BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATALAKSANA DAN ASUHAN GIZI PADA BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) Rifka Laily Mafaza

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KURANG ENERGI PROTEIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KASUS GIZI BURUK. 1. Identitas. a. Identitas Balita. : Yuni Rastiani. Umur : 40 bln ( ) Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya,

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM SISTEM PAKAR DIAGNOSA GIZI BURUK ANAK-ANAK DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR (STUDI KASUS: PUSKESMAS BEJI KOTA BATU)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI : KEP RINGAN KEP SEDANG KEP BERAT

MALNUTRISI. Prepared by Rufina Pardosi UNICEF Meulaboh

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan suatu negara. Berdasarkan target Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

Sistem Pakar Diagnosis Gizi Buruk Pada Balita Menggunakan Metode Forward Chaining di Puskesmas Tinewati

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Soekidjo, 2003).

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK MENDETEKSI STATUS GIZI DAN PSIKOLOGIS ANAK

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kasus gizi buruk umumnya menimpa balita di sebabkan oleh ekonomi lemah. Beragam

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. Prevalensi gizi buruk pada batita di Indonesia menurut berat badan/umur

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari hari atau gangguan penyakit penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,who NCHS, (DEPKES RI,1997) A.Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP) Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku Median WHO NCHS. 1.KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning 2.KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah ( BGM ). 3.KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan taqbel BB?U Baku median WHO-NCHS. B. Gejala klinis Balita KEP berat/gizi buruk Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.tanpa mengukur/melihat BB bila disertai oudema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor. 1

a.kwashiokor Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki (dorsum pedis ) Wajah membulat dan sembab Pandangan mata sayu Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,rontok Perubahan status mental, apatis dan rewel Pembesaran hati Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare. b.marasmus Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit Wajah seperti orang tua Cengeng rewel Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar ) Perut cekung Iga gambang Sering disertai, penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare kronis atau konstipasi/susah buang air. c. Marasmik- kwashiorkor Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U< 60 % baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok.(depkes RI. 1999) Kekurangan zat gizi makro ( energi dan protein ) dalam waktu besar dapat mengakibatkan menurunya status gizi individu dalam waktu beberapa hari atau 2

minggu saja yang ditandai dengan penurunan berat badan yang cepat.keadaan yang diakibatkan oleh kekurangan zat gizi sering disebut dengan istilah gizi kurang atau gizi buruk.kejadian kekurusan ( kurang berat terhadap tinggi badan) pada tingkat sedang dan berat pada anak kecil maupun kekurusan pada individu yang lebih tua dapat mudah dikenali dengan mata. Demikian pula halnya dengan kasus kekurangan energi berat (marasmus) dan kekurangan protein berat(kwasiokor) serta kasus kombinasi marasmik-kwassiokor dapat dikenali tanda- tandanya dengan mudah. (Soekirman, MPS. 1998) Epidemilogi gangguan pertumbuhan atau kurang gizi pada anak balita selalu berhubungan erat dengan keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi. Kekurangan gizi tidak terjadi secara acak dan tidak terdistribusi secara merata ditingkat masyarakat, tetapi kekurangan gizi sangat erat hubungannya dengan sindroma kemiskinan. (Gopalan, C. 1987). Tanda tanda sindroma, antaralain berupa : penghasilan yang amat rendah sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan, kuantitas dan kualitas gizi makanan yang rendah sanitasi lingkungan yang jelek dan sumber air bersih yang kurang, akses terhadap pelayanan kesehatan yang amat terbatas, jumlah anggota keluarga yang terlalu besar, dan tingkat buta aksara tinggi. (Gopalan, C. 1987). Status gizi terutama ditentukan ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan dalam kombinasi pada waktu yang tepat ditingkat sel semua zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, dan berfungsi normal semua anggota badan. Oleh karena itu prinsipnya status gizi di tentukan oleh dua hal terpenuhinya dari makanan semua zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, dan peranan faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. Terhadap kedua hal ini, faktor genetik dan faktor sosial ekonomi berperan. (Martorell, R, and Habicht, 1986). 3

B Faktor faktor Yang Mempengaruhi Sosial ekonomi tehadap balita Kurang Energi Protein (KEP) : 1.Pendapatan Keluarga Perkapita Komsumsi makanan yang berkurang sering dialami oleh penduduk yang berpendapatan rendah.hal ini disebabkan oleh daya beli keluarga yang rendah. Pendapatan keluarga akan mempengaruhi pola pengeluaran komsumsi keluarga. Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh. (Suhardjo,1989) Masalah komsumsi pangan, rata- rata komsumsi energi dan protein secara nasional meningkat dengan tajam. Pada tahun 1984 rata rata komsumsi energi perkapita 1798 kalori,meningkat menjadi 1905 kalori pada tahun 1990 dan menjadi 1962 kalori pada tahun 1995. Sedangkan dalam kurun waktu yang sama rata rata komsumsi protein meningkat menjadi dari 43,3 gram,45,4 dan 49,2 perkapita/ hari. (SKPG. 1998) 2. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain (Siagian,1991). Pendidikan terutama pendidikan ibu berpengaruh sangat kuat terhadap kelangsungan anak dan bayinya. Pada masyarakat dengan rata rata pendidikan rendah menunjukan prevalensi gizi kurang yang tinggi dan sebaliknya pada masyarakat yang pendidikannya cukup tinggi prevalensi gizi kurangnya rendah( Abunain,1988) Ibu yang pendidikan tinggi akan memilih jenis dan jumlah makanan untuk keluarga dengan mempertimbangan syarat gizi disamping mempertimbangkan faktor selera oleh karena itu ibu rumah tangga pada umumnya yang mengatur dan menentukan segala urusan makanan dan kebutuhan keluarga (Suhardjo,1986) Seseorang yang pendidikannya lebih tinggi mempunyai pengertian yang lebih baik akan kesehatan gizi dengan menangkap informasi dan menafsirkan informasi tersebut guna kelansungan hidupnya lebih lebih pada jaman kemajuan ilmu 4

tehnologi.dengan berbekal pendidikan yang cukup seseorang ibu akan lebih banyak memperoleh informasi serta lebih tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi.dengan demikian mereka dapat memilih serta menentukan aternatif lebih baik untuk kepentingan rumah tangganya termasuk dalam menentukan pemberian makanan bagi balita yang ada dirumah tangga tersebut (Biro Pusat Statistik,1993) 3. Pekerjaan Anak nelayan tradisional mempunyai resiko menjadi kurang gizi tiga kali lebih besar dibanding pada anak peternak, petani pemilik lahan, ataupun tenaga kerja terlatih. Hal penelitian ini juga menunjukan bahwa pengelompokan pekerjaan yang terlalu umum misalnya nelayan saja bisa mengatur pertumbuhan peranan faktor pekerjaan orang tua terhadap resiko anak mereka untuk menderita kurang gizi, resiko kurang gizi pada anak nelayan tradisional tiga kali lebih besar dibanding anak nelayan yang punya perahu bermotor. Efek ganda ( interaksi ) dari berbagai faktor sosial ekonomi dalam menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kurang gizi perlu diperhitungkan. (Mc Lean, W.1984). C Keadaan Sanitasi Lingkungan Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan anak dan juga kesehatan orang dewasa adalah tersedianya air bersih dan sanitasi yang aman. Semua ini bukan saja penting untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia,tetapi juga sangat membantu bagi eman sipasi kaum wanita dari beban kerja berat yang mempunyai dampak yang merusak terhadap anak anak, terutama anak- anak perempuan. Kemajuan dalam kesehatan anak tidak mungkin dipertahankan jika sepertiga dari anak- anak didunia ketiga tetap tidak menikmati sarana sanitasi yang layak. Berdasarkan pengalaman pada dasa warsa yang lalu,termasuk inovasi yang banyak jumlahnya dalam tehnik dan tekhnologi-tekhnologi yang sederhana dan murah untuk menyediakan air bersih dan sarana sanitasi yang aman didaerah pedesaan dan perkampungan kumuh dikota,kini patut dan layak melalui tindakan 5

nasional bersama dan kerjasama internasional untuk menyediakan air minum yang amam dan sarana pembuangan kotoran manusia yang aman untuk semua (DEPKES RI,1990) D. Kerangka Teori Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan anak- anak Sumber : Jalal,F.dan Soekirman, 1990 STATUS SOSIAL EKONOMI PENDIDIKAN,PEKERJAAN,TEHNOLOGI,B UDAYA TANAH PENDAPATAN PRATEK PEMBERIAN MAKANAN BAYI PRATEK KESEHATAN SANITASI LINGKUNGAN SUMBER PANGAN MASUKAN ZAT GIZI INFEKSI KETERSEDIAAN ZAT GIZI PADA TINGKAT SELULER PERTUMBUHAN 6

E. Kerangka Konsep Karakteristik balita - umur - jenis kelamin Keadaan sosial ekonomi: - pendapatan - pendidikan orang tua - pekerjaan orang tua - jumlah anak dalam keluarga - umur ibu - status gizi balita KEP pada balita Keadaan sanitasi lingkungan keluarga : - sumber air minum - tempat BAB - tempat pembuangan sampah - tempat pembuangan air limbah 7