BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL. Vira Julyanatien Igirisa, Rany Hiola, Nasrun Pakaya Jurusan Keperawatan, FIKK UNG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan dan menjadi beban tanggungan baik oleh keluarga, masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. urat. Kebanyakan arthritis gout disebabkan oleh pembentukan asam urat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) yang. berdampak terhadap meningkatnya populasi Lanjut Usia (Lansia).

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Kesehatan Nasional Indonesia (2011) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

BAB I PENDAHULUAN. periode dewasa akhir atau usia tua. Lansia merupakan bagian dari anggota

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi sering disebut sebagai penyakit silent killer karena pada

BAB I PENDAHULUAN. terjadi penyakit degeneratif yang meliputi atritis gout, Hipertensi, gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat

salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat.

BAB I PENDAHULUAN. pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa tua merupakan masa yang paling bahagia. Yaitu masa dimana kita

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh. dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan (Constantindes, 1994; Darmojo 2004, dalam Azizah, 2011).

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat 125 juta orang dengan usia 80 tahun bahkan lebih. (World Health

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur

BAB I PENDAHULUAN. kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini. meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu, namun

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

Adelima C R Simamora Jurusan Keperawatan Poltekkes Medan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Nyeri pada penderita artritis reumatoid adalah gejala yeng sering

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein atau penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua.

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO Tahun 2013, diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap. lahir dan umumnya dialami pada semua mahluk hidup (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dilihat dari data Departemen Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy) dan dipengaruhi juga oleh majunya pelayanan kesehatan, penurunan angka kematian bayi dan anak, perbaikan gizi dan sanitasi dan peningkatan pengawasan terhadap penyakit infeksi Hal tersebut menyebabkan perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia (lansia) (Nugroho, 2008). Berdasarkan data WHO dalam Depkes RI (2013) di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sebesar ( 8%) atau sekitar 14,2 juta jiwa. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar 15,3, sedangkan pada tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 (±9%) juta jiwa dari total populasi. Dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,8 juta jiwa (11,34%) dar i total populasi. Di Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika serikat dengan harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008). Peningkatan proporsi jumlah lansia dari data diatas tersebut perlu mendapatkan perhatian karena kelompok lansia merupakan kelompok beresiko tinggi yang mengalami masalah kesehatan yang diakibatkan oleh proses penuaan.

Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berkelanjutan) secara alamiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai udzur/tua. Pada usia lansia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan jaringan otot, susunan syaraf dan jaringan lain sehingga tubuh akan mati sedikit demi sedikit. Secara individu. Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi, mental, maupun fisik-biologik (Mujahidullah, 2012). Dari aspek perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya kemampuan muskuloskeletal kearah yang lebih buruk. Adapun orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi meskipun demikian, harus diakui bahwa berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya, hipertensi, diabetes mellitus, rematik, asam urat, dan lain-lain. Gout Arthritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Gout arthritis atau biasa disebut dengan asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin. Purin adalah salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA. Termasuk kelompok purin adalah adenosine dan guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan dikatabolisme (Sarif, 2012). Kadar asam urat laki-laki di dalam darah secara alami lebih tinggi dibandingkan kadar asam urat pada wanita. karena wanita mempunyai hormon esterogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine. Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan itu dimulai sejak masa monopouse. Kadar normal asam urat pada wanita adalah 2,4-6,0 mg/dl dan pria 3,0-7,0 mg/dl. Jika melebihi nilai ini, maka seseorang dikategorikan 2

mengalami hiperurisemia. Hiperurisemia adalah terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal. Angka kejadian penyakit asam urat meningkat pada keadaan asam urat tinggi lebih dari 9,0 mg/dl (Novianti, 2015). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013, prevalensi penyakit sendi adalah 11,9 % dan kecenderungan prevalensi penyakit sendi/rematik/encok (24,7%) lebih rendah dibanding tahun 2007 (30,3%). Kecenderungan penurunan prevalensi diasumsikan kemungkinan perilaku penduduk yang sudah lebih baik, seperti berolah raga dan pola makan. Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5% ) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat (32,1%), dan Bali (30%). Tertinggi pada umur 75 tahun (33% dan 54,8%). Prevalensi yang didiagnosis nakes lebih tinggi pada perempuan (13,4%) dibanding laki -laki (10,3%) demikian juga yang didiagnosis nakes atau gejala pada perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah baik yang didiagnosis nakes (24,1%) maupun diagnosis nakes atau gejala (45,7%). Prevalensi tertinggi pada pekerjaan petani/nelayan/buruh baik yang didiagnosis nakes (15,3%) maupun diagnosis nakes atau gejala (31,2%). Prevalensi yang didiagnosis nakes di perdesaan (13,8%) lebih ti nggi dari perkotaan (10,0%), demikian juga yang diagnosis nakes atau gejala di perdesaan (27,4%), di perkotaan (22,1%). Kelompok yang didiagnosis nakes, prevalensi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (15,4%) dan menengah bawah (14,5%). Demi kian juga pada 3

kelompok yang terdiagnosis nakes atau gejala, prevalensi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (32,1%) dan menengah bawah (29,0%). Di Indonesia prevalensi tertinggi pada penduduk pantai dan paling tinggi daerah Manado-Minahasa, karena kebiasaan atau pola makan ikan dan mengkonsumsi alkohol. Alkohol menyebabkan pembuangan asam urat leawat urine itu ikut berkurang sehingga asam uratnya bertahan di dalam darah. Konsumsi ikan laut juga mengakibatkan asam urat. Asupan yang masuk ke tubuh juga mempengaruhi kadar asam uat dalam darah (Sarif, 2012). Kelainan ini dapat menimbulkan gangguan berupa rasa nyeri, bengkak, kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan berjalan dan aktivitas keseharian lainnya, dan peningkatan resiko jatuh. Di Kota Gorontalo, penyakit arthritis menjadi penyakit peringkat kedua dalam satu tahun terakhir. Ada sekitar 8462 jiwa, yang terbanyak adalah perempuan yaitu 5683 jiwa dan laki-laki yaitu 2779 jiwa. Penyakit arthritis salah satu diantaranya adalah gout arthritis. Gout arthritis ini banyak diderita oleh lansia. International Association for Study of Pain (1979), dalam Prasetyo (2010) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam keadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Nyeri yang dialami oleh klien yang mengalami nyeri didapatkan skala rata-rata enam atau nyeri sedang, oleh karena itu konsep keperawatan diarahkan untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengembalikan pada kondisi yang nyaman. 4

Metode penanganan nyeri mencakup terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu meliputi obat-obatan sedangkan terapi non farmakologis meliputi kompres hangat dan dingin, senam, dan lain-lain. Menurut penelitian yang dilakukan Ungaran tahun 2014 yang berjudul Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat Dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran hasil penelitian yang di dapatkan pada 17 orang lansia yang mengalami nyeri sendi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran didapatkan rata-rata skala nyeri sendi sebelum diberikan kompres jahe adalah nyeri sedang sejumlah 8 orang (47,1%), rata -rata skala nyeri sendi setelah di berikan kompres jahe adalah nyeri ringan masing-masing sejumlah 11 orang (64,7%), dan rata-rata jumlah penurunan skala nyeri sendi adalah 3. Dimana pemberian terapi kompres jahe lebih efektif dibandingkan pemberian terapi kompres air hangat. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Wurangian (2012) yang berjudul Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado didapatkan hasil pengukuran nyeri pada responden yang berjumlah 30 orang rata-rata nilai penderita sebelum dilakukan kompres hangat adalah 6,23 dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat adalah 3,30 yang menunjukkan adanya penurunan skala nyeri. Berdasarkan studi pendahuluan dan pengambilan data awal di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat didapatkan bahwa lansia yang menderita gout arthritis yang berkunjung pada tahun 2013 sejumlah 165 penderita, tahun 2014 5

sejumlah 239 penderita, tahun 2015 sejumlah 136 penderita sampai bulan April. Penatalaksanaan nyeri akibat gout artritis di Puskesmas Pilolodaa diberikan penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi, sedang tindakan non farmakologi yang sudah dilakukan adalah senam lansia, mandi air hangat dan olahraga ringan. Tindakan non farmakologis seperti kompres air hangat belum dilakukan secara efektif. Penggunaan kompres hangat merupakan cara untuk menghilangkan atau menurunkan rasa nyeri yaitu secara non farmakologis yaitu memberikan rasa hangat, memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan rasa nyeri, dan mengurangi terjadinya spasme otot dengan menggunakan air panas bersuhu ( 37-40 o C)/ air hangat (Hidayat, 2015). Selain itu penggunaan kompres hangat merupakan cara yang murah serta mudah untuk dilakukan sehingga tidak memerlukan biaya yang mahal untuk menggunakannya. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Gout Arthritis pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Jumlah penderita gout arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo sebanyak 136 orang. 6

2. Data Riskesdas Kemenkes RI menunjukkan pada tahun 2013 prevalensi penyakit sendi adalah 11,9 % dan kecenderungan prevalensi penyakit sendi/rematik/encok (24,7%) lebih rendah dibanding tahun 2007 (30,3%). 3. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengobati nyeri gout arthritis adalah terapi farmakologis yang memiliki banyak efek samping. 4. Di Puskesmas Pilolodaa penatalaksanaan nyeri akibat gout artritis diberikan penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi. Sedangkan tindakan non farmakologi yang sudah dilakukan adalah senam lansia, mandi air hangat, dan olahraga ringan. Tindakan non farmakologi seperti kompres air hangat belum dilakukan secara efektif. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut Apakah terdapat pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri gout arthitis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo?. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian kompres air hangat terhadap penurunan nyeri gout arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. 7

1.4.2 Tujuan Khusus 1. Menganalisis perbedaan skala nyeri gout arthritis sebelum dan sesudah dilakukan kompres air hangat pada lansia di Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. 2. Menganalisis pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri gout arthritis pada lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan, dan dapat memberi gambaran atau informasi tentang pengaruh kompres air hangat dan dapat menjadi acuan pada penelitian selanjutnya. 1.5.2 Manfaat praktis 1. Bagi Lansia Lansia dapat melakukan kompres air hangat secara mandiri atau dengan bantuan petugas sehingga dapat membantu mengatasi masalah nyeri gout arthritis. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini digunakan untuk memberikan sumbangan ilmiah kepada pendidik dan mahasiswa, terhadap kasus gout artritis yaitu melalui kompres air hangat dapat dijadikan sebagai komplamenter, yang dapat diterapkan 8

dalam praktek mandiri keperawatan oleh mahasiswa keperawatan suatu saat nanti. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan dan perbandingan dalam pengembangan penelitian tentang keefektifan kompres air hangat. 9