Penghambatan Pertumbuhan Jamur Patogen Kakao Phytophthora palmivora oleh Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis

dokumen-dokumen yang mirip
EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

ANTAGONISME BAKTERI Pseudomonad fluorescens TERHADAP JAMUR PATOGEN Fusarium oxysporum f. sp. melonis DI RIZOSFER PERKECAMBAHAN MELON SKRIPSI

Application of Lime and Urea and its Effect on Development of Phythophthora palmivora

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

KAJIAN INTRODUKSI RHIZOBAKTERIA PSEUDOMONAD FLUORESCENS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI CABAI DI LAPANG ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili

Mariana Sofiani, Syamsuddin Djauhari, Luqman Qurata Aini

Seleksi Bakteri Antagonis Asal Rizosfer Tanaman Cabai (Capsicum sp) untuk Menekan Penyakit Layu Fusarium secara in vitro

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN :

UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Koloni bakteri endofit

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

METODELOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana untuk

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

solanacearum pada Tanaman Kentang

UJI DAYA HAMBAT JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp DALAM FORMULASI KERING BERBENTUK TABLET TERHADAP LUAS BERCAK Phytophthora palmivora PADA BUAH KAKAO

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

IbM Produksi Biopestisida Trichoderma harzianum di Pusat Pemberdayaan Agens Hayati ( PPAH) Ambulu Jember

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

PENGGUNAAN Bacillus ISOLAT LOKAL UNTUK MENEKAN PENYAKIT LINCAT TEMBAKAU TEMANGGUNG

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

Eksplorasi Agens Biokontrol Phytophthora Palmivora Penyebab Penyakit Gugur Buah Kelapa

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

Sunarwati, D. dan R. Yoza

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

DAYA TAHAN HIDUP PSEUDOMONAD

PENGUJIAN DAYA MORTALITAS FUNGISIDA PADA ARSIP KERTAS

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

'Aini et al. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia 2)

UJI ANTAGONIS 5 ISOLAT TRICHODERMA DARI RIZOSFER

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

Yuricha Kusumawardani, Liliek Sulistyowati dan Abdul Cholil

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

II. MATERI DAN METODE

IV. KULTIVASI MIKROBA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Propagul Agens Antagonis Perbanyakan Massal Bahan Pembawa Biopestisida

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

*Corresponding author : ABSTRACT

PENGGUNAAN Trichoderma sp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALIAN TERHADAP Pyricularia oryzae Cav. PENYEBAB BLAS PADA PADI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

SELEKSI MIKROBA FILOSFER ANTAGONIS DAN MEDIA EKSTRAK KOMPOS: UPAYA PENGENDALIAN JAMUR Alternaria porri PADA TANAMAN BAWANG MERAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian

Uji Antagonisme Lentinus cladopus LC4 terhadap Ganoderma boninense Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK LUNAK UMBI KENTANG (Erwinia carotovora) DENGAN MEMANFAATKAN AGENS HAYATI Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

EFEKTIFITAS METABOLIT Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN Ganoderma spp. SECARA In Vitro SKRIPSI OLEH : NI MAL HAMDI BM AGROEKOTEKNOLOGI

Transkripsi:

Pelita Perkebunan 29(2) 2013, 120-127 Pratama et al. Penghambatan Pertumbuhan Jamur Patogen Kakao Phytophthora palmivora oleh Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis Growth Inhibition of Cocoa Pod Rot Fungus Phytophthora palmivora by Pseudomonas fluorescence and Bacillus subtilis bacteria Sakti Widyanta Pratama 1*), Sri-Sukamto 1), Iis Nur Asyiah 2), dan Yeni Vida Ervina 2) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember, Indonesia. 2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember, Jl. Kalimantan Tegalboto, Jember, Indonesia *)Alamat penulis (corresponding author): sakti.pratama@gmail.com Naskah diterima (received) 16 April 2012, disetujui (accepted) 2 April 2013 Abstrak Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kakao karena menyebabkan kerugian cukup besar. Sampai saat ini jamur patogen penyebab penyakit busuk buah tersebut masih merupakan masalah krusial dan belum ada fungisida yang benar-benar efektif. Salah satu alternatif pengendalian penyakit busuk buah kakao adalah menggunakan agens hayati sebagai biofungisida, diantaranya dengan memanfaatkan bakteri Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis. Penelitian dilakukan dengan mengisolasi jamur P. palmivora dari buah terserang di Kebun Percobaan Kaliwining untuk mendapatkan biakan murni dan memperbanyak bakteri P. fluorescence dan B. subtilis. Uji antagonis dilakukan dengan menginokulasikan P. palmivora ke dalam cawan petri berisi medium PDA pada jarak 3 cm dari tepi. Bakteri P. fluorescence dan B. subtilis diinokulasikan ke cawan petri pada perlakuan tiga hari setelah jamur. Kontrol hanya diinokulasi dengan isolat P. palmivora. Pertumbuhan jamur diukur dengan cara menghitung pertambahan jari-jari koloni jamur setiap hari, mulai dari 24 jam setelah inokulasi. Pertumbuhan Phytophthora palmivora pada dua perlakuan digunakan untuk menghitung persentase penghambatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri P. fluorescence dan B. subtilis mampu menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora berdasarkan persentase penghambatan. Berdasarkan kriteria keefektifan yang diperoleh menunjukkan bahwa lebar zona bening B. subtilis menghasilkan luas area lebih lebar terhadap jamur P. palmivora dibandingkan dengan P. fluorescence. B. subtilis dan P. fluorescence efektif digunakan sebagai agens hayati. Kata kunci: Penyakit busuk buah kakao, pengendalian hayati, Phytophthora palmivora, Pseudomonas fluorescence, Bacillus subtilis Abstract Black pod disease caused by Phytophthora palmivora fungus is one of the important diseases on cocoa crop. Pod rot is the most important disease because it may cause loss of cocoa pod. Until now, the fungal pathogen of cocoa black pod disease is still a crucial problem and there is no fungicide that is really effective against the disease. One alternative to control the cocoa black pod disease is by using biological agents as biofungicide, including utilizing Pseudomonas fluorescence and Bacillus subtilis bacteria. The research was done by isolation 120

Penghambatan pertumbuhan jamur patogen kakao Phytophthora palmivora oleh Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis of P. palmivora from infected pods of Kaliwining Experimental Station to obtain pure cultures of fungus and by multiplication of P. fluorescence and B. subtilis. Antagonist test was performed by inoculating P. palmivora into a petri dish in a distance of 3 cm from the edge. P. fluorescence and B. subtilis were inoculated into petridishes in three days after the fungal treatment. Control was inoculated with isolate of P. palmivora only. Fungal growth was measured everyday by measuring radius of fungal colonies first time 24 hours after inoculation. Growth of Phytophthora palmivora in the two treatmens were used to calculate the percentage of inhibition. The results of this study indicated that P. fluorescence and B. subtilis were able to inhibit fungal growth of P. palmivora. Both bacterial antagonists had the same effectiveness in inhibiting the growth of P. palmivora fungus based on the percentage of inhibition and effectiveness criteria. Based on the results of translucent zones indicated that B. subtilis was more powerfull in inhibiting growth of P. palmivora compared to P. fluorescence. Key words: Black pod disease of cocoa, biological control, Phytophthora palmivora, Pseudomonas fluorescence, Bacillus subtilis PENDAHULUAN Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora adalah salah satu penyakit penting pada tanaman kakao. Busuk buah merupakan penyakit paling penting karena menyebabkan kerugian berkisar antara 10 dan 30% di seluruh dunia (McMahon & Purwantara, 2004). Sampai saat ini jamur patogen penyebab penyakit busuk buah kakao tersebut masih merupakan masalah krusial yang belum bisa dituntaskan. Jamur P. palmivora merupakan jamur dari kelas Oomycetes yang memiliki ciri-ciri morfologi miselium panjang dan berwarna putih dengan spora berbentuk seperti buah pir (Drenth & Sendall, 2001). Pengendalian penyakit busuk buah P. palmivora secara umum dilakukan dengan tiga cara, yaitu: sanitasi kebun, penanaman klon tahan, dan pengendalian secara kimiawi. Penyakit busuk buah P. palmivora sulit dikendalikan secara kuratif. Oleh karena itu, tindakan preventif sangat dianjurkan agar perkembangan penyakit tidak meluas. Salah satu tindakan preventif adalah dengan menggunakan fungisida. Fungisida yang dianjurkan untuk pengendalian penyakit busuk buah kakao antara lain yang berbahan aktif tembaga. Selain fungisida kimia juga telah dihasilkan biofungisida yaitu jamur antagonis Trichoderma spp. yang dapat menekan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao (Bagian Proyek Penelitian Kopi dan Kakao, 2001). Hingga saat ini permintaan akan produk makanan yang memenuhi standar kesehatan semakin meningkat, sehingga penggunaan agens hayati juga semakin meningkat. Penelitian mengenai agens hayati semakin berkembang untuk menemukan alternatif pengendalian penyakit dengan mengurangi penggunaan bahan kimia. Beberapa jenis mikroba yang telah dilaporkan dapat digunakan sebagai agens hayati terhadap aktivitas jamur patogen adalah Pseudomonas fluorescens, Agrobacterium radiobacter, Bacillus subtilis, B. cereus, B. amyloliquefaciens, Trichoderma virens, Burkholderia cepacia, Saccharomyces sp, Gliocadium sp. (Suprapta, 2012). Alternatif agens hayati lain yang dapat dikembangkan sebagai biofungisida pengendali P. palmivora adalah bakteri Pseudomonas fluorescence dan Bacillus 121

Pratama et al. subtilis. P. fluorescence dapat menghasilkan beberapa metabolit sekunder berupa zat antibiotik seperti phenazin, pyrrolnitrin, dan pseudomonic acid yang terbukti efektif dalam menghambat mikroba patogen (Oedjijono, 1994). Isolat B. subtilis dari tanah juga diketahui dapat menghasilkan antibiotik dan antifungal seperti: subtilin, aterimin, basitrasin, subtilosin, micobacillin, subsporin, ituirin, serexin, surfaktin, basillomicin, bacilisin, asam sianida, fengimicin, dan bacilisocin (Katz & Demain, 1977). Bakteri P. fluorescence dan B. subtilis juga dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, yaitu sebagai rizobakteri perangsang pertumbuhan tanaman (plant growth promoting rhizobacteria, PGPR). Bakteri tersebut juga menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan patogen, terutama patogen tular tanah dan mempunyai kemampuan mengoloni akar tanaman (Soesanto, 2008). Mekanisme penghambatan oleh bakteri antagonis adalah melalui produksi antibiotik, siderofor, ketahanan terimbas sistemik, enzim, perangsang pertumbuhan tanaman, persaingan, mikroparasitisme dan toksin (Hasanudin, 2003). Chrisnawati et al. (2009) melaporkan bahwa aplikasi Bacillus spp. dapat mengendalikan penyakit layu bakteri pada tanaman nilam dan meningkatkan pertumbuhannya. Menurut Djatmiko et al. (2007) isolat bakteri dari genus Pseudomonas kelompok fluoresen, Bacillus spp., dan Streptomyces spp. bersifat antagonis dan mempunyai kemampuan menekan pertumbuhan Ralstonia solanacearum dan Meloidogyne incognita. Berdasarkan keefektifan P. fluorescence dan B. subtilis sebagai agens hayati, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penyakit busuk buah yang sampai saat ini belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh P. fluorescence dan B. subtilis terhadap pertumbuhan jamur P. palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao dalam skala laboratorium. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dan Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Jember. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi ini dalam keadaan steril sehingga tidak ada mikroba lain yang akan mengganggu pertumbuhan bakteri yang sedang diteliti (Surawiria, 1997). Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 120 O C dan tekanan 1 atm selama 30 menit. Medium padat yang digunakan dalam penelitian ini adalah potato dextrose agar (PDA) untuk isolasi jamur P. palmivora. Pembuatan medium PDA sebanyak 1 L memerlukan bahan dasar kentang 200 g, dekstrose 20 g, agar 20 g, dan air suling untuk membuat volume menjadi 1 L. Cara pembuatan medium PDA yakni terlebih dahulu mengekstrak kentang, kemudian ditambah dengan agar sebanyak 20 g, dan diaduk hingga merata. Setelah merata kemudian ditambahkan dengan dekstrose sebanyak ±20 g dan diaduk hingga larutan homogen. Kedalam ekstrak kentang ditambahkan air suling hingga volumenya mencapai 1.000 ml. Setelah larutan media homogen, larutan dipanaskan kemudian dituang ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer ditutup dan disterilisasi dengan menggunakan otoklaf pada suhu 120 O C tekanan 1 atm selama ±20 menit. Medium cair dan medium padat digunakan untuk isolasi bakteri antagonis P. fluorescence dan B. subtilis. 122

Penghambatan pertumbuhan jamur patogen kakao Phytophthora palmivora oleh Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis Phytophthora palmivora diisolasi dari buah kakao yang terserang penyakit busuk buah. Isolasi dilakukan dengan cara memotong kulit bagian dalam buah batas antara yang sehat dan yang sakit sebesar 0,5 cm x 0,5 cm menggunakan pisau steril dan dicelupkan ke dalam larutan alkohol 70% selama 3 menit. Potongan kulit buah dibilas menggunakan air suling steril, kemudian dipindahkan pada kertas saring dan diletakkan secara aseptik di atas permukaan medium PDA. Isolat diinkubasi dalam kondisi gelap pada ruang kultur bersuhu 26 O C selama 5 hari. Koloni yang tumbuh kemudian diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi dan dimurnikan untuk mendapatkan isolat murni jamur P. palmivora. Perbanyakan isolat bakteri P. fluorescence dan B. subtilis dilakukan dengan menggunakan medium cair dan padat. Karakterisasi dilakukan dengan pewarnaan gram. Setelah dilakukan karakterisasi bakteri maka sebelum digunakan untuk penelitian, dibuat biakan turunan (sub kultur) dari biakan murni dengan cara mengambil 1 ose biakan isolat P. fluorescence dan B. subtilis kemudian masing-masing bakteri ditumbuhkan pada medium agar miring dan diinkubasi pada suhu 37 O C selama 24 jam. Persentase Penghambatan Isolat murni P. palmivora hasil isolasi setelah mencapai pertumbuhan optimum diinokulasikan ke dalam cawan petri diameter 10 cm pada jarak 3 cm dari tepi. Bakteri P. fluorescence dan B. subtilis diinokulasikan ke cawan petri pada perlakuan tiga hari setelah jamur. Perlakuan kontrol hanya diinokulasi dengan isolat jamur P. palmivora. Pertumbuhan jamur diukur dengan cara menghitung pertambahan jarijari koloni jamur setiap harinya setelah 24 jam sejak inokulasi. Pertumbuhan jamur P. palmivora digunakan untuk menghitung persentase penghambatan. Uji antagonisme secara in vitro dilakukan dengan cara menumbuhkan bakteri antagonis dan jamur patogen pada satu cawan petri secara berdampingan. Persentase penghambatan pertumbuhan koloni P. palmivora dihitung dengan rumus: R1 R2 I = x 100 % R1 Keterangan : I = Persentase penghambatan R1 = jari-jari koloni jamur pada kontrol R2 = jari-jari koloni jamur pada perlakuan Keefektifan Penghambatan Pengamatan zona bening yang terbentuk di sekitar bakteri P. fluorescence dan B. subtilis dilakukan untuk menentukan keefektifan dalam menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora. Pseudomonas fluorescence dan B. subtilis dapat dikatakan efektif jika koloni jamur patogen tidak mampu melewati koloni bakteri antagonis selama ±10 hari dan bakteri antagonis mampu membentuk zona bening. Kurang efektif jika koloni jamur patogen tidak mampu melewati koloni bakteri antagonis selama ±10 hari tetapi bakteri antagonis tidak mampu membentuk zona bening. Tidak efektif jika koloni jamur patogen mampu melewati koloni bakteri antagonis selama ±10 hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Jamur patogen penyebab penyakit busuk buah kakao adalah jamur P. palmivora dari kelas Oomycetes yang memiliki ciri-ciri morfologi miselium panjang dan berwarna putih dengan spora berbentuk seperti buah pir (Drenth & Sendall, 2001). Jamur patogen ini umumnya menyerang tanaman kakao pada waktu musim penghujan. Salah satu upaya pengendaliannya yaitu dengan 123

Pratama et al. memanfaatkan agens hayati bakteri antagonis P. fluorescence dan B. subtilis. Menurut Soesanto (2008), P. fluorescence merupakan bakteri berbentuk batang lurus atau agak lengkung, berukuran (0,5-1,0) x (1,5-5,0) µm, tidak spiral, bergerak dengan satu atau beberapa flagellum polar, bersifat gram negatif, hidup secara aerob dan tumbuh pada kisaran suhu 4 O C - 41 O C. Sementara itu B. subtilis dicirikan sebagai bakteri gram positif, berbentuk batang, bersel satu, berukuran (0,5-2,5) x (1,0-1,2) µm, bersifat aerob atau anaerob fakultatif, dan bertahan pada suhu 5-75 O C. Data hasil penelitian persentase penghambatan bakteri antagonis P. fluorescence dan B. subtilis terhadap pertumbuhan jamur P. palmivora menunjukkan bahwa kedua bakteri tersebut menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora. Persentase penghambatan oleh P. fluorescence dan B. subtilis tidak berbeda nyata. Pada pengamatan hari kesepuluh, besar persentase penghambatan oleh bakteri P. fluorescence mencapai 69,5% sedangkan bakteri B. subtilis mencapai 72,8% (Gambar 1). Bakteri P. fluorescence dan B. subtilis efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora. Penghambatan dapat diketahui dengan melihat perbandingan antara perlakuan dan kontrol. Perlakuan kontrol tidak menunjukkan adanya penghambatan. Pseudomonas fluorescence mampu m e ngha m bat per tum b uhan jam ur P. palmivora karena bakteri mampu memproduksi antibiotik seperti tetracylin, oksitetracilin, phenazine 1 carboxylic acid, 2,4-diphloroglucinol, pyrrolnitrin dan pseudomonic acid yang dilaporkan telah terbukti efektif untuk mengendalikan mikroba yang bersifat patogen baik yang menyer ang manusia ma upun tanaman (Oedjijono, 1994). Selain itu, P. fluorescence juga menghasilkan senyawa Penghambatan, % Inhibition, % 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pf Bs 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hari Day Gambar 1. Perkembangan persentase penghambatan jamur Phytophthora palmivora oleh bakteri Pseudomonas fluorescence (Pf) dan Bacillus subtilis (Bs) Figure 1. Percentage of inhibition of Phytophthora palmivora by Pseudomonas fluorescence (Pf) and Bacillus subtilis (Bs) 124

Penghambatan pertumbuhan jamur patogen kakao Phytophthora palmivora oleh Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis pengikat ion besi ( siderofor) seperti pseudobaktin dan piroverdin yang bersifat fungistatik yaitu hanya mampu bekerja menghambat pertumbuhan jamur (Arwiyanto et al., 2007). Bakteri P. fluorescence juga dikenal sebagai rhizobakteri perangsang pertumbuhan tanaman atau PGPR yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman (Soesanto, 2008). Aplikasi Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. terbukti nyata dalam mengurangi serangan Meloidogyne incognita pada tanaman Vigna mungo. Perlakuan dengan menggunakan kedua jenis bakteri tersebut pada tanaman Vigna mungo nyata meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar, kesegaran tunas, dan bobot keringnya, kesegaran akar dan bobot kering akar, dan jumlah bintil pada akar meningkat dibandingkan dengan kontrol (Akhtar et al., 2012). Kemampuan Bacillus subtilis menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora dikarenakan bakteri ini dapat menghasilkan beberapa peptida yang berperan sebagai antibiotik dan antifungi, seperti: subtilin, aterimin, basitrasin, subtilosin, mikobasillin, subsporin, ituirin, serexin, surfaktin, basillomicin, basillisin, asam 10 sianida, fengimisin, dan basillisosin (Schaechter, 2004). Bacillus subtilis juga menghasilkan enzim degradatif makromolekul yang bisa menghancurkan dinding sel jamur, seperti protease (intraselluler) dan beberapa enzim ekstraseluler yang disekresikan pada medium seperti levansukrase, glukanase, amilase, xilanase, kitinase, dan protease (Kunts & Rapoport, 1995; Schaechter, 2004). Adanya B. subtilis juga memberikan keuntungan bagi tanaman karena B. subtilis merupakan rhizobakteri perangsang pertumbuhan tanaman atau PGPR. Penggunaan bakteri P. fluorescence dan B. subtilis apabila diaplikasikan secara bersamaan dapat melindungi tanaman tomat dari penyakit layu fusarium yang disebabkan jamur Fusarium oxysporum (Baharuddin et al., 2005). Bacillus subtilis juga efektif digunakan untuk mengendalikan Ralstonia solanacearum pada tanaman kentang (Hanudin et al., 2012). Zona bening yang terbentuk di sekitar bakteri P. fluorescence dan B. subtilis masih dapat bertahan pada hari pengamatan kesepuluh. Luas zona bening semakin berkurang hingga pengamatan hari kesepuluh (Gambar 2), karena bakteri mempunyai siklus hidup yang lebih pendek daripada jamur, sehingga apabila digunakan sebagai agens hayati maka harus selalu diperbaharui. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum hari kesepuluh bakteri agens hayati harus diaplikasikan kembali untuk menjaga tingkat penghambatannya. Zona bening yang dibentuk oleh bakteri B. subtilis lebih besar daripada P. fluorescence. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakteri P. fluorescence dan B. subtilis dapat digunakan sebagai agens hayati untuk mengendalikan penyakit busuk buah pada skala laboratorium. Hal ini menunjukkan bahwa zat antibiotik yang dihasilkan oleh B. subtilis lebih banyak dan Phytophthora palmivora lebih rentan dibandingkan dengan Pseudomonas fluorescence. Menurut Morin & Gormin (1995), B. subtilis menghasilkan senyawa antibiotik aterimin dan basitasin yang lebih efektif terhadap patogen dibandingkan dengan senyawa antibiotik tetrasilin dan oksitetrasilin. Mekanisme antagonistik P. fluorescence terhadap jamur P. palmivora lebih cenderung menggunakan kemampuan kolonisasi akar, produksi siderofor, dan asam sianida, di samping antibiotik yang begitu rendah. Sebaliknya, B. subtilis cenderung mempunyai mekanisme 125

Pratama et al. 2.5 Pf 2 Bs Zona bening, cm Clear zone, cm 2.5 1 y = 0.005x 2-0.160x + 2.032 R 2 = 0.980 0.5 0 y = 0.015x 2-0.325x + 2.212 R 2 = 0.982 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Day Gambar 2. Perkembangan luas zona bening dalam menghambat perkembangan Phytophtora palmivora oleh Pseudomonas fluorescence (Pf) dan Bacillus subtilis (Bs) Figure 2. Hari Area development of clear zone in inhibiting the development of Phytophtora palmivora by Pseudomonas fluorescence (Pf) and Bacillus subtilis (Bs) antagonistik yang lebih cenderung pada kemampuan memproduksi antibiotik (Campbell, 1989). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengaruh P. fluorescence dan B. subtilis terhadap pertumbuhan jamur P. palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis efektif menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao pada kondisi di laboratorium. 2. Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis mempunyai keefektifan yang sama dalam menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora berdasarkan kriteria tingkat keefektifan dan persentase penghambatan. Namun berdasarkan luas zona bening B. subtilis lebih luas daripada P. fluorescence. DAFTAR PUSTAKA Akhtar, A.; Hisamuddin; Abbasi & R. Sharf (2012). Antagonistic effects of Pseudomonas fluorescens and Bacillus subtilis on Meloidogyne incognita infecting Vigna mungo L. International Journal of Plants, Animal, and Environmental Sciences, 2, 55-63. Arwiyanto, T.; Y.M.S. Maryudani & N.N. Azizah (2007). Sifat-sifat Pseudomonas fluorescence, agensia pengendalian hayati penyakit lincat 126

Penghambatan pertumbuhan jamur patogen kakao Phytophthora palmivora oleh Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis pada tembakau Temanggung. Jurnal Biodiversitas, 8, 147-151. Bagian Proyek Penelitian Kopi dan Kakao (2001). Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 2001. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, 60-64. Baharuddin; Badawi & Z. Masjkur (2005). Uji efektivitas formulasi seed coating berbahan aktif bakteri Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis untuk pengendalian penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum) pada tanaman tomat. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 186-189. Campbell, R. (1989). Biological Control of Microbial Plant Pathogens. Cambridge University Press. Cambridge. Chrisnawati; Nasrun & T. Arwiyanto (2009). Pengendalian penyakit layu bakteri nilam menggunakan Bacillus spp. dan Pseudomonad fluoresen. Jurnal Littri, 15, 116-123. Djatmiko H.A.; T. Arwiyanto; B. Hadisutrisno & B.H. Sunarminto (2007). Potensi tiga genus bakteri dari tiga rizosfer tanaman sebagai agensia pengendali hayati penyakit lincat. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, 9, 40-47. Drenth, A. & B. Sendall (2001). Practical Guide to Detection and Identification of Phytophthora. Version 1.0. CRC for Tropical Plant Protection, Brisbane, Australia. Hanudin; B. Marwoto; Hersanti & A. Muharam (2012). Kompatibilitas Bacillus subtilis, Pseudomonas fluorescence, dan Trichoderma harzianum untuk mengendalikan Ralstonia solanacearum pada tanaman kentang. Jurnal Hortikultura, 22, 173-180. Hasanuddin (2003). Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Sistem Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Katz, E. & A.L. Demain (1977). The peptide antibiotics of Bacillus: chemistry, biogenesis, and possible functions. ASM Bacteriologycal Review, 41, 449-474. Kunst, F. & G. Rapoport (1995). Salt stress is an environmental signal affecting degradative enzyme synthesis in Bacillus subtilis. Journal of Bacteriology, 177, 2.403-2.407. McMahon, P. & A. Purwantara (2004). Phytophthora on cocoa. p. 104-115. In: A. Drenth & D.I. Guest (Eds.). Diversity and Management of Phytophthora in Southeast Asia. ACIAR Monograph. No. 114. Morin, R.B. & M. Gormin (1995). Kimia Biologi Antibiotik ß Laktan, Volume I. Academic Press, London (Terjemahan). Oedjijono (1994). Isolasi dan Deteksi Metabolit Sekunder Pseudomonas fluorescence yang Menghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Biologi, Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto. Schaechter, M. (2004). The Desk Encyclopedia of Microbiology. Elsevier Academic Press. California USA. Soesanto, L. (2008). Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta Suprapta, D.N. (2012). Potential of microbial antagonists as biocontrol agents against plant fungal pathogens. International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences Journal, 18, 1-8. Surawiria, U. (1997). Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa, Bandung. *********. 127