BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
para1). BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia 60 tahun menurut Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya dilihat secara obyektif, tapi kebahagiaan juga bisa di lihat secara

BAB I PENDAHULUAN. hadapi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan mengaitkan kebahagiaan sebagai bagian dari kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. perkembangan pada masa dewasa akhir. Kehidupan pada fase perkembangan

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia. Pada lanjut usia terjadi beberapa perubahan fisik dan fungsi biologis tubuh,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11

BAB I PENDAHULUAN. ( orang di tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA JANDA.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. mengenai Gambaran Makna Hidup Penyandang Cacat Fisik Muscular

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai sejak berada dalam kandungan, lalu lahir menjadi bayi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. dipersepsikan oleh sebagian masyarakat, dimana penyandang tunanetra dianggap,

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. dibedakan menjadi 3 yakni young old (70-75 tahun), old ( laporan PBB, populasi lansia meningkat sebesar dua kali lipat hanya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, dengan kelebihan akal manusia dapat memiliki potensi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti mereka. Biasanya, pasangan yang bertahan lama dalam masa

BABI PENDAHULUAN. Manusia pada setiap tahap perkembangannya memiliki tugas-tugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan dapat menimpa siapa saja, baik laki- laki maupun perempuan,

BAB I PENDAHULUAN. dan usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan (usia lanjut). Pada masa lansia

BAB I PENDAHULUAN. mulus sehingga tidak menimbulkan ketidakmampuan atau dapat terjadi sangat nyata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas-tugas perkembangannya dengan baik agar dapat tumbuh menjadi individu

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidak bahagiaan, sehingga

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR JENIS KELAMIN DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI DESA LUWANG, GATAK, SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. dua miliar pada tahun 2050 (WHO, 2013). perkiraan prevalensi gangguan kecemasan pada lanjut usia, mulai dari 3,2 %

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia adalah seorang laki-laki atau

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Zahroh Nur Sofiani Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidup terdorong oleh keinginan yang kuat untuk. mencapai arti bagi hidupnya dan arti bagi wujudnya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pasti akan mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan sendiri pada dasarnya melibatkan pertumbuhan yang berarti bertambahnya usia menjadi tua dan akhirnya meninggal. Tahapan terakhir dalam rentang kehidupan adalah lanjut usia. Lansia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1980). Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah lansia di dunia khususnya di Indonesia. Dalam survey BPS (2004) dinyatakan bahwa jika dilihat dari proporsinya terhadap total penduduk, penduduk usia 60 tahun ke atas mengalami peningkatan dari sekitar 4,5% (5,3 juta jiwa) pada tahun 1971 menjadi 7,4% (14,4 juta) tahun 2000. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa Indonesia sudah mengarah pada era penduduk berstruktur tua (aging population). Bahkan, pada tahun 2020, diproyeksikan proporsinya akan mencapai 11,3% (28,8 juta jiwa). Peningkatan jumlah lansia ini tidak hanya berdampak pada aspek demografis tetapi juga terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologi secara keseluruhan (Suardiman,2011). Menurut Hurlock (1996) batasan lansia dimulai dari umur 60 tahun hingga akhirnya meninggal dunia. Dalam pasal 1 ayat 2Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adaah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas (Suardiman, 2011). Lansia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan perubahan fisik dan mental yang terjadi secara perlahan dan bertahap. Perubahan fisik yang tampak pada lanjut usia adalah perubahan pada system syaraf, perubahan penampilan, kemampuan seksual dan perubahan pada system organ (Hurlock, 1980). Perubahan mental yang terjadi pada lanjut usia adalah kaku, emosi datar, rendahnya semangat, kesepian, kontak sosial menurun, depresi (Suardiman, 2011). 1

2 Orang yang lansia akan mengalami penuaan atau yang disebut dengan proses menua. Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua makhluk hidup. Menjadi tua merupakan proses perubahan biologis secara terus menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut (Hurlock, 1980). Dalam proses penuaan terdapat berbagai permasalahan pada lansia yaitu permasalahan ekonomi, sosial budaya, masalah psikologis dan kesehatan. Masalah ekonomi lansia ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Masalah sosial budaya ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Masalah psikologis yang dihadapi lansia pada umumnya meliputi kesepian, terasing dari lingkungan, ketidakberdayaan, perasaan tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin, post power syndrome, serta kehilangan perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial biasanya berkaitan dengan hilangnya jabatan atau kedudukan dapat menimbulkan konflik atau keguncangan. Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan usia lanjut, bahkan sering lebih menonjol daripada aspek lainnya dalam kehidupan seorang lansia. Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan rasa aman, rasa memiliki dan dimiliki, serta akan kasih sayang, kebutuhan aktualisasi diri. Masa tua ditandai oleh penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap berbagai penyakit, masalah kesehatan pada umumnya merupakan masalah yang paling dirasakan oleh lansia yang diharapkan bagi paralanjut usia adalah bagaimana agar masa tua dijalani dengan kondisi sehat, bukan dijalani dengan sakit-sakitan. Untuk itu rencana hidup seharusnya sudah dirancang jauh sebelum memasuki masa usia lanjut, sudah punya rencana apa yang akan dilakukan kelak sesuai dengan kemampuannya (Suardiman, 2011). Menurut Santrock (2002), kaum lansia sering sakit-sakitan,tidak produktif, menggunakan lebih banyak hari-harinya di tempat tidur, lebih sering mengunjungi dokter,meminum banyak obat dan tidak jarang mereka diperlakukan sebagai beban keluarga, masyarakat, hingga negara. Lansia memiliki ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari sekitar 13% lansia tidak bisa mandi dan berpakaian,

3 50% lansia memiliki penyakit kronis sehingga membutuhkan pelayanan (Bjorklund & Bee, 2008). Beberapa faktor yang menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang dihadapi lansia sepanjang hidupnya karena perbedaan pekerjaan yang dilakukan, perbedaan sosial ekonomiyang rendah (Rybash, Roodin, Santrock, 1991). Lansia sering sekali tidak disukai serta sering dikucilkan dipanti jompo. Di Indonesia hanya sekitar 5% dari orang-orang dewasa lanjut yang menghabiskan waktu untuk tinggal dipanti jompo. Keputusan untuk menempatkan orang tua atau sanak keluarga yang lanjut usia dipanti jompo atau fasilitas perawatan lainnya seringkali didahului oleh upaya untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan fisik dan emosional akan perawatan selama bertahun-tahun. Keputusan untuk menempatkan orang lanjut usia dalam panti jompo seringkali menimbulkan stress bagi lansia. Permasalahan awal yang dialami lansia ketika berada dipanti jompo adalah penyesuaian diri yang dilakukan dengan tempat dan kondisi yang berbeda, kebebasan dan ketergantungan terhadap petugas di panti jompo, selain itu kekhawatiran lanjut usia akan kualitas perawatan yang diberikan petugas di panti jompo. Pelayanan kesehatan bagi lansia kurang memadai, sementara itu segala macam penyakit timbul akibat pertambahan usia yang harus memerlukan pengetahuan an teknologi khusus bagi pelayanan lansia (Rodin& Hoyer, 2003). Tinggal di panti jompo tidak selamanya memberikan dampak negatif pada lansia, terkadang lansia akan lebih menikmati waktunya dengan teman sebaya daripada keluarga, karena dengan sesema lanjut usia mereka lebih dapat berdiskusi dengan masalah yang mereka hadapi bersama, sehingga saling membantu memecahkan masalah masing-masing misalnya mengenai kesehatan, harapan tentang kehidupan, peran sosial, mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan diterima di sisi-nya, dan masuk surga. Bersosialisasi dengan sesama lansia memiliki peranan penting bagi lansia tetapi peran keluarga lebih berarti bagi lansia karena dukungan emosiaonal yang lebih besar terdapat dalam keluarga (Papalia, Sterns, Feldman, Camp, 2002). Masa lanjut usia merupakan masa mempertahankan kehidupan (defensive strategy) dalam arti secara fisik menjaga kesehatan agar tidak sakit-sakitan dan menyulitkan atau membebani orang lain sekalipun tinggal di panti jompo ataupun dengan keluarga (Suardiman, 2011). Faktor kesehatan yang baik merupakan kunci kebahagiaan hidup lansia ( Lemme, 2006). Mengenai permasalahan pada lanjut usia telah dilakukan penelitian

4 sebelumnya salah satunya dilakukan oleh Ayuningtias dian pratiwi pada tahun 2007 tentang kebermaknaan hidup lansia korbang gempa Yogyakarta 1. Dalam hasil penelitian tersebut, lansia korban gempa memiliki penilaian yang positif terhadap takdir yang sudah ditetapkan tanpa melupakan usaha dalam menjalani kehidupan, kebermaknaan hidup dari subjek penelitian setelah bencana terjadi dapat mereka peroleh melalui proses dimana setelah sempat mengalami kecacatan, kehilangan, kesepian,kebingungan, kesedihan dan juga ketidakpercayaan diri. Dari penyikapan tersebut mereka dapat terus bersemangat dalam menjalani kehidupan dan menemukan makna hidup yang sangat berarti dan menjadi kebahagiaan bagi mereka, selain itu penelitian yang dilakukuan oleh Bayu pratama pada tahun 2010, yaitu kebermaknaan hidup lansia yang mengalami ketunanetraan sejak dini mengungkapkan menerima kecacatan sebagai takdir dari Allah dan keikhlasan dalam derita membuat subjek merasa tenang dalam hidup, subjek juga menerima kecacatan tanpa adanya penyesalan dan menjadikan agama sebagai nilai penting dalam memaknai kehidupan. Dari beberapa penelitian sebelumnya dan kenyataan yang terjadi pada lanjut usia dapat diperoleh kesimpulan bahwa lansia mengharapkan tetap dapat bertahan hidup dalam kondisi apapun, semangat untuk hidup, berperan sosial,mempertahankan hak dan hartanya serta mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa. Namun kenyataan menjadi berbeda ketika terdapat keterbatasan fisik dan kesehatan pada lansia yang tidak dapat dihindari dalam hal ini ialah seorang lanjut usia yang mengalami keterbatasan dalam hal melihat atau yang sering disebut tunanetra. Seseorang penyandang tunanetra mengalami kesulitan tersendiri dimana ia tidak mampu mempersepsi lingkungan di sekitarnya secara visual akibat kehilangan indera penglihatannya. Keadaan ini membuat mereka mengalami keterbatasan orientasi dan mobilitas sehingga menghambat kegiatannya. Mereka tidak dapat melakukan pekerjaan yang mengandalkan penglihatan, mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas umum, baik pada saat berjalan kaki ataupun mengendarai kendaraan umum, kesulitan menggunakan toilet umum, tempat layanan publik, tempat ibadah, kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak, kurikulum yang diskriminatif, akses dalam memperoleh alat bantu serta akses dalam teknologi dan pengetahuan serta mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam kegiatan sosial dengan orang lain di sekitarnya

5 Tunanetra merupakan bentuk cacat yang khas, sensorinya berupa daya penglihatan. Organ mata pada penderita tunanetra dalam proses fisiologis melihat mengalami gangguan yaitu bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan ke saraf karena suatu sebab (Efendi,2008). Setiap orang (normal) selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya, dapat terpenuhinya kebutuhan dan juga keinginan. Serta senantiasa menginginkan dirinya menjadi orang berguna bagi keluarga, lingkungan masyarakat dan bagi dirinya sendiri (Bastaman, 1995). Dalam situasi seperti itu, seorang lansia yang mengalami ketunanetraan tetap seorang manusia yang mempunyai suatu pandangan terhadap diri pribadi dan keinginan-keinginan untuk memperoleh kebahagiaan dalam menjalani kehidupannya. Sebagai seorang lansia yang mengalami ketunanetraan menginginkan hari-harinya selama masa lansia, apa yang dialami dapat memberikan kebahagiaan didalam hidupnya. Karena suami, keluarga, bahkan orang-orang yang ada disekitarnya memberikan perhatian. Seperti memperhatikan tumbuh kembang cucu- cucunya, saat-saat bisa berbagi pengalaman dengan keluarga maupun orang-orang yang ada disekitar, serta saat menjalani masa lanjut usiadengan mempersiapkan segala sesuatunya bersama dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi. Keinginan akan kebahagiaan itulah yang akan menuntun seseorang pada makna hidup yang ingin diraihnya. Definisi Makna hidup menurut Frankl (dalam Bastaman 1995) adalah kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan yang dilatarbelakangi oleh realitas. Makna hidup adalah hal-hal yang oleh seseorang dipandang penting, dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang besar serta dapat dijadikan tujuan hidup. Makna hidup juga memberikan nilai khusus bagi seseorang dan dapat memberikan motivasi pada diri manusia, selain itu juga dapat memberikan sebuah harapan atau keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan dikemudian hari. Karena harapan dapat memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme (Bastaman, 2007). Hasrat inilah yang memotivasi setiap orang bekerja, berkarya, dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya. Dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara bermakna.

6 Manusia hidup di dunia dengan penuh makna, kita mengalami keadaan yang tidak sempurna, sehingga dapat memberikan makna bagi kehidupan manusia (Adler, 2004). Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya, seperti keinginan untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless), Frankl (dalam Bastaman 1995). Makna hidup dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam menemukan pola tujuan-tujuan & nilai-nilai yang terintegrasi dalam hidup atau dengan kata lain kebermaknaan hidup seseorang berkaitan dengan ada tidaknya kemampuan individu untuk menyesuaikan diri secara efisien terhadap berbagai masalah hidupnya. Karena makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari, dijajagi dan ditemukan sendiri (Bastaman, 2007). Seorang lansia yang mengalami tunanetra, sebagai manusia biasa juga memiliki keinginan selayaknya lansia yang memiliki fisik sempurna. Seorang lansia yang mengalami ketunanetraan memiliki penilaian mengenai kehidupannya, misalnya saja memiliki harapan dan tujuanya mengenai kehidupan yang sedang dijalaninya,dalam kondisi lanjut usia mengalami ketunanetraan berada pada situasi yang cukup sulit. Pada sisi lain, seseorang penyandang tunanetra mengalami kesulitan tersendiri dimana ia tidak mampu mempersepsi lingkungan di sekitarnya secara visual akibat kehilangan indera penglihatannya, keadaan ini membuat mereka mengalami keterbatasan orientasi dan mobilitas sehingga menghambat kegiatannya (Semiawan & Mangunsong, 2010). Mereka tidak dapat melakukan pekerjaan yang mengandalkan penglihatan, mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas umum, baik pada saat berjalan kaki ataupun mengendarai kendaraan umum, kesulitan menggunakan toilet umum, tempat layanan publik, tempat ibadah, kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak, kurikulum yang diskriminatif, akses dalam memperoleh alat bantu serta akses dalam teknologi dan pengetahuan serta mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam kegiatan sosial dengan orang lain di sekitarnya.

7 Tunanetra yang berkembang secara normal itu mempunyai keinginan dan cita-cita hidup yang wajar sebagaimana manusia pada umumnya. Mereka ingin berfungsi dan berperan di dalam keluarga dan masyarakat. Berpangku tangan dan dilayani bukanlah harapannya. Mereka tak mau hanya menjadi obyek, melainkan juga ingin menjadi subyek yang aktif di dalam pembangunan. Mereka ingin menjadi manusia yang berguna, berbakti kepada bangsa dan negara adalah tujuan hidupnya. Sebagaimana manusia lainnya tunanetra ingin dapat melaksanakan fungsi sosialnya.di dalam ketunanetraan itu mereka juga mewarisi naluri cinta. Mereka ingin merealisasikan cinta tersebut di dalam kehidupannya. Mereka ingin saling mencintai, mereka ingin menikmati indahnya cinta di dalam kesucian, melalui rumah tangga. Mereka mendambakan tangis bayi hasil buah percintaannya. Mereka ingin menimang, membelai dan bercanda dengan si bayinya itu. Betapa bahagia apabila di hari tuanya dapat hidup di dalam pemeliharaan kasih sayang anaknya (Soeharjadi, 1988). Dengan segala keterbatasan yang menyebabkan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Maka dalam memberikan proses penilaiannya tersebut, apabila seseorang lansia tunanetra dapat menilai dan menemukan arti kehidupannya secara positif, dalam berbagai peristiwa penting yang dialaminya. Maka lansia tunanetra akan memiliki sebuah harapan yang dapat dijadikan sebagai tujuan hidup, yang akhirnya dapat memberikan makna hidup dan dapat menuntunnya pada perasaan bahagia. Berdasarkan penjelasan dan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui sejauh mana gambaran makna hidup lansia tunanetra. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran mengenai makna hidup lansia tunanetra. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai makna hidup lansia tunanetra.

8 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai makna hidup lanjut usia tunanetra adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Untuk memperkaya informasi ilmiah dalam bidang psikologi terutama psikologi sosial dan perkembangan mengenai makna hidup lanjut usia tunanetra. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi lansia tunanetra, sehingga informasi tersebut dapat bermanfaat sebagai masukan bagi lansia tunanetra agar dapat mengembangkan diri sebaik mungkin sehingga dapat menemukan pula makna hidupnya dan nantinya dapat merasakan kebahagiaan menjalani kehidupan dengan lebih baik lagi bagi dirinya saat ini dan juga untuk masa depan.