Bab I Pendahuluan Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang signifikan dual system antara sistem konvensional dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penilaian Global Islamic Finance Report (GIFR) ( Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keuangannya untuk tetap menjaga kepercayaan dari nasabahnya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bank berperan sebagai perantara keuangan (financial

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Industri perbankan masih mendominasi aset sektor keuangan. Penguasaan aset

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan syariah di Indonesia telah muncul pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi perbankan syariah, memicu tumbuhnya bank-bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN (pakjun 1983) dan paket kebijakan oktober 1988 (pakto 1988). Deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang

PENDAHULUAN. sehingga memacu para pengelola perbankan untuk dapat berpikir secara kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. islam bahkan juga di negara-negara barat. Terbukti dengan ditandai semakin

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya.

PROSPEK INDUSTRI PENJAMINAN SYARIAH DI INDONESIA Biro Riset LM FEUI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh alternatif dalam menggunakan jasa-jasa perbankan yang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. imbalan dan penetapan beban yang dikenal dengan bunga. Selain itu,

pengiriman uang. Piter dan Suseno (2003) menyatakan bahwa

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mana didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini studi tentang tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) semakin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Masyarakat sangat merindukan munculnya berbagai institusi

BAB I PEDAHULUAN. sistem perekonomian. Bank umum syariah maupun bank konvensional memiliki

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) yang menyimpan

2015 DAMPAK SPIN OFF TERHADAP KINERJA KEUANGAN BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Bank dalam pasal 1 ayat (2) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU

BAB I. di Indonesia. Fungsinya sebagai perantara keuangan masyarakat (financial

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank

BAB I PENDAHULUAN. Bank juga sebagai lembaga keuangan memegang peranan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, Salemba Empat, Jakarta, 2002, hlm. 35.

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional. Bank Islam telah berkembang pesat pada dekade terakhir

I. PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data Council of Islamic Banks and Financial Institutions

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang. Perbankan Syariah telah mewajibkan Bank Umum Konvensional (BUK) untuk

BAB I PENDAHULUAN. tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi tersebut (Todaro dan Smith, 2003). Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan PDB

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara-negara maju seperti negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. (LKMS), saat itu bank syariah belum muncul karena Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. dimana kegiatan utamanya adalah menerima simpanan giro, tabungan, dan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dari sistem keuangan yang sehat dan stabil. Perkembangan. Menurut Undang-undang tentang perbankan, yaitu UU Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi, yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. kantor, 24 Unit Usaha syariah (UUS) denga n 554 kantor, dan 160 Bank

BAB 1 PENDAHULUAN. hasil baru dipraktekan dalam perekonomian di Indonesia. Antara sistem

I. PENDAHULUAN. Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Sedangkan total aset perbankan Syariah di dunia mencapai 1,72

BAB I PENDAHULUAN. membuka islamic division di bank tersebut. Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa

BAB I PENDAHULUAN. di dalam perekonomian suatu Negara sebagai perantara lembaga keuangan. Bank dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Januari Diakses melalui http// Tanggal 12 Oktober Undang-Undang Perbankan Syariah.

BAB I PENDAHULUAN. dimulainya industri perbankan syariah di Indonesia. Namun hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan prinsip-prinsip yang dianut dalam syariah Islam, menghadirkan

I. PENDAHULUAN. Selama lima tahun terakhir, industri perbankan syariah mengalami. perkembangan yang pesat. Berdasarkan laporan Perkembangan Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bila dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya, perbankan syariah di

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor keuangan, terutama industri perbankan, berperan sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk beragama Islam

BAB I PENDAHULUAN. beranggapan bahwa bank syariah belum memiliki perbedaan yang esensial dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian yang semakin modern seperti sekarang ini, uang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan juga berfungsi sebagai Financial Intermediaries antara pihak yang

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak mengalami perubahan, khususnya setelah terjadi krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. syariah. 2 Perkembangan perbankan syariah di Indonesia pasca. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam UU perbankan No. 10 Tahun 1998 pasal 4 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan lahirnya UU No 7 Tahun1992 tentang perbankan nasional Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat telah menyebabkan kasus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

ANALISIS EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE NONPARAMETRIK DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memasuki dekade 10 tahun terakhir, memperlihatkan

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Lembaga keuangan adalah semua badan yang memiliki kegiatan di bidang keuangan berupa penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi perusahaan 1. Atas peran dan fungsinya tersebut, maka lembaga keuangan berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Bank, merupakan salah satu lembaga keuangan formal yang dianggap paling dominan baik dari segi jumlah mau pun cakupan pasar dalam memediasikan dana dari pemilik dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Oleh karena itu, efisiensi dari suatu bank merupakan hal penting dalam menunjang keberlangsungan dan kemajuan perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Saat ini Bank Indonesia memberikan perhatian yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa maslahat bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil, sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar), sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana. 1 Menurut SK Menkeu RI No. 792/1990 1

Perbankan syariah sudah ada dan beroperasi di Indonesia sejak 1992, namun selama periode tersebut perbankan syariah tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pasca krisis finansial 1998, industri perbankan syariah mulai menunjukan progres yang positif. Keberhasilan Bank Muamalat dalam menghadapi krisis moneter 1998 menjadi dasar bagi dukungan awal pemerintah 2 terhadap perbankan syariah yang kemudian secara tidak langsung membuka pintu bagi perkembangan perbankan syariah yang lebih pesat. Dukungan terhadap pengembangan perbankan syariah juga diperlihatkan dengan adanya dual banking system, di mana bank konvensional diperkenankan untuk membuka unit usaha yang berbasis syariah. Tabel 1.1 Perkembangan Kelembagaan dan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia Tahun Bank Umum BUS UUS BPRS Jaringan Kantor Aset (Rp Miliar) 2000 142 2 3 79 140 1,790 2001 142 2 3 81 182 2,719 2002 141 2 6 83 229 4,045 2003 138 2 8 84 337 8,152 2004 133 3 15 88 443 15,803 2005 131 3 19 92 550 21,502 2006 130 3 20 105 693 27,618 2007 125 3 26 114 802 37,754 2008 119 5 27 131 1069 51,249 2009 115 6 25 138 1258 68,212 2010 111 11 23 150 1763 100,258 2011 109 11 24 155 2101 148,987 2012 109 11 24 155 2380 149,321 Sumber: www.bi.go.id diolah Berdasarkan tabel 1.1 jumlah bank syariah di Indonesia terus mengalami peningkatan di hampir setiap tahunnya. Sampai dengan Februari 2012, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 bank umum syariah (BUS), 24 unit usaha syariah (UUS), dan 15 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Total jaringan kantor industri perbankan syariah mencapai 2.380 kantor 2 Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. UU No. 10 Tahun 1998 tentang landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank umum syariah. 2

yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara. Total aset perbankan syariah mencapai Rp149,3 triliun (BUS & UUS Rp145,6 triliun dan BPRS Rp3,7 triliun) atau tumbuh sebesar 51,1 persen (yoy) dari posisi tahun sebelumnya. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2 persen per tahun dalam lima tahun terakhir (2007-2011), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7 persen per tahun. Oleh karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai the fastest growing industry (Alamsyah, 2012) 3. Gambar 1.1 Islamic Finance Country Index (IFCI, 2011) Syria United Kingdom Egypt India Bangladesh Pakistan United Arab Emirate Saudi Arabia Iran 0 10 20 30 40 50 60 70 Sumber: Global Islamic Finance Report 2011 Pesatnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat dijadikan sebagai pendorong utama bagi perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi 3 Deputi Gubernur Bank Indonesia 2013 3

Arabia (Gambar 1.1). Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan dukungan semua pihak terutama pemerintah melalui regulasi yang tepat sasaran. Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Pasal 68 Tahun 2008 merupakan salah satu peraturan pemerintah terkait perbankan syariah yang tingkat efektivitasnya dalam memajukan industri perbankan syariah di Indonesia masih diperdebatkan hingga saat ini. Pada pasal 68, disebutkan bahwa dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50 persen dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi BUS (spin-off). Peraturan tersebut menimbulkan dua sisi pemikiran yang berbeda. Di satu sisi, UUS merupakan pilihan alternatif bagi bank konvensional yang ingin turut serta masuk dalam dunia bisnis perbankan syariah dengan biaya yang relatif ringan serta proses perizinan yang cepat. Minimisasi biaya juga lebih mudah dilakukan oleh UUS dengan memanfaatkan berbagai sarana dan pra-sarana yang dimiliki oleh bank induk seperti IT, jaringan dan SDM, sehingga skala efisiensi mungkin saja lebih mudah dicapai oleh UUS dibandingkan dengan BUS. Di sisi lain, UUS dianggap kurang relevan untuk mendorong akselerasi pertumbuhan dan target market share perbankan syariah. Kebijakan spin-off UUS menjadi BUS merupakan jalan mudah agar perbankan syariah Indonesia menjadi center of excellent syariah dunia mengingat BUS memiliki independensi yang tinggi dalam penentuan target dan pengembangan kapasitas operasional. Selain itu, proses migrasi sistem atau SDM serta pengukuran kinerja bank juga lebih mudah dilakukan oleh BUS (Riyanto, 2013) 4. Faktanya, sampai dengan 2012, masih banyak UUS yang total asetnya masih di bawah tiga triliun rupiah, sehingga apabila dipaksakan melakukan spin- 4 Direktur Utama Bank Syariah Bukopin 2013 4

off akan berpotensi menjadi BUS yang prematur (Kharim, 2013) 5. Banyak UUS yang dipisah menjadi BUS mengalami prematur atau belum siap dan menyebabkan penurunan daya saing bank syariah bila dibanding dengan bank konvensional (Amin, 2011) 6. Tabel 1.2 Daftar Laba UUS dan BUS di Indonesia per Desember 2012 Nama UUS Aset (Rp Juta) Laba (Rp Juta) Nama BUS Aset (Rp Juta) Laba (Rp Juta) Bank Permata 10,646,300 256.42 Bank Syariah Mandiri 54,244,054 805.613 Bank CIMB Bank Muamalat 9,078,234 140.021 Niaga Syariah 44,932,176 414.399 Bank Tabungan Negara (Persero) 7,664,400 137.675 BRI Syariah 14,088,914 256.765 Bank Internasional Indonesia 2,094,969 52.083 BNI Syariah 10,640,032 138.052 Bank Danamon Bank Syariah 2,030,093-49.654 Indonesia Mega Indonesia 8,212,763 114.621 Sumber: www.bi.go.id diolah BNI Syariah (BNIS) dan BRI Syariah (BRIS) merupakan dua contoh bank syariah yang dibentuk berdasarkan spin-off. Meskipun telah beroperasi sebagai bank umum syariah, nilai aset dari BNIS berada hampir sama dengan nilai aset dari Bank Permata Syariah (Rp10,6 triliun). Kemudian apabila ditinjau berdasarkan laba perusahaan, dengan aset yang hampir sama besar, laba dari BNIS hanya sebesar Rp138 miliar per Desember 2012, nilai tersebut berada jauh di bawah laba Bank Permata Syariah yang mencapai Rp256 miliar per Desember 2012. Selanjutnya Bank CIMB Syariah dengan total aset hanya Rp9 triliun bahkan mampu mencapai laba yang lebih besar dari BNIS, yaitu sebesar Rp140 miliar. Hal yang sama juga terjadi pada BRIS, dengan nilai aset sebesar Rp14 triliun, BRIS hanya mencapai laba sebesar Rp256,7 miliar, nilai tersebut hanya berada sedikit di atas laba Bank Permata Syariah yang memiliki total aset lebih rendah dibandingkan BRIS, yaitu Rp10,65 triliun (Tabel 1.2). 5 Dewan Pengawas Syariah Bank Danamon Syariah 2013 dan Founder Partner of Karim Business Consulting 6 Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia dan Ketua Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia (Asbisindo) 2013. 5

Fakta tersebut memberikan sanggahan atas pandangan akan kurang relevannya UUS dalam membangun industri perbankan syariah di Indonesia, serta pandangan bahwa BUS tidak selalu menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan UUS. Berdasarkan gap antara aset dan pendapatan pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tinjauan ulang akan efektivitas peraturan UU No. 21 Pasal 68 Tahun 2008, yang membahas mengenai spin-off, sangat dibutuhkan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini mengambil tema mengenai Analisis Perbandingan Kinerja Bank Syariah di Indonesia Rumusan Masalah Terdapat perbedaan yang signifikan khususnya pada besaran aset dan laba bersih antara BUS dan UUS di Indonesia. Beberapa BUS dengan nilai aset yang lebih besar daripada UUS menghasikan laba yang lebih rendah, sehingga efektivitas dari BUS menjadi dipertanyakan. Aset yang besar seharusnya lebih memungkinkan BUS untuk berkembang cepat. Menurut Mulya Siregar 7 indikator dari pertumbuhan suatu bank adalah pada besarnya aset yang dimiliki, besarnya laba yang dihasilkan serta bagaimana bank dapat mengalokasikan dana secara tepat. Berdasarkan penjelasan tersebut maka apabila aset yang besar tidak diimbangi oleh laba yang tinggi, inefisiensi mungkin saja terjadi pada lembaga tersebut, sehingga perbandingan efisiensi antara UUS dan BUS menjadi sangat dibutuhkan. BNIS dan BRIS yang merupakan bank syariah hasil spin-off yang masuk kedalam daftar bank syariah dengan aset yang relatif besar namun menghasilkan laba yang relatif rendah dibandigkan dengan laba UUS yang memiliki aset lebih rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini juga mencoba membandingkan kinerja efisiensi bank syariah sebelum dan sesudah dilakukan spin-off. Perbandingan tersebut diperlukan untuk mengetahui arah dari perubahan kinerja bank setelah terjadinya perubahan struktur kelembagaan dari Unit Usaha 7 Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia 2010-2012, wawancara di Bank Indonesia: Jakarta, 20 september 2013. 6

yang masih bergantung kepada induk perusahaan menjadi Perseroan Terbatas yang mandiri. Hasil dari pengukuran kedua efisiensi di atas diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penilaian efektivitas dari diberlakukannya Pasal 68, UU No. 21 Tahun 2008. Apakah dengan dilakukannya spin-off pada UUS akan menjamin peningkatan pada industri perbankan syariah, ataukah justru menghambat kinerja industri perbankan syariah di Indonesia. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya mengenai pentingnya pengukuran efisiensi industri perbankan syariah di Indonesia untuk menguji efektivitas dari diberlakukannya Pasal 68, UU No. 21 Tahun 2008 serta masih adanya fenomena gap antara penelitian Harjum Muharam dan Rizki Pusvitasari (2007) mengenai Analisis Perbandingan Efisiensi Perbankan Syariah yang menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan efisiensi antara BUS dan UUS serta hasil penelitian dari Peter M. Jackson dan Meryem Duygun Fethi (2000) mengenai Evaluating the Technical Efficiency of Turkish Commercial Banks yang menyatakan bahwa bank yang memiliki ukuran dan keuntungan lebih besar seperti BUS dapat beroperasi secara efisien pada tingkat yang lebih tinggi. Maka penelitian ini mengambil hipotesis sebagai berikut: Penelitian I H 1 : Unit usaha syariah lebih efisien dari bank umum syariah Penelitian II H 1 : Unit usaha syariah yang di spin-off menjadi bank umum syariah tidak mengalami peningkatan efisiensi Tujuan Penelitian 1. Mengukur efektifitas kinerja perbankan syariah di Indonesia, melalui : Pengukuran efisiensi antara BUS terbesar dengan UUS terbesar di Indonesia. 7

Mengukur efisiensi sebelum dan sesudah diberlakukannya spin-off pada dua BUS hasil spin-off unit usaha syariah di Indonesia. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat: a) Menjadi bahan pertimbangan bagi unit usaha syariah maupun bank umum syariah untuk menjaga dan meningkatkan efisiensinya. b) Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat memajukan perbankan syariah nasional. c) Dijadikan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan Bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, hipotesis penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan Pustaka Bab ini terdiri dari landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran teoretis. Bab III: Metode Penelitian Bab ini berisi tentang variabel penelitian dan definisi operasionalnya, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV: Hasil dan Analisis Bab ini menguraikan analisis data dan interpretasi hasil olah data. Bab V: Kesimpulan Bab ini menjelaskan kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran. 8