BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak membutuhkan kajian teori sebagai berikut : digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah kepada masyarakat yang akan digunakan untuk membiayai keperluan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULAN. perundang undangan. Setiap wajib pajak dituntut untuk memahami. semua aturan perpajakan yang berlaku. Tetapi tidak semua semua wajib

BAB II KAJIAN TEORI. menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat. untuk menyelenggarakan pemerintahan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan

1

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian pajak menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Resmi (2011):

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak itu

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah

PENDAHULUAN BAB I. terus berupaya dalam memaksimalkan potensi pajak untuk memenuhi APBN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasar Undang-Undang, dengan

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. seluruh wilayah negara Indonesia secara adil dan merata, dengan demikian

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari dalam negeri, salah satunya berupa pajak.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Pengertian Pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa : Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Anderson, W.H. dalam bukunya Diana Sari (2013:35): Pajak adalah pembayaran yang bersifat paksaan kepada Negara yang dibebankan pada pendapatan kekayaan seseorang yang diutamakan untuk membiayai pengeluaran Negara. Definisi definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 13

14 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang dan pelaksanaannya dapat dipaksakan untuk keperluan Negara. 2. Terdapat iuran masyarakat kepada Negara yang berarti bahwa pajak tersebut dipungut oleh Negara melalui pemerintah pusat dan daerah. 3. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. 4. Pemungutan pajak yang dilakukan Negara adalah semata-mata untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah dan pembiayaan public investment. 2.1.1.2 Fungsi Pajak Menurut Diana Sari (2013:37) pajak memiliki 2 fungsi utama, diantaranya: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Yaitu sebagai alat (sumber) untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya dalam Kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembanguanan. Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah yakni penerimaan dalam negeri

15 dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terus diharapkan dari sektor pajak. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan (umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan) misalnya: mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualianpengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya pemberatan-pemberatan yang khusus ditunjukan kepada masalah tertentu. Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan fungsi ini bisa positif dan negatif. Pelaksanaan fungsi pajak yang positif maksudnya jika suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat oleh pemerintah di pandang sebagai sesuatu yang positif, oleh karena itu didorong oleh pemerintah dengan memberikan dorongan berupa insentif pajak (tax incentive) yang dilakukan dengan cara pemberian fasilitas perpajakan. Sementara itu, pelaksanaan fungsi mengatur yang bersifat negatif dimaksudkan untuk mencegah atau menghalangi perkembangan yang menjuruskan kehidupan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Hal itu dapat dilakukan dengan membuat peraturan di bidang perpajakan yang menghambat dan memberatkan masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan yang ingin diberantas oleh pemerintah.

16 Selain dua fungsi diatas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu: 1. Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur pereedaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 2. Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. 3. Fungsi Demokrasi Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. 2.1.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:7) system pemungutan pajak dapat dibedakan sebagai berikut:

17 a. Official Assessment System Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak Sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

18 Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga (pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah). 2.1.1.4 Penggolongan Pajak Menurut Diana Sari (2013:43) Pajak dapat dikelompokkan ke dalam golongan sebagai berikut: 1. Menurut Sifatnya a. Pajak Subyektif, yaitu pajak yang erat kaitannya atau hubungannya dengan subjek pajak atau yang dikenakan pajak dan besarnya dipengaruhi oleh keadaan Wajib Pajak. Dimulai dengan menetapkan orangnya, baru kemudian dicari syarat-syarat objektifnya. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang erat hubungannya dengan objek pajak, yang selain dari pada benda dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar. Besarnya tidak ditentukan oleh keadaan Wajib Pajak. Dimulai dengan objeknya, seperti keadaan, peristiwa, perbuatan, baru kemudian dicari orangnya yang harus membayar pajaknya, yaitu subjeknya. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

19 2. Menurut Pembebanannya a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh wajib pajak yang bersangkutan dan pajak ini langsung dipungut pemerintah dari wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dipungut secara berkala (periodic). Contoh : PPh, PBB. b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang dipungut kalau ada suatu peristiwa atau perbuatan tertentu, seperti penggerakan barang tidak bergerak, pembuatan akte, dan lain-lain dan pembayar pajak dapat melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain serta pajak ini tidak mempergunakan surat ketetapan pajak. Contoh : PPN dan PPnBM, Bea Materai. 3. Menurut Kewenangannya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola oleh Pemerintah Pusat dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin Negara dan pembangunan (APBN). Contoh : PPh, PPN, dan PPnBM, PBB, Bea Materai b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola oleh Pemerintah Daerah dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD) Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Kendaraan Bermotor.

20 2.1.2 Wajib Pajak 2.1.2.1 Pengertian Wajib Pajak Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan bahwa : Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. 2.1.2.2 Hak Wajib Pajak Dalam Diana Sari (2013:170), hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Hak untuk Mendapatkan Pembinaan dan Pengarahan dari Fiskus. Ini merupakan konsekuensi logis dari sistem self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Dan merupakan prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak yang ada. 2. Hak untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT). Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.

21 3. Hak untuk Memperpanjang Waktu Penyampaian SPT. Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan SPT Tahunan dengan mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo. 4. Hak untuk Menunda atau Mengangsur Pembayaran Pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak secara tertulis diserta alasan-alasannya. 5. Hak untuk Memperoleh Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak. Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari seharusnya terutang. Wajib Pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi. 6. Hak Mengajukan Keberatan dan Banding. Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana WP terdaftar. Jika Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan maka WP dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. 7. Hak Kerahasiaan bagi Wajib Pajak. Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Dan pihak lain

22 yang melaksanakan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak. 8. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang. 9. Hak untuk Pembebasan Pajak. Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan. 10. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal pembayaran. 11. Hak untuk Mendapatkan Pajak ditanggung Pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

23 12. Hak untuk Mendapatkan Insentif Pajak. Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku. 2.1.2.3 Kewajiban Wajib Pajak Dalam Diana Sari (2013:173), kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban untuk Mendaftarkan Diri. Pasal 2 UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan. Pasal 3 ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

24 3. Kewajiban Membayar atau Menyetorkan Pajak. Kewajiban ini dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan. 4. Kewajiban Membuat Pembukuan atau Pencatatan. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan. Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 5. Kewajiban Menaati Pemeriksaan Pajak. Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak. 6. Kewajiban Melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajak. Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara.

25 7. Kewajiban Membuat Faktur Pajak. Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP. 8. Dalam Hal Ini Terjadi Pemeriksaan, Wajib Pajak Wajib: Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. Memberikan keterangan yang diperlukan. 2.1.3 Sansi Perpajakan Sanksi pajak berdasarkan pasal 7 UU KUP No. 28 Tahun 2007 dikenakan apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu sesuai dengan jangka waktu penyampaian SPT atau batas waktu perpanjangan surat pemberitahuan dimana jangka waktu tersebut adalah sesuai dengan pasal 3 ayat 3 dan pasal 3 ayat 4 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 tahun 2007 masing-masing yang berbunyi :

26 1. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. 2. Untuk Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak 3. Untuk Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak. Menurut Mardiasmo (2011:59) Sanksi perpajakan merupakan jaminan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. 2.1.3.1 Jenis-jenis Sanksi Perpajakan Menurut Diana Sari (2013:270) ada dua macam sanksi perpajakan yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. 1. Sanksi Administrasi yang terdiri dari : a. Sanksi Administrasi Berupa Denda Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.

27 b. Sanksi Administrasi Berupa Bunga Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persenase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang bayar. 2. Sanksi Pidana UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

28 Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. a. Pidana Kurungan Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan yang diancam kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancam dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian. b. Pidana Penjara Pidana penjara sama seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat atau kepada wajib pajak.

29 2.1.3.2 Indikator Sanksi Pajak Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya Nugroho (2006). Pandangan tentang sanksi perpajakan dapat diukur dengan indikator (Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006: 198) sebagai berikut : 1. Sanksi Administrasi. 2. Sanksi Pidana. 2.1.4 Penyuluhan Perpajakan 2.1.4.1 Pengertian Penyuluhan Perpajakan Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-98/PJ/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kinerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak pengertian penyuluhan perpajakan adalah : Penyuluhan perpajakan merupakan suatu upaya dan proses memberikan informasi perpajakan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat, dunia usaha, aparat, serta lembaga pemerintah maupun non pemerintah agar terdorong untuk paham, sadar, peduli dan berkontribusi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

30 2.1.4.2 Fokus Penyuluhan Perpajakan Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2013 tanggal 20 Februari 2013 tentang Pedoman Penyuluhan Perpajakan, kegiatan Penyuluhan Perpajakan dikelompokkan dalam tiga fokus yaitu Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak, Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Baru, dan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Terdaftar. Adapun yang dimaksud dengan: 1. Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dan/atau Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak dikategorikan menjadi Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak Masa Depan dan Calon Wajib Pajak Potensial. 1. Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak Masa Depan adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi setiap Warga Negara Indonesia yang sedang menempuh pendidikan meliputi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak.

31 2. Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak Potensial adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif yang belum memiliki NPWP. 2. Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Baru adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan sejak terdaftar sampai dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau melakukan pembayaran/penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pertama kali dengan Surat Setoran Pajak. 3. Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Terdaftar adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar selain Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak dan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Baru. 2.1.4.3 Tujuan Penyuluhan Perpajakan Tujuan penyuluhan perpajakan yang dirumuskan oleh Direktorat Jendral Pajak adalah untuk: a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya peranan pajak bagi suatu negara agar negara tersebut mampu melaksanakan pembangunan nasionalnya untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

32 b. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak dan kewajiban perpajakannya yang bagi seorang warga negara hak dan kewajiban perpajakan tersebut merupakan pula hak dan kewajiban kenegaraan. c. Meningkatkan kemauan masyarakat untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. d. Meningkatkan kepatuhan (tax compliance) wajib pajak termasuk pemungut pajak dan para bendaharawan yang ditunjuk dan diberi tanggung jawab untuk memungut dan menyetorkan pajak tersebut. e. Mendorong keikutsertaan lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan (non pemerintah) agar turut serta mendukung pelaksanaan sistem pemungutan pajak baru. f. Memperbaiki dan memelihara citra perpajakan. 2.1.4.4 Media Penyuluhan Perpajakan Kegiatan penyuluhan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Penyuluhan Langsung Penyuluhan Langsung adalah kegiatan penyuluhan perpajakan dengan berinteraksi langsung dengan Wajib Pajak atau calon Wajib Pajak. Contoh penyuluhan langsung antara lain: seminar, workshop, bimbingan teknis, kelas pajak dan sebagainya.

33 Kelebihan dari metode ini adalah penyampaian materi yang lebih detail dan pemahaman peserta atas materi penyuluhan yang baik karena terlibat langsung dalam bentuk diskusi/tanya-jawab secara langsung. Kekurangan metode ini adalah jumlah peserta yang terbatas. 2. Penyuluhan Tidak Langsung Penyuluhan Tidak Langsung adalah kegiatan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat dengan tidak atau sedikit melakukan interaksi dengan peserta. Contoh kegiatan penyuluhan tidak langsung antara lain: kegiatan penyuluhan melalui radio/televisi, penyuluhan melalui penyebaran buku/booklet/leaflet perpajakan. Kelebihan metode ini adalah jumlah masyarakat yang dapat diedukasi melalui metode ini sangat luas. Kekurangan metode ini adalah kegiatan penyuluhan yang relatif singkat sehingga materi penyuluhan yang diberikan cenderung bersifat umum dan tidak dapat dipastikan bahwa seluruh masyarakat yang melihat atau mendengar paham atas materi tersebut. 2.1.4.5 Indikator Penyuluhan Perpajakan Dalam praktik pelaksanaannya yang berlangsung saat ini pada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER- 03/PJ/2013 Tentang Pedoman Penyuluhan Perpajakan, indikator kepatuhan wajib pajak antara lain dapat dilihat dari :

34 1. Penyuluhan dan pembinaan sudah dilakukan sesuai dengan yang telah ditetapkan. 2. Penyuluhan secara langsung telah dilaksanakan. 3. Penyuluhan secara tidak langsung telah dilaksanakan. 4. Wajib Pajak mendapatkan penyuluhan yang memadai. 2.1.5 Kepatuhan Wajib Pajak 2.1.5.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, yaitu: Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Kesadaran untuk menjadi wajib pajak yang patuh merupakan salah satu kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak termasuk tertib terhadap hukum perpajakan dimana disebutkan hukum perpajakan tidak pandang bulu dan tidak luput dari perkecualian baik dimana saja serta siapa saja semua sama berdasarkan ketentuan hukum perpajakan yang berlaku untuk menghindari sanksi administrasi yang akan merugikan wajib pajak sendiri. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi.

35 Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Safri Nurmantu (2007:148), mendefinisikan kepatuhan perpajakan adalah: Suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. 2.1.5.2 Kriteria Wajib Pajak Patuh Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir. d. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 tahun 2007 KUP pasal 28, dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

36 e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas. 2.1.5.3 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Perpajakan Menurut Hosbor (2002:1) Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor individu, politik, ekonomi dan faktor social. Sementara itu, Tomkins (2001:754) mengemukakan bahwa faktor sosial memiliki tingkat tertinggi sebagai penentu tax payer non compliance. Beberapa studi menunjukkan adanya faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kepatuhan dalam membayar pajak. OECD (2004) mengemukakan faktor-faktor perilaku seperti : 1. Perbedaan individu Faktor-faktor individu memperngaruhi perilaku termasuk jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, moral, industri, kepribadian, lingkungan dan beban resiko. 2. Perasaan ketidakadilan

37 Wajib Pajak merasakan sistem yang tidak jujur atau berpengalaman dilakukan tidak jujur cenderung kurang patuh. 3. Persepsi risiko rendah Jika Wajib Pajak punya kesempatan untuk tidak patuh, maka ia akan ambil risiko untuk tidak patuh. 4. Pengambilan risiko Sementara masyarakat ada yang berpandangan bahwa menghindar pajak adalah permainan untuk dilaksanakan dan berhasil. Selain itu kasus penggelapan pajak salah satunya korupsi di Indonesia, membuat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap system perpajakan di Indonesia. Dengan adanya kasus korupsi, maka timbullah pemikiran Wajib Pajak, beban pajak yang dibayarkan juga tidak akan masuk ke kas Negara, tidak heran Negara banyak berhutang, dan rakyat dirugikan karena pajak yang dibayarkan tidak dapat digunakan melainkan dikorupsi, dan sisanya untuk membayar hutang Negara. 2.1.5.4 Indikator Indikator Kepatuhan Wajib Pajak Menurut (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007), indikator kepatuhan wajib pajak antara lain dapat dilihat dari : 1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam 2 tahun terakhir 2. Formulir Surat Pemberitahuan (SPT) telah diisi dengan benar dan lengkap

38 3. Formulir SPT Masa semua jenis pajak dan SPT Tahunan telah dilaporkan tepat pada waktunya 4. Jumlah kurang bayar pada SPT Tahunan telah dibayar tepat waktu 5. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran. 6. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan selama 10 tahun terakhir 2.1.6 Penelitian Tedahulu Penelitian terdahulu dilakukan oleh Muliari dan Setiawan (2010). Mereka melakukan penelitian mengenai pengaruh persepsi tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah persepsi tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak. Variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian Muliari dan Setiawan (2010) adalah bahwa persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi. Begitu juga dengan kesadaran wajib pajak secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi. Agus Nugroho Jatmiko (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanaan fiskus, dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Teknik analisis yang digunakan adalah

39 dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian Agus Nugroho Jatmiko (2006) adalah sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan bersamasama berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Renny Sri Utami (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dan implikasinya pada penerimaan pajak. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil Penelitian Renny Sri Utami (2013) adalah sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan implikasinya pada penerimaan pajak. Alifa Nur Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh kesadaran, penyuluhan, pelayanan, dan sanksi perpajakan pada kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil Penelitian Alifa Nur Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini (2013) adalah kesadaran, penyuluhan, pelayanan, dan sanksi perpajakan bersama sama berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Orang Pribadi.

40 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti Variabel yang digunakan Alat Analisis Hasil Penelitian 1 Muliari dan Variabel bebas yang Analisis Persepsi wajib pajak Setiawan (2010) digunakan adalah persepsi tentang sanksi perpajakan regresi berganda. tentang sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada dan kesadaran wajib kepatuhan pelaporan pajak. Variabel wajib pajak orang pribadi. terikat yang Begitu juga dengan digunakan adalah kesadaran wajib pajak kepatuhan wajib secara parsial berpengaruh pajak Orang Pribadi positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak Orang Pribadi. 2 Agus Variabel bebas yang Analisis Sikap wajib pajak pada Nugroho Jatmiko (2006) digunakan adalah sikap wajib pajak, sanksi denda, pelayanan fiskus, Regresi Linier Berganda pelaksanaan sanksi denda,pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan bersama-sama kesadaran wajib berpengaruh signifikan pajak. Variabel terikat yang

41 digunakan adalah terhadap kepatuhan Wajib kepatuhan Wajib Pajak. Pajak. 3 Renny Sri Variabel bebas yang Analisis Sanksi perpajakan Utami digunakan adalah Regresi berpengaruh signifikan (2013) sanksi perpajakan. Linier terhadap kepatuhan wajib Variabel terikat Berganda pajak dan implikasinya yang digunakan pada penerimaan pajak adalah kepatuhan wajib pajak dan implikasinya pada penerimaan pajak. 4 Alifa Nur Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini (2013) Variabel bebas yang digunakan adalah kesadaran, penyuluhan, pelayanan, dan Analisis Regresi Linier Berganda Kesadaran, penyuluhan, pelayanan, dan sanksi perpajakan bersama sama berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib sanksi perpajakan. pajak Orang Pribadi. Variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak Orang Pribadi.

42 2.1.6.1 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya beberapa di antaranya menguji Kepatuhan Wajib Pajak yang memfokuskan analisis pada Wajib Pajak Orang Pribadi Alifa Nur Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini (2013). Penelitian ini akan menganalisis tingkat Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Soreang dengan menggunakan beberapa variabel seperti penerapan sanksi pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan penyuluhan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan Alifa Nur Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini (2013) terletak pada variabel yang berbeda yaitu kesadaran, dan pelayanan pada kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh Alifa Nur Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini (2013) dilakukan di KPP Pratama Denpasar Bali, sedangkan penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Soreang. Waktu penelitian yang dilakukan oleh Alifa Nur Rohmawati dan Ni Ketut Rasmini (2013) pada tahun 2013, sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. 2.1.7 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.1.7.1 Kerangka Pemikiran Perubahan sistem perpajakan dari Official Assessment menjadi Self Assessment, memberikan kepercayaan wajib pajak untuk mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri. Hal ini menjadikan kepatuhan dan

43 kesadaran wajib pajak menjadi faktor yang sangat penting dalam hal untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak. Self Assessment System menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Menurut (Supadmi, 2005: 2) menyatakan bahwa dianutnya sistem Self Assessment membawa misi dan konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary compliance). Kepatuhan memenuhi kewajiban pajak secara sukarela merupakan tulang punggung dari Self Assessment System. Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Berdasarkan Peraturan Meteri Keuangan RII92/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh apabila memenuhi semua syarat berikut : 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan. a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir. b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan berturut-turut. c. SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya.

44 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 2 (dua) tahun berturut-turut. 4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. Menurut Mardiasmo (2003:39) sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Penerapan sanksi diterapkan sebagai akibat tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Perpajakan. Pengenaan sanksi pajak kepada wajib pajak dapat menyerahkan terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Wajib pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan illegal dalam usahanya menyelundupkan pajak (Devano dan Rahayu, 2006: 112). Sanksi perpajakan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

45 a. Sanksi Administrasi 1. Sanksi Bunga 2. Sanksi Denda 3. Sanksi Kenaikan b. Sanksi Pidana 1. Pidana Penjara 2. Pidana Kurungan Sedangkan penyuluhan merupakan suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dan sarananya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan sasaran. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan bisa juga disebut pendidikan non formal (Pudji: 2007). Penyuluhan perpajakan merupakan suatu upaya Direktur Jenderal Pajak khususnya KPP untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan. Adanya penyuluhan perpajakan diharapkan akan tercipta partisipasi yang efektif di masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban sebagai Wajib Pajak dalam memenuhi perpajakannya (Alifa dan Ni Ketut, 2013 : 6). Pada saat ini banyak fiskus yang secara langsung terjun pada masyarakat untuk melakukan penyuluhan dan perkenalan pajak kepada masyarakat. Untuk menguji pengaruh sanksi perpajakan dan penyuluhan perpajakan tersebut, maka peneliti melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan sanksi perpajakan dan pengaruh pelaksanaan penyuluhan perpajakan terhadap kepatuhan

46 wajib pajak. Peneliti akan melihat seberapa besar peranan sanksi perpajakan dalam mempengaruhi wajib pajak untuk menjadi wajib pajak yang patuh, dan apakah wajib pajak mengetahui tentang sanksi-sanksi perpajakan yang telah ada pada saat ini. Peneliti juga akan melihat seberapa besar peranan pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan terhadap kepatuhan wajib pajak. Untuk memahami kerangka pemikiran dalam penelitian ini, maka dapat digambarkan pada skema kerangka pemikiran sebagai berikut : PAJAK SELF ASSESMENT WAJIB PAJAK SANKSI PENYULUHAN Berupa sanksi pidana maupun administrasi pada dasarnya dimaksudkan agar masyarakat patuh dan mau melunasi kewajiban perpajakannya Memberikan Informasi dan pembinaan kepada masyarakat mengenai sesuatu yang berhubungan dengan UU perpajakan. KEPATUHAN WAJIB PAJAK

47 berikut : Berdasarkan pemikiran diatas dapat dilihat paradigma penelitian sebagai Sanksi Perpajakan (X 1) Kepatuhan Wajib Pajak Penyuluhan Perpajakan (Y) (X 2) 2.1.7.2 Hipotesis berikut : Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis menyajikan hipotesis sebagai 1 H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan dari penerapan sanksi dan penyuluhan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. 2 H1 : Terdapat pengaruh signifikan dari penerapan sanksi terhadap kepatuhan wajib pajak. 3 H2 : Terdapat pengaruh signifikan dari penyuluhan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.