yang sudah dikembangkan untuk penelitian yang berhubungan dengan gempabumi, diantaranya metode seismik dengan perbandingan kecepatan gelombang seismik, elektromagnetik, dan magnetik. Pada penelitian ini digunakan parameter magnetik untuk menganalisis prekursor gempabumi, metode ini lebih mudah untuk dianalisis dan lebih banyak diterapkan pada penelitian-penelitian prekursor selama lima tahun terakhir, sehingga diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan.

3 Penelitian prekursor gempabumi yang pernah dilakukan menggunakan parameter magnetik untuk mengamati gempabumi Aceh (Mw 9,0) tahun 2004 dan gempabumi Nias tahun 2005 (Mw 8,7), telah dilakukan pada tahun 2008 (Saroso dkk., 2009). Penelitian tersebut dilakukan dengan mengamati perubahan sinyal ULF (Ultra Low Frequency). Karakteristik prekursor gempabumi yang berhubungan dengan emisi ULF medan magnet bumi (Ultra Low Frequency, f < 1 Hz), dianggap paling potensial untuk studi prekursor gempabumi jangka pendek (Hirano dan Hattori, 2011, Kopytenko dkk., 1999, Hayakawa dkk., 1996, Hattori dkk., 2004, Hattori dkk., 2006). Variasi medan magnet bumi yang dapat dikategorikan sebagai prekursor gempabumi pada sinyal ULF diketahui dengan menggunakan metode polarization power ratio (Yumoto dkk., 2009). Rasio komponen horizontal dan vertikal di korelasikan dengan DST index (Disturbance Solar Time) untuk melihat apakah variasi medan magnet yang terjadi disebabkan oleh gempabumi atau akibat aktivitas matahari. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa adanya kenaikan medan magnet sebelum terjadinya gempabumi. Pada studi kasus gempabumi yang lain (Gunawan, 2012), yaitu pada gempabumi Padang tahun 2009, dengan kekuatan Mw 7,6 dan gempabumi Mentawai tahun 2010, dengan kekuatan Mw 7,8, masing-masing berjarak 141 km dan 358 km dari KTB (Kotabang, Sumatera). Metode yang dilakukan adalah menganalisis data magnet bumi menggunakan periode 10-45 detik yang berasosiasi dengan gangguan magnet bumi eksternal dan hubungannya dengan prekursor gempabumi. Untuk memantau gangguan eksternal, digunakan indeks magnet bumi, yaitu indekss DST, polarisasi power rasio komponen vertikal dan horizontal (Z/H) dibandingkan dengan stasiun referensi DAV (Davao Filipina) dan DAW (Darwin, Autralia) yang merupakan jaringan MAGDAS untuk mewakili variasi medan magnet bumi di ekuator. Hasilnya diperoleh karakteristik dan lamanya perubahan dari sinyal prekursor untuk kedua gempabumi tersebut. Parameter magnetik yang diamati pada penelitian-penelitian tersebut bersifat lokal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dkk. (2012),

4 menunjukkan perbedaan rentang waktu terjadinya perubahan medan magnet bumi pada gempabumi dengan kekuatan yang berbeda dan pada jarak yang berbeda. Jarak yang dimaksud adalah perbedaan lokasi antara titik sumber gempa di permukaan (episenter) dengan stasiun pengamatan geomagnetik. Dapat disimpulkan dari penelitian tersebut bahwa terdapat hubungan antara jarak dan besar kekuatan gempabumi, yang berkaitan dengan prekursor gempabumi dengan menggunakan parameter geomagnetik. Penelitian terbaru menyatakan persamaan empiris adanya hubungan antara jarak (stasiun ke episenter) dengan besar magnitudo (Hattori dkk., 2006). Pada tahun 2014-2015, gempabumi yang terjadi di Pulau Sumatera, yang terdeteksi oleh stasiun seismik BMKG berada pada rentang magnitudo 1-6. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa analisis prekursor akan baik dilakukan pada rentang magnitudo menengah hingga tinggi (M>5), (Hattori, 2012; Hirano, 2010; Takla, 2012). Stasiun geomagnetik MAGDAS BMKG yang berada di Pulau Sumatera, diantaranya adalah Stasiun Gunung Sitoli (Pulau Nias, Sumatera Utara), Stasiun Liwa (Lampung), Stasiun Sicincin (Sumatera Barat). Stasiun pemantauan medan magnet bumi tersebut mulai digunakan tahun 2013, dan banyak mengalami kendala pada saat awal pemasangan. Data rekaman variasi medan magnet bumi baru dapat terekam jelas pada tahun 2014. Mengacu pada kondisi stasiun, kekuatan gempa, dan penelitian sebelumnya (Hattori, 2006), penelitian ini akan dilakukan dengan memperhitungkan jarak, magnitudo, data dan kondisi stasiun pemantauan medan magnet bumi BMKG untuk menentukan lokasi dan gempabumi yang akan dianalisis lebih lanjut. I.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah metode monitoring magnetik dapat digunakan untuk menunjukkan perubahan nilai medan magnet bumi yang berhubungan dengan kejadian gempabumi Lampung tanggal 7 dan 31 Maret 2014?

5 2. Bagaimana karakterisik perubahan nilai medan magnet bumi yang terjadi sebelum gempabumi Lampung pada tanggal 7 dan 31 Maret 2014? I.3 Batasan Masalah Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah sebagai berikut: 1. Data yang digunakan adalah data medan magnet bumi yang diukur menggunakan alat magnetometer digital LEMI-08, mencatat dan menampilkan data multikomponen (X, Y, Z, dan F) setiap satu detik. X dan Y merupakan komponen horizontal medan magnet bumi. Z merupakan komponen vertikal medan magnet bumi. F merupakan komponen total medan magnet bumi. 2. Stasiun geomagnetik yang digunakan adalah Stasiun MAGDAS, yaitu stasiun LWA, Lampung (Stasiun Utama) dan SCN Sicincin, Sumatera Selatan (Stasiun Pembanding). 3. Data pengukuran nilai medan magnet bumi yang digunakan adalah data pada Bulan Februari hingga Maret 2014. 4. Gempabumi yang dianalisis adalah gempabumi yang terjadi di Lampung pada tanggal 7 dan 31 Maret 2014 yang dipilih menggunakan persamaan Hattori dkk., (2006) yaitu 0,025 R M 4,5, dengan R merupakan jarak antara episenter dengan stasiun pengamat, M merupakan magnitudo lokal gempabumi. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui hubungan perubahan nilai medan magnet bumi terhadap kejadian gempabumi Lampung pada tanggal 7 dan 31 Maret 2014, berdasarkan penelitian Hattori dkk. (2006). 2. Mengetahui karakterisik perubahan nilai medan magnet bumi yang terjadi sebelum gempabumi Lampung pada tanggal 7 dan 31 Maret 2014.

6 3. Memberikan kajian terhadap kekurangan dan kelebihan studi dengan menggunakan data monitoring magnetik. I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, adapun manfaat yang dapat diberikan: 1. Memberikan sebuah kajian tentang perubahan nilai medan magnet bumi terhadap gempabumi yang diterapkan pada gempabumi dengan magnitudo menengah, di Pulau Sumatera. 2. Memberikan pertimbangan bagi peneliti maupun instansi pemerintah untuk mengkaji gempabumi dengan skala menengah yang lebih sering terjadi di Indonesia, khususnya sebagai upaya peningkatan kemampuan prediksi gempabumi. 3. Sebagai bahan kajian oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan sistem prediksi gempabumi dan mitigasi yang terintegrasi. I.6 Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Pulau Sumatera, tepatnya berada pada 4,65 Lintang Selatan, 103,78 Bujur Timur dan 4,97 Lintang Selatan, 103,95 Bujur Timur. Wilayah penelitian tersebut berdasarkan titik gempabumi yang diamati pada penelitian ini, yaitu gempabumi Lampung tanggal 7 Maret dan 31 Maret 2014. Gempabumi tersebut dipilih dari gempabumi dengan magnitudo sedang hingga kuat yang terajadi di Pulau Sumatera dan memenuhi persamaan Hattori dkk. (2006). Persamaan tersebut menunjukkan hubungan jarak episenter gempabumi terhadap stasiun pengamat dan magnitudo gempabumi. Semakin besar magnitudo gempabumi, maka semakin jauh pula daerah yang dimungkinan masih terkena efek gempabumi tersebut. Berdasarkan data lokasi stasiun geomagnetik milik BMKG, dipilih stasiun LWA dan SCN pada penelitian ini, karena stasiun ini memiliki hasil pengukuran yang lengkap dan di sekitarnya terdapat kejadian gempabumi yang memenuhi persaaan Hattori dkk. (2006). Jarak titik lokasi terjadinya gempabumi 7 Maret 2014

7 dengan stasiun geomagnetik LWA (5 LS 104 BT) adalah 51 km, stasiun geomagnetik SCN (0,5 LS 100 BT) adalah 300 km. Jarak titik lokasi terjadinya gempabumi 7 Maret 2014 dengan stasiun geomagnetik LWA adalah 13 km, dan stasiun geomagnetik SCN adalah 350 km. Gambar I.1 menunjukkan lokasi stasiun geomagnetik dan lokasi terjadinya gempabumi tanggal 7 dan 31 Maret 2014. Titik gempabumi yang terjadi berada di sekitar stasiun LWA, kasus gempabumi pertama (7 Maret 2014) berjarak 43 km dan pada gempabumi 31 Maret 2014 berjarak 3,5 km dari stasiun LWA. Gambar I.1 Daerah Penelitian, kotak hitam menunjukkan lokasi stasiun monitoring magnetik MAGDAS di Pulau Sumatera, lingkaran berwarna ungu menunjukkan lokasi gempabumi yang menjadi studi kasus penelitian, di dalam lingkaran ungu terdapat lingkaran kuning yang menunjukkan episenter gempabumi tanggal 7 Maret 2014 dan lingkaran merah yang menunjukkan episenter gempabumi tanggal 31 Maret 2014.