BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep pemisahan kekuasaan ( sparation of power) membagi kekuasaan menjadi eksekutif,

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

284 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 16/2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 09 TAHUN 2010

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

RANCANGAN BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 15 TAHUN 2010

GUBERNUR DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 13 TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PROSES PEMBUATAN PERATURAN DAERAH. Oleh : Biro Hukum SETDA Provinsi Jawa Tengah

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

Muchamad Ali Safa at

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Konsep pemisahan kekuasaan ( sparation of power) membagi kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif dan yudikatif. 1 Kekuasaan legislatif tidak boleh di jadikan satu dengan kekuasaan eksekutif untuk menghindari terjadinya tirani. Kekuasaan legislatif juga sebagai kekuasaan yang memberikan dasar penyelenggaraan negara melalui pembentukan undang-undang. Keberadaan lembaga legislatif diawali dengan adanya keinginan masyarakat untuk mengambil alih kekuasaan negara yang mulai terpusat pada seseorang raja atau kepala negara. 2 Keinginan tersebut yang ahirnya memunculkan pusat kekuasaan masyarakat yang mendapat legitimasi dan melembaga dalam lembaga legislatif. Dalam DPRD terdapat kursi untuk partai politik, fraksi-fraksi dan alat kelengkapan DPRD yang memiliki fungsi sangat penting dalam terselanggaranya otonomi daerah. Fungsi legislasi adalah bagian dari proses fungsi yang di miliki DPRD dan mempunyai peranan penting dalam pelaksaan peran DPRD sebagai lembaga legislatif daerah, dan penelitian kali ini akan juga membahas substansi tentang hak inisiatif yang di miliki anggota DPRD. 1 Laksono Fajar Dan Subarjo, 2006, Kontroversi Undang-Undang Tanpa Pengesahan Presiden, Balai Pustaka. Jakarta. Hal 34. 2 Ibid.

Sebagai lembaga legislatif DPRD berfungsi juga sebagai badan pembuat perundang-undangan. Melalui fungsi ini DPRD mengaktualisasikan diri sebagai wakil rakyat, Undang-Undang Dasar dan undang-undang mengatur hak prakarsa atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan hak atas perubahan (Raperda). 3 Kemampuan lembaga legislatif melaksanakan fungsi perwakilan dan fungsi legislasi dapat dilihat dari persepsi para anggota dalam mengangkat berbagai persoalan dalam masyarakat untuk dibicarakan dalam forum legislatif atau kemampuan lembaga legislatif melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan dari rakyat yang diwakili. 4 1. Fungsi-Fungsi DPRD Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara umum peran ini diwujudkan dalam tiga fungsi, yaitu: 5 a. Regulator. Mengatur seluruh kepentingan daerah, baik yang termasuk urusan- urusan rumah tangga daerah (otonomi) maupun urusan -urusan pemerintah pusat yang diserahkan pelaksanannya ke daerah (tugas pembantuan); b. Policy Making. Merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan program-program pembangunan di daerahnya; c. Budgeting. Perencanaan angaran daerah (APBD) Dalam perannya sebagai badan perwakilan, DPRD menempatkan diri selaku kekuasaan penyeimbang ( balanced power) yang mengimbangi dan melakukan control efektif terhadap Kepala Daerah dan seluruh jajaran pemerintah daerah. 1.1. Fungsi Legislasi 3 Armen Yasir, 2010, Makalah Hukum dan Politik, disampaikan pada perkuliahan semester genap tahun ajaran 2009-2010 di Bagian HTN FH Unila, hal.17. 4 Ibid. 5 http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/implementasi_peran fungsi_dprd.pdf, diunduh tanggal 15 Maret 2011, PKL, 19:43 WIB

Legislasi adalah kewenangan membentuk undang-undang ( legislative power). 6 Legislasi atau dalam bahasa Inggris Legislation memiliki arti pembuatan perundang-undangan. Sedangkan legislatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah badan yang berwenang membuat undang-undang 7 Terkadang kata legislasi atau dalam bahas Inggris legislation terkadang hampir mirip dengan kata regulation, sama-sama mengarah pada peraturan dan pengaturan, namun pada kenyataannya makna kata regulation mempunyai konotasi yang lebih luas, legislation hanya terbatas pada produk yang di hasilkan oleh parlemen sebagai lembaga legislatif. Pengertian legisalsi dalam arti sempit berarti produk atau proses pembuatan undang-undang, sedangkan dalam arti luas menyangkut pula peraturan lain yang mendapat delegasi kewenangan dari undang-undang. Jika legislasi hanya terkait dengan Act of Parliamant maka legislasi itu dapat di pahami sebagai produk parlement atau produk lembaga legislatif. Fungsi legislasi merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Fungsi legislasi bermakna penting dalam beberapa hal berikut: 8 1. Menentukan arah pembangunan dan pemerintahan di daerah; 2. Dasar perumusan kebijakan publik di daerah; 3. Sebagai kontrak sosial di daerah; 4. Pendukung Pembentukan Perangkat Daerah dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah. 6 Armen Yasir, 2008, Hukum Perundang-undangan, Lembaga Penelitian Unila. hal. 77. 7 Op.Cit, hal. 605. 8 Ibid.

Disamping itu, dalam menjalankan fungsi legislasi ini DPRD berperan pula sebagai policy maker, dan bukan policy implementer di daerah. Artinya, antara DPRD sebagai pejabat publik dengan masyarakat sebagai stakeholders. 9 Dalam praktik dan realita, proyeksi good public governance pada fungsi legislasi masih membutuhkan banyak penataan dan transformasi ke arah yang lebih baik. Peningkatan performa tersebut dapat dilakukan antara lain dengan: 10 1. Peningkatan pemahaman tentang perencanaan dalam fungsi legislasi; 2. Optimalisasi anggota DPRD dalam mengakomodasi aspirasi stakeholders; 3. Ditumbuhkannya inisiatif DPRD dalam penyusunan Raperda; 4. Ditingkatkannya kemapuan analisis (kebijakan publik & hukum) dalam proses penyusunan Raperda; 5. Pemahaman yang lebih baik atas fungsi perwakilan dalam fungsi legislasi; 1.2. Fungsi anggaran Fungsi anggaran adalah penyusunan dan penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama-sama pemerintah daerah. Dalam menjalankan fungsi ini, DPRD harus terlibat secara aktif, proaktif, sebagai legitimator usulan APBD yang diajuan pemerintah daerah.fungsi penganggaran memiliki makna pentingnya yaitu: 11 1. APBD sebagai fungsi kebijakan fiskal (fungsi alokasi, fungsi distribusi, serta fungsi stabilisasi); 2. APBD sebagai fungsi investasi daerah; 3. APBD sebagai fungsi manajemen pemerintahan daerah (fungsi perencanaan, fungsi otorisasi, fungsi pengawasan). Dalam konteks good governance, maka peran serta DPRD harus diwujudkan dalam tiap proses penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah). Adapun good public 9 Ibid. 10 Ibid. 11 Ibid.

governance pada fungsi penganggaran saat ini dapat lebih berperan secara konkrit apabila memperoleh perhatian dan kecermatan dalam beberapa hal berikut: 12 1. Penyusunan KUA (Kebijakan Umum APBD), antara lain: 1) Efektifitas pembentukan jaring asmara; 2) Eliminasi kepentingan individu, kelompok, dan golongan; 3) Pembenahan penyusunan RPJMD dan Renstra-SKPD; 4) Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan DPRD dalam merumuskan KUA 2. Penyusunan PPAS, antara lain: 1) Akuntabilitas terhadap nilai anggaran; 2) Kelengkapan data-data pendukung; 3) Peningkatan kapasitas anggota DPRD dan pemerintah daerah 4) Kesesuaian antara prioritas program dengan kebutuhan rakyat 3. Raperda APBD merupakan Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah untuk jangka waktu satu tahun yang di bahas bersama antara Legislatif yang dalam hal ini adalah DPRD dan Eksekutif dalam hal ini pemerinta provonsi, kabupaten dan kota. 4. Sosialisasi Perda APBD Menyampaikan hasil pembahasan bersama RaPerda APBD yang telah di tetapkan sebagai Perda APBD oleh DPRD dam pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota sebagai bentuk transparansi pengeolaan keuangan kepada masyarakat. 1.3. Fungsi Pengawasan Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi ketiga ini bermakna penting, baik bagi pemerintah daerah maupun pelaksana pengawasan. Bagi pemerintah daerah, fungsi pengawasan merupakan suatu mekanisme peringatan dini (early warning system), untuk mengawal 12 Ibid.

pelaksanaan aktivitas mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi pelaksana pengawasan, fungsi pengawasan ini merupakan tugas mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa tindakan perbaikan. Disamping itu, pengawasan memiliki tujuan utama, antara lain: 13 1. Menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana; 2. Menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan; 3. Menumbuhkan motivasi, perbaikan, pengurangan, peniadaan penyimpangan; 4. Meyakinkan bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; Namun demikian, praktik good public governance pada fungsi pengawasan saat ini masih membutuhkan beberapa improvement agar dapat mencapai tujuannya tersebut. Fungsi pengawasan dapat diselaraskan dengan tujuannya, antara lain dengan melakukan beberapa hal berikut: 14 1. Memaknai secara benar fungsi dan tujuan pengawasan, sehingga dapat menjadi mekanisme check & balance yang efektif; 2. Optimalisasi pengawasan agar dapat memberikan kontribusi yang diharapkan pada pengelolaan pemerintahan daerah; 3. Penyusunan agenda pengawasan DPRD; 4. Perumusan standar, sistem, dan prosedur baku pengawasan DPRD; 5. Dibuatnya mekanisme yang efisien untuk partisipasi masyarakat dalam proses pengawasan, dan saluran penyampaian informasi masyarakat dapat berfungsiefektif sebagai salah satu alat pengawasan. B. Peraturan Daerah Dalam penyeleggaraan pemeritahan, tingkat pusat maupun daerah, pembentukan peraturan perundang-undangan sangat penting demi keberlangsungan pemerintahan dan berkenaan dengan 13 ibid 14 Ibid.

aktivitas penyelenggaraan pemerintahan 15 Perda baik provinsi, kabupaten/kota merupakan produk hukum DPRD yang telah di tetapkan kepala daerah dan mendapat persetujuan bersama. Peraturan Daerah berlaku lebih sempit terbatas pada daerah yang bersangkutan. 16 Peraturan daerah menurut Pasal 136 Ayat (1) UU Pemda 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008, 17 ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk untuk penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Adapun Perda menurut ayat (3) UU Pemda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan melihat ciri khas masing-masing daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam pembentukan Perda masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rancangan Perda. Pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman harus kepada peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 139 UU Pemda. Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan kepada Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah pusat. 15 Yuliandri, 2009, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.40. 16 Armen Yasir, 2008, Hukum., op.cit. hal 101. 17 LNRI Nomor 59 Tahun 2008, TLNRI Nomor 4844.

Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan. 18 Terkait dengan muatan Perda Armen Yasir menjelaskan bahwa: 19 Dalam penyelenggaraan Peraturan daerah dapat mengatur segala urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat daerah yang tidak diatur oleh pemerintah pusat sepanjang merupakan kewenangan atau penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang terkait kewenangan otonomi dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundnagan yang lebih tinggi. Di bidang tugas pembantuan Peraturan Daerah tidak mengatur subtansi urusan pemerintah dan atau kepentingan masyarakat melainkan hanya mengatur tata cara melaksanakan subtansi urusan pemerintah atau kepentingan masyarakat 20 18 LNRI No 53 Tahun 2004, TLNRI No 4389. 19 Armen Yasir, 2008, Hukum op.cit hal. 102.

Kaidah yang harus diperhatikan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang merupakan landasan yuridis adalah: 21 a. Setiap produk hukum harus dibuat oleh pejabat yang berwenang, jika tidak, produk hukum itu batal demi hukum atau dianggap tak pernah ada segala akibatnya batal demi hukum misalnya Peraturan Daerah di tetapkan oleh kepala daerah dengan Persetujuan DPRD; b. Keharusan ada kesesuaian bentuk atau jenis produk hukum dengan meteri yang diatur, terutama jika di perintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih tinggi atau sederajat. Ketidak sesuaian bentuk atau jenis dapat menjadikan alasan membatalkan produk hukum tertentu; c. Mengikuti tata cara tertentu, apabila tata cara yang seharusnya tidak di ikuti maka produk hukum tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang mengikatdan tidak dapat di berlakukan dengan demikian dapat di batalkan demi hukum; d. Keharusan tidak bertentengan dengan peraturan yang lebih tinggi misal Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan UU. Nomor 32 Tahun 2004 dan sebaliknya, bila bertentangan maka dapat di batalkan; e. Produk hukum yang di buat untuk kepentingan umum harus dapat di terima oleh masyarakat secara wajar dan spontan. Proses pemerintahan daerah Peraturan Daerah memiliki fungsi antara lain: 22 a. Menyelenggarakan pengaturan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan. b. Meyelenggarakan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. c. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. d. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.yang dimaksud di sisi adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat. C. Program Legislasi Daerah 20 Ibid hal.102. 21 Ibid hal.67. 22 Maria farida indarti S, Ilmu Perundang-Undangan I.Kanisius 2007. Hal.232

Program legislasi daerah (Prolegda) adalah instrumen pelaksana program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara terpadu dan sistematis. 23 Prolegda kabupaten/kota disusun setiap tahun, 24 Prolegda Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan Kabupaten/Kota yang meliputi (1) Rencana Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan (2) Rancangan Keputusan Bupati/Walikota. 25 Penataan fungsi legislasi tentunya akan memiliki pengaruh terhadap kualitas pembentukan undang-undang di Indonesia. 26 Penyusunan prolegda dilakukan oleh Pemerintah daerah dengan DPRD sebagai lembaga yang berwenang membuat Perda.pembentukan Perda hendaknya dilakukan secara koordinasi terarah dan terpadu antar unit kerja dan instansi terkait. Secara garis besar mekanisme penyusunan prolegda ditentukan dalam Pasal 5 sampai Pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang dapat di gambarkan sebagai berikut: 27 Pimpinan satuan kerja perangkat daerah (sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing) atau dapat di delegasikan kepada biro hukum atau bagian hukum, kemudian di buat tim antara satuan unit kerja perangkat daerah yang di ketuai satuan perangkat kerja pemrakarsa atau pejabat yang di tunjuk oleh kepala daerah dan kepala biro hukum atau kepala bagian hukum berkedudukan sebagai sekretaris; Rancangan produk hukum daerah dilakukan pembahasan yang bersifat prinsip mengenai objek yang diatur, jangkauan dan arah pengaturan dengan biro hukum atau bagian hukum dan satuan perangkat daerah; Rancangan produk hukumyan di buat harus mendapatkan paraf dari koordinasi kepala biro hukum dan atau kepala bagian hukum dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah terkait. setelah itu diajukan kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah; Sekretaris Daerah dapat dapat melakukan perubahan dan atau penyempurnaan terhadap rancangan produk daerah yang telah di paraf koordinasi; 23 Keputusan Menteri Dalam Negeri No 169 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 24 Pasal 4 (1) 25 Pasal 4 (2) 26 Yuliandri, 2009,.. Op.cit.hal 1. 27 Armen Yasir, 2008, Hukum Op.cit. Hal 155.

Rancangan Peraturan daerah yang di prekarsai oleh kepala daerah disampaikan kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan; Pembahasan rancangan Peraturan Daerah atau sebutan lainnya atas inisatif DPRD di koordinasikan oleh sekretaris daerah atau pimpinan satuan kerja sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pembahasan rancangan peraturan daerah di DPRD baik atas inisiatif DPRD di bentuk tim asistensi dengan sekretariat berada pada biro hukum atau bagian hukum; Khusus untuk Provinsi Papua bahwa Perdaus dibuat dan di tetapkan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) bersama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP). Dalam menjalankan rancangan Perdaus dapat dibentuk komisi hukum Ad Hoc, sedangkan proses pembentukan Perdasi tidak berbeda dengan proses pembuatan Perda umumnya yakni di buat dan di tetapkan DPRP bersama Gubernur; Mengenai pembentukan Qanun tetap menggunakan ketentuan sebagai mana ketentuan peraturan perundang-undangan menurut Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemda, Perda dibuat bersama oleg DPRD dan Gubernur; Khusus dalam pembentukan Qanun yang berkaitan dengan syariat Islam dalam persiapannya menurt Qanun provinsi Nanggroe Aceh Darusalam Nomor 9 Tahun 2003 tentang Hubungan Tata Kerja Majelis Musyawarah Ulama dengan eksekutif, legislatif dan instansi lainnya, badan perangkat provinsi maupun badan legislatif daerah provinsi wajib memintakan masukan, pertimbangan dan saran dari Majelis Permusyawaratan Ulama. D. Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Hukum Sumber hukum secara umum terdiri dari 2 sumber hukum yaitu sumber hukum materil dan formil. 28 Sumber hukum materil bersumber dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum, kondisi sosial ekonomi, sejarah, sosiologi, hasil penelitian ilmiah, filsafat, tradisi, agama, moral, perkembangan iternasional, geografi, politik hukum, dll. 29 28 http://www.google.co.id/gwt/x?oe=utf-8&q=faktor-faktor+yang+mempengaruhi+pembentukan+hukum&hl=id&ei=a50dtoi4jjdqrqes6ge&ved=0casqfjacoay&start=6&source=m&rd=1&u=.di unduh tanggal 18 Oktober 2011 pukul 23:00 Wib 29 Ibid.

Sumber hukum materil adalah faktor-faktor masyarakat yang mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuatan undang -undang yang berpengaruh terhadap keputusan hakim, dsb). 30 Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum, atau tempat dimana materi hukum itu diambil untuk membantu pembentukan hukum faktor-faktor tersebut adalah : a. Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk undang-undang ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya. b. Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakatdan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan. 31 Faktor-faktor kemasyarakatan yang mempegaruhi pembentukan hukum yaitu: 32 a. Stuktural ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat antara lain: kekayaan alam, susunan geologi, perkembangan-perkembangan perusahaan dan pembagian kerja; b. Kebiasaan yang telah membaku dalam masyarakat yang telah berkembang dan pada tingkat tertentu ditaati sebagai aturan tingkah laku yang tetap; c. Hukum yang berlaku; d. Tata hukum negara-negara lain; e. Keyakinan tentang agama dan kesusilaan. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, dan terdiri atas: 33 Pendapat umum, agama, kebiasaan, politik hukum dari pemerintah. 30 http://www.scribd.com/doc/71415172/sumber-hukum-formil-materiil di unduh tanggal 15 November 2011 pukul 22:16 31 Ibid. 32 Ibid. 33 Ibid.