BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. tujuh kematian (tujuh juta per tahun). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam mendapatkan makanan seperti munculnya makanan cepat saji.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan anugerah dari Tuhan namun dewasa ini banyak individu yang belum

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. mendukung produktivitas dan efektifitas kegiatan setiap hari, salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. baik di negara maju maupun di negara berkembang. World Health Organization

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA-

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bebas tanpa Stroke merupakan dambaan bagi semua orang. Tak heran

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari penyakit atau kecacatan (World Health Organization, 1948 dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan merokok sudah dimulai sejak jaman nenek moyang dan

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan

BAB I PENDAHULUAN. peranan agama yang berkaitan dengan motivasi, nilai etik, dan harapan. Agama

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolisme gula akibat kurangnya sekresi hormon insulin sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adanya waktu untuk berolahraga ringan sekalipun merupakan kebiasaankebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih. Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke.

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Salah satu masalah yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Bab 2. Landasan Teori

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit diabetes mellitus ditetapkan oleh PBB sebagai penyakit tidak

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

10 Komplikasi Diabetes dan Obat Alami Diabetes Untuk Melawannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani.

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

THEORY OF REASONED ACTION

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan. menimbulkan gejala sesuai daerah otak yang terganggu (Bustaman MN,

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

BAB III METODE PENELITIAN

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis (Aru, 2009). Dari definisi tersebut jelas bahwa kelainan utama stroke adalah kelainan pembuluh darah yang merupakan bagian dari pembuluh darah sistemik. Menurut dr. Hadi Martono dan dr. RA Tuty Kuswardani latar belakang penyebab penyakit stroke adalah karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah ke otak, atau karena pecahnya pembuluh darah ke otak. Faktor risiko terjadinya stroke adalah usia, jenis kelamin, darah tinggi, diabetes mellitus dan faktor keturunan. Faktor lainnya yang memicu timbulnya penyakit ini adalah pola hidup yang kurang sehat seperti jarang olahraga atau mengonsumsi makananmakanan yang memicu tekanan darah tinggi sehingga semakin beresiko untuk terserang stroke. (Aru, 2009) Di Indonesia, stroke merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Menurut Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), stroke menjadi penyebab kematian pada semua umur dengan proporsi 15,4%. Pada kelompok umur 45-54 tahun, stroke adalah penyebab kematian terbesar di perkotaan dengan proporsi 15,9%, sedangkan di pedesaan stroke merupakan penyebab kematian kedua tertinggi dengan proporsi 11,5%. Pada kelompok umur 55-64 tahun, stroke merupakan penyebab kematian tertinggi di perkotaan dan di pedesaan (http://hiburan.metrotvnews.com/read/2014/05/21/244211/hati-hati-stroke-penyebab-utama- 1

2 kematian). Pada Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) jumlah penderita stroke di tahun 2007 usia 45-54 sekitar 8 persen, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10 persen. Selanjutnya jumlah penderita stroke usia 55-64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak 15 persen, sedangkan pada Riskesdas 2013 mencapai 24 persen, dan jumlah ini diprediksi akan terus meningkat dalam waktu 10-20 tahun (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diynasional/14/02/02/n0cz1r-jumlah-penderita-stroke-di-indonesia-terus-meningkat) Berdasarkan gejala dan akibat yang timbul, stroke terbagi atas 2 jenis, yaitu stroke berat dan ringan. Sebagian besar individu yang terkena stroke, baik berat maupun ringan, akan mengalami akibat yang sama, hanya berbeda tingkat keparahannya. Akibat tersebut berupa kekakuan otot, kesulitan bicara, kemampuan mengingat yang berkurang, gangguan motorik yang disebabkan oleh rusaknya sel otak. Individu yang pernah mengalami stroke juga rentan untuk terkena serangan stroke lagi (http://www.yastroki.or.id/read.php?id=302). Selain akibat fisiologis, individu yang terkena stroke seringkali juga mengalami akibat psikologis, hal ini disebabkan sesuatu yang dialami tidak pernah diduga sebelumnya. Masalah psikologis yang dirasakan oleh penderita pasca stroke yaitu sulit mengontrol rasa marah, melakukan penarikan diri terhadap lingkungan, emosi menjadi tidak stabil, memerlihatkan rasa ketakutannya ketika keluar rumah, merasa malu ketika bertemu dengan orang lain, hingga depresi (Shimberg, 1998). Dalam upaya mengatasi akibat fisiologis maupun psikologis pasca stroke dan mengurangi risiko terkena serangan kembali, penderita perlu menjalani serangkaian upaya penyembuhan. Individu yang telah mengalami stroke atau yang biasa disebut penderita pasca stroke, dalam upaya penyembuhannya dapat menjalani beberapa metode pengobatan, biasanya dokter akan menyarankan penderita pasca stroke untuk menjalani pengobatan medis seperti farmakoterapi dan fisioterapi.

3 Farmakoterapi adalah upaya penanganan penyakit stroke dengan cara mengonsumsi obatobatan. Sedangkan fisioterapi adalah bentuk pengobatan yang bertujuan untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan cara berlatih fisik. (http://fisioterapi.umm.ac.id/home.php?c=7006-6). Pada kenyataannya farmakoterapi dan fisioterapi ini tidak selalu dijalani oleh penderita pasca stroke, karena biaya yang mahal dan proses pengobatannya memakan waktu yang lama untuk dapat sembuh. Selain menjalani farmakoterapi dan fisioterapi, penderita pasca stroke harus sangat menjaga pola makannya sehari - hari, seperti mengurangi atau menghindari makanan makanan berlemak, menghindari makanan makanan yang mengandung garam dalam kadar tinggi, dan mengurangi konsumsi minuman serta makanan makanan yang mengandung sodium. Penderita pasca stroke juga harus melakukan latihan fisik secara rutin agar anggota tubuhnya dapat kembali berfungsi. Menjaga pola makan dan latihan fisik merupakan metode pengobatan yang wajib dijalani oleh penderita pasca stroke agar dapat sembuh. Kesembuhan hampir tidak mungkin dicapai tanpa adanya latihan fisik dan penjagaan pola makan sehari hari atau yang biasa disebut diet (http://www.penyembuhanstroke.com/?rahasia-pemulihan-pasca-stroke-yangwajib-anda-ketahui). Selain metode penyembuhan tersebut, upaya penyembuhan penyakit stroke lainnya adalah dengan pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif terus berkembang dengan jenis pengobatan yang beragam. Salah satu jenis pengobatan alternatif yang banyak dijalani oleh penderita pasca stroke adalah terapi akupunktur. Akupunktur adalah salah satu jenis terapi pengobatan yang berasal dari Cina dan sudah berkembang sejak lama. Saat ini sudah terdapat akupuntur yang dikembangkan dengan prinsip kedokteran barat. Orang yang melakukan terapi

4 akupunktur disebut akupunkturis. Terapi akupunktur ini dilakukan dengan cara menusukkan jarum halus ke titik titik tertentu dalam tubuh, sehingga nantinya saraf-saraf tubuh terangsang untuk mengeluarkan hormon tertentu yang dapat mendorong penyembuhan. (Stux dan Hammerschlag, 2001) Teknik akupunktur dapat digunakan untuk merangsang daerah otak yang mengendalikan kaki dan tangan, yang mengalami masalah, melalui titik-titik akupunktur tubuh-telinga-kepala yang merupakan daerah proyeksi tersebut. Telah dilakukan 33 penelitian mengenai efektivitas akupunktur dalam bidang klinis, terutama kasus stroke, dan sebanyak 29 penelitian menunjukkan hasil yang mendukung pengobatan menggunakan terapi akupunktur. Penelitian tersebut mendukung efek positif akupunktur terhadap otak dan otot-otot perifer yang berhubungan dengan mekanisme penyakit stroke dan didukung perbaikan klinis yang signifikan. Secara lebih ringkas, manfaat dari teknik akupunktur terhadap penderita stroke adalah meningkatkan suplai darah/oksigen di daerah otak yang mengalami kerusakan, menurunkan tekanan darah pada hipertensi, menurunkan kolesterol darah jika tinggi, menurunkan gula darah pada kencing manis yang dapat menjadi pemicu serangan stroke, menekan radikal bebas sehingga kerusakan otak lebih lanjut dapat dihambat, merangsang pergerakan otot lengan-kaki yang lumpuh, mengatasi stress, depresi dan nyeri, dan memperbaiki gangguan elektrik otak terutama yang berhubungan dengan saraf untuk pergerakan otot lengan-kaki yang lumpuh (http://www.rscharitas.com/index.php?mod=newsdet&id=219). Teknik akupunktur dapat membantu proses pengembalian fungsi tubuh menjadi lebih cepat dikarenakan teknik akupunktur secara langsung merangsang saraf dan daerah otak tertentu melalui titik-titik akupunktur.

5 Di Bandung terdapat Klinik Akupunktur X. Pemilik sekaligus pendiri klinik akupunktur X ini adalah seorang dokter. Berdasarkan wawancara dengan pemilik sekaligus pendiri klinik ini, sejak awal, tujuan utama didirikannya klinik ini adalah untuk melayani masyarakat dari segala lapisan, sehingga dokter yang mendirikan klinik ini tidak memasang tarif tertentu bagi pasien, siapa saja boleh datang menjalani terapi dan membayar dengan jumlah yang tidak ditentukan, sehingga klinik ini terkesan sangat terbuka kepada masyarakat. Saat awal didirikan, mayoritas pasien yang berkunjung adalah pasien dengan keluhan penyakit stroke, namun seiring berkembangnya klinik tersebut, banyak pasien lain yang datang dengan berbagai keluhan penyakit. Dari sekitar 2.000 kunjungan perbulan, kurang lebih sebanyak 25% adalah kunjungan pasien dengan keluhan penyakit stroke. Pasien-pasien stroke di klinik ini berada dalam rentang usia 26 hingga 70 tahun dan berasal dari tingkat ekonomi serta latar belakang keluarga yang beragam. Ada pasien yang merupakan pengusaha, pensiunan PNS, pegawai swasta, ibu rumah tangga, dan sebagainya. Beberapa pasien tinggal dengan pasangan, beberapa pasien lainnya tinggal bersama anak, tapi ada pula yang tinggal sendiri di rumahnya. Sebagian besar pasien stroke sudah menjalani pengobatan di Klinik X selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Dalam satu minggu, biasanya mereka disarankan untuk mengikuti terapi sebanyak dua kali, pasien dan akupunkturis seringkali membuat jadwal yang disepakati bersama. Pasien biasanya dijadwalkan untuk kembali menjalani terapi setelah 2-4 hari. Proses terapi akupunktur disarankan untuk dilanjutkan secara rutin hingga fungsi tubuh kembali normal kurang lebih 80%. Namun pada kenyataannya, pasien tidak selalu dapat menjalani terapi dengan rutin, karena beberapa hal, misalnya sedang ada kesibukan di pekerjaan, tidak ada yang mengantar atau sedang dalam keadaan suasana hati yang buruk. Dokter dan akupunkturis pun

6 sering mengeluhkan proses pengobatan akupunktur yang tidak dapat berjalan lancar dikarenakan pasien tidak menghadiri terapi akupunktur sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Klinik X menggunakan teknik akupunktur yang diadaptasi dari hasil modifikasi akupunktur kedokteran barat. Teknik ini telah diteliti di beberapa negara barat dan telah terbukti dapat berjalan sebagai komplementer dari pengobatan medis. Terapi dilakukan dengan cara menusukkan jarum-jarum halus di beberapa titik tertentu. Letak dan jumlah tusukan tergantung dari kondisi pasien. Mekanisme pengobatan menggunakan terapi akupunktur dapat berbeda, tergantung dari penyakitnya. Pada umumnya, untuk penyakit stroke, tusukan jarum halus akan menimbulkan rasa nyeri, dan nantinya akan merangsang hormon tertentu untuk keluar dan mendorong penyembuhan. Penyembuhan yang dimaksud disini adalah keadaan kembali berfungsinya anggota anggota tubuh dalam kehidupan sehari hari (http://www.rscharitas.com/index.php?mod=newsdet&id=219). Menurut dokter pendiri klinik ini, beberapa dokter lain yang menangani kasus stroke menyarankan pasiennya untuk mengikuti terapi akupunktur di klinik ini, dengan pendapat bahwa terapi akupunktur yang diadaptasi dari kedokteran barat dan dilakukan oleh seorang dokter dapat lebih dipercaya daripada yang lainnya. Suasana di klinik ini dibuat nyaman dengan cara memutar musik sepanjang hari dan akupunkturis bukan hanya berlaku sebagai ahli pengobatan namun juga memberikan dukungan psikologis bagi pasiennya. Akupunkturis bukan terus-menerus mendorong pasien pasca stroke untuk rutin mengikuti terapi akupuntur saja, melainkan pasien didorong dan diingatkan terus untuk menjalani seluruh rangkaian pengobatan, seperti latihan fisik, menjaga pola makan dan rutin meminum obat dokter. Beberapa pasien di klinik X sudah sejak awal tidak lagi meminum obat dokter karena merasa obat dokter terlalu mahal dan tidak terasa efeknya. Pasien yang merasakan perkembangan fungsi tubuhnya, mendapat dukungan dari figur signifikan dan merasa

7 mampu menjalani proses penyembuhan akan semakin memiliki niat yang konsisten untuk menjalaninya. Namun pasien yang kurang merasakan hal hal tersebut bisa kurang memiliki niat yang konsisten untuk menjalani proses penyembuhan. Oleh karena itu, hal-hal yang membentuk niat tersebut sangatlah penting untuk dirasakan oleh pasien, untuk dapat meningkatkan niatnya dalam menjalani proses penyembuhan. Niat secara konsisten yang dimaksud adalah intention, yaitu indikasi seberapa kuat keinginan individu untuk secara konsisten menampilkan tingkah laku; dan seberapa banyak usaha yang direncanakan atau dilakukan individu untuk melakukan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Sedangkan hal-hal yang membentuk intention disebut dengan determinan. Terdapat 3 determinan intention yaitu attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control. Attitude toward the behavior merupakan kecenderungan untuk menanggapi hal hal secara evaluatif, disenangi atau tidak disenangi terhadap objek, orang, institusi atau peristiwa. Penderita pasca stroke yang merasakan manfaat dari diet makanan, latihan fisik dan terapi akupunktur yang dijalaninya, akan meningkatkan intention penderita pasca stroke untuk terus menempuh proses penyembuhan tersebut. Subjective norms merupakan persepsi seseorang akan persetujuan orang lain dalam menunjukkan atau tidak menunjukkan tingkah laku dengan pertimbangan tertentu. Penderita pasca stroke yang mendapat dukungan dari keluarga, pasangan, orang yang dianggap ahli atau figur signifikan lain untuk menjalani proses penyembuhan, akan meningkatkan intention untuk menjalani proses penyembuhan. Determinan yang terakhir adalah perceived behavioral control, yaitu persepsi tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang untuk menunjukkan suatu tingkah laku. Penderita pasca stroke yang merasa sanggup untuk menjalani proses proses penyembuhan, baik dari segi finansial, fisik dan psikologis, akan lebih

8 memiliki intention yang tinggi. Determinan determinan ini menentukan bagaimana derajat intention penderita pasca stroke untuk menjalani proses penyembuhan. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 orang pasien pasca stroke di Klinik Akupunktur X didapatkan data bahwa 4 pasien (40%) merasakan tubuh mereka semakin ringan dan bagian bagian tubuh semakin mudah digerakkan dan tidak lagi kaku setelah mengatur asupan makanan, latihan fisik dan terapi akupunktur membuat mereka memiliki niat (intention) untuk terus menjalani proses penyembuhan. Lalu pada 3 pasien (30%), dukungan dari pasangan, anak, menantu, dokter yang mengobati, atau akupunkturis dihayati sebagai hal yang paling membuat mereka memiliki niat (intention) untuk menjalani proses penyembuhan. Sedangkan pada 2 pasien (10%), mereka menghayati bahwa mereka mampu menjalani proses penyembuhan, dengan pertimbangan biaya penyembuhan yang murah, tempat pengobatan dekat dari rumah, proses pengobatan tidak menimbulkan rasa sakit dan hal ini yang paling membuat mereka memiliki niat (intention) untuk terus menjalani proses penyembuhan. Sebanyak 1 dari 10 pasien (10%) kurang memiliki niat (intention) untuk menjalani proses penyembuhan pasca stroke, karena kurang mendapatkan dukungan dari suaminya. Menurut subjek, suaminya tidak memberikan dukungan kepadanya untuk menjalani pengobatan, malah lebih sering memarahi subjek apabila subjek minta diantar ke tempat terapi. Keterbatasannya untuk berjalan, membuat subjek harus memakai kursi roda, dan membuat subjek yang tidak memiliki kendaraan kesulitan untuk pergi ke tempat terapi, subjek juga tidak memiliki cukup biaya untuk membeli obat obatan dokter. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dipaparkan, dapat dilihat bahwa masing-masing penderita pasca stroke memiliki penghayatan yang membuat niat penderita menjadi kuat atau lemah untuk menjalani proses penyembuhan berupa diet makanan, latihan fisik dan terapi

9 akupunktur. Untuk memastikan penghayatan apa yang membuat penderita pasca stroke memiliki niat yang kuat ataupun lemah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Kontribusi Determinan Determinan Intention terhadap Derajat Intention untuk menjalani proses penyembuhan pada Penderita Pasca Stroke di Klinik Akupunktur X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui seberapa besar kontribusi determinan determinan Intention terhadap derajat Intention untuk Menjalani Proses Penyembuhan pada Penderita Pasca Stroke di Klinik Akupunktur X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk mengetahui gambaran mengenai kontribusi determinan determinan intention terhadap derajat intention untuk menjalani proses penyembuhan pada penderita pasca Stroke di Klinik Akupunktur X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui determinan yang memberikan kontribusi paling besar terhadap terhadap intention untuk menjalani proses penyembuhan pada penderita pasca stroke di Klinik

10 Akupunktur X Bandung dilihat dari attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Sebagai masukan bagi ilmu psikologi khususnya bidang psikologi klinis dan psikologi kesehatan mengenai kontribusi determinan determinan intention terhadap derajat intention pada penderita pasca stroke di Klinik Akupunktur X Kota Bandung. 2. Memberikan sumbangan informasi atau pengetahuan kepada peneliti lainnya yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai intention, serta mendorong perkembangan penelitian penelitian lainnya yang berkaitan dengan topik ini. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada Klinik Akupuntur X mengenai kontribusi determinan determinan intention terhadap derajat intention pada penderita pasca stroke agar dapat memotivasi pasien untuk menjalani proses penyembuhan dan memberi banyak informasi dan pengetahuan tentang proses penyembuhan yang dijalani pasien atau mengadakan kerjasama dengan psikolog untuk meningkatkan intention pasien. 2. Memberikan informasi kepada keluarga dari penderita pasca stroke yang menjalani proses penyembuhan. Informasi ini diharapkan dapat membantu pihak keluarga untuk memahami kondisi psikologis penderita, khususnya memahami hal apa yang paling memengaruhi intention penderita pasca stroke untuk menjalani proses penyembuhan dan akhirnya dapat

11 memutuskan apakah dibutuhkan bantuan tenaga ahli lain untuk membantu proses penyembuhan pasien. 1.5 Kerangka Pemikiran Stroke adalah suatu penyakit yang terjadi karena adanya gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis. Dari definisi tersebut, jelas bahwa kelainan utama stroke adalah kelainan pembuluh darah yang merupakan bagian dari pembuluh darah sistemik (Aru, 2009). Individu yang telah terkena serangan stroke disebut penderita pasca stroke. Pada saat individu mengalami penyakit kronis seperti stroke, individu akan mengalami guncangan dan ketakutan, karena sesuatu yang dialami tidak pernah diduga sebelumnya. Penyakit stroke dapat memengaruhi psikologis penderita pasca stroke. Ada beberapa masalah psikologis yang dirasakan oleh penderita pasca stroke yaitu penderita pasca stroke sulit mengendalikan kemarahannya, menarik diri dari lingkungan, stabilitas emosinya terganggu, memiliki kecemasan yang berlebihan, bahkan seringkali sampai membawa penderita pada gangguan depresi (Shimberg, 1998). Dalam upaya mengatasi akibat pasca stroke dan mengurangi risiko terkena serangan kembali, penderita menjalani beberapa proses penyembuhan. Pengobatan yang umum dilakukan adalah farmakoterapi dan fisioterapi, latihan fisik pribadi dan diet makanan tertentu. Pada kenyataannya, karena farmakoterapi dan fisioterapi memerlukan biaya relatif besar dan waktu yang lama untuk mencapai kesembuhan, akhirnya penderita mencari alternatif metode penyembuhan yang relatif lebih murah dan dapat mempercepat proses penyembuhan, yaitu

12 akupunktur. Sehingga proses penyembuhan yang dijalani oleh penderita pasca stroke agar kondisi tubuhnya membaik adalah latihan fisik pribadi, diet makanan dan akupunktur. Penderita pasca stroke memerlukan niat untuk mengerahkan usaha dalam menjalani proses penyembuhan. Menurut Icek Ajzen (2005), manusia pada umumnya bertingkah laku dengan cara yang masuk akal, dan mempertimbangkan informasi yang ia dapatkan baik secara implisit maupun eksplisit dan juga memertimbangkan implikasi dari tindakan mereka. Sejalan dengan asumsi ini, intensi seseorang untuk menampilkan atau tidak menampilkan sebuah perilaku merupakan determinan penting dari tindakan itu sendiri. Teori planned behavior dari Icek Ajzen (2005), menyatakan bahwa niat seseorang dalam mengerahkan usaha untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu disebut intention. Terdapat tiga determinan intention yang memengaruhi intention yaitu attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control. Ketiga determinan ini dibentuk oleh beliefs dan faktor pendukung yang berbeda beda, yaitu behavioral beliefs dan evaluation of outcome, normative beliefs dan motivation to comply serta control beliefs dan perceived power. Faktor faktor pendukung tersebut menggambarkan latar belakang penderita. Dalam hal ini, Beberapa faktor yang dimaksud adalah faktor usia, status marital dan jenis kelamin. Usia menggambarkan tahap perkembangan yang sedang dialami penderita. Perbedaan latar belakang, seperti usia, jenis kelamin dan status marital ini, dapat menimbulkan informasi yang berbeda tentang berbagai isu. Informasi tersebut memberikan dasar bagi keyakinan atau beliefs tentang konsekuensi dari suatu tingkah laku, harapan dari figur penting tentang suatu tingkah laku dan informasi tentang rintangan yang mungkin harus dihadapi apabila penderita melakukan proses penyembuhan. Selanjutnya beliefs yang dipengaruhi oleh faktor faktor ini, menjadi dasar terbentuknya ketiga determinan intention.

13 Determinan pertama yaitu attitude toward the behavior merupakan sebuah disposisi atau kecenderungan untuk menanggapi hal hal secara evaluatif, favourable atau unfavourable terhadap objek, orang, institusi atau peristiwa. Determinan ini dibentuk oleh keyakinan akan akibat atau konsekuensi dari tingkah laku yang akan dilakukan (behavioral beliefs) dan penilaian individu tentang hasil yang akan didapatkan apabila individu memunculkan tingkah laku tersebut (evaluation of outcome). Penderita pasca stroke yang memiliki keyakinan dan penilaian bahwa diet makanan, latihan fisik pribadi dan akupunktur dapat memberikan konsekuensi dan hasil positif seperti penurunan tekanan darah dan mengurangi kelumpuhan, akan mengembangkan sikap favourable untuk menjalani proses penyembuhan tersebut dan sikap tersebut akan memengaruhi niat penderita pasca stroke untuk menjalani proses penyembuhan menjadi kuat. Sedangkan penderita pasca stroke yang memiliki keyakinan serta penilaian bahwa diet makanan, latihan fisik pribadi dan akupunktur dapat memberikan konsekuensi dan hasil negatif misalnya membuat rasa nyeri bertambah atau mengurangi kesenangan karena tidak dapat mengonsumsi makanan favorit, akan memiliki sikap unfavourable untuk menjalani proses penyembuhan dan sikap tersebut akan memengaruhi niat penderita pasca stroke untuk menjalani penyembuhan menjadi lemah. Determinan kedua adalah subjective norms, yaitu persepsi individu tentang persetujuan orang lain yang signifikan dalam hidupnya untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan tingkah laku. Determinan kedua ini didasari oleh keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu (referant) setuju atau tidak setuju, terlibat atau tidak terlibat bila dirinya menampilkan atau memunculkan tingkah laku tertentu (normative beliefs) serta seberapa jauh ia akan mengikuti pendapat referant (motivation to comply). Penderita pasca stroke yang memiliki persepsi bahwa keluarga, teman dekat atau dokter yang mengobati memberikan persetujuan dan dukungan untuk

14 menjalani diet makanan, latihan fisik pribadi dan akupunktur, seperti menegur penderita bila memakan makanan yang dilarang, menemani atau mengingatkan penderita untuk berolahraga atau mengantarkan penderita ke klinik akupunktur, persepsi pasien mengenai dukungan dari keluarga, teman dekat, tim dokter, serta penderita termotivasi untuk mematuhi larangan dan dukungan figur figur tersebut, akan memengaruhi niat penderita untuk menjalani proses penyembuhan menjadi kuat. Sebaliknya, penderita yang memiliki persepsi bahwa keluarga, teman dekat atau dokter yang mengobati tidak memberikan persetujuan atau dukungan pada penderita untuk menjalani diet makanan, latihan fisik pribadi dan akupunktur, serta tidak memiliki motivasi untuk mematuhi, akan memengaruhi niat penderita untuk menjalani proses penyembuhan menjadi lemah. Perceived behavioral control yang merupakan determinan ketiga didefinisikan sebagai persepsi seseorang mengenai mudah atau sulitnya sebuah perilaku untuk dilaksanakan, atau dengan kata lain hal ini menyangkut persepsi tentang kesanggupan seseorang untuk menunjukkan suatu tingkah laku. Determinan ini didasari oleh keyakinan individu tentang kehadiran hal-hal yang berfungsi sebagai pendukung atau penghambat individu dalam bertingkah laku (control belief) dan persepsi individu terhadap seberapa kuat kontrol tersebut memengaruhi dirinya dalam bertingkah laku (perceived power). Apabila penderita mempersepsikan bahwa diet makanan, latihan fisik pribadi dan terapi akupunktur merupakan hal hal yang mudah atau yang sanggup mereka jalani serta memberikan pengaruh kuat pada dirinya untuk mengikuti pengobatan, misalnya biaya relatif murah, mendapatkan informasi yang tepat mengenai makanan yang dilarang dan latihan fisik yang benar, hal ini akan memengaruhi niat penderita untuk menjalani proses penyembuhan tersebut menjadi kuat. Di sisi lain, apabila diet makanan, latihan fisik pribadi dan akupunktur dipersepsikan oleh penderita sebagai sesuatu yang sulit dijalani atau

15 dengan kata lain terdapat faktor faktor penghambat yang sulit dikontrol, dan hal ini sangat kuat memengaruhi dirinya, misalnya biaya terlalu mahal, rasa nyeri saat menjalani akupunktur tidak tertahankan, tidak mendapatkan informasi yang tepat mengenai makanan yang dilarang dan latihan fisik yang benar, akan memberikan pengaruh pada lemahnya niat mereka untuk menjalani proses penyembuhan. Ketiga determinan tersebut saling berhubungan, baik secara keseluruhan maupun secara satu-persatu, dan keterkaitan determinan-determinan tersebut akan memengaruhi kuat atau lemahnya intention penderita pasca stroke untuk menjalani proses penyembuhan. Hubungan yang tinggi antara subjective norms dengan attitude toward the behvaior, akan membuat penderita yang memersepsi keluarga, teman dekat atau dokter yang mengobatinya mendukung perilaku penderita untuk menjalani proses penyembuhan, akan semakin membuat penderita memiliki sikap favourable terhadap proses penyembuhan seperti memerlihatkan manfaat dari diet makanan, latihan fisik pribadi dan akupunktur yang dijalaninya, sehingga dapat berpengaruh terhadap niat penderita pasca stroke untuk menjalani diet makanan, latihan fisik dan terapi akupunktur. Dapat juga terjadi sebaliknya, jika penderita yang memersepsi keluarga, teman dekat atau dokter yang mengobatinya tidak mendukung atau tidak menuntut penderita untuk menjalani proses penyembuhan, maka mereka akan memiliki sikap unfavourable terhadap perilaku menjalani proses penyembuhan, sehingga niat untuk menjalani diet makanan, latihan fisik dan juga terapi akupunktur akan menjadi lemah. Hubungan erat antara attitude toward the behavior dan perceived behavioral control, membuat penderita yang memiliki sikap favourable seperti merasakan manfaat dari proses penyembuhan akan memersepsi bahwa dirinya sanggup menjalani proses penyembuhan tersebut

16 dan akan memiliki niat yang kuat untuk menjalani proses penyembuhan. Penderita yang memiliki sikap unfavourable misalnya merasa bahwa proses penyembuhan tidak memberikan manfaat apa pun akan semakin memersepsi bahwa dirinya tidak sanggup menjalani proses penyembuhan dan kemudian berpengaruh terhadap niatnya yang menjadi lemah untuk menjalani proses penyembuhan. Hubungan determinan berikutanya adalah hubungan antara subjective norms dan perceived behavioral control erat maka keluarga penderita, teman dekat atau dokter memberikan dukungan dan tuntutan pada penderita, seperti memberikan informasi mengenai jenis-jenis asupan yang dilarang dan disarankan, mengingatkan penderita untuk latihan fisik dan mengikuti akupunktur, akan membuat pasien semakin yakin bahwa dirinya mampu untuk menjalani proses penyembuhan tersebut dan akan memengaruhi niatnya yang menjadi kuat untuk menjalani proses penyembuhan. Ketiga determinan tersebut memiliki tingkat kepentingan yang berbeda beda. Pengaruh ketiga determinan tersebut terhadap niat (intention) untuk menjalani diet makanan, latihan fisik dan terapi akupunktur juga dapat berbeda beda, tergantung dari determinan apa yang dianggap paling penting oleh penderita pasca stroke. Sebagai contoh, apabila individu menghayati bahwa kegunaan dari diet makanan, latihan fisik dan terapi akupunktur adalah determinan yang paling penting yang memengaruhi niat untuk menjalani diet makanan, latihan fisik dan terapi akupunktur, berarti attitude toward the behavior akan memberikan pengaruh paling besar terhadap niat (intention) dibandingkan dengan determinan lainnya. Dengan kata lain, apabila attitude toward the behavior penderita pasca stroke paling kuat memengaruhi niat (intention) untuk melakukan diet makanan, latihan fisik dan terapi akupunktur, maka hal ini sudah dapat memprediksi gambaran intention penderita pasca stroke tersebut.

17 Kemudian misalnya, apabila attitude toward the behavior yang dimiliki penderita pasca stroke ini positif, walaupun ia tidak mendapatkan dukungan dari dokter yang menangani, pasangan atau keluarganya atau ia merasa diet makanan adalah hal yang menyiksa, tempat latihan fisik dan terapi akupunktur jauh dari rumahnya, (subjective norms dan perceived behavioral control yang dimiliki negatif), niat (intention) untuk memunculkan perilaku tersebut dapat menjadi kuat karena attitude toward the behavior ia hayati sebagai determinan yang paling penting. Dapat dikatakan bahwa hubungan dan kontribusi determinan deteminan intention tersebut akan memengaruhi kuat atau lemahnya niat (intention) penderita pasca stroke di klinik akupuntur X untuk menjalani proses penyembuhan berupa diet makanan, latihan fisik dan akupunktur. Pengaruh ketiga determinan tersebut dapat berbeda-beda satu sama lain, dapat samasama kuat memengaruhi intention atau hanya dua determinan atau hanya salah satu determinan saja yang kuat memengaruhi intention.

18 Penderita pasca stroke di Klinik Akupunktur X di Kota Bandung Behavioral Beliefs Evaluation of Outcome Normative Beliefs Motivation to Comply Attitude toward the behavior Subjective Norm Intention menjalani proses penyembuhan Kuat Lemah Control Beliefs Perceived Power Perceived Behavioral Control Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir 1.6 Asumsi Asumsi 1. Penderita pasca stroke dapat menjalani proses penyembuhan dengan berbagai cara, diantaranya adalah diet makanan, latihan fisik dan teknik akupunktur. 2. Proses penyembuhan ini dapat dijalani ataupun tidak dijalani, tergantung dari niat (intention) yang dimiliki penderita. 3. Niat (intention) dibentuk oleh tiga determinan, yaitu attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control.

19 1.7 Hipotesis Penelitian 1.7.1 Hipotesis Mayor Determinan determinan intention memiliki kontribusi terhadap derajat intention pada penderita pasca stroke di Klinik X di Kota Bandung. 1.7.2 Hipotesis Minor Attitude toward the behavior memiliki kontribusi terhadap derajat intention untuk menjalani proses penyembuhan pada penderita pasca stroke di Klinik X di Kota Bandung. Subjective norms memiliki kontribusi terhadap derajat intention untuk menjalani proses penyembuhan pada penderita pasca stroke di Klinik X di Kota Bandung. Perceived behavioral controls memiliki kontribusi terhadap derajat intention untuk menjalani proses penyembuhan pada penderita pasca stroke di Klinik X di Kota Bandung.