Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM M E M U T U S K A N

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH MUARA ENIM NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 92 TH 2004

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G

GUBERNUR SUMATERA BARAT

KEPMEN NO. 231 TH 2003

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

8. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri KEP.564/MEN/92 " 115 Tahun 1992 Ketenagakerjaan Daerah;

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia;

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH MURUNG RAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH SELAKU KETUA NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 64 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO.KEP.15A/MEN/1994 TENTANG

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

Perselisihan Hubungan Industrial

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 41 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Dalam hubungan industrial di Indonesia, setiap permasalahan yang terjadi di tingkat perusahaan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 29 TAHUN 2004

2017, No Tahun 2015 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747); 3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kemen

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi penempatan Tenaga Kerja.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-03/MEN/I/2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2008 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 16 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA DOKUMEN PENGADAAN BARANG / JASA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG SIDANG PEMERANTARAAN DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSRTIAL, PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN TUNTUTAN NORMATIF KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : a. bahwa guna kelancaran pelaksanaan sidang Pemerantaraan Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta penyelesaian tuntutan pelanggaran Normatif Ketenagakerjaan dipandang perlu adanya suatu aturan tertib persidangan ; b. bahwa aturan persidangan dimaksud huruf a diatas perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan ( Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821 ) ; 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan ( LembaranNegaraRITahun 1997 Nomor 73 ); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60 tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 ) ; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 ) ;Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undangundang,Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden ( Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 70 ) 5. Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 16 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Muara Enim ( Lembaran Daerah Kabupaten Muara Enim Tahun 2000 Nomor 26 ) ;Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 19 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten

Muara Enim ( Lembaran Daerah Kabupaten Muara Enim Tahun 2000 Nomor 33 ) ; 6. Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 28 Tahun 2001tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial di Kabupaten Muara Enim ( Lembaran Daerah Kabupaten Muara Enim Tahun 2001 Nomor 94 ) ; 7. Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 29 Tahun 2001 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan dan Ganti Kerugian di Perusahaan ( Lembaran Daerah Kabupaten Muara Enim Tahun 2001 Nomor 95 ) ; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG SIDANG PEMERANTARAAN DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN TUNTUTAN NORMATIF NAGAKERJAAN DI KABUPATEN MUARA ENIM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Muara Enim 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Muara Enim 3. Bupati adalah Bupati Muara Enim 4. Dinas adalah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muara Enim 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muara Enim. 6. Tim Perantara adalah Pegawai yang ditunjuk oleh Bupati untuk memberikan pemerantaraan dalam Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial, Pemutusan Hubunagn Kerja dan Tuntutan Normatif. 7. Pegawai Perantara adalah Pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk

memberikan Perantaraan dalam penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial / PHK. 8. Pegawai Pengawas adalah Pegawai Tehnis berkeahlian khusus dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 9. Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dengan menerima upah. 10. Serikat Pekerja adalah Serikat Pekerja / Serikat Buruh atau Gabungan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 11. Perusahaan adalah : a). Setiap bentuk usaha baik perorangan atau berbadan hukum yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak. b). Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan tetapi mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah. 12. Pengusaha adalah : a). Orang perseorang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri. b). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. c). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 13. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perselisihan antara Pengusaha atau gabungan pengusaha dengan Pekerja atau Serikat Pekerja atau gabungan Serikat Pekerja karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan syarat-syarat kerja, pelaksanaan norma kerja, hubungan kerja dan atau kondisi kerja. 14. Pemutusan hubungan kerja ( PHK ) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kerwajiban Pekerja dan Pengusaha. 15. Panitia Daerah adalah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( P4D ) Sumatera Selatan di Palembang 16. Panitia Pusat adalah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat ( P4P ) di Jakarta -3-

BAB II TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL / PHK Pasal 2 ( 1 ). Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam hal ini Pegawai Perantara dapat menyelesaikan perselisihan antara Pekerja dengan Pengusaha apabila ada permintaan tertulis dari salah satu pihak atau kedua belah pihak. ( 2 ). Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan yang jelas. Pasal 3 ( 1 ) Pegawai perantara selambat-lambatnya 7 ( tujuh ) hari setelah menerima permintaan memanggil para pihak yang berselisih dan memerintahkan para pihak agar membawa dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perselisihan untuk dilakukan pemerantaraan. ( 2 ) Tenggang waktu pemanggilan sekurang-kurangnya 3 ( tiga ) hari sebelum pelaksanaan sidang pemerantaraan ( 3 ) Pemanggilan ditetapkan paling banyak 3 ( tiga ) kali ( 4 ) Pihak yang mengajukan permintaan setelah 3 ( tiga ) kali pemanggilan tidak hadir, tanpa alasan yang syah maka permasalahannya diteruskan ke P4D / P4P. ( 5 ) Apabila dalam perselisihan tersebut ada berkaitan dengan hak-hak normatif, maka pegawai perantara dapat meminta pegawai pengawas untuk membuat penetapan. BAB III TERTIB SIDANG PEMERANTARAAN Pasal 4 ( 1 ) Sidang pemerantaraan dilakukan dengan Pemerantaraan Tunggal atau majelis di pimpin oleh seorang ketua dengan 2 ( dua ) orang anggota yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

( 2 ) Pegawai Perantara dalam melakukan persidangan memakai celana warna hitam/biru dan kemeja tangan panjang serta berdasi. ( 3 ) Para pihak yang berselisih wajib memakai pakaian yang rapi, sopan dan pantas, tidak boleh memakai baju kaos dan sandal. ( 4 ) Pegawai Perantara berhak memerintahkan meninggalkan ruangan sidang bagi pihak yang tidak mengindahkan ketentuan ayat ( 3 ). ( 5 ) Setiap orang yang hadir dalam persidangan tidak diperkenankan melakukan keonaran, kekerasan, melakukan perbuatan atau pembicaraan yang bertentangan dengan kesopanan dan tidak boleh membawa senjata api, senjata tajam dan sejenisnya. ( 6 ) Pegawai Perantara dapat menunda sidang apabila salah satu pihak tidak hadir atau atas pertimbangan lainnya. Pasal 5 (1 ).Pegawai Perantara sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan memanggil para pihak untuk masuk ke ruang sidang. (2 ). Pihak yang belum hadir saat persidangan dibuka dinyatakan tidak hadir. (3 ). Setelah para pihak diruang sidang, sidang dibuka dan selanjutnya memberikan kesempatan pertama kepada pihak yang mengajukan permintaan untuk berbicara. (4 ).Apabila dari keterangan para pihak belum cukup alasan untuk mengambil kesimpulan maka pegawai perantara dapat mengajukan pertanyaan kepada para pihak dan atau memanggil pihak lain untuk dimintai keterangan. Pasal 6 ( 1 ). Setelah mendengarkan keterangan para pihak, pegawai perantara memberikan penjelasan tentang permasalahan dan penyelesaiannya untuk ditawarkan kepada para pihak guna dimufakati. ( 2 ), Apabila terjadi kesepakatan maka dibuat persetujuan bersama ( 3 ). Apabila tidak tercapai kesepakatan pegawai perantara membuat anjuran.

( 4 ). Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah di terima surat anjuran para pihak memberikan jawaban atas anjuran pegawai perantara, dan apabila dalam waktu tersebut tidak ada jawaban maka para pihak di anggap menolak anjuran Pasal 7 Setiap kali sidang pegawai perantara didampingi oleh seorang pegawai pencatat yang ditunjuk oleh Kepala Dinas, yang bertugas mencatat jalannya persidangan BAB IV LAMANYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 8 ( 1 ) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 ( tiga puluh ) hari proses penyelesaian perselisihan sudah harus selesai terhitung mulai sidang dilaksanakan. ( 2 ) Tidak masuk hitungan waktu apabila sidang di tunda oleh pegawai perantara berkenaan dengan ketentuan Pasal 4 ayat ( 6 ) BAB V KUASA DAN PENDAMPING Pasal 9 ( 1 ) Pihak yang berselisih dapat hadir sendiri atau menunjuk wakilnya / kuasanya. ( 2 ) Apabila para pihak jumlahnya lebih dari 10 ( sepuluh ) orang wajib nenunjuk wakilnya / kuasanya, yang ditetapkan paling banyak 5 (lima ) orang dengan memberi kuasa secara tertulis. ( 3 ). Pekerja dapat menunjuk Serikat Pekerja / Serikat Buruh sebagai wakilnya atau menunjuk kuasa hukum lainnya dengan surat kuasa. ( 4 ). Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang dimaksud ayat ( 3 ) adalah Serikat Pekerja/Serikat Buruh unit Perusahaan atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimana para Pekerja menjadi anggota.

Pasal 10 ( 1 ) Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang tidak mendapatkan kuasa dianggap sebagai pendamping dan tidak mempunyai hak untuk bicara. ( 2 ) Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang menerima kuasa ataupun sebagai pendamping harus dapat menunjukan mandat dari organisasinya. BAB VI TUNTUTAN NORMATIF Pasal 11 ( 1 ) Pihak Pekerja mengajukan permintaan tertulis apabila ada pelanggaran normatif di Perusahaannya kepada Kepala Dinas. ( 2 ) Permintaan sebagaimana ayat ( 1 ) disertai alasan yang jelas sekaligus apa yang menjadi tuntutannya. ( 3 ) Pegawai Pengawas memanggil para pihak dan meminta dokumendokumen untuk membuktikan adanya pelanggaran normatif tersebut. ( 4 ) Pegawai Pengawas setelah mempelajari dokumen-dokumen yang diperlukan dan keterangan para pihak dapat menetapkan ada atau tidaknya pelanggaran normatif tersebut. -6- BAB VII B I A Y A Pasal 12 Biaya-biaya yang diperlukan dalam sidang pemerantaraan dan penyelesaian tuntutan normatif dibebankan kepada pihak Perusahaan. BAB VIII PENUTUP Pasal 13-7-

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 14 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengatahuinya memerintahkan pengundangannya Peraturan Daerah ini dengan Penetapannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Muara Enim. Pada Tanggal 8 April 2002 Ditetapkan Di Muara Enim BUPATI MUARA ENIM AHMAD SOFJAN EFFENDIE Diundangkan Di Muara Enim Pada Tanggal 8 April 2002 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM ERMAN ROBAIN SIROD LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN 2002 NOMOR 10 SERI E