BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan Tata Guna Lahan (Land Use). Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: 1. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesland & Kiefer, 1979) 2. Tutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut (Townshend & Justice, 1981) 3. Permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) contohnya antara lain; vegetasi, salju (Barret & Curtis, 1982) Tutupan lahan mengacu pada obyek-obyek alami dan buatan yang terdapat di permukaan bumi, yang semuanya dapat diamati dengan citra remote sensing. Berbeda dengan tata guna lahan yang abstrak, tutupan lahan nyata dan dapat diketahui dengan pengamatan langsung menggunakan citra. Informasi tutupan lahan berguna untuk berbagai bidang terutama untuk bahan informasi perubahan tata guna lahan. Berbagai macam panjang gelombang elektromagnetik yang dipantulkan obyek-obyek di permukaan bumi memungkinkan untuk menentukan karakteristik permukaan bumi yang kemudian bisa digunakan untuk informasi tutupan lahan. Penginderaan jauh memanfaatkan pantulan spektral cahaya pada tutupan lahan untuk mengamati penampakannya. Setiap objek yang berada di atas permukaan bumi akan memiliki pantulan spektral yang berbeda untuk setiap jenis tutupan lahan dengan rentang spektral tertentu. Pantulan spektral ini kemudian akan diterima oleh sensor satelit penginderaan jauh. Dengan demikian maka akan dapat diperoleh informasi tentang tutupan lahan dalam suatu wilayah. 6
2.2 Klasifikasi Citra Dengan sangat beragamnya nilai-nilai respon spektral yang tercermin dari nilainilai piksel yang terdapat di dalam setiap band citra dijital, manusia tidak (selalu) dapat dengan mudah untuk menganalisis dan menginterpretasikannya (terutama jika hanya dilakukan secara manual atau visual). Oleh karena itu, secara umum, diperlukan suatu cara atau teknik yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyederhanakan proses pengenalan pola-pola unsur-unsur spasial yang terdapat di dalamnya. Manusia perlu mengklasifikasikan citra dijitalnya berdasarkan elemen-elemen fundamental yang dimilikinya. Klasifikasi citra satelit menjadi peta tutupan lahan merupakan aplikasi penginderaan jauh yang paling banyak digunakan. Klasifikasi tutupan lahan adalah proses interpretasi dan pemberian label kelas tutupan lahan untuk tiaptiap piksel yang ada pada citra satelit. Klasifikasi citra merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokkan semua piksel (yang terdapat di dalam bands citra yang bersangkutan) ke dalam beberapa kelas berdasarkan suatu kriteria atau kategori objek hingga menghasilkan peta tematik dalam bentuk raster. Setiap piksel yang terdapat di dalam setiap kelas ini diasumsikan memiliki karakterisktik yang homogen. Tujuan proses ini adalah untuk mengekstrak pola-pola respon spektral (terutama yang dominan) yang terdapat di dalam citra itu sendiri. Hasil dari proses klasifikasi adalah peta tutupan lahan. Peta tutupan lahan memuat informasi kelas tutupan lahan yang ada di suatu unit area. 2.3 Pixel-Based Piksel merupakan unit terkecil dari sebuah citra dan merupakan unit dasar spasial dalam ruang-ruang sel. Piksel memiliki sifat yang dinamis dan bebas. Setiap sel memiliki nilai digital unik yang membedakan dengan sel lainnya. Pada beberapa dekade terakhir ini, prosedur berbasiskan piksel merupakan pemrosesan citra yang utama. Analisis citra berbasis piksel adalah pilihan umum yang biasa digunakan untuk pemrosesan data citra pada sistem analisis citra penginderaan jauh. Analisis citra berbasiskan piksel ini bergantung pada nilai digital number piksel tunggal yang ada pada citra. Metode ini hanya 7
mengekstrak informasi spektral dari citra saja tanpa memperhitungkan informasi spasial. Informasi spasial disini berupa nilai dan warna dari piksel itu sendiri. 2.3.1 Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang diperlukan untuk mentransformasikan data citra multispektral ke dalam kelas-kelas unsur spasial dalam bentuk informasi tematis. Selain itu, proses klasifikasi ini juga dilakukan dengan asumsi bahwa data citra dijital yang bersangkutan terdiri dari beberapa band (multispektral) citra yang mencakup area yang sama. Pada klasifikasi terbimbing, identitas dan lokasi kelas-kelas unsur atau tipe penutup lahan (seperti halnya perkotaan, tubuh air, lahan basah, dan lain sebagainya) telah diketahui sebelumnya melalui kunjungan ke lapangan (survei), analisis foto udara (atau citra satelit sebelumnya), maupun cara-cara yang lain. 2.3.2 Maximum Likelihood Classification Metode Maximum Likelihood ini berbasiskan atas distribusi normal (Gaussian) yang mengestimasi fungsi probabilitas dari setiap kelas (Pedroni, 2003). Metode ini mengevaluasi secara kuantitatif varian maupun korelasi pola tanggapan spektral kategori ketika mengklasifikasikan piksel yang tidak dikenal. Pengkelasan ini menggunakan bentuk training sampel yang bersifat sebaran normal (distribusi normal), yaitu semua sebaran (distribusi) pola tanggapan spektral penutup lahan dianggap atau diasumsikan sebagai vektor rata-rata dan kovarian matrik, sehingga probabilitas statistiknya berupa kurva normal (Gaussian). Metode Maximum Likelihood ini terbatas hanya mengekstraksi informasi spasial saja tanpa memperhatikan informasi kontekstual dan citra yang ada. Informasi tekstur tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan hasil klasifikasi citra yang lebih akurat 8
2.3.3 Minimum Distance Classification Klasifikasi berdasarkan jarak minimum rata-rata merupakan klasifikasi terbimbing yang menggunakan strategi paling sederhana, yaitu dengan cara menentukan nilai rata-rata setiap kelas yang disebut vektor rata-rata (mean vector). Gambar 2.1 menunjukkan suatu strategi klasifikasi terbimbing yang menggunakan jarak minimum rata-rata kelas. Gambar 2.1 Minimum Distance Classifier (Sumber: http://software.intel.com/en-us/articles/a-j2seapplication-enhances-and-classifies-map-data/) Suatu piksel tak dikenal identitasnya (pada gambar diperlihatkan sebagai titik 1, 2, dan 3) dapat dikelaskan dengan cara menghitung jarak terpendek dari nilai piksel rata-rata yang digunakan sebagai kategori kelas. Minimum distance classifier ini merupakan strategi paling sederhana secara matematik dan perhitungannya efisien, namun metode ini memiliki keterbatasan, karena metode ini kurang peka terhadap perbedaan varian tanggapan spektral. 9
2.4 Object-Based Pendekatan standar berbasis piksel sudah tidak sesuai lagi dalam kaitannya dengan keberagaman (heterogeneity) dari informasi kelas spektral pada citra resolusi tinggi. Ahli remote sensing menggunakan informasi spasial untuk menggambarkan tutupan lahan (land cover) karena piksel tunggal tidak memberikan informasi yang cukup tentang konten citra. Kelemahan utama klasifikasi citra berbasis piksel adalah pada citra hasil klasifikasi yang mengandung gangguan berupa salt and pepper yaitu masih berupa bercakbercak warna. Oleh karena itu pendekatan berbasis objek menggunakan informasi spektral dan spasial dibutuhkan. Keunggulan dari metode berbasis objek ini yaitu dapat melakukan analisis citra digital secara visual berdasarkan informasi dari beberapa kumpulan piksel yang sama yang disebut segmen atau objek. Unit terkecil pada metode ini bukan lagi piksel melainkan objek. Berbeda dengan metode berbasis piksel, metode ini memandang suatu objek seperti halnya manusia memandang suatu kesatuan objek. Objek disini berarti tidak hanya berdasarkan digital number piksel saja, tetapi juga berdasarkan bentuk, tekstur, rona dan informasi spasial lainnya. 2.5 Segmentasi Segmentasi citra merupakan sebuah langkah awal pada klasifikasi citra dengan metode berbasiskan objek. Segmentasi citra digunakan untuk mengelompokkan piksel yang memiliki kesamaan struktur, dengan tujuan untuk membuat setiap struktur individual menjadi region atau wilayah individual. Struktur fisik yang berbeda akan dikenali pada citra secara umum memiliki ukuran yang sangat berbeda-beda. Dalam rangka mengatasi kemungkinan ini, feature yang akan digunakan harus dibuat pada ukuran yang bervariasi atau citra harus diolah pada resolusi yang berbeda-beda. Karena resolusi yang berbeda akan memiliki karakteristik struktur yang berbeda pula pada citra. Pada dasarnya proses segmentasi dilakukan untuk membentuk objek-objek homogen berupa area yang dibentuk dari sekumpulan piksel yang memiliki kesamaan atau kemiripan nilai spektral. Segmentasi dengan berbasiskan pada area atau wilayah ini dikenal dengan Multiresolution Segmentation (Segmentasi Multiresolusi). 10
Segmentasi Multiresolusi ini dimulai dengan mendefinisikan setiap piksel sebagai suatu objek yang terpisah. Beberapa pasang dari objek akan membentuk suatu segmen yang lebih besar. Keakuratan dari hasil segmentasi dapat berpengaruh langsung pada hasil klasifikasi dengan metode berbasiskan objek. Hasil segmentasi yang baik akan mengarahkan pada klasifikasi dengan metode berbasiskkan objek yang berbeda dengan klasifikasi dengan berbasiskan piksel. 11