disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

PANDUAN INFORMED CONSENT

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK [ INFORMED CONSENT ]

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

tindakan pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

Informed Consent INFORMED CONSENT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

ABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis

Aspek Hukum Hubungan Profesional Tenaga Kesehatan -Pasien. Drg. Suryono, SH, Ph.D

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV. merupakan cangkupan dari bahasan sebelumnya.

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

INFORMED CONSENT DALAM PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. Apakah landasan dari informed consent?

Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

Aspek Hukum Informed Consent Dalam Pelaksanaan Tindakan Operasi Medik. Oleh : Firman Floranta Adonara S.H.,M.H.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi

CURICULUM VITAE Nama : Sagung Putri M.E.

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS DAN INFORMED CONSENT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, timbul pula kebutuhan dan keinginan untuk

I. PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

PENERAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN BEDAH DI RSI SOEMANI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO /SK-DIR/RSIA-CI/VIII/2014 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Objek

PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGISIAN INFORMED CONSENT PADA KASUS BEDAH ORTHOPEDI DI RS PKU MUHAMADIYAH GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

INFORMED CONSENT. Dedi Afandi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin tinggi, hal itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, dikenal dengan istilah transaksi terapeutik. Menurut Veronica

INFORMED CONSENT. dr. Meivy Isnoviana,S.H

KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM

BAB I DEFINISI. pengampunya. Ayah :

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Pada saat ini kegiatan pelayanan kesehatan tidak. terlepas dari aspek hukum yang melindungi pasien dari

I S D I Y A N T O NIM : C

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hubungan antara tenaga kesehatan dan penerima layanan kesehatan. juga dapat menimbulkan aspek hukum.

BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan. kesejahteraan diri serta keluarganya (KKI, 2009).

Ide pokok Pengertian :

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

PANDUAN PENOLAKAN PELAYANAN ATAU PENGOBATAN RSIA NUN SURABAYA 1. LATAR BELAKANG

IMPLIKASI HUKUM PENOLAKAN TINDAKAN MEDIK

Aspek Hukum Terhadap Persetujuan Tindakan Medik/Kedokteran (Informed Consent)

PANDUAN PELAKSANAAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK (INFORMED CONCENT)

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN - DOKTER

BAB I PENDAHULUAN UKDW. informed consent. Informed consent merupakan proses persetujuan dan pemberian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perjanjian yang Dilaksanakan antara Dokter dan Pasien dalam Operasi

BAB II KAJIAN TEORITIS. pendek, dimana to implementasi (mengimplementasikan) berarti i to provide

BAB I PENDAHULUAN. sakit memegang peranan penting terhadap meningkatnya derajat kesehatan

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, karena dengan hidup sehat setiap orang dapat menjalankan

Tinjauan Implementasi Persetujuan Tindakan Kedokteran di BLUD Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Periode Mei-Juni Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. 1. kesadaran masyarakat akan hak-haknya dalam hal pelayanan kesehatan

RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) , Fax. (0342) Kembangarum - Sutojayan - Blitar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

BAB III PENUTUP. Dokter terhadap Pasien Gawat Darurat atas Tindakan Medis Dalam Bentuk Implied

Oleh : Sri Wahyuni ABSTRAK

A. Latar Belakang Masalah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM PELAKSANAAN INFORMED CONSENT 1 Oleh : Indra Setyadi Rahim 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan 26 Puskesmas rawat jalan dan tiga Puskesmas

PELAKSANAAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT) DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. mendapatkan sorotan dari masyarakat, karena sifat pengabdianya kepada

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 Website :

Tinjauan Proses Pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran Di Ruang Bedah RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

IMPLIKASI HUKUM PENOLAKAN TINDAKAN MEDIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DPK NOMOR : 000/SK/DIR/I/2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RADIOLOGI RUMAH SAKIT DPK

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina

BAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau

Masalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa dari para dokter. Dokter merupakan tenaga medis yang menjadi pusat

Transkripsi:

Informed Consent adalah istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri dari dua kata, yaitu : Informed dan Consent. Informed berarti telah mendapat informasi/penjelasan/keterangan. Consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan demikian Informed Consent itu merupakan suatu persetujuan yang diberikan pasien/keluarga setelah mendapatkan informasi (Kerbala, 1993). Menurut Komalawati (1989) pengertian Informed Consent sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi. Informed Consent dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 ditafsirkan sebagai Persetujuan Tindakan Medik adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien tersebut (pasal 1). Dalam pengertian demikian, Persetujuan Tindakan Medik dapat dilihat dari dua sudut, yaitu pertama membicarakan Persetujuan Tindakan Medik dari pengertian umum, adalah persetujan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medik apapun yang akan dilakukan. Dan kedua membicarakan Persetujuan Tindakan Medik dari pengertian khusus, adalah Persetujuan Tindakan Medik yang dikaitkan dengan persetujuan atau izin tertulis dari pasien/keluarga pada tindakan operatif, lebih dikenal sebagai Surat Izin Operasi

(SIO), surat perjanjian dan lain lain, istilah yang dirasa sesuai oleh rumah sakit tersebut (Amri, 1999). Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) yaitu : 1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied Consent), yaitu bisa dalam keadaan normal (biasa) atau darurat, umumnya tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum misal menyuntik pasien. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat Emergency memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan edik terbaik menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal 11). 2. Dinyatakan (Expressed Consent), yaitu persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung resiko tinggi seperti pencabutan kuku, sedangkan persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan perlu surat pernyataan dari pasien/keluarga. (Amri, 1999). 2.1.2. Tata Laksana Persetujuan Tindakan Medik Pada umumnya, keharusan adanya Informed Consent secara tertulis yang ditandatangani oleh pasien sebelum dilakukannya tindakan medik tertentu itu, dilakukan di sarana kesehatan yaitu di Rumah Sakit atau Klinik, karena erat kaitannya dengan pendokumentasiannya ke dalam catatan medik (Medical Record). Hal ini

disebabkan, Rumah Sakit atau Klinik tempat dilakukannya tindakan medik tersebut, selain harus memenuhi standar pelayanan rumah sakit juga harus memenuhi standar pelayanan medik sesuai dengan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan No. 436/MENKES/SK/VI/1993 Tentang Berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit. Dengan demikian, Rumah Sakit turut bertanggung jawab apabila tidak dipenuhinya persyaratan Informed Consent. Apabila tindakan medik yang dilakukan tanpa adanya Informed Consent, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin praktik, sebagaimana ditentukan dalam pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/MENKES/PER/IX/1989. Berarti, keharusan adanya Informed Consent secara tertulis dimaksudkan guna kelengkapan administrasi Rumah Sakit yang bersangkutan. Dengan demikian, penandatanganan Informed Consent secara tertulis yang dilakukan oleh pasien sebenarnya dimaksudkan sebagai penegasan atau pengukuhan dari persetujuan yang sudah diberikan setelah dokter memberikan penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukannya. PERMENKES No.585/MENKES/PER/IX/1989 Pasal 3 dan 4 menyatakan bahwa penandatangan Informed Consent secara tertulis dilakukan oleh yang berhak memberikan persetujuan yaitu baik pasien maupun keluarganya, setelah pasien atau keluarganya mendapat informasi yang lengkap. Oleh karena itu, dengan ditandatanganinya Informed Consent secara tertulis tersebut, maka dapat diartikan bahwa pemberi tanda tangan bertanggung jawab dalam menyerahkan sebagian tanggung jawab pasien atas dirinya sendiri kepada dokter yang bersangkutan, beserta resiko yang mungkin akan dihadapinya. Untuk itu,

tindakan medik yang ditentukan oleh dokter harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar profesinya.(guwandi, 2004) 2.1.3. Informasi Bagian yang terpenting dalam Informed Consent adalah mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Yaitu informasi mengenai apa (what) yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani baik diagnostik maupun terapi dan lain lain sehingga pasien/keluarga dapat memahaminya. Ini mencakup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi. Mengenai kapan (when) disampaikan, tergantung pada waktu yang tersedia setelah dokter akan memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksudkan. Pasien/keluarganya harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan keputusannya. Siapa (who) yang menyampaikan, tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam keadaan tertentu dapat pula oleh dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter yang bertanggung jawab. Bila bukan tindakan bedah atau invasif sifatnya, dapat disampaikan oleh dokter atau perawat. Mengenai informasi yang mana (which) yang harus disampaikan, dalam Permenkes dijelaskan haruslah yang selengkap lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien

menolak memberikan informasi. Bila perlu informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien (Amri, 1999). Dalam Permenkes No.585/MENKES/PER/IX/1989 menyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan. Informasi harus diberikan sebelum dilakukannya suatu tindakan operasi atau yang bersifat invasif, baik yang berupa diagnostik maupun terapeutik. Menurut Kerbala (1993), fungsi informasi dokter kepada pasien sebelum pasien memberikan consent-nya, dapat dibedakan atas : a. Fungsi Informasi bagi pasien Berfungsi sebagai perlindungan atas hak pasien untuk menentukan diri sendiri. Dalam arti bahwa pasien berhak penuh untuk diterapkannya suatu tindakan medis atau tidak. b. Fungsi Informasi bagi dokter Dilihat dari pihak dokter maka informasi dalam proses Informed consent pun mempunyai fungsi yang tidak kecil. Azwar (1991) mengemukan ada 5 hal pentingnya fungsi informasi bagi dokter : 1. Dapat membantu lancarnya tindakan kedokteran Dengan penyampaian informasi kepada pasien mengenai penyakit, terapi, keuntungan, risiko, dan lain-lain. Dari tindakan medis yang akan dilakukan maka

terjalin hubungan yang baik antara dokter dan pasien. Sementara pasien pun akan menentukan hal yang terbaik dengan landasan informasi dokter tadi, sehingga tindakan-tindakan medis pun akan lancar dijalani oleh kedua pihak karena keduanya telah memahami kegunaan semua tindakan medis itu. 2. Dapat mengurangi timbulnya akibat sampingan dan komplikasi Dengan penyampaian informasi yang baik akan memberi dampak yang baik dalam komunikasi dokter pasien terutama dalam menerapkan terapi. Misal dokter sebelum menyuntik pasien dengan penisilin bertanya, apakah pasien alergi terhadap penisilin? Bila pasien memang alergi maka akibat/risiko yang besar jika terjadi anafilaktik shock dapat dihindari. Betapa risiko besar itu akan menimpa pasien bila dokter tidak bertanya kepada pasien. 3. Dapat mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit Sama halnya dengan kelancaran tindakan, maka sebagai akibat adanya pengetahuan dan pemahaman yang cukup dari pasien terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan, maka proses pemulihan dan penyembuhan penyakit akan lebih cepat. Keadaan yang demikian juga jelas akan menguntungkan dokter, karena dapat mengurangi beban kerja. 4. Dapat meningkatkan mutu pelayanan Keberhasilan meningkatkan mutu pelayanan disini adalah sebagai akibat dari lancarnya tindakan kedokteran, berkurangnya akibat sampingan dan komplikasi serta cepatnya proses pemulihan dan penyembuhan penyakit. 5. Dapat melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum

Perlindungan yang dimaksudkan disini adalah apabila disuatu pihak, tindakan dokter yang dilakukan memang tidak menimbulkan masalah apapun, dan dilain pihak, kalaupun kebetulan sampai menimbulkan masalah, misalnya akibat sampingan dan atau komplikasi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelalaian dan ataupun kesalahan tindakan (malpractice). Timbulnya masalah tersebut semata mata hanya karena berlakunya prinsip ketidakpastian hasil dari setiap tindakan kedokteran/medis. Dengan perkataan lain, semua tindakan kedokteran yang dilakukan memang telah sesuai dengan standar pelayanan profesi (standar profesi medis) yang telah ditetapkan. Menurut Guwandi (2004), informasi yang harus diberikan sebelum dilakukan tindakan operasi oleh dokter kepada pasien atau keluarga adalah yang berkenaan dengan : a. Tindakan operasi apa yang hendak dilakukan. b. Manfaat dilakukan operasi tersebut. c. Resiko yang terjadi pada operasi tersebut. d. Alternatif lain apa yang ada (ini kalau memang ada dan juga kalau mungkin dilakukan). e. Apa akibatnya jika operasi tidak dilakukan. 2.1.4. Persetujuan Inti dari persetujuan adalah persetujuan harus didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Berpedoman pada PERMENKES no. 585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik maka yang menandatangani perjanjian adalah pasien sendiri yang sudah dewasa (diatas 21 tahun atau sudah menikah) dan

dalam keadaan sehat mental. Dalam banyak perjanjian tindakan medik yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini sering tidak dilakukan oleh pasien sendiri, tetapi lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien untuk menerima penjelasan tindakan operasi dan tindakan medis yang invasif tadi serta keberanian untuk menandatangani surat tersebut, sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga pasien. Tindakan medis yang diambil oleh dokter tanpa persetujuan pasien terlebih dahulu, meski untuk kepentingan pasien tetap tidak dapat dibenarkan secara etika kedokteran dan hukum, sebagaimana telah ditegaskan oleh fatwa IDI tentang Informed Consent (dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien itu sendiri). Namun terhadap ketentuan tersebut terdapat pengecualian, yaitu dalam keadaan gawat darurat dan terjadinya perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya serta dilakukan dalam rangka life saving. Dalam keadaan-keadaan seperti ini dokter dapat melakukan tindakan medis tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu. Persetujuan dalam tindakan medik terdiri dari dua bentuk, yaitu : 1. Persetujuan Tertulis Bentuk persetujuan tertulis ini harus dimintakan dari pasien/keluarganya jika dokter akan melakukan suatu tindakan medik invasif yang mempunyai resiko besar. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam pasal 3 (1) Permenkes No.585 tahun 1989.

Persetujuan persetujuan tertulis itu dalam bentuk formulir formulir persetujuan bedah, operasi dan lain-lain yang harus diisi (umumnya) dengan tulisan tangan. Dan dari sudut hukum positif, formulir persetujuan ini sangat penting sebagai bukti tertulis yang dapat dikemukan oleh para pihak kepada hakim bila terjadi kasus malpraktek. Oleh karena itu, pengisian data pada formulir itu haruslah tepat dan benar sehingga tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari bagi para pihak. 2. Persetujuan Lisan Terhadap tindakan medik yang tidak invasif dan tidak mengandung resiko besar maka persetujuan dari pasien dapat disampaikan secara lisan kepada dokter. Segi praktis dan kelancaran pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan alasan dari penyampaian persetujuan itu secara tertulis. Meski persetujuan lisan itu diperbolehkan untuk tindakan, dokter membiasakan diri untuk menulis/mencatat persetujuan lisan pasien itu pada rekam medis/rekam kesehatan, karena segala kegiatan yang dilakukan oleh dokter harus dicatat dalam rekam medis termasuk persetujuan pasien secara lisan. 2.2. Perilaku Petugas Kesehatan 2.2.1. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bart (1994) dapat dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku masyarakat dapat lebih mudah untuk diubah kearah yang lebih baik. Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan wawancara yang menanyakan sesuatu yang ingin diukur tentang pengetahuan dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2003). Untuk mengukur pengetahuan dokter tentang Informed Consent maka perlu diketahui pengertiannya tentang Informed Consent, manfaat serta peraturan peraturan yang terdapat pada permenkes No.585/MENKES/PER/IX/1989. 2.2.2. Sikap Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sikap adalah tanggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi sikap tidak dapat langsung dilihat secara nyata, tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan.

Allport (1954), seperti yang dikutip dari Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Decision Theory (Janis, 1985, dikutip dari Bart, 1994), menganggap bahwa pasien sebagai seorang pengambil keputusan. Hal ini juga tercermin dalam Conflict theory dari Janin & Mann (1997) yang dikutip dari Bart (1994), bahwa pasienlah yang harus memutuskan apakah mereka akan melakukan suatu tindakan medis dan oleh petugas kesehatan memberi tahu mengenai prosedur, risiko, dan efektifitas sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang tepat. 2.2.3. Tindakan Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003). Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior. 2.3. Variabel Diteliti Variabel yang di teliti dalam penelitian ini adalah perilaku petugas kesehatan yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kesehatn dalam pengisian