Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 2003, 19(2), 66-71 PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KO PI BUBU K DI INDONESIA: Nurdin Noor ' ) PENDAHULUAN Kopi merupakan hasil perkebunan yang selain dikonsumsi sebagai minuman penyegar juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetika. Secara umum ada 2 jenis kopi yang diperdagangkan di dunia yaitu kopi Arabika dan kopi robusta. Kedua jenis kopi ini dibedakan berdasarkan ukuran biji, bflu dan aronlanya. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor anclalan Indonesia sehingga pada tahun 1997. Indonesia termasuk produsen kbpi terbesar ke-3 di dunia setelah Brazil dan Kolombia. Namun tahun 2001, posisi ke-3 direbut oleh Vietna'm dan Indonesia nlenempati ururan ke-4. Sanlpai saat ini kopi masih menimbulkan konflik kepentingan, baik dibidang produksi nlaupun pemasarannya. Anjloknya harga kopi' akibat surplusnya produksi di pasar dunia tidak senanticisa mengurangi jumlah ekspor kopi Indonesia, padahal harga yang diterima oleh petani di dalam negerijauh lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar dunia. Para eksportir kopi tetap berusaha mempertahankan eksistensinya di arena perdagangan kopi dunia meskipun dengan cara mengimpor kopi dalam rangka menutup kontrak ekspor. Di sisi lain berbagai stakefwlder terap berusaha menlburu keuntungan dari harga kopi yang sangat rendah di dalanl negeri. Kondisi tersebut menyebabkan petani menjadi tidak bersenlangat untuk rnenghasilkan kopi yang lebih banyak lagi karena harga jual kopi rendal1. Persaingan kepentingal1 antar negara produsen kopi dengan negara konsul1l,en pada kondisi tertentu, senlakin nlenimbulkan kerugian berbagai pihak di dalanl negeri, terutama bagi petani/produsen. Kondisi ini senlakin diperparah. dengan adanya faktor risiko dan ketidakpastian sosiaj politik serra stabilitas ke.anlanan yang berpengaruh terhadap kontinuitas supply dan investasi serra ekspor kopi nasional. Nanlun ironisnya, dalanl kead.aan harga kopi bij i senlakin terpuruk I1lelarnpaui biaya produksi, dalam kenyataannya harga kopi olahan di da.1am negeri semakin nlelanlbung tinggi, sementara.pennintaan di dalam negeri tetap berjalandi tempat. Melihat perkelnbangan pernlintaan kopi dunia yang senlakin bersaing dan datangnya pesaing barn yaitu Vietnanl yang patu[ dicatat sebagai negara yang paling agresif dalal11 membanjiri-produksi kopi di pasar dunia melanlpaui Kolol1lbia dan Indonesia, tentunya cukup nle.njadi tantangan bagi Indonesia untuk meningl\atkan produksi kopi '. dan memperbaiki hasil kopi olahannya. 1) Direktur Pangall, Ditjen lndustri dan Dagang Kedl Menengah, Depperilldag, 66
Peluang dan tantangan pengembangan kopi bubuk di Indonesia KEBIJAKSANAAN PERDAGANGAN- ikopi I)UNIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAGANGAN KOPI INDONESIA Konflik kepentingan antara negara produsen dan negara konsumen kopi, mengisyaratkan betapa komoditas tersebut mempunyai arti penting bagi kedua belah pihak agar kontinuitas produksi perdagangan kopi berjalan lancar. Untuk maksud tersebut didirikan International Coffee Organization (ICO) "atau Organisasi Kopi Internasional oleh negara produsen dan negara konsumen yang beranggotakan 43 negara produsen dan 18 negara konsumen. Negara-negara ICO bersepakat memberlakukan kuota ekspor kopi melalui International Coffee Agreement 1983 (ICA 1983). Tujuannya adalah mengatur keseimbangan harga kopi dunia yang senantiasa berfluktuasi akibat besamya tarik menarik kepentingan antara negara-negara tersebut, sehingga dalam tingkat harga tertentu sangat menguntungkan = atau nierugikan salah satu pihak. Namun sistim kuota tersebut tidak dapat dipenuhi secara konsisten. Untuk itu disepakati sistim kerjasama yang baru melalui ICA 1994 September 1994 dan Indonesia ikut meratifikasi berdasarkan Kepres No. 3 Tahun 1995. ICA 1994 bertujuan antara lain untuk. menjamin kerjasama memecahkan permasalahan produksi dan perdagangan kopi dunia, menyelenggarakan forum konsultasi dan negosiasi agar hargakbpi menjamin kepentingan negara "konsumen untuk menerima harga yang wajar dan memberi keuntungan yang wajar pulakepada negara produsen. Hal inipun tidak berjalan dengan baik karena ICA 1994 tidak lagi bersifat regulator tetapi lebih bersifat fasilitator dan pemberian informasi. Negara-negara produsen men1bentuk Association of Coffee Producing Countries (ACPC) pada tanggal 24 September 1993 di Brazil. ACPC bertujuan untuk n1engkoordinasikan kebijakan kopi antar negara anggota, menciptakan kesein1bangan harga pasar kopi dunia yang fair dan renumental, meningkatkan partisipasi negara anggota dalam peningkatan pembangunan kesejahteraan rakyat dari negara anggota. Sistim kuota diganti dengan sistim pelaksanaan Skema Retensi (Skema Penyimpanan) yang disepakati di dalam Coffee Retension Plan. Indonesia mengakui dan n1enyepakati sistim tersebut melalui Kepres No. 58 Tahun 1995 tanggal 23 Agustus 1995. ACPC pada akhir Januari 2002 dibubarkan karena tidak mampu mempertahankan kepentingan negara produsen kopi dari tekanan harga negara konsumen. Disamping hal tersebut, Indonesia sebelumnya telah menerapkan tata niaga kopi dimana substansi kebijaksaan tata. ni"aga kopi tersebut antara lain berisi tentang : a. Perusahaan yang dip~rkenankan untuk melaksanakan ekspor kopi kepasaran negara anggota maupun bukan negara anggota ICO adalah eksportir yang telah diakui oleh Departemen Perindutrian dan Perdagangan. b. Memberikan kesempatan kepada.dunia usaha untuk menjadi eksportir kopi. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai eksportir 67
Noor kopi oleh Direktorat Jenderal Perdagangan LuarNegeri. Sedangkan pengakuan sebagai ekspoftir kopi berlaku tanpa batas waktu selama perusahaan menjalankan kegiatan usahanya sesuai ketentuan yang berlaku. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku bagi eksportir yang tidak melaksanakan kegiatan ekspor selama satu tahun. Memperhatikan perkembangan produksi dan petdagangan' kopi dunia yang senantiasa tidak pasti, dan berimplikasi terhadap penurunan ekspor dan peningkatari impor kopi diiringi dengan penurunan dr~stis harga kopi ditingkat petani rnaka berbagai altematif untuk mempertahankan keberaclaan stakeholder kopi nasional harus dip~rjuangkan secant proaktif, atau mendahului, sebelum didahului oleh negara pesaing. Salah satunya untuk mengatasi kejenuhan pasar dunia, adalah memperkuat pasar dalam negeri dengan tingkat harga yang wajar dan menguntungkan semua pihak. Masalah MASALAH, PELUANG DAN TANTANGAN Perkebunan kopi di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 95,29 % dari total nasional, selebihnya 2,45 % dimiliki oleh perkebunan Besar Negara dan 2,26% oleh Perkebunan Besar Swasta. Kopi yang dihasilkan tersebut sebagian besar diolah dalam skala kecil dan nlenengah nleliputi industri pengupasan, pembersihan dan sortasi, industri kopi goreng, dan industri kopi bubuk/instant serta kopi cair. Dari jenis industri tersebut, industri pengupasan, pembersihan dan sortasi, kopidikenal sebagai kopi beras. Kemudian berl~embang industri,. penggorengan; dan penggilingan yang merupakan terbesar dalanlskala usaha kecil. Sementara itu untuk industri kopi instant dan kopi cair (kopi dalaln kemasan botol) hanya ditisajiakandalanl skala usaha Inenengah besar mengingat nlemputuhkan investasi yang besar. Dalanl ll1engembangkan usaha tersebut pernlasalahan yang dihadapi produsen kopi olahan adalah : a. Jenis produksi dan mutu yang belum mengikuti permintaan pasar dullia Para petani pada saat panen nlasih sering nl~nletik dengan cara petik rampas yaitu buah y~ng belum nlasak pohon ikut dialnb,il, sehingga nlenlpengaruhi mutu kopi. Kopi yang ditanam petani nlasih belunl sesuai dengan jenis kopi pennintaan dunia. Sebagian besar ekspor kopi terbesar Indonesia adalah jenis robusta dengan grade sedang dan rendah sedangkan arabika nlasih dapat benahan dengan nlutu yang tinggi dan sedang. Penanganan proses pengupasan dan pengeringan masih dilakukan dengan cara sederhana, nlisalnya nlenulnbuk untuk mengupasan kulit pada lesung batu yang kadangkala nlenlbuat bij i kopi pecah. Seme~t~ra pengeringan dilakukan di halaman tanpa alas (tikar), dan tidak nlenggunakan rakrak sehingga pasir dan tanah sering ikut tercalnpur pacta biji kopi kering. Masih sering ditenlukan kopi biji dicampur dengan jagung atau beras 68
Peluang dan tantangan pengembangan kopi bubuk di Indonesia dalam perbandingan yang mencolok dan bahkan kedua jenis bahan baku tersebut lebih banyak perbandingannya dengan kopi bij i. b. Produktivitas yang. masih rendah Produktivitas rendah karena bisnis kopi nasional tidale berorientasi kepada produktivitas tanaman kopi yang umumnya milik perkebunan rakyat tetapi berorientasi keuntungan dari aktivitas ekspor selama ini. Bagian besar (90 %) kopi yang diekspor ke manca negara adalah berupa kopi biji dan sisanya kopi olahan. Hal yang sarna untuk konsumsi dalam negeri dijual oleh pedagang besar, sisa dari eksportir dan dibeli langsung oleh industri kopi olahan. Mesin dan peralatan yang dipergunakan masih sederhana, misalnya penggorengan terbuat dad besi baja berbentuk silinder dan bahkan masih ada yang menggunakan drum bekas yang dapat diputar dengan menggunakan bahan bakar kayu. Dengan demikian mutu kopi goreng yang dihasilkan tidale nlemenuhi persyaratan. Pada saat proses penggilingan kopi goreng menjadi kopi bubuk masih ditelnui pencampuran bahan-bahan lain seperti gula, mentega dan ramuan lain dalam perbandingan yang berlebihan dan tidak memiliki ukuran yang standar. Kemasan yang digunakan tidak dapat melindungi aroma dan flavor kopi tersebut. c. Aspek pemasaran Dalam rangka pemperluas pemasaran, para perajin belum memiliki agen/ distributor. Jangkauan pasar industri kecil kopi bubuk masih sangat terbatas, dan biasanya beriokasi di pusat-pusat pasar dan masih terbatas pada konsunlen masyarakat bawah, termasuk warung kopi. Masih sulit melnasuki pasar modern. Image brand luar negeri juga sangat mempengaruhi seperti kopi Toraja, kopi Lampung, kopi Mandailing dan kopi daerah lainnya yang harganya lebih tinggi dipasar luar negeri, di Indonesia tidak dikenal karena konsunlen terbiasa menikmati kopi canlpuran murah harganya yaitu hanya men1inunl kopi jitu ( "atu biji tujuh campuran). d. Aspek manajemen Manajemen usaha yang dilakukan masih bersifat kekeluargaan dan tenaga kerja yang ada belum 111emiliki pelnbagian tugas yang tegas. Demikian pula kegiatan adnlinistrasi dan pembukuan belum dapat mendokumentasikan semua transaksi penjualan maupun penlbelian bahan baku dan penolong serta pengupahan. Peluang a. Potensi pasar dalam negeri Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dinlana konsumsi 69
Noor kopi perkapita masih cukup rendah (0,5 kg/tabun) merupakan peluang yang sangat besar bagi produk kopi bubuk dalam negeri untuk mengembangkart usahanya. Karena apabila daya beli masyarakat meningkat maka diharapkan konsumsi kopi perkapita juga nleningkat. b. Peluang pasar ekspor c. Sebagaimana telah disebutkan di atas, ekspor kopi Indonesia hanlpir seluruhnya dalam bentuk.. kopi bij i. Menurut data lcd, 2001, ekspor Indonesia tahun 2000 sebesar 286.000 ton sedangkan pada tahun 2001 sebesar 319.000 ton.' Melihat data tersebut, Indonesia sebagai pengekspor ke 3 di dunia hanya dapat memenuhi pasar dunia sekitar 5 % untuk tahun 2000 dan 6% untuk tahun 2001 dari total pasar dunia (5.488.000 ton untuk tahun 2000 dan 5.295.000 ton untuk tahun 2001). Melihat kenyataan dan peluang pasar tersebut, perlu dilakukan pengembangan produk kopi melalui diversifikasi, antara lain kopi instan jahe, kopi instan madu, kopi instan kayu manis, dan kopi instan lainnya yang selama ini menjadi kesukaan negara-negara dingin seperti Eropa dan lainnya. Prospek pengembangan teknologi Untuk meningkatkan mutu produk kopi olahan perlu diperbaiki dengan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan perbaikan kemasan dengan menggunakan kenlasan yang dapat melindungi menguapnya aroma danflavat kopi misalnya dengan alwnunium foil. Tantangan Di dalanl nlengantisipasi terbukanya era globalisasi yang diawali dengan AFTA 2003,tantangan yang akan dihadapi dalam nleningkatkan produksi kopi olahan baik untuk ekspor nlaupun kebutuhan dalalll negeri adalah antara lain: Meningkatnya inlpor kopi ke Indonesia tidak terlepas dari upaya eksportir nlenutup kontrak ekspor terhadap negara konsu111en tennasuk untuk Inell1enuhi kebutuhan industri kopi olahan sebagai akibat kekurangan produksi dalall1 negen. Adanya persaingan anrar negara produsen kopi dunia. Adanya ancanlall inlpor kopi dari negaranegara produsen seperti Vietnanl, China dan Pantai Gading dan Singapura. d. Langkah-Iangkah yang perlu dilakukan Upaya pembinaan secara terpadu antar instansi terkait, khususnya petani kopi, karena supply kopi di Indonesia nlerupakan hasil produksi perkebunan rakyat. Penlasyarakatan teknologi sortasi, grading untuk bahan baku rneliputi penlisahan biji nluda, biji lunak, kotoran-kotoran yang Inelekat, tingkat kekeringan dan kadar air dalanl rangka nleningkatkan nlutu kopi biji. Penyuluhan untuk menlproduksi kopi murni, tanpa canlpuran dengan komponen lain sehingga diperoleh kopi bubuk dengan 111Utu dan cita rasa yang asli. 70
Peluang dan tantangan pengembangan kopi bubuk di Indonesia. Pemberian paket informasi teknologi proses pengolahan, teknologi pengawetan untuk dapat memproduksi dengan standar mutu yang diharapkan serta hasil produksinya memiliki daya simpan yang relatif lama. Usaha-usaha menembus pasar luar negeri terutama kopi bubuk/instan perlu ditingkatkan, dengan memberi informasi pasar seperti flavor yang dikehendaki, mutu, kemasan dan sebagainya maupun kemudahan yang bersifat administratif. Disamping itu dalam melakukan ekspor hendaknya tidak harns melalui Asosiasi tetapi produsen dapat mel~kukannya sendiri, serta kopi bubuklinstan tidak dikonversikan sebagai kopi biji. PENUTUP Industri kopi bubuk masih memiliki peluang yang cukup baik untukdipasarkan. Namun tantangan ke depan akan semakin keras karena munculnya negara pesaing bam yang mampu merebut pangsa pasar Indonesia. Oleh karenanya berbagai langkah perlu segera dilakukan. PerbaUcan di tingkat petani,.., grading biji kopi, peningkatan proses pengolahan kopi serta perbaikan informasi dan akses pasar perlu segera dilakukan. Jika hal tersebut beijalan baile, maka pasar industri kopi bubuk akan semakin meningkat. *********** 71