BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam berperan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terwujud

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

ANALISIS EVEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PADANG PANJANG PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh Pendapatan..., Fani, Fakultas Ekonomi 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan. Analisa pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari aspek ekonominya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat PAD. Kemudian peneliti akan melihat pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara. 2.2. Desentralisasi Fiskal Menurut Devas, dkk (1998: 352 353) ada dua konsep dasar desentralisasi yaitu desentralisasi politis dan desentralisasi manajemen, desentralisasi politis yaitu transfer wewenang dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah. Hal ini dilakukan karena memandang bahwa pemerintah daerah lebih dekat kepada warga negara,

sehingga mampu membuat keputusan yang mencerminkan kebutuhan dan prioritas, sedangkan yang dimaksud desentralisasi manajemen yaitu praktek pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari pusat-pusat biaya kepada manajer unit. Saragih (1996: 37 38) mengatakan bahwa pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran pembangunan nasional. Dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional dengan potensi, aspirasi dan permasalahan pembangunan di berbagai daerah sesuai program pembangunan daerah yang dicanangkan. Keseluruhan program pembangunan daerah tersebut dijabarkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Di samping itu kunci sukses dalam pencapaian sasaran pembangunan daerah secara efektif dan efisien. Konsentrasi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan daerah adalah sejalan dengan semangat otonomi daerah dan pelaksanaan desentralisasi. Keterbatasan dana pusat bagi pembangunan daerah dan dalam rangka penggalian potensi daerah memerlukan strategi pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan dalam meningkatkan PAD setiap daerah. Strategi pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan daerah bagi peningkatan PAD adalah; pertama, strategi yang berkaitan dengan manajemen pajak/retribusi daerah; kedua, strategi ekstensifikasi sumber penerimaan daerah; ketiga, strategi dalam rangka peningkatan efisiensi institusi.

2.3. Pendapatan Asli Daerah Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 157, menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah; b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Mardiasmo dan Makhfatih (2000: 8) menguraikan bahwa: Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah. Widayat (1994: 32) menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan PAD melalui peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar mendekati atau bahkan sama dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa secara umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan PAD sehingga maksimal yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaitu menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya. Cara ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber objek retribusi atau pajak ataupun dengan menjaring wajib pajak baru.

2.4. Pajak Daerah Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 Ketentuan Umum butir 10, menyatakan bahwa pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun jenis pajak menurut pasal 2 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain: a. Jenis pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor; 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok. b. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame; 5) Pajak Penerangan Jalan; 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air Tanah; 9) Pajak Sarang Burung Walet; 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti dan tujuan yang sama. Munawir (1998: 5) mengutip pendapat Jayadiningrat memberi definisi pajak sebagai suatu

kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. Mangkoesoebroto (1993: 181) menyatakan pajak adalah suatu pungutan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak di mana tidak dapat balas jasa secara langsung terhadap penggunanya. Pajak di samping sebagai sumber penerimaan negara yang utama (budgetair) juga mempunyai fungsi lain seperti alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatankegiatan swasta dalam perekonomian (regulair). Pajak sebagai alat anggaran juga dipergunakan sebagai alat mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah terutama kegiatan rutin (Suparmoko, 2000: 96). Oleh sebab itu kedua fungsi pajak di atas harus dijalankan secara seimbang karena apabila pengaturannya tidak dilaksanakan secara seimbang sangat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian. Pengenaaan pajak dapat menimbulkan eksternalitas yang dapat merugikan kepentingan umum, sehingga perlu adanya pengaturan untuk menjamin kelangsungan sumber daya dalam jangka panjang. Sehubungan dengan itu maka keputusan untuk mengenakan pajak terhadap suatu objek hendaknya dilakukan secara hati-hati dan bijaksana untuk menghindari terjadunya disinsentif bagi perekonomian.

Penggalian sumber-sumber keuangan daerah yang berasal dari pajak daerah ditentukan oleh 2 (dua) hal, yaitu: dasar pengenaan pajak dan tarif pajak. Model Leviathan mengatakan bahwa pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan yang maksimal. Kondisi ini tergantung pada respons wajib pajak, permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak lebih tinggi untuk mencapai total penerimaan yang maksimal. Model Leviathan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang meminimalkan penghindaran pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum (Sidik, 2002). Tarif Pajak Daerah Kurva laffer t T Total penerimaan Daerah Gambar 2.1. Model Leviathan

2.5. Retribusi Daerah Menurut Munawir (1998) retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan dikenakan iuran itu. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz (1995: 84) adalah sebagai berikut: a. pelaksanaan bersifat ekonomis; b. ada imbalan langsung kepada pembayar; c. iurannya memenuhi persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar; d. retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgetairnya tidak menonjol; e. dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan PAD perlu dikaji pengelolaannya untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula PAD. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 nomor 64 bahwa yang dimaksud dengan Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Oleh karena itu retribusi merupakan pembayaran atas penggunaan barang atau jasa yang disediakan untuk umum oleh Pemerintah, maka umumnya pemungutan retribusi dilakukan di tempat pemakaian. Retribusi dapat juga ditagihkan kepada badan atau orang pribadi atas dasar pembayaran dengan penggunaan terbatas (dijatahkan) atau pembayaran dengan periode tertentu yang telah disepakati. 2.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan strutur ekonomi daerah. Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut dapat dianggap sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum (Sirojuzilam, 2005). Menurut Rahardja dan Manurung (2002) yang dimaksud dengan PDRB adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut. PDRB menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan yang berarti ternasuk kenaikan harga, sedangkan PDRB menurut harga konstan, nilai barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan tahun dasar.

Cara penghitungan PDRB atas dasar harga konstan telah menghilangkan pengaruh harga atau inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai yang sebenarnya (Widodo, 1990). Dengan mempedomani dan menghitung PDRB tersebut baik berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan, dapat dilihat pertumbuhan ekonomi serta tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah, dimana tinggi rendahnya tingkat kemakmuran di suatu daerah biasanya diukur dengan besar kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari pembagian antara pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. 2.7. Penelitian Terdahulu Reksohadiprodjo (1999) berpendapat bahwa penerimaan pajak merupakan bagian terpenting dari penerimaan pemerintah di samping penerimaan dari minyak bumi dan gas alam serta penerimaan negara bukan pajak. Apabila Indonesia ingin mandiri maka penerimaan dari pajak haruslah ditingkatkan agar supaya dapat dijadikan substitut pinjaman luar negeri. Insukindro, dkk (1994) berpendapat bahwa pajak dan retribusi daerah sebagai sumber utama PAD, dan pada umumnya retribusi daerah lebih dominan. Sumbangan penerimaan asli daerah terhadap total penerimaan APBD rendah, karena upaya merealisasikan peningkatan pendapatan asli daerah tidak didasarkan potensi PAD tetapi ditargetkan berdasarkan realisasi sebelumnya. Sembiring (2001) melakukan analisis potensi PAD bagi pengembangan wilayah Kabupaten Karo. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh PAD

terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karo. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB dan pendapatan perkapita Kabupaten Karo. Mahalli (2005) melakukan analisis kebijakan fiskal kota Medan di era otonomi daerah. Tujuan penelitian untuk menganalisa dan merumuskan kebijakan fiskal yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Medan. Metode analisis yang digunakan regresi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pajak daerah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Implikasi dari penelitian yaitu implementasi desentralisasi memerlukan tuntutan perubahan yang mendesak di berbagai sektor baik dari eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan antara lain permasalahan yang dibahas serta metodologinya. Adapun yang membedakan dengan penelitian terdahulu, adalah mengenai lokasi penelitian serta data yang digunakan yaitu Provinsi Sumatera Utara. 2.8. Kerangka Pikir Penelitian Untuk mempermudah pemahaman kita tentang konsep penelitian ini, maka dapat disusun kerangka pikir peneliti seperti pada gambar berikut:

POTENSI PAJAK DAERAH POTENSI RETRIBUSI DAERAH PENINGKATAN PAD PENINGKATAN APBD PENINGKATAN PDRB PENGEMBANGAN WILAYAH Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian 2.9. Hipotesis Sesuai dengan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis terhadap penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah memberikan pengaruh positif terhadap pengembangan wilayah.