PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

Pendugaan heritabilitas rill (realized heritability) dan kemajuan genetik produksi telur itik mojosari

Pendugaan Parameter Genetik Bobot Hidup Itik Alabio dan Mojosari pada Periode Starter

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

Keterkaitan Kejadian dan Lamanya Rontok Bulu terhadap Produksi Telur Itik Hasil Persilangan Peking dengan Alabio

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Kajian Karakteristik Biologis Itik Pegagan Sumatera Selatan. Study on the Biological Characteristics of Pegagan Duck

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1

NILAI HERITABILITAS DAN KORELASI GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN DARI SILANGAN AYAM LOKAL DENGAN AYAM BANGKOK

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat)

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

EVALUASI TELUR TETAS HASIL IB ANTARA ITIK MOJOSARI PUTIH DENGAN PEJANTAN PEKIN

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

Dudi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

SKRIPSI OLEH : RINALDI

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

Fixed Regression Test Day Model Sebagai Solusi pada Pendugaan Nilai Pemuliaan Sapi Perah

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

FIXED REGRESSION TEST DAY MODEL SEBAGAI SOLUSI PADA PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SAPI PERAH. HENI INDRIJANI dan ASEP ANANG

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

Ekspresi Gen Homosigot Resesif (c/c) pada Performans Telur Pertama Itik Mojosari

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA

ClRl - CIRI FlSlK TELUR TETAS ltlk MANDALUNG DAN RASE0 JANTAN DENGAN BETINA

PEMANTAPAN SISTIM PEMBIBITAN ITIK UNGGUL DI SENTRA PRODUKSI

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PERAN ITIK SEBAGAI PENGHASIL TELUR DAN DAGING NASIONAL

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

KELENTURAN FENOTIPIK SIFAT-SIFAT REPRODUKSI ITIK MOJOSARI, TEGAL, DAN PERSILANGAN TEGAL-MOJOSARI SEBAGAI RESPON TERHADAP AFLATOKSIN DALAM RANSUM

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

L. HARDI PRASETYO : Siralegi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak ilik usahanya dengan orientasi skala komersial. HARDJOSWORO et al. (2002) meny

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Transkripsi:

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO (Genetic Parameter Estimates of Egg Production Characteristics in Alabio Ducks) T. SUSANTI dan L.H. PRASETYO 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT Egg production of local ducks in Indonesia is still low, and one way of improving their productivity is through genetic improvement. Estimates of genetic parameters are required before designing an appropriate genetic program for the targeted population. This study was aimed at estimating genetic parameters of a population of Alabio ducks, which includes heritability and genetic correlations between age at first laying, weight of first eggs, and egg production at 12 weeks with egg production at 24 weeks. Measurements were taken from 650 female and 100 male Alabio ducks of F1 population and 400 female of F2 population. Data were analyzed using animal model of the Restricted Maximum Likelihood (REML) with program PEST dan VCE 4.2. Results showed that the heritability estimates for age at first laying, weight of first eggs, egg production at 12 weeks and egg production at 24 weeks were 0.047 ± 0.043; 0.160 ± 0.098; 0.235 ± 0.087 and 0.127 ± 0.088 respectively. The estimates of genetic correlation coefficient between egg production at 24 weeks with age at first laying, weight of first egg and egg production at 12 weeks were 0.349; 0.016 and 0.996 respectively. Based on the estimates of heritability of the egg production characteristics it seems that crossbreeding would be more suitable for improving egg production in Alabio ducks. If a selection program is to be used for improving egg production, then some other characteristics should be considered, which have a higher heritability and higher genetic correlation coefficients with egg production. Key Words: Genetic Parameters, Egg Production, Alabio Ducks ABSTRAK Saat ini populasi itik di Indonesia relatif banyak, namun produktivitasnya relatif rendah sehingga perlu upaya perbaikan terhadap mutu genetik, pakan dan majemen. Perbaikan mutu genetik dapat dilakukan dengan program pemuliaan melalui seleksi dan atau persilangan. Untuk menentukan program pemuliaan yang akurat untuk dilakukan dalam suatu populasi, maka sebaiknya diketahui terlebih dahulu parameter genetik dari populasi tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pendugaan nilai parameter genetik itik Alabio yang meliputi nilai heritabilitas dan korelasi genetik umur pertama bertelur, bobot telur pertama, produksi telur 12 minggu dan produksi telur 24 minggu. Penelitian ini mennggunakan 1.150 ekor itik Alabio betina yang terbagi dalam dua generasi yaitu generasi tetua (F1) sebanyak 650 ekor betina dan 100 ekor jantan. Sedangkan pada generasi anak (F2) hanya diamati produksi telur itik betina sebanyak 400 ekor. Struktur perkawinan bervariasi dari satu pejantan dengan dua sampai empat ekor betina dengan jumlah bervariasi pula dari dua sampai empat anak per induk betina. Data-data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan animal model Restricted Maximum Likelihood (REML) menggunakan program PEST dan VCE 4.2 (Groeneveld, 1998). Nilai heritabilitas umur pertama bertelur, bobot telur pertama, produksi telur 12 dan 24 minggu pada itik Alabio masing-masing adalah 0,047 ± 0,043; 0,160 ± 0,098; 0,235 ± 0,087 dan 0,127 ± 0,088. Sedangkan nilai korelasi genetik antara produksi telur 24 minggu dengan umur pertama bertelur, bobot telur pertama dan produksi telur 12 minggu masing-masing adalah 0,349; 0,016 dan 0,996. Berdasarkan nilai heritabilitas sifat-sifat produksi telur itik Alabio tersebut, maka program pemuliaan itik Alabio sebaiknya dilakukan dengan persilangan. Sedangkan apabila ingin melakukan program seleksi dengan tujuan untuk meningkatkan produksi telur, sebaiknya dipertimbangkan kriteria seleksi pada sifat-sifat lain yang memiliki nilai heritabilitas dan korelasi genetik yang tinggi dengan sifat produksi telur. Kata Kunci: Parameter Genetik, Produksi Telur, Itik Alabio 588

PENDAHULUAN Fungsi ternak itik di daerah pedesaan di Indonesia adalah salah satu komponen penting dalam sistem usahatani para petani kecil dan sumber pendapatan tunai bagi keluarga. Meskipun saat ini populasi itik di Indonesia relatif banyak, namun potensi populasi ini belum mampu berperan sebagai sumber pangan andalan, karena produktivitasnya yang relatif rendah dan keragaman yang tinggi (HARDJOSWORO et al., 2001). Itik Alabio dinilai mempunyai kemampuan berproduksi relatif tinggi namun keragamannya juga tinggi. RAHMAT (1998) melaporkan bahwa rata-rata produksi telur itik Alabio adalah 227,92±63,63 butir per ekor per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman produksi telur itik Alabio relatif tinggi yaitu 27,92%. Sehingga perlu upaya untuk memperbaiki produktivitasnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki produktivitas seekor itik adalah perbaikan terhadap mutu genetik disamping perbaikan pakan dan manajemen. Perbaikan mutu genetik merupakan alternatif yang relatif efektif karena akan memberikan dampak yang lebih permanen. Pada dasarnya upaya perbaikan genetik dapat dilakukan melalui dua prosedur yaitu seleksi dan atau persilangan. Kedua sistem tersebut dapat digunakan secara terpisah maupun dalam suatu kombinasi. Untuk menentukan program pemuliaan yang akurat pada suatu populasi, sebaiknya diketahui terlebih dahulu parameter genetik dari populasi tersebut. Parameter genetik yang perlu diketahui adalah nilai heritabilitas dan korelasi genetik pada sifat-sifat produksi yang memiliki nilai ekonomis penting (WARWICK et al., 1995). Nilai heritabilitas dapat digunakan sebagai dasar kebijakan dalam melakukan seleksi, karena nilai heritabilitas yang tinggi akan memberikan respon seleksi yang tinggi pula. Sebaliknya apabila nilai heritabilitas relatif rendah, maka program seleksi tidak akan efektif sehingga program persilangan akan lebih baik (CAMERON, 1997). Sedangkan korelasi genetik dapat dimanfaatkan untuk menentukan sifat produksi lain yang dapat dijadikan kriteria seleksi apabila sifat pertama yang dipilih sebagai kriteria seleksi terlalu sulit atau terlalu mahal untuk dilakukan (MARTOJO, 1992). Produksi telur merupakan salah satu sifat penting yang bernilai ekonomi tinggi dari performan ternak petelur. Istilah produksi telur dapat digunakan untuk menggambarkan pembentukan sebutir telur, jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor induk selama periode bertelur atau jumlah butir telur yang dihasilkan oleh sekelompok induk dalam suatu periode waktu tertentu. Sifat-sifat lain yang mempengaruhi produksi telur adalah umur pertama bertelur yang merupakan ciri bahwa itik tersebut sudah masak kelamin dan bobot telur (HARDJOSWORO, 2001; KETAREN et al., 1999). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pendugaan nilai parameter genetik itik Alabio yang meliputi nilai heritabilitas dan korelasi genetik umur pertama bertelur, bobot telur pertama, produksi telur 12 minggu dan produksi telur 24 minggu. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan catatan performans itik Alabio yang ada di Balai Penelitian Ternak sejak tahun 2000. Catatan tersebut terdiri atas silsilah ternak, tanggal menetas dan tanggal pertama kali bertelur sehingga dapat diketahui umur pertama bertelur, bobot telur pertama kali, produksi telur yang dicatat setiap hari sehingga dapat diketahui produksi telur selama 12 dan 24 minggu. Dalam penelitian ini mennggunakan 1.150 ekor itik Alabio betina yang terbagi dalam dua generasi yaitu generasi tetua (F1) sebanyak 650 ekor betina dan 100 ekor jantan. Sedangkan pada generasi anak (F2) hanya diamati produksi telur itik betina sebanyak 400 ekor. Perbanyakan populasi anak dilakukan melalui inseminasi buatan (IB) yang dilakukan dua kali dalam seminggu, sehingga penetasan pun dilakukan dua kali dalam seminggu. Struktur perkawinan bervariasi dari satu pejantan dengan dua sampai empat ekor betina dengan jumlah bervariasi pula dari dua sampai empat anak per induk betina. Data-data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan animal model Restricted Maximum Likelihood (REML) menggunakan program PEST dan VCE 4.2 (GROENEVELD, 1998). 589

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai heritabilitas Hasil pendugaan nilai heritabilitas sifatsifat produksi telur itik Alabio tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai heritabilitas dan galat baku umur pertama bertelur, bobot telur pertama produksi telur 3 bulan dan produksi telur 6 bulan itik alabio Sifat Nilai heritabilitas Umur pertama bertelur 0,047 ± 0,043 Bobot telur pertama 0,160 ± 0,098 Produksi telur 12 minggu 0,235 ± 0,087 Produksi telur 24 minggu 0,127 ± 0,088 Pada Tabel 1 tampak bahwa nilai heritabilitas sifat-sifat produksi telur itik Alabio termasuk kategori rendah. Hal ini terjadi karena kergaman yang tampak dalam sifat-sifat reproduksi dan produksi tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh keragaman lingkungan dan hanya sedikit yang dipengaruhi oleh keragaman genotipa (WARWICK et al., 1995; CAMERON, 1997). Nilai heritabilitas umur pertama bertelur pada itik Alabio yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0,047 ± 0,043 yang termasuk kategori rendah. Nilai ini lebih kecil daripada GUNAWAN (1989) yang memperoleh nilai heritabilitas umur pertama bertelur pada itik Alabio sebesar 0,12 dengan metode analisis ANOVA. INDRIJANI (2001) menyatakan bahwa nilai heritabilitas akan berbeda akibat perbedaan populasi yang diamati, perbedaan metode dan model analisis yang digunakan. Nilai heritabilitas bobot telur pertama itik Alabio adalah 0,160 ± 0,098 yang termasuk kategori rendah. Nilai galat baku bobot telur pertama juga relative rendah. Hal ini menunjukkan bahwa program VCE (Varians Component Estimation) dirancang untuk menduga parameter genetik yang lebih akurat, karena dalam analisisnya harus mempertimbangkan fixed effect yang dalam penelitian ini hatch atau waktu penetasan digunakan sebagai fixed effect (CAMERON, 1997; ANANG, 2001). Nilai heritabilitas produksi telur 12 minggu itik Alabio adalah 0,235 ± 0,087 yang termasuk kategori rendah. Hasil yang hampir sama diperoleh HU et al. (1999) yang memperoleh nilai heritabilitas produksi telur 15 minggu (± 4 bulan) sebesar 0,20 ± 0,03. Sedangkan nilai heritabilitas produksi telur 24 minggu itik Alabio adalah 0,127 ± 0,088 yang termasuk kategori rendah. Hasil ini lebih kecil daripada hasil penelitian HU et al. (1999) yang memperoleh 0,22 ± 0,03. Berdasarkan nilai heritabilitas produksi telur tersebut tampak bahwa produksi telur 12 minggu memiliki nilai heritabilitas lebih tinggi dibandingkan produksi telur 24 minggu. Berdasarkan nilai tersebut, maka program pemuliaan melalui seleksi sebaiknya mempertimbangkan kriteia seleksi produksi telur 12 minggu. Pada umumnya tujuan pemeliharaan itik adalah menghasilkan telur selama satu tahun. Oleh karena itu, jika tujuan utama seleksi adalah produksi telur satu tahun maka harus dicari dahulu korelasi antara produksi telur 12 minggu dengan produksi telur setahun agar diperoleh respon seleksi yang diinginkan. Korelasi genetik Korelasi genetik terjadi karena adanya pengaruh gen-gen yang bersifat pleiotropy yaitu sebuah gen yang dapat mempengaruhi dua sifat atau lebih, atau karena adanya linkage gen yaitu dua gen atau lebih yang saling mempengaruhi karena letaknya berdekatan dalam kromosom (WARWICK et al., 1995). Nilai-nilai korelasi genetik ini berperan dalam mengukur respon seleksi terkorelasi yaitu perubahan genetik atau respon pada sifat kedua sebagai akibat seleksi pada sifat pertama. Nilai korelasi genetik yang diamati dalam penelitian ini adalah produksi telur 24 minggu dengan sifat-sifat produksi yang lainnya seperti tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai korelasi genetik dan galat baku produksi telur 24 minggu terhadap umur pertama bertelur, bobot telur pertama dan produksi telur 3 bulan iti Alabio Sifat Korelasi genetik Umur pertama bertelur 0,349 ± * Bobot telur pertama 0,016 ± * Produksi telur 12 minggu 0,996 ± * * = galat baku tidak dapat diestimasi 590

Pada Tabel 2 tampak bahwa korelasi genetik produksi telur 24 minggu dengan umur pertama bertelur bernilai 0,349. Hal ini berarti bahwa sifat produksi telur 24 minggu relatif berpengaruh sedang terhadap umur pertama bertelur. WARWICK et al. (1995) melaporkan bahwa umur pertama bertelur pada ayam berkorelasi negatif tinggi dengan produksi telur sampai umur 46 minggu. Hasil penelitian ini pun berbeda dengan HU et al. (1999) yang memperoleh korelasi genetik umur pertama bertelur dengan produksi telur 15 dan 22 minggu pada entok dengan nilai masingmasing -0,91± 0,04 dan -0,86 ± 0,05. Demikian pula dengan nilai korelasi genetik produksi telur 24 minggu dengan bobot telur pertama dengan nilai 0,016 yang termasuk kategori positif rendah (WARWICK et al., 1995). Hasil penelitian ini juga berbeda dengan NURGIARTININGSIH et al. (2002) yang memperoleh nilai korelasi genetik produksi telur enam bulan dengan bobot telur umur 28 dan 33 minggu pada ayam White Leghorn masing-masing -0,19 dan -0,30. Perbedaan hasil tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan metode dan model analisis yang digunakan. Selain itu, hasil tersebut di atas memberikan indikasi bahwa meskipun program VCE (Varians Component Estimation) dirancang untuk menduga parameter genetik yang lebih akurat dibandingkan ANOVA namun dalam penggunaannya program VCE ini memerlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya jumlah ternak yang digunakan harus banyak, catatan silsilah keluarga harus lengkap, perkawinan induk dan pejantan harus terstruktur dengan jumlah anak yang terstruktur pula sehingga perkawinan melalui inseminasi buatan sangat disarankan, dan sistem kandang yang digunakan harus kandang individu karena analisis nilai heritabilitas berdasarkan catatan individu. Nilai korelasi genetik produksi telur 24 minggu dengan produksi telur 12 minggu adalah 0,996. Hal ini sejalan dengan WARWICK et al. (1995) yang memperoleh nilai korelasi genetik positif tinggi antara produksi telur jangka pendek dengan produksi telur selama 300 hari. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Nilai heritabilitas umur pertama bertelur, bobot telur pertama, produksi telur 12 dan 24 minggu pada itik Alabio masing-masing adalah 0,047 ± 0,043; 0,160 ± 0,098; 0,235 ± 0,087 dan 0,127 ± 0,088. 2. Sedangkan nilai korelasi genetik antara produksi telur 24 minggu dengan umur pertama bertelur, bobot telur pertama dan produksi telur 12 minggu masing-masing adalah 0,349; 0,016 dan 0,996. 3. Berdasarkan nilai heritabilitas sifat-sifat produksi telur itik Alabio tersebut, maka program pemuliaan itik Alabio sebaiknya dilakukan dengan persilangan. Sedangkan apabila ingin melakukan program seleksi dengan tujuan untuk meningkatkan produksi telur, sebaiknya dipertimbangkan kriteria seleksi pada sifat-sifat lain yang memiliki nilai heritabilitas dan korelasi genetik yang tinggi dengan sifat produksi telur. DAFTAR PUSTAKA ANANG, A., N. MIELENZ, L. SCHULER dan R. PREISINGER. 2001. The use of monthly egg production records for genetic evaluation of laying hens. JITV 6(4): 270 274. CAMERON, D. 1997. Selection Indices and Prediction of genetic Merit in animal Breeding. Roslin Institute. Edinburg, UK. GROENEVELD, E. 1998. VCE User s Guide and References Manual Version 4.2. Institute of Animal Behaviour. Federal Agricultural Research Centre, Germany. GUNAWAN, B., D. RAHMAT dan H. MARTOJO. 1989 Heritability Estimates for egg production traits in Indonesia layer duck. Ilmu dan Peternakan, 3(4): 177 179. HARDJOSWORO, P.S., A.R. SETIOKO, P.P. KETAREN, L.H. PRASETYO, A.P. SINURAT dan RUKMIASIH. 2001. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Kerjasama Institut Pertanian Bogor, Balai Penelitian Ternak dan Yayasan KEHATI. hlm. 22 41. 591

HU, Y.H., J.P. POIVEY, R. ROUVIER, C.T. WANG dan C. TAI. 1999. Estimation of genetic parameters of muscovy laying performances in Taiwanese Climatic Condition. Proc. 1 st World Waterfowl Conference. Taichung. Taiwan Republic of China. pp. 102 107. INDRIJANI, H., R.R. NOOR dan C. TALIB. 2001. Penggunaan catatan test day untuk mengevaluasi mutu genetik sapi perah. JITV 6(4): 227 232. KETAREN, P.P., L.H. PRASETYO dan T. MURTISARI. 1999. Karakter produksi telur itik silang Mojosari x Alabio. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. MARTOJO, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. NURGIARTININGSIH, V.M.A., N. MIELENZ, R. PREISINGER dan L. SCHULER. 2002. Genetic parameters of laying hens in single and group cages. 7 th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production. August 19 23, Montpellier, france. RAHMAT, D. 1989. Pendugaan parameter genetik beberapa sifat produksi telur itik alabio, Khaki Campbell dan hasil kawin silang antara itik Alabio, Tegal dan Khaki Campbell. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. WARWICK, E.J., M. ASTUTI dan W. HARDJOSUBROTO. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 592